BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Isu kelangkaan air bersih akhir-akhir ini seringkali menjadi perbincangan
utama di tengah-tengah masyarakat, pemerintah, bahkan dunia. Dimana air
merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan seluruh
makhluk hidup khususnya manusia di bumi ini. Kelangkaan akan air bersih ini
sudah dirasakan manusia sejak lama, yang ditandai dengan semakin sulitnya
menemukan sumber air bersih yang layak dikonsumsi dan digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Hal ini menjadi masalah yang tidak kunjung berhenti bagi
sebagian besar penduduk baik yang tinggal di kota maupun di pedesaaan,
khususnya yang berada di wilayah Indonesia.
Sulitnya memperoleh air bersih menjadi sebuah pembahasan yang menarik
ketika kita mengingat bahwa sekitar tiga perempat permukaan bumi yaitu 70,8%
ditutupi oleh air, tetapi kelangkaan air bersih masih dirasakan di berbagai penjuru
dunia. Adalah seorang aktivis lingkungan terkenal yaitu “Vandana Shiva” yang
membahas tentang “Perang Air” yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Beliau menyatakan bahwa kelangkaan air bersih yang sedang kita alami
merupakan buah dari keserakahan kita mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Dimana pada masa ini teknologi telah merasuk kedalam sendi-sendi kehidupan
manusia, termasuk dalam hal pengelolaan air. Air yang dahulunya menjadi barang
menjadi suatu komoditas yang diperdagangkan oleh manusia. Layaknya seperti
industri minuman berkemasan. Cara memperoleh air bersih menjadi komoditas
yang menguntungkan bagi sebagian kalangan. Misalnya sumur bor atau
pengelolaan air yang menggunakan sistem perpipaan modern. Tetapi semuanya
itu tidak bisa dijadikan sebuah alasan tunggal penyebab terjadinya kelangkaan air
bersih di tengah-tengah masyarakat saat ini. Semakin tingginya tingkat eksploitasi
atas hutan dan seluruh sumber daya alam yang ada di bumi menjadi penyebab
terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrem dan sangat berpengaruh bagi
kelangkaan air bersih tersebut.
Hal yang dikemukakan diatas adalah sekilas tentang bagaimana kondisi
kelangkaan air bersih yang sedang dihadapi oleh banyak orang pada masa ini.
Tidak jarang kelangkaan air bersih tersebut akhirnya berkembang menjadi sebuah
konflik di tengah-tengah masyarakat, baik itu mengenai perebutan akan sumber
daya air, maupun konflik di antara dua pihak yang terikat kontrak jual beli air,
seperti hal nya yang terjadi pada PDAM Duri dan pelanggannya.
Skripsi ini menjelaskan tentang konflik yang terjadi antara PDAM Cabang
Duri dengan pelanggan/masyarakat.1
1
Lebih luas dampaknya dirasakan oleh masyarakat, sebab masyarakat Duri sebagian besar bergantung kepada PDAM, jika tidak melalui PDAM maka Pelanggan PDAM.
Pada kasus konflik yang dihadapi oleh
PDAM dan masyarakat Duri ini sebenarnya bukan perebutan atas sumber daya air
itu sendiri, melainkan karena tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat akan air
bersih yang dipercayakan kepada PDAM Tirta Dharma Cabang Duri, Kabupaten
Konflik ini terjadi setelah pelanggan dan masyarakat mengalami
kekeringan selama beberapa bulan karena tidak berjalannya air dari PDAM.
Dalam hal ini, PDAM dinilai tidak sportif oleh masyarakat. Pasalnya, pelanggan
sudah melakukan kewajibannya sebagai pelanggan akan tetapi tidak menerima
haknya sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat bersama sebelumnya.
Sementara di sisi lain, PDAM Duri juga memiliki masalah internal yang belum
bisa diatasi hingga saat ini, dan kondisinya tersebut menghambat pelayanannya
terhadap pelanggan.
PDAM dapat dikatakan sebagai produsen pengelola air bersih yang
kemudian dinikmati oleh masyarakat sebagai pelanggan/pelanggannya. Namun,
PDAM bukanlah produsen yang “sebenarnya,” tetapi alam lah yang menyediakan
sumber air kepada PDAM, dan kemudian dikelola menjadi air bersih yang siap
digunakan oleh masyarakat. Dalam mengembangkan layanannya kepada
masyarakat, Pemerintah memperbolehkan PDAM untuk bekerja sama dengan
pihak ketiga (swasta maupun non swasta). Hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan pelayanan PDAM terhadap pelanggan yang bisa jadi terhambat
pada masalah-masalah tertentu.2 Di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, PDAM Dharma Tirta Sampit bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dalam mendistribusikan air ke seluruh pelanggannya,3
2
Contoh masalah masalah yang menghambat pelayanan PDAM yaitu kurangnya dana untuk mengembangkan instalasi proyek yang sedang dijalankan oleh PDAM, atau bisa saja faktor wilayah yang memang tandus dan sulit menemukan sumber air di wilayah tersebut.
dan PDAM Tirta
Dharma Cabang Duri yang terletak di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, yang
3
bekerja sama dengan PT. CPI (Chevron Pacific Indonesia), serta masih banyak
lagi yang juga melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain, untuk membantu
kelancaran kewajiban PDAM untuk mendistribusikan air bersih kepada
masyarakat.
