• Tidak ada hasil yang ditemukan

jtptiain gdl yuyunarifa 3902 1 3103082 p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "jtptiain gdl yuyunarifa 3902 1 3103082 p"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Ilmu Tarbiyah

Oleh

YUYUN ARIFAH

NIM 3103082

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)

iii

Tanggal

Tanda

Tangan

Drs. H. Djoko Widagdho, M. Pd

(NIP. 130 388 591)

______________

______________

Ketua

Drs. Wahyudi, M. Pd

(NIP. 150 274 611)

______________

______________

Sekretaris

Drs. H. Syamsuddin Yahya

(NIP. 150 170 121)

______________

______________

Anggota I

Nasirudin, M. Ag

(NIP. 150 274 611)

______________

______________

(4)

iv

tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang,

2

Januari

2008

Deklarator,

(5)

v

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung pada ibadah haji.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research). Data

penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis deskriptif

kualitatif dengan menggunakan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibadah haji adalah kegiatan

mengunjungi Makkah yang dilakukan pada waktu tertentu untuk mengerjakan

perbuatan-perbuatan khusus berupa thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh

rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharap

ridho-Nya.

Nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji antara lain:

a.

Syukur. Melaksanakan haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan

kesehatan. Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang diterima didunia. Hal

ini dapat dilihat ketika jamaah mengucapkan talbiyah.

b.

Takwa. Haji merupakan ibadah yang melambangkan ketaatan atau penyerahan

diri secara total kepada Allah baik harta benda maupun jiwa raga. Di hadapan

Allah mereka bersyukur atas segala nikmat, memohon ampun, berdzikir,

memohon perlindungan dari dosa, hawa nafsu dan godaan setan.

c.

Ikhlas. Ibadah haji merupakan ibadah sempurna yang harus dilaksanakan dengan

ikhlas karena Allah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam QS. Ali Imran

ayat 97, dan Al-Baqarah ayat 196 yang menjelaskan tentang kewajiban haji.

d.

Bershalawat dan patuh pada ajaran Rasulullah. Hal ini bisa dipahami ketika

jama’ah di Raudhah mereka bershalawat kepada Nabi. Selain itu dapat dipahami

ketika jama’ah melaksanakan rangkaian ibadah haji sesuai dengan ajaran

Rasulullah. Misalnya thawaf, wukuf, sa’i, tahalul.

e.

Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal. Pada ibadah haji, ketika jamaah sedang

ihram ada larangan untuk tidak rafats, fusuq dan jidal. Hal ini karena ibadah haji

merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Sebagaimana firman Allah

QS. Al-Baqarah ayat 197.

f.

Mengendalikan hawa nafsu. Hal ini bisa dipahami ketika jamaah melempar

jumrah. Melempar jumrah merupakan perwujudan permusuhan dan kebencian

terhadap setan yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang

diridai Allah.

g.

Tolong menolong. Ibadah haji bukan hanya suatu bentuk budaya/adat istiadat. Di

situ dibutuhkan pengertian dan toleransi, tolong menolong antara jama’ah yang

satu dengan yang lain.

(6)

vi

لاﺪ

ﺎ و

قﻮﺴﻓ

ﺎ و

ﺚﻓر

ﺎ ﻓ

ﺤ ا

ﻦﻬﻴﻓ

ضﺮﻓ

ﻦ ﻓ

ٌتﺎ ﻮ ﻌ

ٌﺮﻬﺷأ

ﺤ ا

ﺤ ا

ﻲﻓ

….

)

:

١٩٧

(

Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang

menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh

rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan

haji.

*

(QS. Al-Baqarah: 197)

*

(7)

vii

1.

Ayahku H. Suroso dan Bunda tersayang Siti Khasanah yang selalu memberikan

kasih sayang tanpa akhir. Iringan doa dan restumu adalah pijakan bagiku untuk

menggapai mimpi indahku.

2.

Kakakku Ahmad Faizin, S.Pd.I dan adikku Sri Mulyani yang menjadi

penyemangat hidup penulis.

3.

Pelita hatiku, mutiara hidupku, calon pendamping hidupku, semoga engkau yang

terbaik bagiku.

4.

Keluarga besar PPTQ Purwoyoso Semarang, semua sahabat senasib seperjuangan,

terima kasih atas kebersamannya dalam suka dan duka.

(8)

viii

Penulis bersyukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq

dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan

dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Tidak lupa, penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad yang telah membawa risalah yang penuh dengan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup

kita, baik di dunia dan di akhirat kelak.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

semua pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan

bantuan apapun yang sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih

terutama penulis sampaikan kepada:

1.

Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M. Ed. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini.

2.

Dra. Muntholi’ah, M.Pd selaku wali studi yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis selama melakukan studi.

3.

Sulja’i M. Ag dan H. Mursid, M Ag selaku pembimbing yang telah berkenan

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini..

4.

Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan di lingkungan Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai

pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5.

Bapak dan Ibu serta kakak dan adikku yang telah mencurahkan kasih sayang,

perhatian dan doanya untuk keberhasilan penulis.

(9)

ix

(Hidayah, Rifqoh, Mei, Ida, Mifroh, Mursyidah, Anik dan adik-adik kamar pink),

teman-teman TIM PPL MAN 2 Semarang 2007 dan TIM KKN POSKO 16 Desa

Malebo Kabupaten Temanggung 2007, yang selalu setia menemani, menasehati,

membantu, memotivasi dan mendoakan dari awal sampai akhir penyelesaian

skripsi dan studi di IAIN Walisongo Semarang.

8.

berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa hanya

untaian terima kasih dengan tulus serta iringan doa, semoga Allah membalas semua

amal kebaikan mereka dan melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah dan inayah-Nya,

dan semoga skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji”

ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berkesempatan membacanya.

Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan

skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

para pembaca umumnya. Amin.

Semarang,

2

Januari

2008

(10)

x

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

DEKLARASI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ...

viii

DAFTAR ISI ...

x

BAB I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

5

C.

Tujuan Penelitian...

5

D.

Kajian Pustaka ...

5

E.

Penegasan Istilah ...

6

F.

Metode Penelitian ...

9

G.

Sistematika Penulisan ...

11

BAB II.

IBADAH HAJI DAN PENDIDIKAN AKHLAK

A.

IBADAH HAJI ...

12

a.

Pengertian Haji...

12

b.

Dasar Hukum Haji ...

13

c.

Syarat-Syarat Haji ...

15

d.

Rangkaian Amalan Ibadah Haji ...

16

e.

Hikmah Ibadah Haji ...

26

B.

PENDIDIKAN AKHLAK...

26

a.

Pengertian Pendidikan Akhlak ...

26

(11)

xi

C.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI

40

a.

Akhlak kepada Allah...

40

b.

Akhlak kepada Rasul...

40

c.

Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain ...

40

BAB III.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI

A.

AKHLAK KEPADA ALLAH ...

41

a.

.

Syukur ...

41

b.

Takwa ...

42

c.

Ikhlas

... 43

B.

AKHLAK KEPADA RASUL ...

44

a.

Patuh mengikuti ajarannya ...

44

b.

Bershalawat ...

44

C.

AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN...

45

a.

Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal ...

45

b.

Mengendalikan hawa nafsu ...

45

c.

