• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu jenis tanaman buah berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis, kemudian menyebar luas ke daratan Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada awalnya sirsak merupakan tanaman liar dan setelah di budidayakan umumnya merupakan tanamn pekarangan. Tanaman sirsak akan tumbuh dengan sangat baik pada keadaan iklim bersuhu 22-280C, dengan kelembapan relative 60-80% dan curah hujan berkisar antara 1500-2500 mm per tahun (Ersi, 2011).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman sirsak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Putri, 2012).

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales Famili : Annonaceae Genus : Annona

(2)

2.1.2 Nama daerah

Tanaman sirsak memiliki nama daerah seperti nangka Sabrang, nangka landa (Jawa); nangka walanda, sirsak (Sunda); nangka buris (Madura); srikaya jawa (Bali); deureuyan belanda (Aceh); durio ulondro (Nias); durian batawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung); langelo walanda (Ternate); naka (Flores); ai ata malai (Timor) (Trubus, 2015).

2.1.3 Morfologi

Sirsak merupakan tanaman dengan tinggi pohon sekitar 5-6 meter. Batang coklat berkayu, bulat, bercabang. Mempunyai daun berbentuk telur atau lanset, ujung runcing, tepi rata, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang tangkai 5 mm, hijau kekuningan. Bunga terletak pada batang atau ranting, daun kelopak kecil, kuning keputih-putihan, benang sari banyak berambut. Buahnya bukanlah buah sejati, yang dinamakan ”buah” sebenarnya adalah kumpulan buah-buah (buah-buah agregat) dengan biji tunggal yang saling berhimpitan dan kehilangan batas antar buah. Daging buah sirsak berwarna putih dan berbiji hitam. Akar pohon sirsak berwarna coklat muda, bulat dengan perakaran tunggang. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut (Meiyanto, dkk., 2006).

2.1.4 Kandungan kimia

Senyawa bioaktif seperti tanin, flavonoid, polifenol, Annonaceuous acetogenius, dan saponin banyak terdapat pada daun sirsak. Senyawa-senyawa

(3)

annonacins A, trans-isoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin (Matsushige, dkk., 2012). Senyawa yang terdapat dalam daun sirsak merupakan senyawa yang tidak tahan panas dan pada suhu >60OC dapat mengalami perubahan struktur (Haijun, dkk., 2010).

Studi pustaka menunjukkan bahwa daun Anonna muricata (sirsak) memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan A. squamosa dan A. reticulata. (Baskar, dkk., 2007). Daun sirsak juga memiliki efek pada jaringan

pankreas dengan cara meningkatkan lipid peroksidase dan secara tak langsung meningkatkan produksi antioksidan endogen (Adewole, dkk., 2006). Telah ditemukan beberapa acetogenin yang bersifat sitotoksik dari biji sirsak (Liaw dan Chang, 2002).

2.1.5 Manfaat

Dewasa saat ini banyak penelitian pengembangan tentang daun sirsak, daun sirsak memiliki banyak manfaat dan telah diaplikasikan sebagai obat tradisional, suplemen herbal, dan olahan pangan seperti jellydrink dan teh. Manfaat yang dapat diambil dari daun sirsak yaitu memiliki efek sedatif, antispasmodic, hipotensif, antioksidan, dan antitumor (Ahalya dan Priyabandhavi, 2013). Selain itu daun sirsak dimanfaatkan sebagai obat batuk, mengatasi luka borok, bisul, kejang, jerawat, kutu rambut dan hepatoprotektor (Padma, dkk., 1999).

2.2 Kulit

(4)

tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh sinar matahari, bahwa sinar ultraviolet pada kulit menyebabkan penebalan lapisan tanduk (Rostamailis, 2005).

2.2.1 Anatomi kulit

Menurut Prianto (2014), secara mikroskopik kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutis.

