• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207 Pdt.G 2013 P.A.Stabat)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat, ada yang cepat dan ada yang lambat, dan perubahan-perubahan itu ada yang menyangkut hal yang fundamental dalam kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan manusia tidak hanya merupakan kumpulan sejarah manusia melainkan tersusun dalam berbagai kelompok dan pelembagaan, sehingga kepentingan masyarakat menjadi tidak sama, jika ada kepentingan yang sama maka mendorong timbulnya pengelompokan diantara mereka, maka dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia.1

Untuk itu hukum Islam dituntut untuk akomodatif terhadap persoalan umat tanpa harus kehilangan prinsip-prinsip dasarnya. Pembaharuan yang bertitik tolak dari asumsi atau pandangan yang jelas dipengaruhi oleh situasi dan lingkungan sosial, bahwa hukum Islam sebagai realitas dan lingkungan tertentu tersebut tidak sesuai bahkan menyimpang dengan Islam yang sebenarnya, begitu juga dalam hal masalah kewarisan.2

1

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), hal 71

2Azyumardi Asra,Akar-Akar Historis Pembaharuan Hukum Islam Neo Sufisme Abad ke

11-12 Dalam Tasauf,(Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina, 2000), hal 179

(2)

Tujuan hukum Islam pada prinsipnya mewujudkan kemanfaatan kepada seluruh umat manusia yang mencakupi kemanfaatan dalam kehidupan didunia maupun diakhirat, sesuai dengan prinsip umum Alqur’an yaitu:3

a. Al-Asl fi al-hall wafi al man’u (Segala yang bermanfaat dibolehkan dan segala yang mudarat dilarang.

b. La darana wa la dirar(Jangan menimbulkan kemudaratan dan jangan menjadi

korban kemudaratan),

c. Ad-Darar yuzal(bahaya harus dihilangkan)

Sumber-sumber Islam itu ialah Al Qur’an, Sunnah Rasul dan Ijtihad.Ketiga sumber ini pula yang menjadi sumber hukum kewarisan Islam.Penggunaan ketiga sumber ini didasarkan kepada ayat Al Qur’an sendiri dan Hadits Nabi, artinya seorang Mukmin senantiasa dalam memecahkan berbagai aspek harus mengikuti, dan didasarkan pada ketiga sumber tersebut.Karena itu pengertian taat kepada Allah, dimaknakan dalam sumber Al Qur’an.Sedangkan taat kepada Rasul dimaknakan dengan sumber Sunnah, dan Ulil Amri dimaknakan sebagai sumber Ijtihad para

Mujtahid.

Agama Islam menggariskan maksud dan tujuan pewarisan tidak saja untuk kepentingan kehidupan individual para ahli waris tetapi juga berfungsi sosial untuk juga memperhatikan kepentingan anggota kerabat, tetangga, yatim dan miskin, hal ini digariskan dalamAl Qur’ansurat Annisa: ayat 7 yang menyatakan: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang di tetapkan.”

(3)

Kewarisan Islam sebagai bagian dari Syari’at Islam dan lebih khusus lagi sebagai bagian dari Aspek Muamalah sub hukum perdata4, tidak dapat dipisahkan dengan aspek-aspek lain dari ajaran Islam. Karena itu, penyusunan kaidah-kaidahnya harus didasarkan pada sumber yang sama seperti halnya aspek-aspek yang lain dari ajaran Islam tersebut.

Salah satu dari masalah kewarisan yang terjadi dimasyarakat adalah hibah, hibah adalah Pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup juga.5

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 171 mendefinisikan hibah sebagai berikut:

“Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki”.6

Pemberian hibah seseorang atas harta milik biasanya terhadap penyerahan, maksudnya adalah usaha penyerahan sesuatu kepada orang lain dan usaha-usaha dibatasi oleh sifat yang menjelaskan hakekat hibah itu sendiri. Kemudian kata harta hak milik berarti bahwa yang diserahkan adalah materi dari harta tersebut.Kata “di

waktu masih hidup”, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu

berlaku semasa hidup.Dan bila beralih sudah matinya yang berhak, maka disebut

4Endang Syarifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pendidikan Agama di Perguruan

