• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Stunting pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Stunting pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2015"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Stunting pada Anak Balita

Senbanjo et al (2011) mendefinisikan stunting adalah keadaan status gizi

seseorang berdasarkan z-skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana

terletak pada <-2 SD. Indeks TB/U merupakan indeks antropometri yang

menggambarkan keadaan gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi

lingkungan dan sosial ekonomi. SK Menkes (2010) menyatakan pendek dan

sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan

menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan

padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Pengaruh

kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat dilihat dalam waktu yang relatif

lama (Gibson, 2005).

Tinggi badan dalam keadaan normal akan bertambah seiring dengan

bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu

yang relatif lama sehingga indeks ini dapat digunakan untuk menggambarkan

status gizi pada masa lalu (Supariasa, 2001).

Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dapat dilihat

(2)

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur

2.1.1 Penilaian Status Gizi Pada Balita

Penilaian status gizi merupakan pemeriksaan keadaan gizi individu dengan

cara mengumpulkan data dan membandingkan data dengan standar yang

ditetapkan (Arisman, 2009). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung

dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung melalui antropometri,

klinis, biokimia dan biofisik sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung

melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa,

2001).

Metode penilaian status gizi yang paling sering digunakan yaitu

antropometri. Antropometri dapat diartikan sebagai ukuran tubuh manusia.

Antropometri gizi berhubungan dengan pengukuran dimensi dan komposisi tubuh

dengan berbagai tingkat umur dan keadaan gizi. Indeks antropometri yang sering

digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas

(LILA).

2.1.2 Prevalensi Stunting

Stunting merupakan masalah gizi utama yang terjadi pada negara-negara

(3)

di 24 negara berkembang di Asia dan Afrika. Indonesia merupakan negara urutan

kelima yang memiliki prevalensi anak stunting tertinggi setelah India, China,

Nigeria dan Pakistan. Saat ini, prevalensi anak stunting di bawah 5 tahun di Asia

Selatan sekitar 38% (UNICEF, 2014).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2007), angka prevalensi stuntingpada anak

di bawah umur 5 tahun secara nasional yaitu 36,8%. Angka prevalensi ini tidak

mengalami penurunan yang signifikan, karena angka prevalensi stunting pada

anak umur di bawah 5 tahun di Indonesia tahun 2010 tetap tinggi yaitu 35,6%

(Riskesdas, 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa masih terdapat 19

provinsi di Indonesia dengan prevalensi anak umur di bawah 5 tahun pendek dan

sangat pendek lebih tinggi dari prevalensi nasional.

2.2 Faktor- Faktor yang Memengaruhi Kesehatan

Menurut Hendrik L Blum dalam (Notoatmodjo S. 2011) ada 4 faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,

fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik

dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya

sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan

lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan,

(4)

2. Perilaku

Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu,

keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.

Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan,

kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang

melekat pada dirinya.

3. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat

menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap

penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang

memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh

lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan

pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi

fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu

sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.

4. Keturunan

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang

dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes

(5)

2.2.1 Teori – Teori Penyebab Gizi Kurang dan Tumbuh Kembang Anak Terdapat sebuah model yang dikembangkan Unicef tahun 1992, untuk

mengurai faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak . Dengan

model tersebut, penyebab masalah gizi dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab

langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. (Soetjiningsih,

2000).

1. Terdapat dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu asupan gizi yang kurang

dan penyakit infeksi.

2. Terdapat 3 faktor pada penyebab tidak langsung, yaitu tidak cukup pangan,

pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih/ pelayanan kesehatan

dasar yang tidak memadai.

3. Penyebab mendasar/akar masalah gizi buruk adalah terjadinya krisis

ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi

Ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan

serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi

balita.

Unicef pada tahun 1998 telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi

kurang yaitu:

1. Penyebab langsung kejadian gizi kurang, yaitu asupan makanan yang

kurang dan penyakit infeksi.

2. Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung, yaitu persedian makanan di

rumah yang kurang memadai, perawatan anak dan ibu hamil yang kurang,

(6)

Perawatan Anak dan Ibu

Hamil

Pelayanan Kesehatan

3. Terdapat pokok masalah yaitu kemiskinan, kurangnya pendidikan, kurang

keterampilan.