2.2.1.1Lapisan epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan terluar kulit. Sel-sel kulit di bagian teratas epidermis umumnya lebih gepeng dan kandungan airnya semakin ke atas semakin kecil, yang pada akhirnya menyebabkan vitalitas sel kulit tersebut menjadi sangat rendah kemudian mati. Inilah yang sering kita lihat sebagai pengelupasan kulit mati. Normalnya, proses pembentukan hingga pengelupasan kulit ini berlangsung kira-kira sepanjang 28 hari. Selain sel-sel keratinosit, kita temui pula sel langerhans yang berfungsi dalam pembentukan sel melanosit yang berperan dalam memproduksi pigmen yang memberi warna dari kulit pada lapisan epidermis ini. Keaktifan dari sel melanosit inilah yang menentukan perbedaan warna kulit dari individu yang berbeda ras dan didapatkan secara bawaan dari riwayat genetik keluarga. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan dari sel melanosit ini adalah paparan sinar matahari (Prianto, 2014).

2.2.1.2Lapisan dermis

(5)

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak (Tranggono dan Latifah, 2007).

a. Kolagen merupakan komponen serat utama dari kulit yang memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Bauman dan Saghari, 2009). Kolagen merupakan protein fibrous, 70-80% dari berat dermis kering, dan merupakan komponen terpenting dari dermis. Kolagen disintesa dalam bentuk prekursor yaitu prokolagen. Kolagen dihancurkan oleh metal proteinase, sintesisnya dirangsang oleh asam retinoat dan dihambat oleh radiasi ultraviolet (Jain, 2012).

b. Elastin merupakan komponen yang membentuk serat elastis, sehingga bagian dermis dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan dapat kembali kebentuk awal ketika tekanan dihilangkan (Washington, dkk., 2003). Radiasi UV pada dermis akan menyebabkan terjadinya dermal elastosis, yaitu serabut elastin kulit menjadi kasar, menebal dan kaku (Jain, 2012).

2.2.1.3Lapisan sub-kutis

(6)

2.2.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).

2. Fungsi Absorpsi

Kemampuan permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar (Djuanda, 2007). 3. Fungsi Pengindra (Sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil meissner yang terletak di papil dermis menerima ransang rabaan, demikian pula badan Merkel-renvier yang terletak di epidermis (Wasitaatmadja, 1997). 4. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Thermoregulasi)

(7)

5. Pengeluaran (Ekskresi)

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia dan sedikit lemak. Sebum yang diproduksi melindungi kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering (Mitsui, 1997).

6. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)

Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom. Pajanan sinar matahari dapat mempengaruhi produksi melanin (Djuanda, 2007).

7. Fungsi Keratinisasi

Keratinisasi dimulai dari dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai dipermukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk ini akan secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak dibawahnya (Wasitaatmadja, 1997).

(8)

Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melalui makanan (Prianto, 2012).

2.3 Sinar Matahari dan Bahayanya Terhadap Kulit

Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi merupakan cahaya nampak, infra merah dan ultraviolet (UV). Paparan sinar matahari pada kulit dapat menyebabkan timbulnya pembentukan spesies oksigen reaktif (SOR) seperti anion superoksida, molekul oksigen singlet dan radikal hidroksil. Menurut Cockell dan Knowland (1999), radiasi ultraviolet dapat merusak struktur DNA, molekul seluler, protein esensial, asam amino dan membran lipida sehingga meningkatnya produksi radikal bebas pada kulit.

Lipida dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga menimbulkan lipid peroksida yang diinduksi oleh cahaya ultraviolet dan bisa mempercepat penyakit degeneratif pada kulit. Lipida peroksida ini mampu menghasilkan reaksi radikal bebas berantai dan selanjutnya menimbulkan kerusakan pada membran selular kulit. Kerusakan kulit akibat degeneratif kulit seperti flek hitam, pengerutan dan penyakit kanker kulit merupakan permasalahan kesehatan kulit yang dominan karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia, seperti eritema, pigmentasi, fotosensitivitas dan penuaan dini (Svobodova, dkk., 2003).