Jenis kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak lain bisa
bermacam-macam dan pastinya berbeda pada masing-masing PDAM, tergantung dengan
situasi dan kondisi yang dialami oleh PDAM tersebut di wilayah operasionalnya.
Terkadang situasi wilayah yang terletak jauh dari sumber air baku juga
mempengaruhi kebutuhan serta kemampuan PDAM itu sendiri dalam mengolah
air baku serta mengelola pendistribusiannya kepada pelanggan. Minimnya sarana
dan prasarana menjadi salah satu contoh latar belakang PDAM melakukan kerja
sama dengan pihak lain untuk mengembangkan layananannya. Seperti yang
dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Cabang Duri yang merupakan anak cabang
dari PDAM Tirta Dharma Pusat, Kabupaten Bengkalis. PDAM ini bekerja sama
dengan PT. CPI yang merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di
bidang Migas yang sama-sama beroperasi di wilayah Duri, Kecamatan Mandau,
Kabupaten Bengkalis. Jenis kerja sama yang dilakukan PDAM cabang Duri
dengan Chevron, berupa penyediaan sarana dan prasarana bagi keduanya dalam
memperoleh air baku4
Upaya PDAM melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam
mengembangkan layanannya, tentu mempengaruhi pelayanan PDAM terhadap
pelanggan. Ketika hubungan PDAM Duri dengan Chevron diguncang masalah, yang letaknya cukup jauh dari wilayah Duri.
4
maka pastilah pelanggan terkena imbasnya, mengingat bahwa Chevron lah yang
menyediakan sumber air baku kepada PDAM.5 Situasi ini menimbulkan krisis air bagi PDAM dan juga bagi pelanggan. Situasi krisis air bersih inilah yang
kemudian memicu timbulnya konflik di antara PDAM dengan masyarakat. Sebab
akses untuk sesuatu yang sangat vital itu terganggu sehingga menjurus kepada apa
yang disebut oleh Vandana Shiva tentang “Perang Air”.6
Latar belakang konflik kedua pihak ini tentu memberikan penjelasan
tentang bagaimana konflik ini berlangsung dan bagaimana upaya
penyelesaiannya.Secara keseluruhan tulisan ini memaparkan bagaimana konflik
itu terjadi dan bagaimana upaya penyelesaiannya.Untuk itu penulis membagi Pelanggan yang
merasakan krisis air bersih tersebut menuntut kepada PDAM untuk memberikan
air kepada mereka, sementara PDAM juga mempunyai problemnya tersendiri.
Konflik adalah gesekan yang terjadi pada kedua belah pihak yang terikat
dalam suatu hubungan tertentu, dimana ada pihak yang merasa dirugikan dan
tindakan yang merugikan itu menimbulkan adanya pelanggaran hukum. Hukum
yang dimaksudkan bisa berupa kesepakatan-kesepakatan di antara kedua belah
pihak yang ditentukan bersama sebagai aturan dalam hubungan tersebut, baik itu
berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Mengacu kepada pengertian akan
konflik ini, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan PDAM dengan
pelanggannya rentan terjadi sebah konflik, dimana ada pihak yang tidak
melaksanakan kewajibannya, dan ada pihak yang tidak menerima haknya.
5
Kontrak antara PDAM dengan Chevron yang dimulai tahun 1994 harusnya berakhir pada tahun 2002 namun masih berlangsung sampai sekarang, untuk itu hubungan keduanya juga berpotensi untuk menjadi sebuah konflik.
6
pokok pembahasan menjadi tiga bab. Ketiga bab tersebut masing-masing
memiliki spesifikasi yang berbeda dan memiliki kait-kemait dari masing-masing
bab.
Pada bab dua dijelaskan mengenai gambaran umum lokasi penelitian.
Dimana dalam bab tersebut dijelaskan mengenai awal mula kehadiran PDAM di
Duri dan bagaimana hubungan PDAM dengan pelanggannya .Bab ini juga
menjelaskan komponen-komponen lain yang terkait dengan PDAM Tirta Dharma
Cabang Duri, seperti profil umum, visi dan misi serta struktur organisasi PDAM
Duri.
Pada bab selanjutnya yaitu bab tiga, penulis mulai berbicara mengenai
bagaimana situasi konflik serta apa-apa saja sumber konflik antara PDAM dan
pelanggannya. Bab ini akan menjelaskan bagaimana keadaan krisis air tersebut
akhirnya memicu timbulnya konflik antara PDAM Tirta Dharma Cabang Duri
dengan pelanggannya.
Pada bab empat dalam tulisan ini berisi tentang upaya-upaya penyelesaian
konflik yang dilakukan oleh pihak PDAM Tirta Dharma Cabang Duri kepada
pelanggannya, strategi-strategi maupun kebijakan dalam mengatasi krisis air
PDAM tersebut, serta tanggapan masyarakat tentang upaya penyelesaian konflik
yang dilakukan oleh pihak PDAM. Dan terakhir, bab lima yang berisi tentang
1.2 Tinjauan Pustaka
Konflik merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan
masyarakat. Konflik juga akan selalu ada pada setiap masyarakat karena konflik
merupakan gejala sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik berarti
pertentangan atau percekcokan. Selanjutnya Dean G. Pruitt (2004) menyebutkan
pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik
antara dua belah pihak yang berseberangan.