Tinggi(Bandung: Pustaka Salman, 1995), hal 71

5 Eman Suparman,Intisari Hukum Waris Indonesia,(Bandung, Mandar Maju, 1995), hal 6

6

(4)

wasiat, tanpa imbalan, berarti itu semata-mata kehendak sepihak tanpa mengharapkan apa-apa.7

Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki,8Sedangkan waris adalah segala apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Tetapi melihat fenomena praktek masyarakat Indonesia dapat dilihat adanya hubungan atau keterkaitan antara hibah dan waris. Misalnya penerimaan hibah memiliki akibat sendiri dalam memperhitungkan harta warisan, hubungan antara penerimaan hibah maupun proses pembagian harta warisan sangat bervariasi. Hukum menetapkan demikian, untuk menjamin hak-hak para ahli waris dan pihak lain secara keseluruhan dan ruang lingkup kewarisan, yaitu hibah wajib diperhitungkan. Maksudnya benda-benda yang pernah diberikan si pewaris sewaktu masih hidup kepada ahli waris, keturunan garis lurus kebawah pada waktu pembagian harta warisan nanti harus diperhatikan atau dimaksudkan kembali ke dalam harta warisan oleh segenap ahli warisnya, seperti yang diuraikan dalam Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hubungan hibah dengan waris juga dinyatakan secara jelas di dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Buku II tentang Kewarisan, BAB IV tentang Hibah seperti Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan, bahwa dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.

7Amir Syarifudin,

Pelaksana Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung,1985), hal. 252.

(5)

Hukum hibah adalah seperti hadiah, keduanya disunatkan karena keduanya merupakan kebaikan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan dan setiap muslim yang mampu dianjurkan berlomba-lomba melakukannya berdasarkan firman-Nya Surat Al-Maidah ayat 2 yaitu “dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa”, juga berdasarkan Firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 177 yaitu “dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya.”9

Syarat-syarat hibah adalah adanya Al-ijab, Al-qabul,10sedangkan rukun hibah yang telah ditentukan sesuai dengan syariat yaitu jika seseorang menghibahkan itu dapat memenuhi syarat-syarat dari hibah barulah hibah tersebut sah yang selanjutnya disebut dengan Rukun yaitu Adanya pihak yang memberi, pihak yang diberi, Ijab dan Qabul dan barang yang dihibahkan.11

Pengaturan hibah dalam Kompilasi Hukum Islam memuat substansi hukum penghibahan yang terdiri dari 5 Pasal mulai dari Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 yaitu:

a) Pasal 210 berisi tentang syarat harta yang akan di hibahkan dengan orang yang menghibahkan

b) Pasal 211berisi tentang hibah orang tua ke anak

c) Pasal 212 berisi tentang pencabutan atau pembatalan hibah

d) Pasal 213 berisi tentang pemberian hibah dari pemberi hibah yangsudah mendekati ajalnya.

e) Pasal 214 berisi hibah untuk WNI yang berada di Negara Asing.

9Abu Bakar Jabir El-Jazairi,Pola Hidup Muslim, (Minhajul Muslim) Mu’amalah, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hal 154

10Ibid, hal 155,Al-Ijabadalah Jawaban pemberi hibah kepada orang yang meminta sesuatu kepadanya dan memberi dengan kerelaan dirinya sedangkanAl-Qabuladalah Penerimaan orang yang diberi hibah atas sesuatu yang dihibahkan.