(9)

sebelumnya; UV-B (290 - 320nm) yang mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar dan UV-C (200 - 290nm) yang tertahan pada lapisan atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi paling tinggi diantara ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Taufikkurohmah, 2005; Windono, dkk., 1997).

Setiap tahun sekitar satu juta orang didiagnosa dengan kanker kulit dan sekitar 10.000 meninggal dari bahaya melanoma. Kebanyakan kanker kulit terjadi pada area badan yang paling sering terpapar sinar matahari seperti pada wajah, leher, kepala dan bagian belakang tangan (SAX, 2000).

UV-B merupakan sinar ultraviolet yang efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena radiasi UV-B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UV-B ke epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang (Gilchrest dan Krutmann, 2004). Aktivitas spektrum terhadap respon biologi terlihat pada Gambar 2.1.

(10)

Gambar 2.1. Aktivitas spektrum terhadap respon biologi (www.temis.nl). Efek akut sinar UV terhadap kulit meliputi Sunburn yang merupakan reaksi inflamasi pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul setelah paparan yang berlebihan dari sinar UV (Rigel, dkk., 2004). Efek lainnya yaitu terjadinya pigmentasi kulit berupa reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Stimulus utama bagi pembentukan melanin adalah radiasi ultraviolet. Melanin melindungi inti sel pada epidermis terhadap pengaruh buruk radiasi UV. Warna kecoklatan karena kulit terkena sinar matahari merupakan suatu mekanisme perlindungan yang alami (Brown dan Burns, 2005).

2.4 Tabir Surya

Tabir surya adalah suatu bahan yang formulanya mengandung senyawa kimia aktif yang dapat menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar surya yang mengenai kulit, sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (Wasitaatmadja, 1977).

(11)

waktu yang lama adalah terjadinya perubahan pada bentuk kulit yang disebut dengan dermatoheliosis, yaitu kulit menjadi barwarna pucat kekuningan, keriput, disertai dengan timbulnya bercak-bercak hitam yang tidak merata pada permukaan kulit yang terkena paparan sinar tersebut (Wilkinson, dkk., 1982).

Berbagai cara dapat dilakukan untuk melindungi manusia dari sinar ultraviolet (UV). Namun perlindungan tersebut kadang-kadang tidak memadai karena alat pelindung masih dapat ditembus sinar tersebut. Selain itu, sinar UV dapat dipantulkan oleh berbagai benda di permukaan bumi, sehingga kemungkinan besar pantulannya akan mencapai tubuh kita. Pengaruh sinar UV pada wajah akan merusak sel-sel kulit sehingga akan menimbulkan kerutan, warna dan tekstur kulit yang tidak sama, kulit rusak dan rentan terhadap penyakit, sehingga sangat dibutuhkan kosmetika yang dapat menyaring sinar matahari (sunscreen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sunblock) untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut (De Fretes, dkk., 2011). Ada 2 macam tabir surya, yaitu:

1. Tabir surya kimia; misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat dan antranilat, yang dapat mengabsorpsi energi radiasi. Tabir surya kimia mengabsorpsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang dapat menyebabkan sunburn (eritema dan kerut) namun hampir tidak dapat menghalangi

UV-A penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinic skin damage, dan timbulnya kanker kulit.

2. Tabir surya fisik; misalnya titanium dioksida, Mg Silikat, seng oksida, red petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik dapat menahan UV-A maupun UV-B (Wasitaatmadja, 1997).

(12)

Gambar 2.2 Mekanisme kerja sunscreen (www.futurederm.com).

2.5 SPF (Sun Protection Factor)

Efektivitas tabir surya dinyatakan dalam SPF (Sun Protection Factor) yang merupakan rasio energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh tabir surya, Dibagi dengan

jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit tanpa perlindungan. Minimal Erythema Dose (MED) didefenisikan sebagai dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya eritema (Elmarzugi, dkk., 2013).

(13)

Mansur, dkk (1986) mengembangkan suatu persamaan matematis untuk mengukur nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer. Persamaannya adalah sebagai berikut:

SPFspectrophotometric = CF x �������� (λ)�� (λ)���� (λ)

Keterangan :

CF = Faktor Koreksi (10) EE = Spektrum Efek Erytemal

I = Spektrum Intensitas dari Matahari Abs = Absorban dari sampel

Nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilainya dari panjang gelombang 290-320 nm dan setiap selisis 5 nm telah ditentukan oleh Sayre, dkk. (1979).

Nilai SPF berkisar antara antara 0-100, Pathack dalam Wasitaatmadja (1997) membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :

1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat dan antranilat. 2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat dan benzofenon. 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA.

4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.

5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non PABA, dan Fisik.

(14)

pasien harus mengaplikasikan 1 ons sunscreen untuk menutupi seluruh permukaan kulit yang terpapar matahari sekitar 30 menit sebelum terpapar. Sunscreen harus diaplikasikan kembali setiap 2 jam sekali dalam jumlah yang

sama dengan penggunaan pertama kali, atau setiap selesai berenang atau mengeluarkan keringat. Sebaiknya menggunakan sunscreen yang tahan air apabila akan berenang atau berkeringat dan untuk anak-anak dibawah 6 bulan penggunaan sunscreen terlebih dahulu ditanyakan pada dokter. Penggunaan sunscreen setiap 2 jam sekali atau lebih sering 5 kali lebih kecil menyebabkan Sunburn dibandingkan penggunaan sunscreen setiap 2,5 jam atau lebih (Rigel., dkk., 2004).

Penggunaan tabir surya secara teratur dapat mencegah perkembangan keratosis, karsinoma sel skuamosa, melanoma dan fotoaging karena paparan UV. Manfaat ini hanya dapat terwujud dengan penggunaan tabir surya secara memadai, selain menghindari paparan sinar matahari langsung. Namun kebanyakan penggunaan tabir surya sering tidak cukup, sehingga mengurangi efektivitas tabir surya. SPF yang diberikan oleh tabir surya tergantung kepada ketebalan. Jumlah tabir surya yang tidak cukup untuk daerah yang terpapar sinar matahari merupakan faktor yang dapat mengurangi efektivitas tabir surya. Ketebalan penggunaan tabir surya yang disepakati secara internasional adalah 2 mg/cm2 (Reiche dan Sinclair, 2015).

2.6 Avobenson

Avobenson atau dikenal dengan nama lain yaitu Butil Metoksidibenzoillmetan disetujui untuk digunakan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2011, merupakan serbuk putih yang larut dalam

(15)

maksimum 358) (Rieger, 2000). Rumus bangun avobenson dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Rumus bangun Avobenson (www.sigmaaldrich.com).

2.7 Oktil Metoksisinamat

Oktil metoksisinamat adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UV dan mengubahnya menjadi energi panas. Oktil metoksisinamat termasuk senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UV B. Saat terekspos ke cahaya, oktil metoksisinamat berubah menjadi bentuk yang memiliki kemampuan absorbsi yang lebih rendah (dari bentuk trans- menjadi bentuk cis-) sehingga menurunkan efektivitasnya (Barel, dkk., 2009). Rumus bangun oktil metoksisinamat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar

Gambar 2.3.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Permohonan visum berasal dari pihak Kepolisian dimana jenazah yang akan dimintakan visum berada di Instalasi Forensik RSUP

[r]

[r]

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 156 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN TIM FASILITASI PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP).. Susunan

In order to illumi- nate themes of governance, power, accountability and calculation, this research considers questions that have not been answered in prior literature: who were

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Masyarakat sekitar hutan lindung memiliki persepsi bemacam-macam dalam pembentukan kawasan KPHL hal ini dapat dilihat pada tabel 10, 91% masyarakat sekitar KPHL Batutegi setuju