4. Akar masalah yaitu krisis ekonomi.

Rumusan Faktor penyebab gizi kurang berdasarkan Unicef 1998 ;

Penyebab langsung

Penyebab tidak

langsung

Pokok Masalah

Akar Masalah

Gambar 2.1. Penyebab Kejadian Gizi Kurang Gizi Kurang

Asupan Makanan Penyakit Infeksi

Persediaan Makanan di

Rumah

Kemiskinan, kurang pendidikan, kurang

keterampilan

(7)

2.3 Faktor-faktor DeterminanStuntingpada Anak 2.3.1 Asupan Energi dan Protein

Individu memerlukan makanan untuk kelangsungan hidup. Makanan

akan diubah menjadi energi dan zat gizi lain untuk menunjang semua aktivitas

manusia. Makanan yang baik untuk penunjang aktivitas manusia tersebut adalah

makanan yang bergizi terutama yang perlu diperhatikan adalah asupan energi dan

protein.

Penilaian asupan makanan adalah salah satu metode yang digunakan

dalam penilaian status gizi individu atau kelompok, rumah tangga serta

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa, 2001).

Kualitas tumbuh kembang seorang anak ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan

zat gizi melalui makanan.

Kekurangan asupan gizi akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi

sehingga untuk mengatasi kekurangan tersebut, tubuh akan menggunakan

simpanan/cadangan zat gizi di dalam tubuh untuk pemenuhan kebutuhan gizi

tersebut. Jika keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka

simpanan/cadangan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan sehingga

menyebabkan seseorang mengalami kurang gizi (Supariasa, 2001). Tubuh yang

mengalami kekurangan energi akan mengalami keseimbangan energi negatif

sehingga berat badan akan berkurang dari berat badan seharusnya. Hal ini akan

menghambat pertumbuhan anak dan menyebabkan penurunan berat badan dan

(8)

Penelitian Hidayati, dkk (2010) mengemukaan bahwa tingkat kecukupan

energi dan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting.

Anak batita dengan asupan energi yang rendah memiliki risiko 2,52 kali menjadi

stunting dan terjadi peningkatan risiko anak menjadi stunting sebesar 3,46 kali

pada anak dengan asupan protein yang rendah.

2.3.2 Asupan Vitamin A

Vitamin A merupakan vitamin yang pertama kali diidentifikasi

bermanfaat untuk kehidupan manusia. Vitamin A bukan merupakan senyawa

tunggal tetapi ditemukan dalam berbagai bentuk dan terdapat pada berbagai jenis

makanan seperti hati hewan dan sayuran berwarna (Berdanier, 1998).

Vitamin A merupakan substansi yang larut di dalam air, dan disimpan di

dalam tubuh terutama di hati dan dilepas ke dalam aliran darah untuk kemudian

digunakan oleh seluruh sel epitel tubuh, termasuk mata dan sel-sel benih

fotoreseptor mata. Suplementasi secara berkala vitamin A dosis tinggi ditujukan

untuk mencegah defisiensi vitamin A beserta akibatnya selama masa tertentu

dengan membangun cadangan vitamin tersebut di dalam hati. Asupan vitamin A

yang kurang dapat menyebabkan terjadi penyakit sistemik yang merusak sel dan

organ tubuh, menyebabkan metaplasi keratinisasi pada epitel saluran, pernafasan,

saluran kemih dan saluran pencernaan (Arisman, 2009).

Vitamin A membantu terjadinya sintesis protein.dan pertumbuhan sel.

Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel. Jika seorang

(9)

bentuk tulang tidak normal atau mengalami kegagalan pertumbuhan (Almatsier,

2001).

Kiman-Murage et al(2012) mengemukakan bahwa ada hubungan antara

vitamin A dengan kejadian stunting pada anak. Anak- anak yang tidak diberikan

suplementasi vitamin A mengalami stunting 1,5 kali dibandingkan anak-anak

yang diberikan suplementasi vitamin A. Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Hadi et al (2000), bahwa suplementasi vitamin A berpengaruh terhadap

pertumbuhan linier anak. Anak yang diberikan suplementasi vitami A ternyata

dapat menambah tinggi badan anak sebesar 0,16 cm dalam 4 bulan dibandingkan

dengan anak yang tidak diberikan suplementasi vitamin A.

2.3.3 Asupan Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang banyak terdapat di alam,

diklasifikasikan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Perbedaan dari kedua

jenis mineral ini adalah jumlah asupan sehari-hari. Mineral makro diperlukan

tubuh lebih dari 100 mg/hari sedangkan mineral mikro diperlukan tubuh < 100

mg/hari. Yang termasuk dalam mineral makro adalah kalsium, magnesium, fosfor,

kalium, natrium dan flour sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah

kromium, tembaga, iodium, besi, flour, mangan, selenium, dan seng (Zn).

2.3.3.1 Asupan Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh.

Sekitar 99% total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu

tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian kecil dalam

(10)

Plasma darah mengandung 10 mg/dl. Di plasma (9-11 mg/dl) unsur

kalsium 40% terikat pada protein, 60% sebagai kalsium bebas dan unsur fosfor

terdapat dalam konsentrasi 4 mg setiap 100 ml darah lengkap, sebagian besar

terdapat di bagian seluler darah tersebut (Sediaoetama, 2000).

Kalsium di dalam tulang mudah dimobilisasikan ke dalam cairan tubuh

dan darah, bila diperlukan untuk diteruskan ke sel-sel jaringan yang lebih

memerlukannya terutama trabecule dari struktur tulang merupakan tempat

penimbunan kalsium yang mudah sekali melepaskan kalsium untuk dipergunakan

ke dalam kebutuhan lain (Sediaoetama, 2000).

Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan.

Kekurangan konsumsi kalsium untuk jangka panjang menyebabkan struktur

tulang yang tidak sempurna. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan

rapuh (Almatsier, 2001).

Asupan kalsium yang kurang menyebabkan rendahnya kepadatan tulang.

Hal ini dapat memicu terhadap terjadinya stunted (NUPA, 2013). Kalsium

mempunyai peran vital pada tulang sehingga dapat mencegah timbulnya

osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peranan

yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, saraf dan darah.

Manfaat kalsium bagi tubuh : mengaktifkan saraf; melancarkan peredaran darah;

melenturkan otot; menormalkan tekanan darah; menyeimbangkan

keasaman/kebasaan darah; menjaga keseimbangan cairan tubuh; mencegah

(11)

kanker usus; mengatasi kram, sakit pinggang, wasir dan rematik; meminimalkan

penyusutan tulang selama hamil dan menyusui; membantu mineralisasi gigi dan

mencegah pendarahan akar gigi; mengatasi kaki tangan kering dan pecah-pecah;

memulihkan gairah seks yang menurun atau melemah mengatasi kencing manis.

2.3.3.2 Asupan Besi (Fe)

Zat besi (Fe) diperlukan tubuh untuk membuat protein hemoglobin dan

mioglobin. Hemoglobin ditemukan di dalam sel darah merah dan mioglobin

ditemukan di dalam otot. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia defisiensi

besi. Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin

dalam jumlah yang cukup, sementara hemoglobin diperlukan untuk membawa

oksigen ke seluruh tubuh, akibatnya penderita anemia defisiensi besi sering

merasa lelah dan sesak nafas. Kelebihan zat besi dalam tubuh juga tidak baik bagi

kesehatan. Zat besi yang berlebihan di dalam tubuh dapat meningkatkan risiko

penyakit hati (sirosis, kanker).

Zat besi berperan dalam transpor oksigen, pengaturan metabolisme energi,

fungsi otot, koenzim dalam tubuh. Zat besi berperan penting dalam fungsi

kekebalan tubuh. Kekurangan zat besi semakin memperbesar risiko tubuh mudah

terserang penyakit (Almatsier, 2001).

2.3.3.3 Asupan Seng (Zn)

Zincmerupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang

cukup besar akhir-akhir ini. Kehadiran zinc dalam tubuh akan sangat

memengaruhi fungsi kekebalan tubuh sehingga berperan penting dalam

(12)

yang sudah ada, kekurangan zinc pada saat anak-anak dapat menyebabkan

stunting dan terlambatnya kematangan fungsi seksual. Akibat lain dari

kekurangan zincadalah meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas.