Tolong menolong...

46

d.

Persaudaraan ... 46

BAB IV.

ANALISIS

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA

IBADAH HAJI

A.

Hubungan Ibadah Haji dengan Pendidikan ...

48

B.

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Ibadah Haji ...

49

1.

Akhlak kepada Allah...

49

2.

Akhlak kepada Rasul...

52

(12)

xii

C.

Kata Penutup ...

57

(13)

Pendidikan Islam merupakan pendidikan tingkah laku praktis: tidak cukup dengan kata-kata, tetapi memperhatikan aspek perbuatan. Rukun Islam yang kelima umpamanya, menuntut tingkah laku verbal dan praktis secara simultan. Kesempurnaan manusia muslim antara lain terletak pada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.1

Salah satu tujuan pendidikan Islam ialah mengembangkan manusia yang baik, yaitu manusia yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa. Atas dasar itu, tujuan pendidikan Islam diukur antara lain dengan nilai isi pendidikannya, yaitu merealisasi tercapainya keutamaan dan kesempurnaan diri dengan jalan ma’rifat kepada Allah dan berorientasi kepada kehidupan yang baik dan utama. Isi pendidikan tersebut mencakup kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Manusia sempurna ialah manusia yang berakhlak mulia serta bertingkah laku dan bergaul dengan baik. Inilah aspek penting tujuan pendidikan akhlak dalam pendidikan Islam.2

Ibadah merupakan salah satu sarana yang efektif untuk mengarahkan pendidikan kepada orientasi akhlaki yang lurus serta merealisasi pendidikan secara seimbang dan komprehensif. Ibadah fardhu seperti shalat, zakat, puasa, haji mengandung maksud mendidik ruh dan mengarahkan pendidikan akhlak

Haji merupakan rukun Islam yang kelima, yang diwajibkan oleh Allah atas orang-orang yang mampu, baik fisik, mental maupun biaya.3 Sebagai rukun Islam yang kelima haji bukanlah sekedar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagai manusia. Proses pencapaian kesejatian tersebut dapat diraih dengan mempelajari makna ibadah haji lebih dalam.

Banyak orang menganggap bahwa haji adalah ungkapan puncak sekaligus panacea (obat mujarab) bagi kebaikan keagamaan seorang muslim Seorang muslim yang telah berhaji, jika dia dikenal sebagai orang yang baik,

1

Hery Noer Ali dan Munzir, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Fisika Agung Insani, 2000), hlm. 154.

2

Ibid, hlm. 152

3

(14)

dengan kebaikannya telah mencapai puncaknya.4 Apabila seseorang menjadi pelaku ibadah haji yang sejati, maka ibadah itu mengandung sebuah hakikat yang nyata. Bentuk nyata ibadah haji adalah akhlak orang yang berhaji.5

Dalam ibadah haji, nilai pembinaan akhlak lebih besar dibanding dengan ibadah lain dalam rukun Islam. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji merupakan ibadah yang bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan banyak, disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya serta mengeluarkan biaya yang banyak.6 Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:

اْ݆

ڱ܅

أ

ْﺷ

݊

ْﻌ݇

ْﻮ

ۚ۽݊

ْﻦ

ض

ْݛﻬ

ﱠﻦ

ْ݆ا

ﱠ܅

ݣ

ر

و

ْﻮ

ق

و

܆

لا

ْ݆ا

ﱢۗ܅

و

݊

۾ﺎ

ْܻ

ﻌ݇

ْﻮ

݊ا

ْﻦ

ْݛ

ݚْﻌ

ْ݇ﻤ

و

ۗﷲا

۾

ﱠو

د

ْو

ا

ﱠن

ْݛ

ﱠﺰ݆ا

دا

ﱠۿ݆ا

ْﻘ

ﻮ

و

ۚى

ﱠ۾ا

ْﻮ

ن

ݚ

݆و

ْا

ْ݆

ﺐﺒ

)

ةﺮﻘﺒ݆ا

:

١٩٧

(

Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah: 197)7

Ibadah haji dengan implementasi amaliahnya, tidak hanya semata-mata dogma. Namun terkandung makna yang sangat dalam seperti dari segi persaudaraan, kemanusiaan, persamaan dan persatuan, perlu bekerja keras dan selalu berusaha sampai pada akhirnya dari seluruh perbuatan haji terdapat pengakuan akan Kemahakuasaan dan Keagungan-Nya8.

Quraish Shihab, mengutarakan bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam acara ritual atau dalam tuntunan non ritualnya, dalam bentuk

4 Ramli Bihar Anwar,

ASQ For Haji, (Bandung: Arazy PT Mizan Pustaka, 2004) cet. 1, hlm 118-119

5

Jawadi Amuli, Hikmah dan Makna Haji, (Bogor: Cahaya, 2004), cet. 2hlm. 117

6

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. 2, hlm. 161

7

Departemen Agama, Al-Qur’an danTerjemahnya, (Bandung: J-Art, 2005), hlm. 31

8

(15)

kewajiban atau larangan, dalam bentuk nyata atau simbolik mempunyai makna tersendiri, antara lain:9

1. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram.

Tidak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya merupakan pembeda antara seorang dengan yang lainnya. Pembedaan tersebut dapat membawa antara lain, kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi.

Di miqat makani, pembedaan tersebut harus ditanggalkan, sehingga semua harus memakai pakaian yang sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam ibadah haji terdapat pendidikan egaliter (kesamaan).

2. Dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus ditinggalkan oleh pelaku ibadah haji.

Dilarang membunuh binatang dan mencabut pepohonan. Mengapa? Karena manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Allah serta memberinya kesempatan seluas mungkin untuk mencapai tujuan penciptaan-Nya.

3. Setelah selesai melakukan thawaf, yang menjadikan pelakunya larut dan berbaur bersama manusia-manusia yang lain, serta memberikan kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Allah, dilakukanlah sa’i.

4. Di Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari.

Di sanalah mereka seharusnya menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang jatidirinya, akhir perjalanan hidupnya. Di sana pula seharusnya ia menyadari langkah-langkahnya selama ini. Dengan kesadaran-kesadaran itulah yang menghantarkannya di padang Arafah untuk menjadi arif (sadar) dan mengetahui.

5. Dari Arafah, para jama’ah ke Muzdalifah untuk mengumpulkan senjata dalam menghadapi musuh utama yaitu setan. Kemudian melanjutkan

9

(16)

perjalanan ke Mina dan di sana para jamaah haji melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka menjadi penyebab segala kegetiran yang dialaminya. Batu dikumpulkan di tengah malam sebagai lambang bahwa musuh tidak boleh mengetahui siasat dan senjata kita.

Selain itu, Ismail Muhammad Syah, dalam bukunya Filsafat Hukum Islam mengutarakan bahwa haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari lambang-lambang kerohanian yang mengantarkan umat Islam dari seluruh penjuru dunia dengan berbagai ras, bangsa dan bahasa merupakan suatu momentum untuk mempererat tali persaudaraan.10

Ibadah haji tidak hanya semata-mata ditujukan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah tetapi juga menjaga hubungan baik dengan diri sendiri, sesama manusia, menjaga hubungan baik dengan alam. Hubungan kita dengan diri kita, dengan sesama manusia harus kita pelihara secara terus menerus, seperti halnya ketika seorang haji memakai pakaian ihram. Pada saat itu dilarang membunuh hewan sekecil apapun, menebang pepohonan. Larangan ini terkait dengan persoalan menjaga hubungan baik dengan alam dan lingkungan sekitar.11

Amaliah tersebut mengajarkan kepada umat manusia untuk senantiasa ramah terhadap lingkungan dengan menjaga dan tidak mengeksploitasi lingkungan. Hal tersebut sangat aplikatif apabila diaplikasikan oleh setiap muslim, mengingat sekarang ini banyak manusia yang tidak sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.

