SKRIPSI
Disusun Oleh: Meisya Jasmine Aulia
201410104087
PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan pada Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta
Disusun Oleh: Meisya Jasmine Aulia
201410104087
PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri.” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya Allah suka kepada hambaNya yang berkarya dan terampil (profesional atau ahli). Barangsiapa bersusah payah mencari nafkah untuk
keluarganya maka dia serupa dengan mujahid di jalan Allah Azza wajalla.” (HR. Ahmad)
“If A equals success, then the formula is: A = X +Y+Z, X is work. Y is play. Z is keep your mouth shut.”
(Albert Einstein)
“Sukses adalah relatif. Sukses bagiku, bukan berarti sukses bagimu. Sukses bagiku adalah dapat membuat semua orang merasakan ‘keberadaanku’di dunia
ini.” (Meisya Jasmine)
Susanti, SE), terima kasih untuk segala kasih sayang, doa, dan dukungan baik materi maupun rohani sehingga kakak dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains terapan pada Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2. Adik-adik tersayang, Mahisa Rizqii Ardli dan Alm. Maulana Syah Reza yang
selalu membuatku semangat untuk menyelesaikan studi ini.
3. Sahabat-sahabat kost yang selalu membantuku sepanjang perjuangan hidupku di Jogja: Eka Fitri Hasbaeni, BQ. Asri Ayu Anjani, Aprilia Ayu Aryani, SE., Adhe Nusiana Ikhsani, Raisa Rahmatika, Iin Rizkiyah, Erma Taufiqoh, dan Trisna Risani Karya. Serta sepupuku yang selalu menemani saat di Jogja, Ibni Nurwahyu Saputri, S.S. Terima kasih telah membantu dan menyayangiku selama ini.
4. Teman-teman seperjuanganku di Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV, yakni Lusi Yunita Sari, Lianita Laksmi Handayani, dan kelompok D2 yakni: Nuraeni, Mery Harty, Nopi Astini, Yuliana, Rosalina Septi P., Rr. Nindya Mayangsari, Rina, Susar Farasty, Auliya Nisa, Sariyanti, Oktiva Megawati, Wike Puji Astuti, dan Winda Erma S.
iman dan Islam. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat dan para tabiin yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya.
Berkat rahmat serta pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan IMD dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Puskemas Mlati II Sleman Yogyakarta Tahun 2015”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan pada Prodi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Warsiti, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat., selaku Ketua STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Dewi Rokhanawati, S.SiT., M.PH., selaku Ketua Prodi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Dwi Prihatiningsih, S.Kep., Ns., M. Ng., selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan masukan, dukungan, dan bimbingan dalam penulisan penelitian skripsi ini.
4. Mei Muhartati, S.SiT., M.Kes., selaku penguji I ujian penelitian skripsi. 5. Dokter Cholis Noor Mustaslimah, MPH., selaku Kepala UPT Puskesmas
Mlati II Kabupaten Sleman Yogyakarta atas izin yang telah diberikan untuk mengadakan penelitian.
6. Kedua orang tua yang tak hentinya memberikan doa, dukungan, dan motivasi. 7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikanskripsi ini di waktu depan.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Yogyakarta, Juli 2015
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
INTISARI ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
F. Keaslian Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Tinjauan Teoritis ... 12
1.Pemberian ASI Eksklusif ... 12
a. Dasar pemberian ASI Menurut Agama Islam ... 13
b. Manfaat ASI ... 14
c. Komposisi Gizi dalam ASI ... 19
d. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan ASI Eksklusif ... 26
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif ... 27
2.Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ... 31
a. Pentingnya Kontak Kulit Segera Setelah Lahir... 33
b. Penatalaksanaan IMD ... 35
c. Pelaksanaan IMD yang dianjurkan ... 38
d. Perilaku Bayi Saat dilakukan IMD ... 39
e. Kontra Indikasi IMD ... 40
B. Kerangka Teori ... 45
C. Kerangka Konsep ... 47
D. Hipotesis ... 48
BAB III METODE PENELITIAN ... 49
A. Desain Penelitian ... 49
G. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 57
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 63
I. Prosedur Penelitian ... 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Hasil Penelitian ... 69
B. Pembahasan ... 76
C. Keterbatasan Penelitian ... 85
BAB V PENUTUP ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
Gambar 2 Kerangka Konsep ... 47
Tabel 4 Karakteristik Responden ... 70
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif ... 73
Tabel 6 Distribusi Frekuensi IMD ... 74
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Studi Pendahuluan Lampiran 5 Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 6 Surat Rekomendasi Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 7 Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 8 Surat Rekomendasi Penelitian Lampiran 9 Surat Keterangan Studi Pendahuluan
Lampiran 10 Surat Keterangan Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 12 Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 13 Informed Consent
Lampiran 14 Kuesioner Penelitian Lampiran 15 Kunci jawaban
Lampiran 16 Tabel Hasil Uji Statistik Validitas dan Reliabilitas Kuesioner IMD Lampiran 17 Tabel Hasil Uji Statistik Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Pemberian ASI eksklusif
Lampiran 18 Master Tabel Kuesioner Penelitian
Lampiran 19 Tabel Hasil Uji Statistik Univariat, Bivariat, Hipotesis, dan Koefisien Korelasi dengan SPSS
Lampiran 20 Lembar Bimbingan Skripsi
INTISARI
Latar Belakang: Tahun 2014 angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih 25.16/1,000 kelahiran hidup. AKB dapat dicegah bila status gizi bayi ditingkatkan dengan pemberian ASI eksklusif. Faktor yang mendorong keberhasilan ASI eksklusif salah satunya adalah inisiasi menyusu dini (IMD). Presentase IMD di Indonesia tahun 2013 masih sangat rendah yakni sebesar 34,5%, sehingga angka cakupan ASI eksklusif di Indonesia hanya 48,6%.