Anak-anak yang kurang mendapat asupan zinc dalam diet mereka, dapat

berisiko mengalami terhambatnya pertumbuhan. Karena salah satu fungsi zinc

dalam tubuh berperan dalam pertumbuhan tulang dan tinggi badan. Kebutuhan

akan zinc pada anak usia 1 sampai 3 tahun : 3 mg zinc per hari dan pada anak

usia 4 sampai 8 tahun : 5 mg zincper hari (Merryana,dkk 2014).

Mineral sangat berperan penting terhadap gizi dan kesehatan anak. Hasil

penelitian Hidayati, dkk (2010) mengemukakan bahwa anak yang kekurangan

asupan Fe dan Zn memiliki risiko menjadi anak stunting.Anak yang kekurangan

asupan Fe cenderung 3,25 kali menjadi stunting, dan memiliki kecenderungan

2,67 kali menjadi stunting jika kekurangan asupan Zn. Kekurangan asupan

kalsium juga merupakan faktor risiko terjadinya stunting pada anak-anak. Hasil

penelitian Mikhail et al (2013) menyatakan bahwa kekurangan asupan kalsium

merupakan salah satu penyebab terjadinya anak stuntingdi Mesir.

2.3.4 Riwayat Penyakit Infeksi

Faktor penyebab masalah kurang gizi secara langsung yang kedua adalah

penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya penyakit menular dan buruknya

kesehatan lingkungan. Apalagi negara terbelakang dan negara bekembang seperti

Indonesia dimana kesadaran akan kebersihan/ personal hygiene yang masih

kurang serta ancaman endemisitas penyakit infeksi kronik. Konsumsi makanan

(13)

tidak mengkonsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh akan mengakibatkan

daya tahan tubuh anak rendah, sehingga mudah terserang penyakit infeksi,

sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan ISPA akan mengakibatkan asupan

zat gizi yang tidak dapat diserap tubuh dengan baik. Cakupan universal Imunisasi

lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan penyakit infeksi.

Selain itu ketersediaan air minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan

salah satu faktor penyebab tidak langsung kejadian penyakit infeksi (BAPPENAS,

2007).

Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah

agen biologis (seperti virus, bakteri, atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik

(seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).Bayi dan anak-anak dibawah

umur lima tahun adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit karena

sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna sehingga infeksi yang

terjadi dalam tubuh anak balita dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Oleh

karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat menurangi masalah gizi yang

ditunjukkan dengan tingginya prevalensi stunting(BAPPENAS, 2011).

2.3.4.1 Diare

Diare disebabkan oleh berbagai infeksi, selain sebagai penyakit

malabsorbsi. Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit sistem

gastroentritis. Diare adalah keadaan buang air besar encer atau cair lebih dari tiga

kali sehari (Meryyana, 2014).

Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

(14)

kali diare per tahun. Ramadhani, dkk (2013). Menurut WHO (2009) diare adalah

suatu keadaan buang air besar dengan konsistensi lembek hingga cair dan

frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari,

sedangkan diare persisten terjadi selama > 14 hari. Secara klinis penyebab diare

terbagi menjadi enam kelompok yaitu infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan

makanan, imunodefisiensi, dan penyebab lain seperti gangguan fungsional dan

malnutrisi.

Penyakit diare termasuk salah satu penyakit dengan sumber penularan

melalui air (water borne diseases), dan penyakit diare yang terjadi pada balita

umumnya disertai muntah dan mencret (Berek, 2008). Diare berdampak terhadap

pertumbuhan linear anak. Jika anak sering mengalami diare dalam kurun 24 bulan

pertam kehidupan maka anak tersebut cenderung menjadi pendek 1,5 kali.

(Checkley, 2002).

Ayu (2008) mengemukakan bahwa ada hubungan antara asupan makanan

dengan diare. Anak dengan asupan makanan yang cukup tetapi sering diare akan

berdampak pada kekurangan gizi. Hal yang sama juga terjadi pada anak yang

asupan makanannya kurang, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Daya

tahan tubuh yang lemah menyebabkan anak mudah terserang infeksi yang dapat

mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.

2.3.4.2 Infeksi Saluran Pernafasan Atas

Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis

(15)

Penelitian Bloss, et al (2004) mengemukakan bahwa ada hubungan antara

penyakit ISPA dengan status gizi anak di bawah usia 5 tahun. Anak yang

mengalami ISPA lebih berisiko 3,1 kali mengalami gizi buruk.