(6)

Masalah-masalah tanah merupakan masalah yang sangat kompleks, antara lain yaitu masalah pemberian hak tanah seperti masalah warisan dan hibah. Salah satu pemberian tanah yaitu dengan melalui hibah.Penerapan hibah dalam kehidupan sehari-hari sudah diterapkan dan dilaksanakan pada masyarakat khususnya hibah tanah.Penghibahan digolongkan dalam perjanjian cuma-cuma dalam perkataan dengan cuma-cuma ditunjukkan adanya prestis dari satu pihak saja, sedangkan pihak lainnnya tidak usah memberikan kontra prestisnya.12

Seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb yang dalam perkaranya Penggugat adalah salah satu dari saudara para Tergugat yang dalam hal ini menggugat saudara-saudara kandungnya karena telah mengklaim objek warisan sebagai milik Tergugat I sampai Tergugat VII dengan cara memunculkan surat berupa Wasiat Tahun 2005 yang dibuat dalam bentuk surat di bawah tangan dengan ketikan kemudian dibubuhi cap jempol jari sedangkan surat wasiat tersebut tidak pernah ditunjukkan kepada Penggugat semasa hidupnya almarhum ayah mereka dan tidak pernah diberitahukan bahwa adanya wasiat yang dititipkan, Penggugat meragukan kebenaran akan Wasiat tersebut, dan Penggugat juga meragukan akan Surat Keterangan Penyerahan Hibah Tahun 2006, dan Surat Keterangan Penetapan/Pembagian atas Harta Tanah/Lahan Pertanian/Perumahan Tahun 2006, berdasarkan bukti-bukti Surat Wasiat, Hibah, Penetapan/Pembagian harta/Lahan diatas maka Penggugat merasa para Tergugat telah merampas hak yang dimiliki Penggugat sebagai ahli waris untuk mendapatkan hak

(7)

waris yang diatur secara Hukum Faraidh, karena dalam hal ini Penggugat adalah satu-satunya saudara laki-laki dari para Tergugat.

Berdasarkan Hibah yang tanpa diketahui oleh salah satu ahli waris yaitu Penggugat, yang diikuti dengan Wasiat dan serta penetapan hak dari orang tua yang telah meninggal yang akhirnya ahli waris yang menerima hibah tersebut mendapatkan bagian yang sama rata, sehingga pembagian waris secara faraidh

diabaikan dan Penggugat merasa dirugikan dalam hal ini.

Terlebih lagi hibah pada kasus tersebut hibah yang diberikan oleh orang tuanya setelah salah satu orang tua yang lain telah meninggal dunia maka hal yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris telah melanggar aturan hibah dalam Kompilasi Hukum Islam, dan hibah yang dibuat dalam akta dibawah tangan juga telah melanggar peraturan perundang-undangan dalam pendaftaran tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.

Maka darilatar belakang diatas berdasarkan Putusan yang akan dianalisis menarik untuk diteliti dan diangkat judulpenelitiantesis tentang“Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

(8)

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris apabila membuat akta hibah yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris lain?

3. Bagaimana alasan hakim dalam pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahuidan menganalisis akibat hukum hibahyang tidak dibuat secara otentik tanpa persetujuan ahli waris lain.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab Notaris apabila membuat akta hibah yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris lain

3. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan hakim dalam pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Agama Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

(9)

penelitian mengenai “Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb).”

2. Manfaat Praktis

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagiseluruh masyarakat yang beragama Islam terutama bagipara pihak yang memiliki permasalahan waris untuk membagi harta secara adil kepada anak-anaknya, ataupun yang mempunyai anak angkat dan ingin membagi anak angkatnya sebagian hartanya khususnya dengan cara hibah tetapi dengan melakukan hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam Kompilasi Hukum Islam, sehingga penelitian ini dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan juga bagi para pihak yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan Waris Islam dan untuk mengetahui perkembangan pandangan dalam penyelesaian setiap masalah waris seperti hibah di Pengadilan Agama Kabupaten Langkat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara maka penelitian dengan judul “Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb),“ belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah: 1. Tesis atas namaIra Ewita, Nim: 127011145dengan judul Pelaksanaan hibah

(10)

Permasalahannya yaitu:

a. Bagaimana pengaturan mengenai Hibah baik dari hukum Perdata dan hukum Positif lainnya di Indonesia?

b. Bagaimana akibat hukum jika Hibah merugikan para legetemaris?

c. Bagaimana pelaksanaan pemberian Hibah kepada anak dibawah umur dan akibat hukumnya bila anak tersebut dewasa?