Tujuan: Mengetahui adanya hubungan IMD dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta tahun 2015.
Metode: Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Uji hipotesis menggunakan Chi Square dan pengujian keeratan hubungan menggunakan koefisien kontingensi. Populasi sebesar 186, jumlah sampel 30 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling.
Hasil: Sebanyak 23 responden (76,7%) melakukan IMD dan 24 responden (80%) memberikan ASI eksklusif. Nilai p 0,005 dan nilai koefisien korelasi 0,456.
Simpulan: Ada hubungan antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Mlati II dengan tingkat keeratan yang sedang.
Saran: Bidan di Puskesmas Mlati II diharapkan dapat mempertahankan pelaksanaan IMD dan menggencarkan promosi pemberian ASI eksklusif kepada ibu menyusui dan masyarakat.
Kata Kunci : IMD, ASI eksklusif
Kepustakaan : 4 Ayat Al Quran, 20 Buku (2006-2010), 20 Jurnal dan Penelitian (2006-2014), 7 Internet (2014-2015)
Jumlah Halaman : i-xiv, 88 Halaman, 2 Gambar, 7 Tabel
1
Judul Skripsi
2
ABSTRACT
Background: In 2014 infant mortality rate (IMR) in Indonesia is still 25.16/1,000 live births. IMR can be prevented if the the nutritional status of infants is enhanced with exclusive breastfeeding. One of factors that drive the success of exclusive breastfeeding is early initiation of breastfeeding (EIB). EIB percentage in Indonesia in 2013 is still very low at 34.5%, so the coverage number of exclusive breastfeeding in Indonesia is only 48.6%.
Objective: To know the relationship between EIB and exclusive breastfeeding in infants aged 6-12 months at PHC Mlati II Sleman Yogyakarta in 2015.
Method: Analytic descriptive research with cross sectional approach. Using Chi Square test hypotheses and testing the relationship using contingency coefficient. Total population 186, the number of samples is 30 with accidental sampling technique using.
Result: Respondents who did EIB are 23 (76.7%) and that exclusive breastfeeding are24 (80%). P value of 0.005 and a correlation coefficient of 0.456.
Conclusion:There is a relationship between EIB with exclusive breastfeeding in infants aged 6-12 months in PHC Mlati II with the moderate level of the relationship.
Suggestion: Midwives are expected to sustain the implementation of EIB and intensify promotion of exclusive breastfeeding to mothers and society.
Keyword : Early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding Bibliography : 4 Quranic verses, 16 books (2006-2010), 20 journals and
researches (2006-2014), 7 websites (2014-2015) Pages : i-xiv, 88 pages, 2 pictures, 7 tables
1 Research Title
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat adalah
dengan menilai Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunkan AKB merupakan
salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam mencapai MDGs (Melinium
Development Goals) yang akan berakhir dan kembali dievaluasi pada tahun
2015. Menurut The World Factbook tahun 2014, dari jumlah total 224 negara,
Afghanistan merupakan negara yang memiliki AKB tertinggi yakni sebesar
117.23/1,000 kelahiran hidup. Monaco merupakan negara yang memiliki
jumlah AKB terendah yakni sebesar 1.81/1,000 kelahiran hidup, sedangkan
Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-71 dengan jumlah AKB sebesar
25.16/1,000 kelahiran hidup (CIA, 2014).
Waktu pertama kali mendapatkan air susu ibu (ASI) segera setelah lahir
secara bermakna meningkatkan keselamatan hidup bayi. Jika bayi mulai
disusui dalam waktu 1 jam setelah lahir, 22% bayi yang meninggal dalam 28
hari pertama sebenarnya dapat dicegah. Jika proses menyusui ini dimulai
dalam satu hari pertama, maka hanya 16% bayi yang dapat diselamatkan
(Depkes, 2013). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Ghana
terhadap 10.947 bayi lahir,menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan
untuk menyusu dalam waktu satu jam pertama dan membiarkan kontak kulit
usia 28 hari pertamanya. Penundaan dalam melakukan inisiasi menyusu dini
akan meningkatkan risiko kematian pada masa neonatus yaitu bayi usia 0-18
hari (Edmond et al., 2006).