Kata konflik tersebut mengacu kepada perkelahian, perlawanan dan
pertentangan dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya
(Hendropuspito, 1989: 240). Coser (dalam Suparlan, 1999) memaparkan bahwa
konflik adalah perjuangan antar individu atau kelompok untuk memenangkan
sesuatu tujuan yang sama-sama ingin mereka capai. Dimana kekalahan dan
kehancuran dipihak lawan, merupakan tujuan utama yang ingin mereka capai.
Dalam Teori Hubungan Masyarakat, Fisher menyebutkan bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, serta tidak adanya saling percaya
dalam masyarakat yang melahirkan permusuhan di antara kelompok yang berbeda
dalam suatu masyarakat. Selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga
dapat disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam teori
kebutuhan manusia, Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam
disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan sosial yang tidak
terpenuhi atau dihargai. Hoult sebagaimana di kutip Wiradi (2000) menyebut
kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang
sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air
dan perairan, tanaman, tambang, dan juga udara yang berada di atas tanah yang
bersangkutan.7
Dalam Teori Pertukaran Sosial dikatakan bahwa perilaku manusia dalam
interaksi sosial merupakan aktivitas pertukaran antara imbalan (reward) dan biaya
(cost). Pertukaran tersebut meliputi pertukaran yang kelihatan (tangible exchange)
atau pertukaran yang tidak kelihatan (intangible exchange).
Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertikal, yaitu antar
pemerintah, masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota dan
desa, serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat.
Demikian halnya dengan Konflik yang terjadi antara PDAM Duri dengan
pelanggannya. Konflik yang dilatar belakangi oleh air ini dilakukan oleh pihak
pelanggan dalam memperjuangkan haknya akan air yang sering kali tidak
terpenuhi oleh pihak PDAM Duri. Akan tetapi hal yang perlu ditekankan dalam
kasus konflik disini adalah bukan kehancuran pihak lawan yang ingin dicapai,
namun pencapaiannya justru lebih kepada pemecahan konflik tersebut. Dimana
masyarakat dapat memperoleh air bersih dengan lancar dan lebih maksimal.
8
7
“Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran (Studi Deskriptif Tentang Konflik Perebutan Tanah Warisan)” Dalam Skripsi Rosmalemna Tarigan (2010)
8
Milan Zafiroski dalam Wirawan (2010:32) “Konflik dan Manajemen Konflik”
Pertukaran yang
kelihatan, misalnya pertukaran barang dan jasa. Lebih dalam dikatakan bahwa
pertukaran dalam interaksi sosial berhubungan dengan pertukaran manfaat, yaitu
memberikan kepada orang lain sesuatu yang lebih bernilai jika dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemberi dan terjadinya sesuatu yang timbal
pemberi dan penerima. Proses pertukaran tersebut diatur oleh hubungan timbal
balik dan pertukaran tidak akan berlangsung jika ketentuan mengenai timbal balik
dilanggar sehingga memunculkan terjadinya konflik. Hal inilah yang terjadi pada
PDAM Duri dan pelanggannya, dimana pertukaran timbal balik di antara
keduanya tidak berjalan lancar. timbal balik keduanya yang berupa hak dan
kewajiban yang tidak berjalan sebagaimana mestinya hingga kemudian
menimbulkan konflik.
Menurut LauraNader and Harry Todd konflik adalah tahapan dari proses
bersengketa (disputing process). Menurutnya terdapat tiga tahapan dalam proses
bersengketa, yaitu tahap pra-konflik, tahap konflik, dan Sengketa9
Situasi “keluhan, perasaan diperlakukan tidak adil’ ini mengandung suatu
potensi yaitu suatu potensi untuk meletus menjadi konflik atau justru mengendor.
Perasaan diperlakukan tidak adil dapat lebih memuncak dikarenakan oleh suatu
konfrontasi, atau eskalasi justru terelakkan karena setara sengaja kontak dengan
lawan dihindari atau karena pihak kedua tidak member reaksi terhadap tantangan : Tahap
pra-konflik atau tahap keluhan, Mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh
seseorang atau suatu kelompok dipersepsikan sebagai hal yang tidak adil dan
alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa
keadilannya itu dapat bersifat nyata, atau imajinasi saja, tergantung pada persepsi
dari pihak yang merasakan ketidakadilan bersangkutan. Dalam hal ini, yang
penting ialah pihak itu merasakan bahwa haknya dilanggar atau dia/mereka
diperlakukan dengan salah (TO. Ihromi, 1993:209).
9
yang diajukan. Dapat disebut bahwa cirri tahap ini adalah monadik (Nader dan
Todd, 1978:14). Bila pihak yang merasa haknya dilanggar memilih jalan
konfrontasi, serta melemparkan tuduhan kepada pihak pelanggar haknya, atau
memberitahukan kepada pihak lawannya tentang keluhannya, maka keluhan
semula memasuki tahap konflik. Kedua belah pihak sadar mengenai adanya suatu
perselisihan pendapat antara mereka. Tahap ini mempunyai cirri diadik (dua pihak
berhadapan). Akhirnya tahap sengketa (dispute) dapat terjadi karena konflik
mengalami eskalasi berhubung sebab adanya konflik itu dikemukakan secara
umum.10
Situasi tidak adil yang dirasakan oleh pelanggan PDAM Duri dapat dilihat
dari isi perjanjian baku yang ditandatangani oleh pelanggan. Perjanjian
baku/standar merupakan perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing pihak telah ditentukan dalam surat perjanjian itu sehingga calon konsumen
(pelanggan) hanya tinggal menandatangani formulir tersebut yang sebenarnya
lebih banyak mengatur mengenai kewajiban-kewajiban pelanggan. Pada dasarnya Hubungan hukum antara PDAM dengan pelanggannya saat transaksi jual
beli air bisa dilihat dalam kesepakatan atau perjanjian (berupa perjanjian baku)
yang disepakati oleh pelanggan saat mendaftarkan diri menjadi pelanggan PDAM.
Inilah hukum, mengacu kepada pendapat Griffith (1986) Hukum yang berlaku
adalah aturan atau norma yang benar-benar berlaku dan digunakan oleh
individu-individu untuk mengatur hubungan-hubungannya dalam aktivitas-aktivitas dari
individu-individu itu sehari-hari, tanpa peduli dari mana hukum itu bersumber.
10
suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak di antara dua
pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak
berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian
itu melalui suatu proses negosiasi di antara mereka (PDAM dan Pelanggan).
Namun dewasa ini ada kecenderungan bahwa banyak perjanjian dalam transaksi
bisnis yang terjadi dilakukan bukan melalui suatu proses negosiasi yang seimbang
di antara para pihak melainkan pihak yang satu telah menyiapkan suatu syarat
baku pada suatu formulir perjanjian dan pihak lain tersebut untuk melakukan
negosiasi atau syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian yang demikian dapat
disebut perjanjian baku atau standar.11
Berikut isi perjanjian yang ditanda tangani oleh calon pelanggan PDAM
Duri (perjanjian baku)
Hal ini tentunya sudah menyebabkan
adanya ketidakadilan dalam hubungan keduanya. Melalui hal ini dapat dilihat
bahwa potensi konflik sudah terlihat sejak pertama kali seorang calon pelanggan
mendaftarkan dirinya menjadi konsumen PDAM.
12
1. Setelah selesai pemasangan instalasi air minum, kami bersedia menjaga
dari kehilangan dan kerusakan terhadap peralatan sambungan rumah yang
telah terpasang, dan apabila terjadi kehilangan dan kerusakan, maka biaya
penggantian peralatan menjadi tanggung jawab kami. :
2. Setelah pemasangan kmi bersedia membayar rekening air secara rutin
(setiap tanggal 5 s/d 20) setiap bulannya.
11
Perlindungan Hukum bagi Konsumen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Universitas DiponegoroTerdapat dalam Tesis Novi Hesti Lestari tahun 2003.
12
3. Apabila kami lalai / terlambat membayar kewajiban selama 2 (dua) bulan
berturut-turut, maka kami bersedia menanggung resiko Pemutusan
Instalasi Pipa Dinas tanpa pemberitahuan dari PDAM.
4. Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan pembongkaran sambungan
rumah karena sengketa milik tanah atau bangunan, maka kami tidak
menuntut apapun kepada PDAM Kabupaten Bengkalis Cabang Duri.
5. Jika terjadi perubahan jaringan pipa sambungan rumah yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang telah diizinkan, maka sambungan pipa dinas dapat
dicabut tanpa ganti rugi.
6. Kami bersedia mengikuti antrian yang ditentukan PDAM, yaitu :
a. Selambat-lambatnya………Minggu untuk dilakukan pemasangan
sambungan rumah
b. Tidak akan mendesak PDAM untuk melakukan pemasangan sebelum
batas waktu yang telah ditentukan.
7. Kami berjanji akan mematuhi segala ketentuan yang ditetapkan PDAM
Kabupaten Bengkalis Cabang Duri.
Dapat dilihat bahwa keseluruhan dari butir-butir perjanjian ini mengatur
apa saja yang harus dipatuhi oleh pelanggan. Bahkan hak untuk menerima air pun
tidak dituangkan didalamnya.
Dalam tugasnya, PDAM diizinkan melakukan negosiasi dengan pihak
swasta maupun non-swasta dalam mengembangkan layanan kepada masyarakat.
Indonesia terlihat gencar mengundang partisipasi swasta karena kewalahan
melayani kebutuhan air bersih yang semakin meningkat. Negosiasi ini terjadi
karena semakin banyaknya permasalahan mengenai sumber air bersih yang
ketersediaannya semakin sedikit serta jumlah kebutuhan yang semakin meningkat
setiap tahunnya. Selanjutnya Rafick menyatakan bahwa hubungan dengan pihak
swasta dapat mempengaruhi pelayanan PDAM itu sendiri. Pihak ketiga yang hadir
dalam hubungan PDAM dengan konsumennya akan menimbulkan
kesepakatan-kesepakatan baru yang tentunya berbeda dengan kesepakatan-kesepakatan PDAM terhadap
konsumennya.
Situasi seperti ini secara potensial dapat menyebabkan terjadinya konflik.
Hubungan PDAM dengan instansi lain bersamaan dengan hubungannya kepada
konsumen akan menimbulkan permasalahan baru. Seperti Di Sampit, Kabupaten
Kotawaringin Timur, PDAM bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dalam mendistribusikan air ke seluruh pelanggannya, ketergantungan
PDAM dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjadi faktor utama penyebab
distribusi air keseluruh konsumen di Kotim sering bermasalah.13
13Sumber : “PDAM Daerah Masih Andalkan PLN dan Rawan Masalah” yang ditulis oleh Maya
Selvianidalam media lokal jaringnews.com.
Di Duri-Riau,
Kabupaten Bengkalis, PDAM bekerja sama dengan PT. Chevron Pasific
Indonesia (PT. CPI) yang juga menyebabkan distribusi air kepada konsumen
mengalami gangguan. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara
hukum-hukum yang berlaku di antara pihak yang saling memiliki kesepakatan
seperti PDAM dan pihak swasta, serta PDAM dan konsumennya.
Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi konflik juga dapat
mempengaruhi interaksi konflik tersebut. Seperti hal nya emosi, emosi dapat
menyebabkan terjadinya konflik dan mempengaruhi proses interaksi konflik.
Emosi adalah perasaan subjektif yang kompleks sebagai reaksi-kognitif dan
fisiologi atas suatu pengalaman yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Emosi
merupakan perasaan yang kompleks bisa berupa perasaan senang, tidak senang,
atau netral (perasaan yang biasa-biasa saja).
Emosi bila bersifat konstruktif atau destruktif; positif atau negative; dan
menyenangkan atau menyakitkan. Dengan demikian, emosi erat hubungannya
dengan konflik. Emosi seseorang dapat bersifat destruktif dan menimbulkan
konflik. Orang yang tidak/ kurang memperhatikan persepsi orang lain. Orang
yang emosionalnya sering irasional dan logika berpikirnya dipengaruhi oleh
emosinya. Ia menjadi egosentris atau egois. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
perbedaan pendapat atau konflik dengan orang yang berinteraksi dengan dirinya.
Emosi orang juga bersifat konstruktif untuk interaksi sosial. Seseorang
yang emosionalnya keluar dapat menjadi altruistik menghindari konflik dalam
berinteraksi sosial. Emosi juga mempengaruhi interaksi konflik. Seseorang yang
emosional dalam terlibat konflik menjadi irasional atau ilogikal. Oleh karena
terobsesi oleh ego dalam mencapai tujuannya, ia berupaya memenangkan konflik
Konflik yang disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan
akan air bersih ini diikuti dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
interaksi konflik tersebut, seperti emosi. Emosi pelanggan yang meluap setelah
hampir dua bulan sama sekali tidak menerima air bersih dari PDAM menjadikan
pelanggan agresif dalam mewujudkan emosinya tersebut. Situasi semacam ini
disebut marah agresif (Wirawan, 2010: 154). Simptom kemarahan yang
mengarahkan kemarahan dalam bentuk agresif fisik dan verbal. Berikut adalah
perilaku-perilaku yang tergolong marah agresif dalam konflik:
• Mengancam. Menakut-nakuti lawan konflik dengan mengatakan
bahwa dapat melukai diri atau hak miliknya; menunjuk-nunjuk ke
muka lawan konflik; mengacungkan kepalan tangan; memakai baju
atau symbol-simbol yang ada hubungannya dengan perilaku
kekerasan; membuntuti lawan konflik; “menggas” mobil atau motor
keras-keras; membanting pintu dan menggebrak meja.
• Menyakiti. Menyakiti berupa kekerasan fisik; mendaprat, lelucon biasa
dan vulgar, merusak percaya diri lawan, menggunakan bahasa kotor,
menyalahkan, menuduh, me-label-i orang lain serta mengutuk.
• Menggertak. Mengancam orang secara langsung, menganiaya,
menghukum, atau menggeser dari jabatan, menggunakan kekuasaan
untuk menindas, berupanya menabrak orang, dan mengejek kelemahan
orang.
• Menyalahkan tidak adil. Menyalahkan orang lain dan menuduh secara
Dalam merealisasikan strategi konfliknya, pihak yang terlibat konflik
menggunakan taktik konflik. Taktik konflik adalah teknik yang mempengaruhi
lawan konflik untuk menghasilkan keluaran konflik yang diharapkan. Dalam
menghadapi situasi konflik, pihak yang terlibat konflik dapat menggunakan
berbagai taktik konflik secara berurutan atau secraa bersam-sama. Di samping itu,
taktik konflik dapat berubah setiap waktu tergantung situasi interaksi konflik.
Sebagai contoh, jika pihak yang terlibat konflik menggunakan taktik persuasif
rasional tidak akan berhasil, ia akan menggunakan taktik mengancam dan
menekan. Taktik konflik itu sediri ditentukan pihak yang berkonflik, contoh:
taktik menahan diri atau diam, taktik menangis dan menghimbau, serta taktik
mengancam. Keseluruhannya itu dilakukan untuk mencapai tujuan konflik
keduanya.
Pada prinsipnya konflik sesungguhnya tidak bisa dihindari oleh siapapun,
namun yang paling penting adalah bagaimana cara untuk menyelesaikan konflik
tersebut supaya ancaman dan bahaya sebagai akibatnya dapat dicegah secara dini.
Menurut Nader dan Todd dalam tulisan Ihromi (1993 : 210-212) ada
beberapa tahap untuk mengatasi dan menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu :
1. Membiarkan saja (lumping it) : pihak yang merasakan perlakuan tidak
adil, gagal dalam upaya menekan tuntutannya. Seseorang mengambil
keputusan untuk mengabaikan saja karena berbagai kemungkinan seperti
kurangnya informasi mengenai bagaimana proses mengajukan keluhan itu
diperkirakan bahwa kerugian lebih besar dari keuntungannya (dalam arti
materil maupun kejiwaan).
2. Mengelak (avoidance): pihak yang merasakan dirugikan, memilih untuk
mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau
sama sekali menghentikan hubungan tersebut.
3. Paksaan (coercion): salah satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak
yang lain. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman untuk
menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi penyelesaian secara
damai.
4. Perundingan (negotiation): dua pihak yang berhadapan merupakan
pengambil keputusan. Pemecahan dari masalah yang mereka hadapi
dilakukan oleh kedua belah pihak, mereka sepakat, tanpa adanya pihak
ketiga yang mencampuri.
5. Mediasi (mediation): pemecahan suatu masalah dilakukan menurut
perantara. Dalam cara ini ada pihak ketiga yang membantu kedua belah
pihak yang berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak
ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua pihak yang bersengketa, atau
ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Kedua pihak yang bersengketa tidak
harus menuruti atau setuju terhadap upaya mencari pemecahan oleh pihak
ketiga atau mediator, tetapi harus setuju bahwa jasa-jasa dari mediator
6. Arbitrase (arbitration): dua pihak yang besengketa sepakat untuk meminta
perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa
mereka akan menerima keputusan dari arbitrator itu.
7. Peradilan (adjudication): pihak ketiga mempunyai wewenang untuk
mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga juga berhak membuat keputusan itu artinya
berupaya bahwa keputusan dilaksanakan.
Menurut Kriekhoff dalam Ihromi (1993 : 225) cara-cara yang ditempuh
untuk menyelesaikan sengketa (konflik) antara lain dibahas oleh:
1. S. Roberts (1979:57-59), yang mengemukakan tentang upaya-upaya
seperti:
a) Penggunaan kekerasan, yaitu langsung antar pribadi,
b) Melalui upacara atau ritus, misalnya upacara adat,
c) Mempermalukan, misalnya dengan sindiran/kiasan,
d) Melalui makhluk-makhluk supernatural, misalnya dengan sampah
atau magic,
e) Pengucilan
f) Melalui pembicaraan yang terdiri dari :
• Pembicaraan langsung (negosiasi)
• Pembicaraan tidak langsung atau dengan pihak ketiga, baik
yang bertindak sebagai penengah atau penasehat
sebagai pihak ikut menyelesaikan (arbitrasi/arbitration dan
peradilan adjudicator)
2. P.H Gulliver dan L. Nader (1969), secara khusus membahas penyelesaian
sengketa dengan menekankan pada :
a) Hasil yang diperoleh, dengan membedakan antara pola
compromise vs decision (kompromi vs keputusan) atau negotiation
vs adjudication (negosiasi/kesepakatan vs keputusan atau vonis
hakim) – menurut Gulliver.
b) Para pihak yang terlibat atau pada model keputusan, yaitu (L.
Nader mengikuti pola Aubert) :
• Hanya menyangkut dua pihak yang berkepentingan (pola
dyadic atau bargain model)
• Dengan melibatkan pihak ketiga (pola triadic atau court
model)
Sengketa/konflik itu hal yang melekat pada hubungan sosial, sehingga: a)
bila hubungannya erat, maka penyelesaiannya cenderung damai (“win-win
solution”); b) bila hubungannya renggang, maka penyelesaiannya cenderung
adjudication (semacam win - loose solution). Dalam konteks ini, juga ditelaah
mengenai lembaga hukum (Nader & Todd, 1978; Bohannan, 1984) yakni:
lembaga yang digunakan oleh warga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
di antara para warga dan merupakan alat untuk tindakan balasan (counteract)
setiap penyalahgunaan yang menyolok dan berat dari aturan yang ada pada
menemukan “inti sari” hukum. Berbagai kajian penyelesaian sengketa dari
pelbagai masyarakat dan kebudayaan kemudian diungkapkan dan ditelusuri.
Karena penggunaan metode komparasi untuk berbagai penyelesaian sengketa
semakin sering dan mendalam, akibatnya unsur-unsur kemajemukan pun semakin
terpupuk.
Sementara itu, menurut Djaka Soehendera konflik (conflict) yang terjadi
pada kenyataannya tidak selalu menimbulkan hubungan-hubungan sosial yang
disfungsional, terkadang konflik justru berfaedah untuk memelihara suatu
hubungan sosial (Coser, 1964: 47; Coser, 1957: 227).14
1.3 Rumusan Masalah
Dan tidak semua konflik
kemudian menjurus ke perkara hukum (karena adanya ancaman disintegrasi sosial
atau motif lainnya). Pada dasarnya semua menginginkan adanya solusi akan
konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan latar belakang terjadinya konflik antara PDAM Duri dengan
pelanggan/masyarakat yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana situasi konflik dan Apa-apa saja sumber konflik antara
PDAM dengan pelanggannya ?
2. Bagaimana penyelesaian konflik yang dilakukan oleh PDAM Duri
dalam menghadapi pelanggan/masyarakat?
14
Dalam Djaka Soehendera “Membedah Kondisi Hukum Di Era Otonomi Daerah Dengan Menggunakan Cara Pandang Antropologi Hukum”
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
bagaimana situasi konflik di antara PDAM Duri dengan pelanggannya,
sumber-sumber konflik serta upaya-upaya penyelesaian konflik keduanya.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah secara akademis
penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang Antropologi
hukum. Khususnya dalam memperkaya literatur mengenai kajian sengketa,
pluralisme hukum serta hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat. Secara
praktis peneletian ini akan memperoleh data yang diharapkan mampu
memberikan pengetahuan dan mengungkapkan fenomena hukum dan
kemajemukan hukum yang berlaku di masyarakat.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan teknik pengumpulan data berupa
observasi partisipatif dan wawancara. Penelitian kualitatif merupakan sebuah
penelitian yang memusatkan perhatiannya kepada data dan memanfaatkan teori
yang ada sebagai bahan penjelas yang kemudian memunculkan teori baru yang
lebih kompleks.
Metode penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan dalam penelitian
yang kajiannya merupakan antropologi hukum. Dimana tulisan mengenai PDAM
dan pelanggannya ini memfokuskan penelitian kajian mengenai konflik yang
pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian guna mendapat
data-data dilapangan antara lain :
1.5.1 Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan pengamatan, yang melibatkan pengamat secara langsung dengan
aktifitas-aktifitas lapangan yang akan ditelitinya. Di dalam penelitian kualitatif,
peneliti merupakan instrumen penelitian yang paling utama, peneliti
menggunakan dirinya sendiri untuk melakukan observasi untuk melengkapi data
yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penulis akan melakukan pengamatan baik itu
secara tidak langsung seperti selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi
terkait dengan permasalahan kelangkaan air bersih yang sedang dihadapi oleh
PDAM dan masyarakat Duri.
Dalam melakukan pengamatan, antropolog harus menempatkan posisinya
di tengah-tengah persoalan, dimana pada hakikatnya bahwa antropolog harus
bersifat netral dan tidak memihak pada siapapun. Hal ini akan menjaga kemurnian
data yang diperoleh, sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang
terjadi tanpa mengurangi kemurnian data dengan perasaan-perasaan atau identitas
yang dimiliki oleh peneliti, atau yang dalam antropologi disebut dengan Emic
view (native’s point of view).15 1.5.2 Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu.
15
Wawancara pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan seorang peneliti
untuk memperoleh pemahaman secara holistik mengenai pandangan atau
perspektif (inner perspectives) seseorang terhadap isu, tema atau topik tertentu.16
Penelitian ini berlokasi di tanah kelahiran penulis yaitu Kota Duri yang
merupakan salah satu Ibu Kota Kecamatan Mandau, Kecamatan terluas di
Kabupaten Bengkalis, Riau. Diawali dengan rasa kecintaan penulis sebagai orang
Duri maka muncullah penelitian ini. Duri adalah kampung halaman penulis yang Dalam penelitian mengenai kasus sengketa ini, peneliti akan menggunakan
metode wawancara yang akan dilakukan dengan informan-informan yang menurut
penulis mampu menjawab semua data yang dibutuhkan. Sebagai instrument
utama, penulis harus mampu menjalin rapport (hubungan) yang baik dengan para
informannya. Dengan menjalin hubungan baik dengan para informan, maka
penulis akan lebih mudah untuk masuk kedalam permasalahan penelitian dengan
melakukan wawancara ataupun wawancara mendalam dengan informan.
Kedudukan informan dalam penelitian kualitatif adalah informan sebagai guru
bagi penulis, yang akan menjelaskan tentang objek kajian yang akan diteliti oleh
penulis.
Informan penelitian ini merupakan semua orang yang terkait dengan
PDAM, masyarakat yang mengamati serta merasakan permasalahan kelangkaan
air bersih, PT. CPI yang bekerja sama dengan PDAM, dan khususnya masyarakat
yang menjadi pelanggan (langsung/tidak langsung) yang terikat dengan PDAM.
1.5.3 Rangkaian Pengalaman Penelitian di Lapangan
16
dipenuhi dengan warna-warni budaya masyarakatnya sebagai tempat yang sangat
ramai dikunjungi para calon urban. Ketertarikan yang membuatnya menjadi salah
satu destinasi tempat tinggal dikarenakan banyaknya perusahaan yang bergerak
dibidang Migas (Minyak dan Gas) yang beroperasi di wilayah ini. Tuntutan
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi adalah sebagai alasan utama perpindahan
penduduk ke Kota ini. Rasa kecintaan penulis ini disebabkan karena situasi
lingkungan yang beraneka ragam yang menurut penulis saling menjaga toleransi
antara satu dengan yang lainnya, meskipun pada dasarnya toleransi itu berbeda
dengan apa yang ada didalam hati pemiliknya. Akan tetapi hubungan baik dengan
para sahabat berbeda etnis dan keyakinan, serta sosialisasi yang baik dengan
lingkungan menjadikan saya nyaman berada di antara keberagaman tersebut. Rasa
kecintaan inilah yang kemudian mewujudkan keinginan saya untuk melakukan
penelitian di wilayah ini.
Penelitian ini berjudul “Konflik Antara PDAM Duri dan Pelanggannya”.