2. Tesis atas nama Endah Mayana, Nim 107011084 dengan judul Analisis yuridis terhadap pelaksanaan pembagian harta warisan yang dikuasai oleh satu ahli waris (Studi Kasus Putusan Mahkamah AgungNomor 2134K/Pdt/ 1989, dengan rumusan masalah yaitu:

a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sebahagian ahli waris menahan harta warisan?

b. Bagaimana tindakan hukum yang dilakukan ahli waris yang ditahan haknya oleh ahli waris yang lain?

c. Bagaimana analisis Putusan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan Kasus Nomor 2134K/PdT/1989?

Dari beberapa judul yang telah dilakukan maka dari sisi ilmiah hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena permasalahan dan daerah yang dijadikan tempat penelitian juga berbeda.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(11)

memberikan Kontribusi Parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.13Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14

Teori merupakan suatu abstaraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakanpenjelasanrasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data Empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.15

Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang teori sebagai berikut:16

a. Braithwaite mengemukakan bahwa Teori adalah Sekumpulan Hipotesis yang membentuk suatu sistem Deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa Hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa Hipotesis, semua Hipotesis lain secara logika mengikutinya.

b. Fred. N. Kerlinger menguraikan Teori adalah Sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara Sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapaVariable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. c. S. Nasution mengemukakan Teori adalahSusunan fakta-fakta yang saling

berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah Teori Keadilan dan didukung oleh Teori Kemaslahatan.

13

H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal 21

14

J.J.J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,(Jakarta : FE UI, 1996), hal. 203.

(12)

Teori Keadilan dapat dibangun dan dapat memadai untuk menjawab persoalan apabila dibentuk dengan pendekatan kesepakatan bersama dimana prinsip-prinsip keadilan yang dipilih dipegang dan disepakati bersama dengan rasional, yang disebut Rawls dengan Justice as Fairness17.Teori keadilan dalam hukum Islam menurut M.Quraish Shihab adalah persamaan dalam hak, keseimbangan, perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya (menempatkan sesuatu pada tempatnya), memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi.18 Sedangkan menurut Ibnu Qudamah, ahli Fiqih bermazhab Hambali, mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah S.W.T. jika keadilan telah dicapai maka itu merupakan dalil yang kuat dalam Islam selama belum ada dalil lain yang menentangnya.19

Dalam pandangan filsafat tujuan akhir hukum adalah Keadilan. Kaitanya dengan hukum Islam, keadilan yang harus dicapai mesti mengacu pada pokok agama yaitu Al-Our’an dan Hadis. Artinya tujuan keadilan melalui jalur hukum harus berawal dari dua segi yaitu Al-Qur’andan Hadis disatu segi harus mampu menyatu dengan pedoman prinsip keadilan secara umum menurut pandangan manusia dilain segi. Tugas awal yang kemudian adalah upaya formulasiAl-Qur’andanHadiskhusus yang berkaitan dengan hukum agar manpu tampil sebagai prinsip keadilan umum. Perpaduan dua segi ini diharapkan menjadi produk standar panduan mencari keadilan lewat jalur hukum. Pada akhirnya pedoman tersebut mampu tampil menjadi standar

17John Rawls,

A Theory Of justice(Cambridge : Harvard University Press 1971) hal 11-12 18 M. Quraish Syihab,Wawasan Alqur’an, (Jakarta: Mizan, 2005), hal 357

(13)

hukum universal yang mampu tampil dimanapun dan kapanpun sesuai dengan fitrah diturunkanya Islam ke muka bumi20. Keadilan adalah hasil hubungan antara harapan dengan kenyataan. Dari aspek tata bahasa kata Adildari bahasa Arab Adalah yang mengandung arti tengah-tengah. Dari pengertian inilah kata Adil adalah Orang yang sanggup berdiri di tengah tanpa harus berpihak kepada salah satu pihak. Orang yang demikian adalah orang yang selalu menyadari setiap persoalan yang dihadapinya, sehingga setiap keputusan yang diambilnya akan menjadi benar pula.21 Keadilan haruslah memperhatikan hak-hak pribadi atau golongan dengan memberikan hak itu kepada yang berhak sedang lawan dari keadilan adalah kezaliman yaitu keadaan dimana tidak menempatkan hak pada mestinya.22 Dalam hubungan dengan hak yang menyangkut materi khususnya yang menyangkut dengan kewarisan kata Adil tersebut dapat diartikan Keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan

Teori keadilan ini digunakan untuk meneliti keadilan dalam pemberian hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya sesuai Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb, mengenai hibah kepada ahli waris tanpa persetujuan ahli waris lain, karena sesuai perkaranya ada pihak yang merasa pembagian waris menurut hukumfaraidhnya diabaikan. Karena asas keadilan dalam pembagian harta warisan dalam Hukum Islam secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan 20Abdul Ghofur Ansari, Filsafat Hukum Kewarisan Islam,(Yogyakarta : UII Press, 2005), hal 153

21

Nurcholis Madjid,Islam Kemanusiaan dan Kemoderenan, Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan,(Jakarta Yayasan Wakaf, Cetakan Ke 2 ,1992 ) Hal 512-513

(14)

gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam. Artinya sebagaimana laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama kuatnya untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas disebut dalam Al-Qur’an dalam surah An-Nisa ayat 7 yang menyamakan kededukan laki-laki dan perempuan dalam hak mendapatkan warisan. Pada surah An-Nisa ayat 11-12, Surah An-Nisa secara rinci diterangkan kesamaan kekuatan hak menerima warisan antara anak laki-laki, dan anak perempuan, ayah dan ibu Surah An-Nisa (ayat 11), suami dan istri Surah An-Nisa (ayat12) saudara laki-laki dan perempuan, Surah An-Nisa (ayat 12dan 176). Ditinjau dari segi jumlah bagian saat menerima hak, memang terdapat ketidaksamaan.Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil, karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan.Defenisi Adil dapat diartikan sebagai berikut:23

a. Adil dalam arti sama artinya tidak membedakan antara yang satu dengan yang lain, sebagai contoh Hakim di Pengadilan harus memandang sama, menempatkan tempat yang sama antara penggugat dan tergugat, maksudnya Penggugat dan tergugat memiliki hak yang sama. Sesuai dengan Firman Allah Surat An-Nisa ayat 58: “Apabila kamu memutuskan perkara diantara manusia, maka hendaklah kamu memutuskannya dengan Adil,” Ayat ini memberikan petunjuk Hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa dalam posisi yang sama. b. Adil artinya Seimbang dalam arti Proporsional, arti keadilan ini biasanya

(15)

(dua) bahagian anak perempuan karena tanggung jawab anak laki-laki lebih berat, anak laki-laki bakal jadi ayah, suami tentu saja kewajiban mengeluarkan harta lebih banyak dibanding anak perempuan yang bakal menjadi isteri atau ibu yang selalu mendapatkan haknya dari calon suami atau anak-anaknya.

c. Adil dalam arti Hak-Hak Individu artinya Setiap orang memiliki haknya masing-masing dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

d. Keadilan Allah yang tidak mampu akal manusia untuk memahaminya yaitu Keadilan Allah yang pada hakikatnya merupakan rahmat dan kebaikan.

Keadilan dalam warisan tidak berarti membagi sama rata harta warisan semua ahli waris, tetapi berpihak kepada kebenaran sebagaimana yang telah digariskan Allah dalam Al-Quran. Jika laki-laki memperoleh lebih banyak dari perempuan ini terkait dengan tanggung jawab laki-laki yang lebih besar daripada perempuan untuk membiayai rumah tangganya, jika menyimpang dari apa yang telah digariskan dalam Alquran berarti pembagiannya telah dilakukan secra tidak adil.24

Sebelum menilai sesuatu itu adil atau tidak, maka harus memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus yang akan dinilai, dalam hal ini Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb, mengenai hibah kepada ahli waris tanpa persetujuan ahli waris lain oleh karenanya Teori Keadilan digunakan dalam menganalisis Putusan diatas dengan tetap memperhatikan hal yang penting

(16)

dalam masalah harta warisan bahwa warisan itu harus memperlihatkan adanya tiga unsuressensilia(mutlak) yaitu:25

a. Seorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan. b. Seseorang atau beberapa orang penerima warisan yang berhak menerima

kekayaan yang ditinggalkan itu.

c. Harta warisan atau harta peninggalan yaitu kekayaan (in concreto) yang ditinggalkan dan sekali beralih pada ahli waris tersebut.