Penulis beranggapan bahwa penggalian nilai-nilai edukatif dalam ibadah haji merupakan hal yang sangat urgen. Pasalnya banyak orang muslim yang melaksanakan ibadah haji, tetapi sepulang dari ibadah haji belum ada perubahan yang signifikan dalam tingkah laku atau akhlak dalam keseharian mereka. Selain itu juga disebabkan kekeliruan penafsiran bahwa ibadah haji

10

Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm. 204.

11

(17)

hanya habl min Allah sehingga nilai-nilai sosial dalam ibadah haji tidak terakomodasi.

Oleh karena itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji, melalui studi pustaka yang relevan dengan tema tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka ada permasalahan yang akan di kaji melalui penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam ibadah haji?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka tujuan yang hendak di capai dalam penyusunan skripsi ini adalah mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji.

D. Kajian Pustaka

Kajian yang di bahas dalam skripsi ini difokuskan pada ajaran ibadah haji yang di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini dibutuhkan suatu kajian kepustakaan, dimana sepengetahuan penulis belum pernah menemukan penelitian skripsi yang mengkaji tentang “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji”

Untuk memperoleh gambaran yang pasti tentang posisi penelitian ini diantara karya-karya yang sudah ada, berikut kami ilustrasikan beberapa karya yang telah mengkaji nilai-nilai pendidikan.

(18)

menjadikan keadaan tenang dan jiwa damai, tidak terjadi was-was, kegelisahan yang berakibat pada sifat minder.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sutanti Exa Zulhijah tentang “Nilai-Nilai Edukatif Ibadah Puasa dalam Pandangan Imam al-Ghazali.” Skripsi ini memaparkan nilai-nilai edukatif dalam ibadah puasa yaitu pendidikan akhlak, pendidikan sosial, dan pendidikan pola hidup sehat.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nanik Qoriah tentang “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Ibadah Aqiaqah dan Implementasinya dalam Pendidikan Anak.” Skripsi ini memaparkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam aqiqah adalah pendidikan akhlak, pendidikan keimanan, pendidikan kesehatan, pendidikan sosial, pendidikan ekonomi dan pendidikan kejiwaan.

Dari uraian tersebut nampaklah penelitian tentang nilai-nilai pendidikan telah banyak dikaji, tetapi sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membahas tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji.

E. Penegasan Istilah

1. Nilai Pendidikan Akhlak a. Nilai

Nilai secara etimologi adalah banyak sedikitnya isi, kadar, mutu12. Nilai adalah seperangkat keyakinan ataupun perasaan-perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku13.

Jadi nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu dan membutuhkan penghayatan yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan oleh manusia.

12

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 615

13

(19)

b. Pendidikan Akhlak 1). Pengertian pendidikan

Pendidikan di artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan kepribadiannya melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,perbuatan, mendidik14.

2). Pengertian akhlak

Secara etimologi akhlak dapat diartikan budi pekerti, watak, tabi’at.15

Sedangkan menurut Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut

ﻘ ﷲ

ﺠ ﺤ

ل

ل

ﺤﷲ

ﺠﷲ

ﺩﺼ ﷲ

ﺴ ﺭ

ﺸﻭ

ﻰﷲ

ل

16

Akhlak merupakan ungkapan tntang keadaan yang melekat pada jiwa dan dirinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membuthkan kepada pemikiran dan pertimbangan. Apabila suatu keadaan melahirkan perbuatan-perbuatan terpuji baik menurut pertimbangan akal maupun agama, maka keadaan itu disebut akhlak yang baik, dan juga sebaliknya, apabila suatu keadan melahirkan pebuatan-perbuatan tercela, maka ia juga disebut akhlak tercela.

Jadi yang dimaksud pendidikan akhlak dalam skripsi ini adalah pendidikan untuk merubah tingkah laku (bukan pengetahuan “dari belum atau tidak tahu menjadi tahu”) yang dimulai dari hati atau pangkal perasaan sehingga menjadi suatu kebiasaan, baik kepada Allah maupun kepada sesama.

14

Tim Penyusun Pembinaan dan Penegembangan Bahsa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 264

15

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit, hlm.15

16

(20)

Berdasarkan pengertian diatas, yang dimaksud nilai pendidikan akhlak adalah isi/kandungan pendidikan yang dijadikan sebagai acuan pengkajian kehidupan manusia untuk merubah tingkah laku individu baik kepada Allah, Rasul, diri sendiri dan sesama.

2. Ibadah haji

a. Pengertian ibadah

Ibadah secara lughawi berarti mematuhi, tunduk, berdoa. Secara istilah berarti kepatuhan atau ketundukan kepada Dzat yang memiliki puncak Keagungan Tuhan Yang Maha Esa17.

Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid18.

Jadi, ibadah adalah segala bentuk perbuatan dan perkataan yang dilakukan oleh setiap muslim dengan tujuan untuk mencari keridloan Allah swt.

b. Pengertian haji

Haji menurut istilah bahasa artinya maksud19. Menurut istilah

agama, haji adalah sengaja berkunjung ke Baitullah al-Haram (ka’bah) di Makkah al-Mukarromah untuk melakukan rangkaian amalan yang telah diatur dan di tetapkan oleh Allah swt sebagai ibadah dan persembahan dari hamba kepada Tuhan, yang berupa wukuf, thawaf, sa’i dan amalan lainnya pada masa dan tempat tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dengan mengaharapkan Ridho-Nya.20

Jadi, ibadah haji adalah sengaja berkunjung ke Baitullah untuk menuju kepada Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya, dengan

17

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid II, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeue, 1993), hlm. 385

18

Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), hlm. 44

19

Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. 3, hlm. 135

20

(21)

mengerjakan suatu pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dikerjakan pada masa dan tempat serta ritual tertentu untuk mendapat ridloNya.

F. Metode Penelitian

Penelitian skripsi ini menggunakan metode library research atau penelitian kepustakaan. Oleh karenanya, objek penelitiannya adalah berupa buku-buku, majalah, jurnal serta tulisan lain yang dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan penulis.

1. Sumber data a. Data primer

Dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah al-Quran, hadis dan kitab fikih.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder adalah data tangan kedua atau data yang diperoleh dari pihak lain, dalam arti tidak langsung diperoleh peneliti subjek penelitian.21.

Adapun data sekunder antara lain buku buku-buku yang berisi tentang ibadah haji, antara lain: buku Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam karya Ishak Farid, Panduan Ibadah Haji dan Umrah Lengkap Disertai Rahasia dan Hikmahnya karya Djamaluddin Dimjati. Akhlak Tasawuf karya Abuddin Nata, Watak Pendidikan Islam karya Hery Noer Ali dan Munzier.