Salah satu alasan Penulis memilih topik ini adalah dikarenakan sulitnya
memperoleh air bersih yang sudah dirasakan oleh Masyarakat Duri serta penulis
sendiri. Hingga akhirnya PDAM muncul sebagai salah satu solusi yang
melegakan hati masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya terhadap air bersih.
Pengalaman-pengalaman pribadi tentang air inilah yang melatarbelakangi penulis
untuk menulis karya ilmiah ini. Topik mengenai air ini menjadi menarik menurut
penulis ketika PDAM yang selama ini memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat
(konsumen) tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya karena beberapa
Banyak sekali kendala yang penulis temui dalam mewujudkan karya
ilmiah ini, dimulai dari perang terhadap diri sendiri mengenai keyakinan terhadap
terwujudnya tulisan ini, hingga data yang sangat homogen sifatnya di
tengah-tengah masyarakat Duri. Semuanya dilalui oleh penulis dengan penuh
pergumulan, meskipun sebenarnya situasi ini disebabkan oleh pikiran-pikiran
penulis sendiri.
Penelitian ini sebenarnya sudah penulis mulai ketika pertama kali Judul
proposal untuk skripsi ini di Acc oleh bapak Ketua Jurusan Antropologi dengan
Topik “Sengketa antara PDAM dengan PT. CPI”. Alasan penulis menaikkan judul
ini karena apa yang penulis lihat di media cetak dan elektronik yang menyoroti
tentang permasalahan kelangkaan air di masyarakat Duri akibat tidak mengalirnya
air PDAM. Kelangkaan air ini justru dipicu oleh permasalahan internal PDAM itu
sendiri. Hal ini terkait dengan kontrak kesepakatan kerja pada tahun 1994 dengan
PDAM Duri melalui PDAM Pusat Kabupaten Bengkalis dan Pemerintah Daerah
yang harusnya berakhir setelah 7 tahun masa kerja sama, namun masih berjalan
hingga saat ini. Akan tetapi karena sedikitnya data yang mendukung tulisan ini
serta sulitnya untuk “masuk” kedalam pihak swasta guna memperoleh data maka
saya memutuskan untuk mencari tahu lagi apa yang sebenarnya akan menjadi
masalah saya. Hingga akhirnya topik mengenai sengketa pun saya tinggalkan dan
beralih ke topik mengenai Konflik ini.
Pada saat di Lapangan, sebagai warga Duri, penulis cukup tahu betul
bagaimana respon masyarakat terhadap kinerja PDAM yang dianggap tidak
ini pun mulai muncul seiring semakin banyaknya wawancara yang penulis
lakukan dengan para warga di berbagai lokasi di Duri. Akan tetapi sebagai
peneliti, penulis harus bersikap netral untuk menanggapi setiap informasi yang
masuk pada penulis sehingga menghasilkan tulisan yang baik.
Dalam melihat sudut pandang PDAM itu sendiri penulis melakukan PKL
(Praktek Kerja Lapangan) dadakan seperti yang biasa dilakukan oleh siswa atau
mahasiswa magang disuatu instansi tertentu, dalam hal ini penulis melakukannya
di Kantor PDAM Duri. Hampir lebih dari tiga minggu penulis berperan menjadi
karyawan PDAM yang menangani keluhan pelanggan akan kinerja PDAM yang
dinilai tidak baik. Berbagai jenis pelanggan yang masuk ke bagian hubla sering
kali menjadi objek pengamatan penulis, berbagai ekspresi (luapan emosi)
pelanggan akan ketidakterimaan terhadap apa yang diterimanya sebagai
pelanggan merupakan data yang sangat mendukung tulisan ini.
Untuk mewawancarai pihak PDAM bukanlah sesuatu yang mudah bagi
penulis, jawaban yang terkesan ditutup-tutupi tak jarang penulis temui ketika
berbincang-bincang dengan karyawan PDAM. Kendala tersebut tak lantas
menyurutkan niat penulis untuk melanjutkan tulisan ini, sebab data-data yang
telah diperoleh oleh penulis sudah cukup menjelaskan bagaimana Konflik yang
terjadi di antara keduanya.
Seiring dengan berjalannya percakapan dan candaan yang berlangsung
dalam hubungan penulis dengan pihak PDAM maka tak jarang saya menyisipkan
pertanyaan saya dalam tiap percakapan tersebut. Dan tak jarang juga penulis
dengan kinerja PDAM Duri ini. Misalnya ketika salah seorang dari pihak PDAM
tersebut saya tanyai seputar artikel yang mereka pajangkan di mading HubLa ;
“Bupati Minta PDAM Harus Mandiri”17
17
Terdapat dalam Koran Riau Pos, Judul : Bupati Minta PDAM Harus Mandiri, tanggal 11 Juni 2012 – 08.35 WIB
jawabannya justru menyalahkan pihak
Pemda yang membiarkan PDAM sampai selama ini bergantung kepada pihak
swasta. Masalah PDAM sebenarnya berakar pada ketiadaan sumber air baku yang
hendak dikelola sendiri oleh PDAM dengan sarana dan prasarana milik sendiri
yang selama ini semuanya difasilitasi oleh pihak Chevron. Berulangkali wacana
mengenai pengadaan sumber air baku juga sudah pernah muncul seperti, Sungai
Sekapas dan Sungai Jurong sebagai daerah destinasi sumber air baku tersebut
namun sampai saat ini belum jua ter-realisasi.