Teori Kemaslahatan dikenal dalam konteks sistim Hukum Islam, digunakan sebagai Teori Penerapan atau aplikasi (Aplied Theory) dalam penelitian ini yang memiliki pandangan bahwa dalam mewujudkan sesuatu lebih baik dilihat dari sejauh mana aturan itu dapat memberikan manfaat yang terbanyak diantara banyak orang artinya disamping memberikan manfaat kepada banyak orang tetapi manfaat itu tidak bertentangan pula dengan ketentuan Perundang-undangan baik dalam konteks Hukum Nasional maupun dalam konteks Hukum Islam.

Teori Kemaslahatan secara sederhana menurut Husain Hamid Hasan, maslahat (Al-mashlahah) diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat atau menuntut sesuatu ilmu itu mengandung suatu kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu merupakan penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan batin.26 Al-Ghazali memformulasikan Teori Kemaslahatan dalam pandangannya, mengambil manfaat dan menolak kemudaratan untuk memelihara

25

Surojo Wingodjodipuro,Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat,(Bandung: Alumni,1973), hal191

(17)

tujuan-tujuan syara’.27

Kemaslahatan, menurut Al-Ghazali tersebut di atas harus sejalan dan seiring dengan tujuan Syara’ atau ajaran (Hukum Islam), meskipun bertentangan dengan tujuan-tujuan lain manusia.Atas dasar ini, yang menjadi tolok ukur dari maslahat itu adalah Tujuan dan Kehendak Syara’ bukan didasarkan pada kehendak hawa nafsu manusia.

Tujuan Syara’ dalam menetapkan hukum itu pada prinsipnya mengacu pada aspek perwujudan kemaslahatan dalam kehidupan manusia.Muatan maslahat itu mencakup kemaslahatan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup di akhirat.Atas dasar ini, kemaslahatan bukan hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu ialah Sesuatu yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuan Syara’.28Teori ini digunakan untuk mengetahui bahwa penyelesaian dalam Putusan dalam kasus diatas harus benar-benar membawa kemaslahatan bagi para pihak

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan Teori Observasi, antara abstrak dengan kenyataan.Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.29

27

Abu Hamid Al-Ghazali,Al-Mustashfa fi ‘Ilm Al-Ushul, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1983), hal. 286.

28Ibid

(18)

Disini terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari Kerangka Teoretis (Tinjauan Pustaka), yang seringkali masih bersifat abstrak.sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian30sebagai berikut :

a. Pewarisan adalah Perbuatan meneruskan harta kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan kepada para warisnya, jadi ketika pewaris masih hidup, pewarisan berarti Penerusan atau penunjukan setelah pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta warisan.31 b. Pewaris adalah orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya

kepada ahli waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan kepada ahli waris.32

c. Waris adalah Menunjukkan orang yang mendapat harta warisan yang terdiri dari ahli waris yaitu mereka yang berhak menerima warisan dan bukan ahli waris tetapi kewarisan juga dari harta warisan. Jadi waris yang ahli waris ialah Orang yang berhak mewarisi sedangkan yang bukan ahli waris adalah orang yang kewarisan.33

d. Hibah adalah Memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada sebabnya.34

30Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298 31Ibid

32

Ibid

33

Ibid

(19)

e. Harta Warisan adalah Benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang menjadi hak ahli waris, dan harta itu adalah sisa setelah diambil untuk berbagai kepentingan yaitu perawatan jenazah, hutang-hutang dan penuaian wasiat.35

f. Pengadilan Agama adalah Kekuasaan Negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan Hukum dan Keadilan.36