2.3.5 Riwayat Imunisasi Anak

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat

terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit

ringan (Permenkes, 2013). Pemberian imunisasi biasanya dalam bentuk vaksin.

Vaksin merangsang tubuh untuk membentuk sistem kekebalan yang digunakan

untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi vaksin atau

imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau

dimatikan dalam jumlah yang sedikit dan aman (Immunizations, 2010).

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan,

kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Jenis dan sasaran imunisasi yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel di

Hasil penelitian Picauly,et al(2013) menunjukkan bahwa anak yang tidak

(16)

dibandingkan anak yang memiliki riwayat imunisasi. Anak yang tidak memiliki

riwayat imunisasi memiliki peluang menjadi stunting sebesar 1,983 kali.

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa kelengkapan imunisasi berpengaruh

signifikan terhadap stunting. Anekwe, et al(2012) menyebutkan bahwa anak-anak

yang mendapatkan imunisasi TBC, difteri, tetanus, dan cacar tidak menunjukkan

tanda-tanda terjadinya stunting.

2.3.6 ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan

pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain. ASI berperan

dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit. ASI

mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang

lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula.

Menurut Worthington Roberts et al (2006) dalam Almatsier (2011),

pemberian ASI eksklusif berpengaruh baik terhadap status gizi bayi dan

perkembangan otak, mencegah kegemukan, mencegah infeksi, mengurangi resiko

terhadap alergi serta menurunkan morbiditas.

Menurut (Azrul Anwar, 2004), ASI eksklusif sangat penting untuk

meningkatkan SDM kita dimasa yang akan datang, terutama dari segi kecukupan

gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

akan menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara

optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrisi yang ideal dengan komposisi yang

tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrisi

(17)

Ergin et al (2007), ada hubungan antara pemberian kolostrum terhadap

stunting pada balita. Balita yang tidak mendapatkan kolostrum memiliki risiko

2,78 kali menjadi stunting. Prevalensi balita stunting lebih rendah pada balita

yang mendapatkan ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif (Zhou et al, 2012). Penelitian Amsalu et al, (2008)

menyatakan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan 3,22 kali menderita

gizi buruk sementara menurut Paudel et al (2012) risiko anak menjadi stunting

adalah 6,9 kali jika anak tidak mendapatkan ASI eksklusif.

2.3.7 Umur Pemberian MP-ASI Pertama Kali

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan

kepada bayi setelah bayi berumur 6 bulan yang berfungsi untuk memberikan zat

gizi tambahan selain dari ASI. Dengan bertambahnya umur bayi yang disertai

kenaikan berat badan maupun tinggi badan, maka kebutuhan akan energi dan zat

gizi lain akan bertambah pula. Kebutuhan gizi yang bertambah tidak bisa dipenuhi

melalui ASI saja tapi juga melalui makanan pendamping. Makanan pendamping

bagi bayi seharusnya menghasilkan energi setinggi mungkin, sekurang-kurangnya

mengandung 360 kkal per 100 g bahan.

Usia pemberian MP-ASI yang tepat yaitu pada saat anak memasuki usia

ke-7 bulan. Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada

pencernaan seperti diare, muntah dan sulit buang air besar. Sebaliknya pemberian

MP-ASI terlalu lambat mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar

mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi kekurangan gizi (Cott,

(18)

MP-ASI yang tepat merupakan faktor protektif terhadap kejadian balita gizi

buruk. Penelitian Ergin et al(2007) pada anak balita di Turki menunjukkan bahwa

pemberian MP-ASI terlalu dini merupakan faktor risiko terjadinya stunting.

2.3.8 Berat Lahir Bayi

Awwal et al (2004) mengemukakan bahwa berat lahir dapat dijadikan

sebagai indikator untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, kesehatan jangka

panjang, dan pengembangan psikososial. Berat lahir mencerminkan kualitas

perkembangan intra uterin dan pemeliharaan kesehatan mencakup pelayanan

kesehatan yang diterima oleh ibu selama kehamilannya.

Bayi dengan berat lahir rendah memiliki risiko tinggi terhadap morbiditas,

kematian, penyakit infeksi, kekurangan berat badan, stunting di awal periode

neonatal sampai masa kanak-kanak.

Hasil penelitian Fitri (2012), ada hubungan yang signifikan antara berat

bayi lahir dengan stunting. Balita yang mempunya berat lahir rendah, memiliki

risiko menjadi stunting sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan balita yang

mempunyai berat lahir normal sementara Abuya, Ciera, Kimane-Murage (2012)

menjelaskan bahwa risiko stunting akan meningkat 3 kali pada anak yang

dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram.

2.3.9 Tinggi Badan Orang Tua

Stunting pada masa balita akan berakibat buruk pada kehidupan

berikutnya yang sulit diperbaiki. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan genetik

(19)

kelamin. Tinggi badan ayah dan ibu yang pendek merupakan risiko terjadinya

stunting.

Kejadian stuntingpada balita usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun secara

signifikan berhubungan dengan tinggi badan ayah dan ibu. Hasil penelitian

Rahayu (2012) ada hubungan antara tinggi badan ayah dan ibu terhadap kejadian

stuntingpada balita. Jesmin et al (2011) mengemukakan bahwa tinggi badan ibu

merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap anak yang stunting.

Penelitian Candra, dkk (2011) juga mengemukakan bahwa tingga badan ayah

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stuntingpada anak usia 1-2 tahun.

Anak yang memiliki tinggi badan ayah < 162 cm memiliki kecenderungan untuk

menjadi pendek sebesar 2,7 kali.

2.3.10 Faktor Ekonomi

Azwar (2000), yang dikutip oleh Manurung (2009), mengatakan

pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang

akan dikeluarkan untuk membiayai keperluan rumah tangga selama satu bulan.

Pendapat keluarga yang memadai akan menunjang perilaku anggota keluarga

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan keluarga yang lebih memadai.

Beberapa faktor penyebab masalah gizi adalah kemiskinan. Kemiskinan

dinilai mempunyai peran penting yang bersifat timbal balik sebagai sumber

permasalahan gizi yakni kemiskinan menyebabkan kekurangan gizi sebaliknya

individu yang kurang gizi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan

(20)

Hal ini disebabkan apabila seseorang mengalami kurang gizi maka secara

langsung akan menyebabkan hilangnya produktifitas kerja karena kekurang fisik,

menurunnya fungsi kognitif yang akan mempengaruhi tingkat pendidikan dan

tingkat ekonomi keluarga. Dalam mengatasi masalah kelaparan dan kekurangan

gizi, tantangan yang dihadapi adalah mengusahakan masyarakat miskin, terutama

ibu dan anak balita memperoleh bahan pangan yang cukup dan gizi yang

seimbang dan harga yang terjangkau (BAPPENAS, 2007).

Standar kemiskinan yang digunakan BPS (2011) bersifat dinamis,

disesuaikan dengan perubahan/pergeseran pola konsumsi agar realitas yaitu

Ukuran Garis Kemiskinan Nasional adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh

setiap individu untuk makanan setara 2.100 Kilo kalori perorang perhari dan

untuk memenuhi kebutuhan nonmakan berupa perumahan, pakaian, kesehatan,

pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya.

2.4 Landasan Teori

Stunting merupakan suatu keadaan kekurangan gizi yang terjadi dalam

jangka waktu yang lama. Manifestasi kekurangan gizi tersebut terlihat dari tidak

tercapainya pertumbuhan tubuh yang optimal yang dapat dilihat melalui tinggi

badan atau panjang badan menurut umur. Faktor risiko stunting tidak saja

disebabkan oleh asupan gizi yang kurang tetapi juga dapat disebabkan oleh

faktor-faktor yang lain.

Unicef tahun 1998, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi gizi

kurang pada anak dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab langsung yaitu

(21)

penyakit infeksi. Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung, yaitu persedian

makanan di rumah yang kurang memadai, perawatan anak dan ibu hamil yang

kurang, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Terdapat pokok masalah

yaitu kemiskinan, kurangnya pendidikan, kurang keterampilan.Akar masalah yaitu

krisis ekonomi langsung (Supariasa, 2012).

Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat atau perorangan, yaitu faktor lingkungan, prilaku, pelayanan

kesehatan, dan keturunan. Lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan yaitu

lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara,

tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial

merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,

ekonomi, dan sebagainya. Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku

manusia itu sendiri. Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas

kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan

terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat

yang memerlukan pelayanan kesehatan. Keturunan (genetik) merupakan faktor

yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari

golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus, asma bronchial dan

(22)

Pertumbuhan fisik berhubungan dengan genetik dan faktor lingkungan.

Tinggi badan orang tua dan jenis kelamin merupakan faktor genetik. Tinggi badan

merupakan salah satu indikator pertumbuhan yang langsung dapat terlihat. Tinggi

badan dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua. Hasil

penelitian mengemukakan bahwa tinggi badan ayah dan ibu yang pendek

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stunting. Ada hubungan antara

tinggi badan ayah dan ibu terhadap kejadian stunting pada balita. Kejadian

stuntingpada balita usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun berhubungan dengan tinggi

badan orang tua (Rahayu, 2012).

Berdasarkan rumusan menurut UNICEF (1998) dan Hendrik L Blum

sebagaimana di atas maka terjadinya stuntingpada anak umur 12-36 bulan dapat

digambarkan sebagai berikuti :

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penyebab Kejadian Gizi Kurang Modifikasi Teori Unicef 1998 dan Hendrik L Blum.

(23)

1. Unicef tahun 1998, mengatakan fator-faktor yang mempengaruhi gizi kurang

dibagi dalam tiga tahap ; yaitu penyebab langsung (asupan makanan yang

kurang dan penyakit infeksi), penyebab tidak langsung (akses pelayanan

kesehatan, perawatan anak dan ibu hamil yang kurang dan persediaan

makanan dirumah yang kurang), dan akar masalah (kemiskinan, kurang

pendidikan dan kurang keterampilan).

2. Hendrik L Blum mengatakan ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan yaitu; faktor lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan, dan

keturunan.

3. Rahayu (2012) mengatakan ada pengaruh keturunan dengan kejadian

(24)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas maka Kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan

variabel dependen. Variabel independen yaitu frekuensi makan makanan sumber

mineral (kalsium, Fe, dan zink), frekuensi makan makanan sumber vitamin A,

praktek pemberian MP-ASI (waktu dan jenis MP-ASI), riwayat menderita diare,

riwayat ISPA, tinggi badan orang tua, ASI eksklusif, kelengkapan pemberian

imunisasi, faktor ekonomi (Pendapatan) dan berat badan lahir. Sedangkan

variabel dependennya yaitu kejadian stuntingpada anak balita umur 12-36 bulan.

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka faktor-faktor yang

menyebabkan stunting pada anak umur 12-36 bulan adalah frekuensi makan

makanan sumber mineral (kalsium, Fe, dan zink), frekuensi makan makanan

sumber vitamin A, praktek pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI),

riwayat menderita diare, riwayat ISPA, tinggi badan orang tua, ASI eksklusif,

kelengkapan pemberian imunisasi, faktor ekonomi dan berat badan lahir.

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur
Gambar 2.1. Penyebab Kejadian Gizi Kurang
Gambar 2.2. Kerangka Teori Penyebab Kejadian Gizi KurangModifikasi Teori Unicef 1998 dan Hendrik L Blum.
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Determinan Stunting Pada AnakUmur 12-36 Bulan

Referensi

Dokumen terkait

energi yang dikeluarkan dari tubuh mempengaruhi status gizi balita.. Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa, secara

Hubungan Tingkat Partisipasi Ibu Dalam Kegiatan Posyandu Dengan Status Gizi Anak Balita (Studi di Kelurahan Cangkiran Kecamatan Mijen Kota Semarang).. Sikap

pola asuh makan dengan status gizi anak balita usia 25-36 bulan di. Desa Purwosari

Perbedaan Status Gizi Stunting dan Perkembangan antara Balita Riwayat Bblr Dengan Balita Berat Lahir Normal. Jurnal

Pada penelitian ini, rata-rata anak balita telah menerima MP-ASI dengan baik dimana saat usia 4-6 bulan jenis atau tekstur makanan yang diberikan adalah bubur

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status balita gizi stunting, sedangkan variabel bebas terdiri dari panjang badan lahir, berat badan lahir, usia kehamilan,

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status balita gizi stunting, sedangkan variabel bebas terdiri dari panjang badan lahir, berat badan lahir, usia kehamilan,

Berdasarkan tabel 19 menunjukan bahwa anak balita yang memiliki asupan makan protein dalam kategori cukup sebesar 75,0% yang dimiliki anak balita dengan status gizi normal, demikian