2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya.22

Dokumentasi yang penulis perlukan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang representatif, relevan dan mendukung terhadap objek

21

Saefudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 91

22

(22)

kajian sehingga dapat memperoleh data-data sekunder yang faktual dan dapat dipertanggung jawabkan dalam memecahkan permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini.

3. Metode analisis data

a. Metode maudu’i /tematik

Yang dimaksud dengan metode tematik adalah membahas ayat-ayat al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al nuzul, kosakata dan sebagainya.23

Metode ini digunakan untuk membahas ayat-ayat al Quran yang berkaitan dengan ibadah haji, kemudian dikaitkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak dan memperkuatnya dengan hadis-hadis nabi yang relevan ditambah dengan pendapat para ahli.

b. Metode analisis isi

Metode content analysis adalah mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya studi perbandingan, hubungan dan pengembangan model.24

Untuk mendukung dalam penjelasan melalui analisis isi, maka penulis menggunakan kerangka berpikir yang bersifat deduksi yaitu pembahasan dengan cara menyajikan kenyataan-kenyataan yang bersifat umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus25. Dan juga kerangka berpikir yang bersifat induksi yaitu metode pengambilan keputusan yang diletakkan atas dasar-dasar khusus kemudian digeneralisasikan kepada hal-hal yang bersifat umum26.

23

Nashrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 151

24

Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 85

25

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi, 2000), hlm. 47.

26

(23)

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagi berikut a. Bagian muka (Preliminaries)

Pada bagian ini dimuat: halaman sampul, halaman judul, abstraksi, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, deklarasi, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

b. Bagian isi (batang tubuh)

Bab pertama tentang pendahuluan, berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua tentang ibadah haji dan pendidikan akhlak, berisi tentang: pengertian ibadah haji, dasar hukum, syarat haji, rangkaian amalan haji, hikmah ibadah haji. Pendidikan akhlak, pengertian, dasar, metode, nilai dan tujuan pendidikan akhlak, nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji.

Bab ketiga tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, berisi: akhlak kepada Allah, Rasulullah, diri sendiri dan orang lain.

Bab keempat tentang Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji, berisi tentang analisis nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji antara lain hubungan ibadah haji dengan pendidikan, nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji yang meliputi akhlak kepada Allah, Rasulullah, diri semdiri dan orang lain.

Bab kelima Penutup, berisi simpulan, saran-saran dan penutup. c. Bagian akhir skripsi

(24)

a. Pengertian Ibadah Haji

Secara etimologi kata haji adalah berasal dari bahasa Arab yaitu

ﺞﺣ

ﺞ ﻳ

-ﺎﺠﺣ berarti berziarah, mengunjungi, menyengaja.

1

Namun dalam

penggunaannya para ulama telah sepakat bahwa kata haji digunakan dalam pengertian untuk mengunjungi ka’bah untuk menyelesaikan manasik haji.2 Sedangkan pengertian haji menurut istilah syara’ di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat yang pada intinya sama. Di antaranya, menurut Sayyid Sabiq

ﺞﺤ

˛

ﻭﷲ

˛

ﻲﺴ

˛

˛

ﺭﺴ

˛

ﺭﻷ

ﺠ ﺴ

˛

ﻀ ﺭ

Menyengaja (mengunjungi) Makkah untuk menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah (haji) dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya.3

Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaily menyatakan:

لﺎﻌﻓا

ﺼ ﻭ

˛

ل

Menyengaja (mengunjungi) ka’bah untuk mengerjakan perbuatan tertentu atau mengunjungi tempat tertentu pada waktu tertentu4

Menurut Majeed, the hajj is visit a specified place during a specified time to perform specified rites as acts of submission.5 Haji adalah

1

Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap Di sertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), cett. I, hlm. 3

2

M. Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Haji, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), cet. 3, hlm. 2

3

Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah Juz 5, (Kuwait: Darul Bayan, 1968), hlm. 20

4

(25)

mengunjungi tempat tertentu selama waktu tertentu untuk melaksanakan ritual atau ibadah khusus sebagai pengakuan akan kepasrahan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud haji adalah suatu kegiatan mengunjungi Makkah yang dilakukan pada waktu tertentu untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan khusus berupa thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya. b. Dasar Hukum Haji

Setiap ibadah dalam Islam, pelaksanaannya harus berdasarkan nash hukum yang tegas baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Haji adalah salah satu rukun Islam setelah syahadatain, shalat, zakat, dan puasa.6

Adapun dasar haji tersebut sebagai berikut: a. Al-Qur’an

− QS. Ali Imran: 97

ﻼ ﻴ

ِ

ِ

ﻪﻴ

ِ

ﹶ ﹶﺴ

ِ

ِ ﻴ

ﺞِ

ِ

ﺱ ﱠﻨ

ِ

ﷲ َ

ِ

...

ل

١

:

٩٧

Dan karena Allah, wajiblah atas orang-orang yang melakukan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu melaksanakan perjalanan (ke sana).7 (QS. Ali Imran: 97)

− QS. al-Baqarah 196

ِ

ﻪﱠ ِ

ﹶﺭ ﹾ

ﺞﺤ

ِ

َ

....

ﺭﷲ

:

١٩٦

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.8 (QS. al-Baqarah: 196)

− QS. al-Baqarah: 197

ﻰﻓ

لاﺪ܆

ﻻو

قْﻮﺴﻓ

ﻻو

ﺚﻓر

ݣﻓ

ﱠ܅ﺤْ݆ا

ﱠﻦﻬْݛﻓ

ضﺮﻓ

ْﻦﻤﻓ

ﱢۗ܅ﺤْ݆ا

....

5

FSA Majeed, The Hajj: The Law and The Rationale, (Singapore: Ze Majeed’s Publishing, 1995), hlm. 5

6

Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), hlm. 213

7

Departemen Agama, Op. cit, hlm. 62

8

(26)

ةﺮﻘﺒ݆ا

:

١٩٧

Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.9 (QS. al-Baqarah: 196)

b. Hadits Rasulullah

ﻅﻨ

ل

ل

:

ُ

ِ

ُ

لﻭ

َ

ل ﹶ

ﹶﻭ

ﱠﻻ

ِ

ﻪﹶ

ِ

ِ

ٍ

ﻼ ﺴ

ِ

ِ

ﱠ ﺴ

ِ

ﻪﻴ

ِ

ﹶﻴ

ِ

ِ

ﻼ ﺼ ﷲ

ِ

ﹶ ِ

ﺇﻭ

ُ

لﻭ

ﺩ ﺤ

ِ

ﺼ ﻭ

ﺞﺤ

ِﹶ

10

)

(

Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam didirikan atas lima (dasar), bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, mengunjungi Baitullah ,berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

c. Ijma’ Ulama

Para ulama telah sepakat bahwa haji diwajibkan kepada kaum muslimin hanya satu kali seumur hidup, adapun selebihnya adalah sunnat.11

Berdasarkan hadis Rasulullah

ل

ﻨﷲ

ﺜ ﻭ

:

,

ﺭﺯ

,

,

َ

لَ

ﺱ ِﺤ

ٍ

.

.

َ

لﻭ

9 Ibid 10

Al-Bukhari, Matan al-Bukhari, Juz I, (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2007), Cet. 3, hlm. 14.

11

(27)

َ

ل ﹶ

؟

ِ

ﺭﻭ

ٍﹶ

لﹸﻜ

ِ

ﺞﺤ

:

لﺠﺭ

ِ

,

ﹶ ﹶ

ﺩﺯ

12

)

(

“Dari ibn Abbas al-Iqna bin Habis bertanya kepada Nabi dan berkata: wahai Rasulullah apakah mengerjakan haji itu setiap tahun atau hanya sekali saja? Rasulullah saw bersabda: “cukup sekali saja. Barang siapa menambahkannya maka itu ibadah sukarela saja.” (HR. Imam Abu Dawud).

c. Syarat-Syarat Haji

Ibadah haji itu diwajibkan dengan beberapa syarat: 1. Islam

Tidak wajib atas orang kafir dan tidak sah hukumnya jika melaksanakannya, karena haji adalah kegiatan ibadah secara Islami. Oleh karena itu, jika ada orang kafir yang melaksanakan haji kemudian ia masuk Islam maka ia wajib mengulangi jika mampu.13 2. Baligh

Tidak wajib haji atas anak-anak.14 Seandainya ada anak yang belum baligh mengerjakan haji dengan memenuhi syarat, rukun dan wajib haji, maka dianggap sah namun hajinya tidak menggugurkan kewajiban hajinya kalau sudah dewasa kelak jika ia mampu.

3. Berakal sehat, bagi orang gila tidak wajib. 4. Merdeka

Maksudnya bukan budak atau hamba sahaya yang terikat dengan kewajiban kepada tuannya dan di bawah kekuasaannya, karena ibadah haji di samping membutuhkan waktu yang cukup lama juga membutuhkan biaya. Sedang seorang budak disibukkan dengan hak-hak tuannya dan tentunya ia tidak mempunyai uang. Jika ia diajak oleh

12 Abu Dawud,

Sunan Abu Dawud, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), hlm. 3

13

Wahbah al-Zuhaily, Op. cit, hlm. 20

14

(28)

tuannya melaksanakan haji, maka setelah merdeka ia diwajibkan mengulang jika mampu.15

5. Kemampuan

Para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan batasan dan bentuk istitha’ah. Akan tetapi secara umum yang dimaksud istitha’ah

meliputi dua hal yaitu bekal dan aman dalam perjalanan.

Kemampuan yang menjadi salah satu dari syarat-syarat haji dengan ketentuan sebagai berikut:16

a). Sehat badannya

Jika ia tidak sanggup menunaikan haji itu disebabkan tua, cacat, atau karena sakit, yang tidak dapat diharapkan dapat sembuh, hendaklah diwakilkan kepada orang lain jika ia mempunyai harta.

b). Aman dalam perjalanan, baik dirinya maupun hartanya c). Memiliki bekal dan kendaraan.

Mengenai bekal, yang diperhatikan ialah agar cukup untuk dirinya pribadi guna terjamin kesehatan badanya, juga keperluan keluarga dalam tanggungannya. Mengenai kendaraan, syaratnya ialah dapat mengantarkan pergi dan pulang kembali, baik dengan menempuh jalan darat, laut, atau udara.

d. Rangkaian Amalan Haji 1. Ihram

Ihram adalah berniat untuk memulai ibadah haji.17 Ketentuan ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:

َ

ل ﹶ

ِ

ﹶ ﷲ

ِ ﺭ

:

ِ

ﻪﻴ

ُ

ﱠ ﺼ

ِ

َ

لﻭ

ِ

ُ

لﻭ

ﹸ ﻴ

ﱠ ﺴ

:

ﱠﻨ

ِ

ِ

ِ

ُ

ل

َ

ﱠﻨ

ِ

لﹸﻜ

ِ

ٍ

ِ

ﺭﹶ

15

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1997), cet. I, hlm. 974

16

Mahmudin Syaf, Fiqh Sunnah 5, terj. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1992), hlm. 43-44

17

(29)

)

(

18

Dari Umar bin Khattab r.a. berkata saya mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya tiap-tiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkannya”

Dalam persiapan melakukan ihram, ada beberapa hal sunah yang harus dikerjakan:19

a). Bersih. Ini dapat dilakukan dengan memotong kuku, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak, mencabut bulu kemaluan, berwudhu atau lebih utama mandi, menyisir jenggot dan mandi.

b). Meninggalkan semua pakaian yang dijahit, dan memakai kedua pakaian ihram , yaitu rida’ atau selubung untuk menutupi tubuhnya bagian atas kecuali kepala dan izar atau sarung untuk menutupi tubuhnya yang separo lagi yaitu bagian bawah.

c). Memakai minyak wangi, baik pada tubuh maupun pada belakang rambut serta pakaian, walaupun akan tinggal bekasnya setelah ihram.

d). Shalat dua rakaat dengan niat sunat ihram.

Sebaliknya, ada pula beberapa perbuatan yang haram dilakukan selama berihram, dan orang yang melanggarnya diwajibkan membayar fidyah. Larangan-larangan tersebut ialah:20

a). Bersenggama dan pendahuluan-pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh dengan dorongan syahwat, percakapan laki-laki dan perempuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seks. b). Melakukan kejahatan dan berbuat maksiat yang mengakibatkan

penyelewengan dari menaati Allah swt.

c). Berselisih dengan teman sejawat, dengan pelayan dan lain-lain. Sebagai alasan diharamkannya hal-hal tersebut ialah firman Allah:

18

Al-Bukhari, OP. cit, hlm. 3

19

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, terj., (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1978), hlm. 85-88

20

(30)

ِ

َ

ل ﺩ

ِ

ﹶﺭ

ﻼ ﹶ

ﺞﺤ

ِ

ِ

ﺞﺤ

ﺭﷲ

:

١٩٧

Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”(QS. al-Baqarah: 197)21

Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda

ل

ﻪﻨ

ﻀ ﺭ

:

ِ

َ

لﻭ

ِ

ُ

لﻭ

ﹸ ﻴ

ﱠ ﺴ

ِ

ﻪﻴ

ُ

ﱠ ﺼ

:

ﹸ ﺭ

ﹶﹶ

ﺞﺤ

ﹾ ﻴ

ﻪ ﹸ

ﻪ ﺩ

ِ

ﺠﺭ

22

)

ﻪﻴ

(

Barang siapa yang mengerjakan haji sedang ia tidak melanggar kesopanan dan tidak pula melanggar ketentuan, maka ia akan bebas dari dosa-dosa seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.

d). Memakai pakaian yang dijahit, seperti baju, baju dingin, jubah, celana dan lain-lain atau pakaian sungkup seperti serban, tarbus dan pakaian-pakaian lain yang ditaruh di atas kepala.

e). Melangsungkan akad pernikahan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagai wali atau wakil. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Mulim dari Usman bin Affan bahwa Rasulullah saw bersabda:

21

Departemen Agama, Op. cit, hlm. 31

22

(31)

ﻪﻨ

ﻀ ﺭ

:

ِ

َ

لﻭ

ُ

ﱠ ﺼ

ل

ﱠ ﺴ

ِ

ﻪﻴ

:

ِ

ﺤﹾ

ِ

,

ِ

,

ﹾ ﻴ

)

ﺴﷲ

(

23

Tidak boleh orang yang sedang ihram itu nikah, tidak menikahkan dan tidak pula meminang.

f). Memotong kuku dan rambut.

Dengan dicukur, digunting atau dengan jalan lain baik rambut kepala maupun lainnya. Berdasarkan firman Allah swt

ﻪﱠ ِ

ﺩ ﹾ

ﹶ ﹸ

ﱠ ﺤ

ﹸﻜ

ﹸ ِ

ﺭﷲ

:

١٩٦

Dan jangan kamu mencukur kepalamu , sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya 24(QS. Al-Baqarah: 196)

Ulama telah ijma’ mengenai diharamkannya mengerat kuku bagi orang yang sedang ihram tanpa udzur. Tetapi bila ia pecah, maka boleh dibuang tanpa fidyah. Dibolehkan pula menghilangkan rambut bila seorang merasa terganggu dengan adanya rambut itu, hanya ia wajib membayar fidyah. Sebagaimana firman Allah

ٍﻴ

ِ

ِ

ﹲﻴ

ِ

ِ

ﻪِ

ْ

ِ

َ

ِ

ﻪِ

َ

ﻀ ﻴ

ِ

ﹸﻜ

ِ

ٍ

ﹸﻨ

َ

ٍﹶﺩ

َ

...

ﺭﷲ

:

١٩٦

Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya, maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. 25(QS. Al-Baqarah: 196)

g). Memakai wangi-wangian di pakaian atau badan, baik laki-laki maupun perempuan.

h). Sengaja berburu

23 Muhammad Ibnu Ismail al-Shina’i,

Subul al-Salam, Syarah Bulugh al-Maram Juz II, (Beirut, Libanon, t.th), hlm. 388

24

Departemen Agama, Op. cit., hlm. 30

25

(32)

Orang yang sedang ihram boleh berburu binatang laut, merencanakan memberi petunjuk dan memakan hasilnya. Sebaliknya haram baginya membunuh atau menyembelih buruan darat, menunjukkan hewan-hewan yang tampak di mata atau memberi petunjuk terhadap yang tidak tampak.

Sebagaimana firman Allah

ِ

ِ

ﹸﻜ

ﹶ ﻭ

ِ

ﹸﻜ

ﱠلِ

ُ

ﹸﻜ

...

:

٩٦

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. 26(QS. Al-Maidah: 96)

2. Wukuf di Arafah

Wukuf di Arafah adalah berdiam diri di Arafah walau sebentar pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari (setelah masuk waktu dhuhur) sampai waktu fajar tanggal 10 Dzulhijjah untuk beribadah kepada Allah.27 Artinya kalau wukuf di Arafah itu dilakukan sebelum atau sesudah waktu itu maka tidak sah hajinya.

Nabi saw bersabda

ﻪْݛ݇ܲ

ﷲا

ﻰﱠ݇ﺻ

ﷲا

لﻮܚر

تﺪﻬﺷ

لﺎܾ

ﺮﻤﻌݚ

ﻦ۸

ﻦﻤ܊ﺮ݆ا

ﺪﺒܲ

ﻦܲ

ﺔْ݇ݛ݆

ْﻦ݊

ﺮْ܇ْܻ݆ا

عﻮ݇ﻃ

ْ݅ﺒܾ

ﺔﻓﺮܲ

ﺔْ݇ݛ݆

كرْدا

ْﻦﻤﻓ

ﺔﻓﺮܲ

ڱ܅ﺤْ݆ا

݉ﱠ݇ܚو

ﻪﱠ܇܊

ﱠ݉۾

ْﺪﻘﻓ

ْܱﻤ܆

28

)

ﻰﺋﺎﺴݏ݆ا

ݐاور

(

Dari Abdurrahman bin Ya’mur berkata: “saya menyaksikan Rasulullah saw. Maka manusia menghampirinya, maka mereka bertanya kepadanya tentang haji, maka Rasulullah saw bersabda: “haji itu wukuf di Arafah. Barang siapa mencapai malam di Arafah sebelum

26

Ibid., hlm. 124

27

Djamaluddin Dimjati, Op. cit, hlm. 40

28

(33)

terbitnya fajar dari keseluruhan malam itu, sempurnakanlah hajinya. (HR. An-Nasa’i)

Walaupun tempat itu hanya di Arafah setiap tanggal 9 Dzulhijah sejak tergelincir matahari itu mempunyai arti yang sangat penting bagi jamaah haji. Pada hari Arafah, jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji.29

Dalam melaksanakan wukuf ini, jamaah melakukannya dengan memperbanyak istighfar, tobat, berdoa kepada Allah, dzikir, membaca al-Qur’an. Dengan demikian, hati akan selalu ingat dan terasa dekat kepada Allah di manapun berada.

Padang Arafah adalah lokasi tempat berkumpulnya jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda-beda bahasa dan kulitnya, tetapi mereka mempunyai satu tujuan yang dilandasi persamaan, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, pejabat dan rakyat biasa, distulah tampak nyata persamaan yang hakiki.30

3. Thawaf

Thawaf artinya mengelilingi, maksudnya mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali putaran. Ketentuan thawaf ini disebutkan dalam firman Allah:

....

ِ

ِ ﹾ

ِ ﻴ

ِ

ﹸ ﻭ

ﺞﺤ

:

٩

Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu.31 (QS. Al-Hajj: 29)

a. Syarat-syarat thawaf

Bagi thawaf itu disyaratkan hal-hal berikut:32 1). Suci dari hadas kecil, besar dan najis

29

Departemen Agama Republik Indonesia, Hikmah Ibadah Haji, (Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 93

30

Ibid., hlm. 63

31

Departemen Agama, Op. cit., hlm. 335

32

(34)

2). Menutup aurat

3). Hendaklah sempurna tujuh kali putaran

4). Hendaklah thawaf itu dimulai dari hajar aswad dan berakhir di sana

5). Hendaklah ka’bah berada di sebelah kiri orang yang thawaf 6). Hendaklah thawaf itu di luar ka’bah

7). Terus menerus berjalan b. Sunah-sunah thawaf

1). Menghadap hajar aswad ketika memulai thawaf sambil membaca takbir dan tahlil dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana di waktu shalat

2). Menjepit kain selubung dengan ketiak yang kanan

3). Berjalan cepat dengan menggerakkan bahu dan memperkecil langkah pada tiga kali putaran dan berjalan biasa pada empat putaran selanjutnya.

Sebagaimana thawaf yang dimulai dan diakhiri di tempat terbaik, serta dilakukan berulang-ulang sampai tujuh kali putaran. Demikian pula seharusnya seseorang harus melakukan amal salehnya dengan cara yang baik dan sempurna. Serta berkesinambungan terus menerus sepanjang hidupnya secara aktif.

Dalam pelaksanaan thawaf, jamaah melakukannya dengan langkah seiring sejalan sehingga tidak terjadi tabrakan di antara mereka. Apabila di antara mereka melakukan thawaf tersebut dengan cara sebaliknya atau menentang arus, maka thawafnya tidak sah. 4. Sa’i dari bukit Shafa ke Marwah

Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit kecil di dekat Ka’bah. Sedangkan yang dimaksud dengan sa’i adalah berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah dengan niat ibadah sebanyak tujuh kali putaran.33

33

(35)

Syarat-syarat sa’i yaitu:34 a. Hendaklah dilakukan setelah thawaf b. Hendaklah tujuh kali putaran

c. Di mulai dari Shafa dan di akhiri di Marwah

d. Hendaklah sa’i itu dilakukan ditempat mas’a yaitu jalan yang terbentang di antara Shafa dan Marwah.

Amalan sa’i yang dilakukan oleh jamaah antara bukit shafa dan marwah merupakan napak tilas atau mengikuti jejak yang pernah dilakukan oleh Siti Hajar (Istri Nabi Ibrahim as) dan Nabi Ismail as dalam usahanya mendapatkan air untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah padang pasir yang tandus, agar tetap dapat beribadah kepada Allah swt dengan tenang dan penuh rasa syukur.

Amalan sa’i yang menjadi rukun haji ini memberikan inspirasi bagi jamaah haji sepulang dari tanah suci untuk berusaha keras dan sungguh-sungguh dalam mencari sumber kehidupan yang dapat diandalkan di daerahnya masing-masing agar dapat menjalankan berbagai kegiatan ibadah kepada Allah dengan tenang, khusyu dan penuh rasa syukur, sebagaimana yang telah dipertunjukkan oleh Siti Hajar ra.35

5. Tahallul/Bercukur atau memotong rambut

Kata mencukur mencakup perbuatan apapun yang bisa disebut mencukur rambut. Jadi menggunting tiga kali rambut atau lebih dan termasuk pula menggundul rambut kepala.

Adapun syarat-syarat mencukur rambut kepala sebagai berikut:36

a. Tidak mendahului waktu yang semestinya.

34

Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 203

35 Djamaluddin Dimjati,

Op. cit, hlm. 167

36

(36)

Waktunya ialah sesudah tengah malam nahar (10 Dzulhijjah). Dengan demikian mencukur kepala sebelum itu adalah dosa dan wajib membayar fidyah.

b. Rambut yang dicukur atau dipendekkan tidak kurang dari tiga helai c. Rambut yang dicukur disyaratkan berada dalam batasan-batasan

kepala. Jadi, tidak sah mencukur rambut janggut dan kumis. Sedang bagi wanita cukup dengan dipendekkan saja, dan menurut ijma’ tidak diperintah mencukurnya.

Bercukur atau memotong rambut termasuk salah satu rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan, bila ini tidak dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah.

6. Mabit di Muzdalifah

Maksud mabit di Muzdalifah memberi peluang waktu untuk beristirahat bagi jamaah guna memulihkan tenaga untuk selanjutnya bersiap-siap melaksanakan rangkaian ibadah haji berikutnya, yaitu melempar jumrah aqabah di Mina agar dapat terlaksana dengan hasil yang baik dan sempurna.

Hal tersebut memberi pelajaran bagi kita semua bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban, apalagi dalam menghadapi godaan syetan, maka dibutuhkan persiapan yang matang dan cukup memadahi agar hasilnya tidak mengecewakan.

Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam mabit di Muzdalifah sangat penting diterapkan dalam kehidupan terutama dalam menghadapi berbagai godaan syetan dan hawa nafsu yang menyesatkan.37

7. Melempar Jumrah

Jumrah ialah batu-batu kecil atau kerikil.38 Jumrah yang akan dilempar ada tiga, yaitu jumrah aqabah, al-wustha dan as-sughra. Tiap-tiap jumrah dilempar dengan tujuh batu kerikil. Waktu melempar

37

Ibid, hlm. 169

38

(37)

jumrah ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari (tanggal 10, 11, 12 Dzulhijah).39

Asal usul jumrah, bermula dari peristiwa Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail as. Setelah keduanya sama-sama ikhlas dan bersepakat melaksanakan penyembelihan Ismail oleh ayahnya (Ibrahim) mereka berjalan menuju bukit batu yang disebut bukit qurban. Dalam perjalanan, iblis menggoda dan membujuk keduanya agar penyembelihan ismail tidak dilaksanakan. Mereka tidak mau tergoda, maka mereka melempar iblis dengan batu kerikil supaya menghentikan godaannya. Keduanya berbulat tekad untuk melaksanakannya dan mereka mengusir dan melempar iblis. Demikian peristiwa pelemparan iblis terjadi di tiga tempat. Ketiga tempat itulah yang disebut dengan jumrah al-aqabah, al-wustha, al-ula.40

Pelemparan pada setiap jumrah, baik jumrah ula, wustha atau aqabah yang dilakukan dengan cara melempar batu masing-masing tujuh kali itu terkandung maksud bahwa rasa benci dan permusuhan terhadap setan dan seluruh pengikutnya adalah abadi. Mereka semua adalah musuh abadi bagi seluruh umat manusia. Semua perilaku syaitaniyah harus dijauhi manusia, yang mengajak ke jalan kesesatan. Dengan melontar jumrah diharapkan perilaku buruk hilang dalam diori seseorang dan dapat digantikan perilaku yang baik.41

8. Talbiyah

Talbiyah adalah suatu ungkapan akan kepatuhan dan ketaatan untuk memenuhi panggilan melaksanakan ibadah haji atau umrah.42

ّ

ﹼﷲ

,

ِ

,

ﺩ ﺤ

ِ

ِ

39

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), hlm. 261

40 Ishak Farid,

log.cit., hlm. 72

41

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 301

42

(38)

Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memnuhi panngilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh segala puji nikmat dan seluruh kekuasaan adalah milikmu semata. Tidak ada sekutu bagi-Mu.

Gema talbiyah yang selalu dibaca berulang-ulang pada pelaksanaan ibadah haji memberikan pengaruh positif untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan peningkatan iman dan takwa. e. Hikmah Ibadah Haji

1. Hikmah perorangan

a. Dapat diampuni dosanya oleh Allah, menghilangkan kesalahan kecuali terhadap hak adami, sebab hak adami ini berkaitan dengan tanggung jawab sehingga Allah akan mengumpulkan (pada hari kiamat) para pemilik hak untuk mengambil haknya.

b. Mensucikan jiwa, mengembalikannya kepada kejernihan dengan keikhlasan, membuat semangat hidup baru, mengangkat nilai-nilai manusia, memperteguh harapan dan senantiasa khusnudzan terhadap Allah.

c. Mensyukuri nikmat Allah.43 2. Hikmah bagi kelompok (sosial)

a. Mewujudkan perkenalan (ta’aruf) antara seluruh umat yang berbeda warna kulit, bahasa dan tanah air.

b. Mempererat tali persaudaraan mukminin di seluruh penjuru dunia. c. Membantu penyebaran dakwah Islam.44

B. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” (hal,

43

Wahbah al-Zuhaily, Fiqh Shaum, I’tikaf dan Haji (Menurut Kajian Berbagai Madzhab), terj., (Bandung: Pustaka Media Utama, 2006), ceet. I, hlm. 170

44

(39)

cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu, “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata education, yang berarti pengembangan atau bimbingan45. Kata education berasal dari bahasa latin educare

yang berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke kepala orang lain. Dari pengertian istilah ini ada 3 hal yang terlibat yaitu ilmu, proses memasukkan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala46.

Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun menurut ahli pendidikan terdapat perbedaan dari ketiga istilah itu. Ta’lim hanya berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab, terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara atau menggembala atau menternak. Sementara pendidikan yang diambil dari istilah education itu hanya untuk manusia saja47.

Sedangkan at-ta’dib diartikan pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan demikian, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.48 Pendidikan dalam konsep ta’dib lebih mengarah pada perbaikan tingkah laku menuju kepribadian yang mulia.

45

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 1

46

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003),Cet. V, hlm. 2

47

Ibid, hlm. 3

48

(40)

Dalam buku “Educational Psicology” disebutkan bahwa

“education is a process or an activity wich is directed at producing

desirable changes in the behavior of human beings”49.

Pendidikan adalah sebuah proses atau sebuah aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam perilaku manusia.

Para ahli pendidikan telah memberikan argumennya tentang pendidikan, antara lain:

a. Menurut John Dewey tokoh pendidikan terkemuka, mendefinisikan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional terhadap manusia50. b. Musthafa al-Ghulayani dalam kitabnya ‘Izhah an-Nasyi’in

menyamakan pendidikan dengan tarbiyah.

ِ

ِ

ﺸ ﱠﻨ

ِ

ﺱ ﻭ

ﹸ ﹸﻨ

ِ

ِ

ﹶِ

ﹶﹾ

ِ

ﻼ ﹾ ﹶ

ﺱ ﺭ

ِ

ِ

ﱠ ﷲ

ِ

ِ

ﺼ ﱠﻨ

ﺩﹶ

ِ

ﺸﺭ

ِ

ِ

ِ ﻴ

ﹾ ﺴ

,

ِ

ﺼ ﹸ

ﱠ ﺤ

ِ

ﹰﹶ

ِ

ﺱ ﹾ ﹶ

ِ

,

ﹶ ﹾ

ﹶ ﹶﻴ

ِ

ﻀ ﹶﹾ

ﹸ ﹶﺭﹶ

ﹸﻜ

ﹸﺜ

,

ِ

ِ

ل

ِﹶ ﻭ

ِﹾ

51

Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia (utama) dalam jiwa anak atau memberi siraman petunjuk serta nasihat sehingga semua itu nantinya akan tertancap dalam diri anak atau jiwa anak yang diharapkan bisa menghasilkan sifat-sifat keutamaan, kebaikan dan selalu suka berbuat (bekerja) demi kebaikan negara atau bangsa.

c. M. Fadhali al-Jamali menyatakan pendidikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia,

49

Frederick J. Mc Donald, Educatinal Psichology, First Printing,(Asian Text Edition), (California: Wadsworth Publishing Company, INC, 1959), hlm. 4

50 Azumardi Azra,

Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1999), cet. 1, hlm. 4

51

(41)

sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan52.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk membina pribadi manusia dari aspek jasmani dan ruhaninya dalam upaya mengembangkan potensinya untuk menuju pribadi yang sempurna. 2. Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari bentuk mufradnya ܽ݇ﺧ yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat53.

Sedangkan secara terminologis terdapat rumusan akhlak yang dilihat dari timbulnya akhlak tersebut. Pengertian akhlak lebih jelas dapat diketahui dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli pendidikan akhlak :

a. Menurut Ahmad Amin

ﻰݏﻌݚ

ةدارﻹا

ةدﺎܲ

ﻪݎ

ﺄ۸

ܽ݇܏݆ا

݉ﻬﻀﻌ۸

فﺮܲ

اذإ

ةدار

ﻹا

نأ

ﺎ۳ݛﺷ

تدﺎۿܲا

ܽ݇܏݆ﺎ۸

ةﺎﻤﺴﻤ݆ا

ݙه

ﺎﻬ۾دﺎﻌﻓ

Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.54

b. Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai gerakan jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran55.

c. Syaikh Muhammad bin Ali asy Syarif al Jurjani mengartikan akhlak sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan mudah tanpa melalui proses berpikir56.

52

Jalaluddin, Teologi Pendidikan , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet. I, hlm. 73

53 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga,

Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 11

54

Ibid, hlm. 4

55

(42)

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku atau tabiat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa ada pertimbangan lagi.

Istilah akhlak juga memiliki kesepadanan arti dengan beberapa istilah seperti moral, etika, budi pekerti

a. Moral

Kata “moral” berasal dari bahasa latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan57. Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia yang dinilai atau dihukum baik atau buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang yang mempunyai tingkah laku baik disebut orang yang bermoral.

b. Etika

Selain akhlak, juga lazim dipergunakan kata etika. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunaani “ethos” yang berarti adat kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan58. Etika adalah suatu ilmu yang membicarakan baik dan buruk perbuatan manusia59. Dengan kata lain, etika dapat dikatakan sebagai ilmu akhlak karena ilmu akhlak merupakan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin60.

c. Budi Pekerti

Kata “budi pekerti” dalam bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata “budi” dan “pekerti”. Perkataan “budi” berasal

56

Ali Abul Halim Mahmud, Tarbiyah khuluqiyah, (Solo: Insani Press, 2003), cet. I, hlm. 37

57

Asmaran As, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), Edisi I, cet. I, hlm. 8

58

Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.cit, hlm. 43

59

Amin Syukur, Studi Islam, (Semarang: PT Bina Sejati, 2003), cet. VI, hlm. 118

60

(43)

dari bahasa sansekerta, yang berarti yang sadar atau yang menyadarkan. Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kelakuan61.

Menurut terminologi, “budi” adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, ratio yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia62.

Persamaan ketiganya adalah bahwa semuanya menentukan nilai baik dalam buruk sikap dan perbuatan manusia, yaitu membicarakan kebaikan yang semestinya dikerjakan serta perilaku buruk yang harus ditinggalkan. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah al-Qur’an dan as Sunnah, bagi etika standarnya adalah pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat63.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh manusia dalam rangka mengalihkan, menanamkan pikiran, pengetahuan maupun pengalamannya dalam hal tata nilai terutama nilai Islam dan cara bersikap atau berperilaku yang baik supaya dapat melakukan fungsi hidupnya untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.

b. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam. Posisi ini terlihat dari kedudukan al-Qur’an sebagai referensi paling penting tentan

Referensi

Dokumen terkait

Harga gaya lintang dan momen lengkung ini pada ujung-ujung kapal haruslah sama..

Kegiatan transportasi harian relatif menimbulkan pergerakan yang bersifat berulang, misalnya yang terjadi pada para pekerja dan mereka yang menempuh pendidikan di sekolah..

Kerjasama BPPT dengan PT IBM Indonesia dalam pengembangan teknologi microgrid listrik cerdas, menurut Sekretaris Utama BPPT, Soni Solistia Wirawan, adalah langkah yang tepat,

1) Arsip Aktif adalah arsip-arsip yang masih dipergunakan bagi kelangsungan kerja. Jadi, arsip ini masih ada di tempat-tempat unit pengelola dalam masa transisi

SUSUNAN KEPENGURUSAN UNIT KEROHANIAN KRISTEN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG..

Dari hasil uji biokimia dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diisolasi pada telur burung puyuh yang gagal menetas di Desa Garot Kecamatan Darul Imarah Aceh

Keberkesanan  mesej  alam  sekitar  yang  disampaikan  (1*2 kepada masyarakat melalui penggunaan Facebook  dan  media  massa  adalah  berdasarkan  kepada 

Gambar A.9 Sketsa Pengambilan