G. Metode Penelitian.

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya “Jalan Menuju”bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.37

Maka penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.38

Untuk mendapatkan kebenaran yang objektif diperlukan cara bekerja ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

35 Fatchurrahman,Ilmu Waris, (Bandung : Al-Ma’arif, 1981), hal 36 36

Jaih Mubarok, Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal.3

(20)

1. Sifat Penelitian Dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif Analisis, yaitu Penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran ataulukisan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki,39 sedangkan analisis dalam penelitian ini dengan jenis penelitian Yuridis

Normatif menjelaskan secara cermat dengan menggunakan Data Skunder, dengan

penelitian Yuridis Normatifdipergunakan untuk mempelajari Peraturan Perundang-Undangan”40 yang berkaitan dengan hibah, sehingga dapat diketahui apakah landasan legalitas yang telah memadai untuk menggambarkan tentang pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memberikan Putusan dalam Peradilan, yang didukung dengan data skunder yaitu berupa kasus hibah tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya dengan keluarnya suatu Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stabat.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya. Pengumpulan data dalam penelitian ini mempergunakan data Sekunder yang diperoleh dengan carastudi kepustakaan (library research)

(21)

Studi kepustakaan merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca bahan-bahan hukum yang ada relevansinya dengan topik pembahasan atau masalah yang akan diteliti, baik bahan Primer maupun bahan

Sekunder.

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu Data Sekunder. Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya Data sudah dalam bentuk jadi,41atau Data Kepustaan yang dikenal dengan bahan hukum dalam yang terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu:

1) Bahan HukumPrimermerupakan Bahan hukum yang bersifat Autoritatifartinya mempunyai Otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari Undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan Perundang-Undangan dan Putusan-Putusan Hakim.42Yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, Alqur’an dan Hadis, serta Putusan Pengadilan Agama Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb.

2) Bahan HukumSekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas Putusan Pengadilan.43

3) Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan Hukum

Primer dan bahan Hukum Sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya, misalnya: Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

41

I Made Wirartha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis,(Yogyakarta: Andi, 2006), hal. 34.

(22)

3. Alat Pengumpulan Data

Ada beberapa alat pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan hukum waris, hibah dan keluarga yang didukung dengan bahan hukum lainnya. b. Pedoman Wawancara, yaitu penulis melakukan tanya jawab secara langsung

dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan informan yaitu 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Agama Stabat, 2 (dua) orang Notaris.

4. Analisa Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisis secara

Kualitatif,44 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuanmaupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti sehingga Metode Kualitatif yang digunakan diharapkan mampu memberikan suatu penjelasan secara terperinci tentang fenomena yang sulit disampaikan denagn Metode

Kuantitatif.45Karena penelitian iniNormatif, setelah diperoleh dataSkunderdilakukan interpretasi dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah, dianalisa dengan menggunakan Metode Kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif untuk menjawab permasalahan yang diteliti dalam pembahasan Hibah Kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain (Studi Putusan PA Stabat Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb) dan tujuan penelitian diharapkan akan memberi solusi atas semua permasalahan dalam penelitian.

44

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 10.

45Strauss Anselm, Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Prosedur, Teknik dan

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir

non-heme pada diet vegetarian yang lebih rendah dibanding zat besi heme yang bersumber dari pangan hewani, asupan zat besi yang direkomendasikan untuk vegetarian adalah 1,8

Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan representasi matematis mahasiswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Hubungan antara penilaian terhadap bawahan dalam mempengaruhi prestasi kerja staff akuntan publik juga ditelti oleh beberapa peneliti seperti (Barker, Monks, & Buckley,

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan

[r]

z Cluster 3: Di masing-masing RT terpilih, didaftar populasi keluarga, dan dipilih secara random 2 keluarga. z Cluster 4: Di masing-masing keluarga terpilih, kemudian didaftar

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan oleh guru kemudian meningkat menjadi 5 (100%) aktivitas tindakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw