1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Jeruk merupakan komoditas unggulan nasional mempunyai peran yang penting dalam peningkatan devisa bagi negara. Produksi jeruk Siam/Keprok nasional tahun 2003 mencapai 1.441.680 ton dengan produktivitas 25,61 ton/ha. Total produksi jeruk Indonesia pada tahun 2003 mencapai 1.529.824 ton/ha atau meningkat 58,02 persen dari tahun 2002 sebesar 968.132 ton dengan peningkatan luas lahan panen seluas 44,57 persen. Beberapa sentra produksi jeruk yang saat ini dikenal sebagai sentra jeruk Siam dan Keprok antara lain Kabupaten Karo, Sambas, Garut, Barito Kuala, Tulang Bawang, Jember, Mamuju Utara, dan TTS. (Dirjen Buah Hortikultura, 2003).
2
jeruk tahun 2010 sebesar 359.445 ton buah jeruk yang gugur sebanyak 154.022,18 ton (42,85%) (Tarigan, 2012).
Barus Jahe merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanah Karo yang memiliki luas 128,04 km2 (BPS Kabupaten Karo 2010) dan merupakan salah satu daerah pertanian yang luas khususnya untuk tanaman semusim diantaranya jeruk, kol, markisa dan lainnya. Mayoritas mata pencarian masyarakat di Kecamatan Barus Jahe adalah bertani (Saragih, 2009). .
Setiavani (2010) menyatakan bahwa secara umum masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo memiliki tingkat kesesuaian S2 untuk komoditi jeruk siem madu
dan kubis. Tingkat kesesuaian S2 menunjukan bahwa lahan di kecamatan tersebut
cukup sesuai namun lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, sehingga memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri (Ritung dkk., 2007).
Penelitian Saragih (2009) dan Manurung (2010) menyatakan bahwa faktor pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk di Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo yaitu pada retensi hara (nr) dimana % kejenuhan basa masih rendah. Persentase kejenuhan basa dari ketiga desa yang berada di Kecamatan Barusjahe diantaranya Desa Serdang, Desa Sukanalun, dan Desa Sinaman cukup rendah sedangkan yang dibutuhkan tanaman jeruk ≥ 20%. Diantara ketiga desa tersebut, desa Sinaman merupakan Desa yang terdekat dengan lokasi penelitian yang memiliki persentase kejenuhan basa sebesar 3,64635% dan 2,85%.
3
sangat rendah merupakan faktor pembatas. Menurut Minardi dkk., (2009) perlakuan perimbangan pupuk organik memberikan peningkatan nilai KPK sangat erat kaitannya karena bersifat sebagai koloid yang memiliki kemampuan dalam menjerap kation. Selain itu, Zuraida (2013) menyatakan adanya perubahan % kejenuhan basa (KB) terjadi akibat pemberian bahan amelioran berupa abu serbuk kayu dan abu cangkang kelapa sawit.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang cara meningkatkan kejenuhan basa (KB) sebagai pembatas kesesuaian lahan tanaman jeruk dengan penambahan pupuk kandang sapi, pupuk kandang ayam, abu serbuk kayu dan abu cangkang kelapa sawit terhadap produksi tanaman jeruk di Desa Talimbaru Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan amandemen organik (kotoran sapi dan pupuk kandang ayam) dan anorganik (abu cangkang kelapa sawit dan abu serbuk kayu) terhadap kejenuhan basa dan produksi tanaman jeruk (Citrus
sinensis L.) di Desa Talimbaru Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo.
Hipotesis Penelitian
Pemberian bahan amandemen (kotoran sapi, pupuk kandang ayam, abu cangkang kelapa sawit dan abu serbuk kayu) mampu meningkatkan kejenuhan basa tanah akan tetapi berbeda pengaruhnya dalam meningkatkan produksi tanaman jeruk
4
Kegunaan Penelitian