Kategori proses bayi mulai mendapat ASI menurut Riskesdas 2013
adalah kurang dari 1 jam (inisiasi menyusu dini/IMD), antara 1 sampai 6 jam,
7 sampai 23 jam, 24 sampai 47 jam dan sama dengan atau lebih dari 47 jam.
Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa presentase proses mulai mendapat
ASI kurang dari satu jam (inisiasi menyusu dini) pada anak umur 0-23 bulan
di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 34,5%. Presentase proses mulai
mendapat ASI antara 1-6 jam sebesar 35,2%, presentase proses mulai
mendapat ASI antara 7-23 jam sebesar 3,7%, sedangkan presentase proses
mulai mendapat ASI antara 24-47 jam sebesar 13,0%, dan presentase proses
mulai mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7% (Depkes RI, 2013).
Presentase proses mulai mendapat ASI kurang dari satu jam (inisiasi
menyusu dini/IMD) tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 52,9%,
sedangkan presentase yang terendah terdapat di provinsi Papua Barat sebesar
21,7%. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki presentase IMD sebesar
38,3% (Depkes RI, 2013).Presentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia
sama rendahnya dengan presentase IMD. Tahun 2012, angka cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia hanya sebesar
48,6% saja. Presentase pemberian ASI eksklusif tertinggi dimiliki oleh Nusa
eksklusif terendah dimiliki oleh Papua Barat dengan nilai sebesar 20,57%
(Depkes RI, 2012).
DIY terdiri dari lima kabupaten yaitu Kota Yogyakarta dengan angka
cakupan ASI eksklusif sebesar 51,6%, Kabupaten Gunung Kidul sebesar
56,5%, Kabupaten Bantul sebesar 62,0%, Kabupaten Kulon Progo sebesar
70,4%, dan Kabupaten Sleman sebagai kabupaten dengan angka cakupan ASI
eksklusif tertinggi di DIY, yakni sebesar 80,6% (Dinkes DIY, 2014).
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang
merekomendasikan insiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan
kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari bayi
yang meninggal sebelum usia satu bulan. Maka diharapkan semua tenaga
kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan dapat mensosialisasikan
program tersebut (Depkes RI, 2013).
Dukungan dari pemerintah mengenai pelaksanaan IMD dan ASI
eksklusif tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang
pemberian ASI eksklusif. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun
2012 pasal 9 ayat 1, dijelaskan bahwa IMD dilakukan dalam keadaan ibu dan
bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat satu
jam.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui Peraturan Daerah
Kota Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Gubernur No: 56 tahun 2012 tentang Peningkatan Pemberian ASI di DIY dan
untuk operasionalnya di tetapkan melalui Keputusan Gubernur tentang
Pembentukan Tim Pembina Program Peningkatan Pemberian ASI di DIY,
bahwa pemerintah harus menjamin bayi mendapatkan ASI eksklusif dan
sudah disebutkan juga tentang sanksi bagi siapa saja yang menghalangi
pemberian ASI eksklusif (Dinkes DIY, 2012).
Kesadaran masyarakat mengenai IMD dan pemberian ASI eksklusif ini
pun telah tertuang dengan dibentuknya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(Aimi) dan AyahAsi yang merupakan suatu gerakan komunitas masyarakat
yang peduli dan mendukung pemberian ASI eksklusif. Gerakan ini juga
mendorong masyarakat untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi,
dengan beberapa alasan salah satunya adalah dikarenakan tidak ada satu pun
makanan yang memiliki gizi seimbang dan lebih baik diberikan kepada bayi
selain ASI eksklusif.
Pelaksanaan IMD sangat erat kaitannya dengan ASI Ekslusif, hal ini
dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Edmond (2006),
Moore, et al (2007), Nakao, et al (2008), dan Scott (2008),menunjukkan
bahwa IMD dapat menurunkan kematian bayi sebesar 22% pada 28 hari
pertama kehidupan, berpengaruh terhadap durasi menyusui, perilaku ibu dan
fungsi fisiologis bayi, memberikan peluang delapan kali lebih besar untuk
keberhasilan pemberian ASI eksklusif, dan memberikan mental positif bagi
Seruan untuk memberikan ASI juga terdapat dalam Al-Qur’an yaitu
dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa para ibu hendaknya menyusui
bayinya sampai dua tahun. ASI lebih utama dibanding dengan susu hewan
atau susu buatan. ASI dinyatakan sebagai minuman yang paling baik dan
paling mudah diterima yang memberi kesempurnaan bagi pertumbuhan
jasmani dan rohani. IMD sebagai langkah awal penentu keberhasilan
pemberian ASI eksklusif pada bayi menjadi hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan, bahkan agama pun mendukung intervensi ini.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan
sebesar 71,01% saja. Sedangkan Puskesmas Mlati II sebesar 84,71%. Peneliti
memilih lokasi penelitian di Puskesmas Mlati II dikarenakan puskesmas ini
merupakan salah satu Puskesmas PONED yang ada di Sleman. Persalinan di
Puskesmas Mlati II sepanjang tahun 2014 adalah sebanyak 310 persalinan.
Setiap persalinan normal dengan keadaan ibu yang baik dan fisik bayi baru
lahir bugar yang ditangani di Puskesmas Mlati II akan dilakukan IMD. Angka
IMD di Puskesmas Mlati II tahun 2014 merupakan yang tertinggi di
Kabupaten Sleman yakni sebesar 100%. Sedangkan angka pemberian ASI
eksklusif pada bayi selama tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas Mlati II
adalah sebanyak 731 bayi .
Walaupun dari telaah literatur yang telah dilakukan peneliti tentang
hubungan IMD dengan pemberian ASI eksklusif, namun peneliti belum
menemukan penelitian serupa yang dilakukan di Yogyakarta dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan dan hasil studi pendahuluan yang didapat, penulis memutuskan
untuk melakukan penelitian mengenai hubungan IMD dengan pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Adakah hubungan antara IMD
dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengtahui adanya hubungan IMD dengan pemberian ASI eksklusif
pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Mlati II.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya riwayat IMD pada bayi yang berkunjung untuk
dilakukan pemeriksaan di Pusksesmas Mlati II.
b. Diketahuinya status pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12
bulan di Puskesmas Mlati II.
c. Diketahuinya hubungan antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif
pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Mlati II.
d. Diketahuinya keeratan hubungan antara IMD dengan pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Mlati II.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama keilmuan tentang IMD yang berhubungan dengan
pemberian ASI ekslusif.
2. Bagi Pengguna
a. Bidan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan agar
b. Bagi Ibu Menyusui
Hasil penelitian ini diharap dapat memberikan pengetahuan bagi ibu
mengenai pentingnya pelaksanaan IMD yang akan berpengaruh baik
pada pemberian ASI secara eksklusif.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi:
1. Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi pada penelitian ini adalah IMD dan pemberian ASI
ekslusif. Berdasarkan hasil penelitian, dibandingkan dengan ibu yang
tidak melakukan kontak dini kulit ke kulit dengan bayi, keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif lebih tinggi pada ibu yang melakukan kontak
dini kulit ke kulit dengan bayi selama satu hingga lima menit, serta hasil
penelitian juga menyebutkan adanya hubungan dosis-respons antara awal
kontak dini kulit ke kulit antara ibu dengan bayi dan menyusui secara
eksklusif (Bramson et al. 2010).
2. Ruang Lingkup Responden
Responden penelitian ini adalah ibu menyusui dan bayi berusia 6-12
bulan yang datang ke Poli Umum dan KIA Puskesmas Mlati II untuk
memeriksakan diri.
3. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Juli
4. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Poli Umum dan Poli KIA Puskesmas Mlati
II Kabupaten Sleman.
F. Keaslian Penelitian
1. Mahmood, I., et al (2011) dengan judul Effect of Mother-Infant Early Skin
to Skin Contact on Breastfeeding Status: A Randomized Controlled Trial.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian ini
menggunakan Randomized Controlled Trial (RCT), dilakukan di
Department of Obstetrics of Pakisatan Institute of Medical Sciences,
Islamabad, pada November hingga Desember 2009. Sampel penelitian
sebanyak 183 pasang ibu dan bayi (92 pasang ibu dan bayi yang
dilakukan IMD dan 91 pasang ibu dan bayi yang tidak dilakukan IMD).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Perbedaan
penilitian ini dengan penelitian yang ditulis oleh peneliti adalah dari jenis
penelitian. Peneliti menggunakan desain penelitian korelasional dengan
pendekatan cross sectional.
2. Srivastava, et al (2014) dengan judul penelitian Effect of Very Early Skin
to Skin Contact on Success at Breastfeeding and Preventing Early
Hypotermia in Neonates, merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
statistik dengan uji T-test, Pearson Chi-square, dan non-parametric Mann
Whitney test dengan SPSS versi 16.0. Studi ini menyimpulkan bahwa
IMD sangat berpengaruh pada kemampuan bayi dalam menyusu,
pengaturan suhu (termoregulasi) pada masa nifas, dan berpengaruh pada
kelanjutan dari pemberian ASI eksklusif selama awal bulan pada
kehidupan bayi (Srivastava et al. 2014). Perbedaan penilitian ini dengan
penelitian yang ditulis oleh peneliti adalah dari desain penelitian. Peneliti
menggunakan desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross
sectional dan tempat penelitian serta sampel penelitian yang berbeda.
3. Bramson, et al (2010) dengan judul penelitian Effect Of Early
Skin-To-Skin Mother—Infant Contact During The First 3 Hours Following Birth
On Exclusive Breastfeeding During The Maternity Hospital
Stay.Penelitian ini merupakan penilitian dengan jenis penelitian kohort
prospektif, dilakukan di 19 rumah sakit pada Juli 2005 – Juli 2006 di San
Bernardino dan Kabupaten Riverside. Total sampel sejumlah 21.842.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya regresi logistik multivariat
bahwa niat ibu untuk memberikan ASI pada bayi (diukur sebelum
kelahiran), karakteristik sosiodemografi, variabel intrapartum, dan kontak
kulit ke kulit segera setelah lahir antara ibu dan bayi (inisiasi menyusu
dini), berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI Eksklusif selama
perawatan ibu dan bayi di rumah sakit (Bramson et al. 2010). Perbedaan
dengan pendekatan cross sectional dan tempat penelitian serta sampel
penelitian yang berbeda.
4. Svensson, et al (2013) dengan judul Effects of Mother-Infant Skin-to-Skin
Contact on Severe Latch-on Problems in Older Infants : A Randomized
Trial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan
eksperimental yang dilakukan secara acak yang dilakukan sejak tahun
1998 – 2004 di dua rumah sakit bersalin di Stockholm. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa IMD mengurangi stres pada bayi dan
menyebabkan bayi tenang dan merasa rileks (Svensson et al. 2013).
Perbedaan penilitian ini dengan penelitian yang ditulis oleh peneliti
adalah dari desain penelitian. Peneliti menggunakan desain penelitian
korelasional dengan pendekatan cross sectional dan tempat penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja, sejak bayi
dilahirkan sampai bayi usia enam bulan tanpa tambahan cairan lainnya
seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih, pisang, biskuit,
bubur susu dan bubur nasi (Perinasia, 2009).
ASI eksklusif tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi. Asi eksklusif diharapkan
dapat diberikan sampai 6 bulan. Pemberian secara benar akan dapat
mencukupi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan, tanpa makanan
pendamping. Saat usia bayi di atas 6 bulan, bayi memerlukan makanan
tambahan tetapi pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai berumur 2
tahun (Maryunani, 2012).
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein, lactose dan garam-garam organic yang di sekresi oleh kedua
belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bayi. ASI merupakan
makanan yang ideal bagi pertumbuhan neonatus, sebab sejumlah
untuk pertumbuhan dan perlindungan pertama terhadap infeksi (Nugroho,
2011).
Sedangkan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tembahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan
tim (Roesli, 2009).
Memberikan ASI secara eksklusif berarti keuntungan untuk semua,
bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih
sehat dan menarik, perusahaan, lingkungan dan masyarakat pun akan
lebih mendapat keuntungan (Roesli, 2009).
Memberi ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan
menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara
optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal dengan
komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga
mengandung nutrisi khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh
optimal (Roesli, 2009).
a. Dasar pemberian ASI Menurut Agama Islam
“Kami wasiatkan kepada manusia, supaya berbuat baik kepada ibu bapanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandungnya sampai menceraikannya dari susuan, tiga puluh bulan lamanya. Sehingga bila ia sampai dewasa dan sampai (umurnya) empat puluh tahun, ia berkata: Ya Tuhanku Taufiqkanlah aku (tunjukilah hatiku) buat mensyukuri nikmat Engkau, yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapaku dan supaya aku kerjakan amalan salih yang Engkau sukai dan perbaikilah bagiku anak-anak cucu-cucuku (keturunanku) sungguh aku bertaubat kepada-Mu dan aku termasuk orang orang islam.”
Surat Al Ahqof ayat 15 yang telah dijabarkan di atas
menerangkan bahwasannya Allah telah memerintahkan setiap ibu
untuk menyusui anak-anaknya dan kemudian menyapihnya ketika
anak tersebut berusia dua tahun. Hal ini berkaitan dengan manfaat ASI
yang tidak dapat tergantikan oleh makanan lain, serta memiliki banyak
manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita.
b. Manfaat ASI
Menurut Suaradi dan Roesli (2008) ASI mempunyai banyak
manfaat yaitu:
1) Bagi Bayi
a) ASI sebagai nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan
pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Melalui
cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia
enam bulan. Setelah usia enam bulan, bayi harus mulai
diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai
usia dua tahun atau lebih.
b) Makanan “terlengkap” untuk bayi, terdiri dari proporsi yang
seimbang dan cukup mengandung zat gizi yang diperlukan
untuk enam bulan pertama.
c) Mengandung antibodi (terutama kolostrum) yang melindungi
terhadap penyakit terutama diare dan gangguan pernapasan.
d) Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang
diberikan ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan.
e) Meningkatkan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu
akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa
aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar
detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam
kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan
menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk
kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yg baik.
f) Selalu siap tersedia dan dalam suhu yang sesuai.
h) Melindungi terhadap alergi karena tidak mengandung zat yang
dapat menimbulkan alergi.
i) Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam
enam bulan pertama (87% ASI adalah air).
j) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan
otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
k) Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,
kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
2) Bagi Ibu
a) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan apabila bayi
disusukan segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan
terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan
berkurang. Pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar
oksitosin yang berguna juga untuk kontraksi atau penutupan
pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat
berhenti.
b) Menjarangkan Kehamilan
Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan
cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum
haid, 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan dan 90% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12
c) Menempelkan segera bayi pada payudara membantu
pengluaran plasenta karena hisapan bayi merangsang
kontraksi rahim, karena itu menurunkan resiko perdarahan
pasca persalinan.
d) Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit), membantu
meningkatkan produksi ASI dan proses laktasi.
e) Hisapan puting yang segera dan sering membantu mencegah
payudara bengkak.
f) Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu karena
ASI tersedia kapan dan dimana saja. ASI selalu bersih sehat
dan tersedia dalam suhu yang cocok.
g) Pemberian ASI ekonomis/murah.
h) Menurunkan resiko kanker payudara.
i) Aspek Psikologis
Memberi kepuasan bagi ibu, keuntungan menyusui bukan
hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan
merasa bangga dan diperlukan rasa sayang yang dibutuhkan
oleh semua manusia.
3) Manfaat ASI Eksklusif Bagi Keluarga
a) Aspek Ekonomi
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya
lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang
mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya
berobat.
b) Aspek Psikologis
Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih
jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat
mendapatkan hubungan kasih bayi dalam keluarga.
c) Aspek Kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan di mana saja
dan kapan saja. Karena tidak perlu repot menyiapkan air
masak, botol dan dot yang harus dibersihkan. Tidak perlu
meminta pertolongan orang lain.
4) Bagi Negara
a) Penghematan devisa untuk pembelian susu formula,
perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu.
b) Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah, mencret
dan sakit saluran nafas.
c) Penghematan obat-obatan tenaga dan sarana kesehatan.
d) Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan
berkualitas untuk membangun negara. Karena anak yang
c. Komposisi Gizi dalam ASI
Komponen nutrisi dari ASI berasal dari tiga sumber. Beberapa
nutrisi didapatkan dari proses laktogenesis, beberapa berasal dari
asupan makanan yang dikonsumsi oleh ibu, dan beberapa lagi berasal
dari tubuh ibu sendiri. Secara keseluruhan, kualitas nutrisi ASI yang
tinggi selalu dijaga oleh tubuh ibu sendiri, namun ibu menyusui perlu
memperhatikan asupan makanan yang harus dikonsumsi untuk
menunjang kandungan vitamin dan asam lemak yang terdapat di
dalam ASI (Ballard & Morrow 2013).
ASI memiliki tiga macam jenis, yakni kolostrum, ASI
peralihan, dan ASI matur. Ketiga jenis tersebut memiliki kandungan
nutrisi yang berbeda – beda. Untuk jenis kolostrum, jenis ASI ini
diproduksi dalam jumlah yang sedikit pada beberapa hari pertama
postpartum. Kolostrum sangat kaya akan zat imunologi yang meliputi
IgA, laktoferin, leukosit, serta faktor perkembangan seperti faktor
pertumbuhan epidermal (Castellote et al. 2011).
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu
(laktosa). ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang
bulan mengandung tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa
dibanding ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi cukup
bulan. Pada saat penyapihan kadar lemak dan protein meningkat
protein, laktosa dan nutrien yang larut dalam air sama pada setiap kali
periode menyusui, tetapi kadar lemak meningkat (Herdarto &
Pringgadini, 2008).
ASI mengandung komponen mikronutrien, makronutrien, dan
zat protektif.
1) Makronutrien
a) Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam ASI dan
berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar
laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat
dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam susu sapi atau
susu formula. Angka kejadian diare karena laktosa sangat
jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini
dikarenakan penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding
laktosa susu sapi maupun laktosa susu formula (Walker,
2006).
b) Protein
Kandungan protein dalam ASI cukup tinggi. Protein yang
terdapat pada ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan
casein. Di dalam ASI senderi lebih banyak terdapat protein
whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi. Sedangkan
banyak terdapat pada susu sapi. ASI mempunyai jenis asam
amino yang lebih lengkap dibandingkan susu sapi. Salah
satunya adalah taurin, dimana asam amino jenis ini banyak
ditemukan di ASI yang mempunyai peran pada perkembangan
otak. Selain itu ASI juga kaya akan nukleutida dimana
nukleutida ini berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik
yang ada di dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi
dan meningkatkan daya tahan tubuh (Walker, 2006).
c) Lemak
Kadar lemak ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu
sapi atau susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat
selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6 banyak
ditemukan dalam ASI yang berperan dalam perkembangan
otak. DHA dan ARA hanya terdapat dalam ASI yang berperan
dalam perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI juga
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang,
yang baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah
d) Karnitin
Karnitin dalam ASI sangat tiggi dan memiliki fungsi
membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk
mempertahankan metabolisme tubuh (Hendarto &
Pringgadini, 2008).
e) Mikronutrien
(1)Vitamin K
Vitamin K yang terkandung dalam ASI sangat sedikit
jumlahnya, sehingga diperlukan injeksi vitamin K untuk
mencegah perdarahan otak pada bayi. Vitamin K
berfungsi sebagai faktor pembekuan darah (Walker,
2006).
(2)Vitamin D
ASI hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga
dengan pemberian ASI eksklusif dan ditambah dengan
membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari pagi akan
mencegah bayi menderita penyakit tulang karena
kekurangan vitamin D (Walker, 2006).
(3)Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI adalah kandungan vitamin
Enya cukup tinggi terutama pada kolostrum dan ASI
ketahanan dinding sel darah merah Hendarto &
Pringgadini, 2008).
(4)Vitamin A
ASI mengandung vitamin A dan betakaroten yang cukup
tinggi. Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A
juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel,
kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Inilah yang
menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI
mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang
baik (Hendarto & Pringgadini, 2008).
(5)Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin larut air terdapat dalam ASI.
Seperti vitamin B, vitamin C dan asam folat. Kadar
vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi vitamin
B6 dan B12 serta asam folat rendah terutama pada ibu
yang kurang gizi. Sehingga perlu tambahan vitamin ini
pada ibu yang menyusui (Walker, 2006).
(6)Mineral
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan
lebih mudah diserap dibandingkan mineral yang terdapat
dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat dalam susu
jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf, dan
pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium pada ASI
lebih rendah daripada susu sapi tetapi penyerapannya
lebih besar. Bayi yang mendapat ASI eksklusif berisiko
sangat kecil untuk kekurangan zat besi, walaupun kadar
zat besi dalam ASI rendah. Hal ini dikarenakan Zat besi
yang terdapat dalam ASI lebih mudah diserap daripada
yang terdapat dalam susu sapi. Mineral yang cukup tinggi
terdapat dalam ASI dibandingkan susu sapi dan susu
formula adalah selenium, yang sangat berfungsi pada saat
pertumbuhan anak cepat (Hendarto & Pringgadini, 2008).
(7)Zat Protektif
(a) Laktobasilus Bifidus
Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktosa
menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini
menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti
bakteri E. Coli yang sering menyebabkan diare pada
bayi, shigela, dan jamur (Perinasia, 2009).
(b)Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat
kuman tertentu, yaitu Staphylococcus dan E. Coli serta
jamur jenis kandida (Perinasia, 2009).
(c) Lisozim
Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding
bakteri (bakteriosidal) dan antiinflamatori, bekerja
bersama peroksida dan askorat untuk menyerang E.
Coli dan sebagian keluarga salmonela (Perinasia,
2009).
(d)Komplemen C3 dan C4
Kedua komplemen ini mempunyai daya opsonik,
anafilaktoksik, dan kemostatik yang akan bekerja bila
diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga terdapat dalam
ASI. Kandungan kedua komplemen ini hanya sedikit
di dalam ASI (Perinasia, 2009).
(e) Faktor antistreptokokus
Faktor antistreptokokus adalah faktor yang
menghambat perkembangan bakteri streptokokus pada
bayi (Perinasia, 2009).
(f) Antibodi
Imunoglobulin yang terdapat di dalam ASI adalah
berupa secretory IgA (SigA), IgE, IgM, dan IgG.
dengan cara penyaluran antibodi dengan bantuan
jaringan limfosit yang dihasilkan oleh ibu ketika
mengalami infeksi (Perinasia, 2009).
(g)Imunitas seluler
Sel – sel yang terdapat di dalam ASI berupa makrofag
(sebanyak 90%) yang berfungsi membunuh dan
memfagositosis mikroorganisme, membentuk C3 dan
C4, lisozim dan laktoferin. Sisanya (10%) terdiri dari
limfosit B dan T. Angka kolostrum kira – kira
5000/ml, setara dengan angka leukosit darah tepi,
tetapi komposisinya berbeda dengan darah tepi, karena
hampir semuanya berupa polimorfonuklear (Perinasia,
2009).
d. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan ASI Eksklusif
Berikut ini adalah sepuluh langkah yang harus diterapkan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka mensukseskan pemberian
ASI Eksklusif (WHO, 2010) :
1) Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang
penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan
melarang promosi PASI
2) Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf
3) Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan
langkah keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila
ibu penderita infeksi HIV positif
4) Melakukan kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 – 1 jam
setelah lahir)
5) Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi
peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)
6) Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman prelakteal sejak bayi
lahir
7) Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi
8) Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi
9) Tidak memberikan dot/ kempeng
10)Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan
kesehatan.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberian ASI
Eksklusif
1) Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang terdapat dalam diri
individu itu sendiri, meliputi :
a) Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin
pula pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pendidikan ibu yang
rendah meningkatkan risiko pada ibu untuk tidak memberikan
ASI eksklusif (Mardeyanti, 2007).
b) Pengetahuan
Green dalam Notoatmodjo (2010), mengungkapkan bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada prilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut
hasil penelitian yang ada, pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif. Semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat ASI
eksklusif, maka seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif
pada anaknya, begitu juga sebaliknya (Elinofia, 2012).
c) Psikologis
Stres, khawatir, ketidakbahagiaan ibu pada periode menyusui
sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI
eksklusif. Peran keluarga dalam meningkatkan kepercayaan
diri ibu sangat besar (IDAI, 2008).
d) Fisik Ibu
Faktor fisik ibu seperti sakit, lelah, ibu yang menggunakan pil
kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung
hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol,
mengurangi produksi ASI sehingga mempengaruhi
keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi
(IDAI, 2008).
e) Kondisi Bayi
Beberapa kondisi bayi bisa mempersulit tindakan menyusui,
tetapi bukan tidak mungkin untuk mencobanya (dengan
dukungan medis yang benar). Termasuk diantaranya adalah
kelainan-kelainan seperti tidak tahan terhadap laktosa atau
fenilketonuria (PKU), di mana susu manusia maupun susu sapi
tidak bisa dicerna. Sumbing bibir dan atau langit-langit, dan
kelainan bentuk mulut lainnya yang mengganggu penghisapan.
Meskipun keberhasilan menyusu sebagian tergantung dari
jenis cacatnya, tetapi dengan bantuan khusus, tindakan
menyusui masih bisa dimungkinkan (Murkoff, 2006).
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor – faktor yang diperngaruhi oleh
lingkungan, maupun dari luar individu itu sendiri, meliputi :
a) Peranan Suami
Suami adalah orang terdekat ibu yang banyak berperan selama
kehamilan, persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk
apapun, dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu yang
berdampak terhadap produksi ASI (Roesli, 2009).
b) Riwayat Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)
Pada penelitian Chandrasekhar et al di wilayah perkotaan
Nepal menunjukkan bahwa counselling selama ANC oleh
tenaga kesehatan merupakan faktor yang berperan penting
terhadap pemberian ASI (Chandrasekhar et al., 2007).
c) Tempat Persalinan
Tempat persalinan dapat berpengaruh terhadap pemberian
makanan prelakteal dikarenakan masih terdapat kebijakan atau
tata laksana rumah sakit atau tempat bersalin yang kurang
mendukung keberhasilan menysusui seperti bayi baru lahir
tidak segera disusui, memberikan makanan prelakteal, dan
tidak dilakukannya rawat gabung (Raharjo, 2006).
d) Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Ruang Bersalin
Penelitian menunjukkan bahwa IMD meningkatkan angka
pemberian ASI eksklusif secara signifikan, sama seperti hasil
penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa
penelitian telah menyatakan pengaruh jangka panjang dari
IMD terhadap pemberian ASI eksklusif dan lama
pemberiannya. Angka pemberian ASI (secara eksklusif dan
bayi yang diberikan perlakuan IMD (85,3%), dibandingkan
dengan bayi yang tidak dilakukan IMD (65,7%) (Mahmood et
al. 2011).
e) Penolong Persalinan
Penolong persalinan merupakan kunci utama keberhasilan
pemberian menyusu dini dan pencegahan terhadap pemberian
prelakteal ataupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan pada waktu
bayi baru lahir, peran penolong sangat dominan. Kunci
pelaksanaan sepuluh langkah menyusui adalah dengan adanya
komitmen penolong persalinan untuk melaksanakan IMD dan
tidak memberikan makanan apa pun selain ASI kepada bayi
baru lahir termasuk pemberian susu formula dan makanan
ataupun minuman sebagai prelakteal (Raharjo, 2006).
2. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu
dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli,
2008). Keberhasilan menyusui bergantung pada inisiasi menyusu dini
(IMD). Dua jam setelah melahirkan disebut ‘masa sensitif’, adalah waktu
yang optimal untuk dilakukan IMD pada bayi baru lahir. Hal ini dapat
memperlihatkan kemampuan reflek bayi seperti reflek rooting, reflek
IMD dilakukan dengan cara menciptakan kontak kulit ke kulit (skin
to skin contact) antara ibu dengan bayi (bayi diletakan di antara kedua
payudara ibu), segera setelah bayi lahir (bayi dikeringkan dan tali pusat
telah dipotong kemudian diikat) dan bayi dalam keadaan telanjang
(hanya dipakaikan topi), kemudian bayi dan ibu bersama – sama
diselimuti untuk mencegah pengeluaran panas pada tubuh bayi. Selama
dilakukan IMD ini, bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibu tanpa
diarahkan oleh bidan atau petugas kesehatan lainnya. Pada proses
pencarian ini, bayi mulai menggunakan kemampuannya dalam mencari
puting, menghisap, dan menelan (Roesli, 2008) (Mahmood et al. 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mahmood et al. 2011) ini
menunjukkan bahwa IMD meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif
secara signifikan, sama seperti hasil penelitian serupa yang telah
dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian telah menyatakan pengaruh
jangka panjang dari IMD terhadap pemberian ASI eksklusif dan lama
pemberiannya. Angka pemberian ASI (secara eksklusif dan hampir
eksklusif) meningkat secara signifikan pada kelompok bayi yang
diberikan perlakuan IMD (85,3%), dibandingkan dengan bayi yang tidak
dilakukan IMD (65,7%) (Mahmood et al. 2011).
Penelitian lainnya dengan judul ‘Effect of Very Early Skin to Skin
Contact on Success at Breastfeeding and Preventing Early Hypotermia in
bahwa IMD berkontibusi pada kemampuan menyusui yang lebih baik
karena hasil IBFAT (Infant Breastfeeding Assessment Tool) pada
kelompok studi secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan
kelompok kontrol (mean 9,55 vs 6,77; P <0,0001). Dinyatakan pula
bahwa pada kunjungan ulang hari ke-4 atau ke-5 usia kelahiran, jumlah
bayi pada kelompok studi sangat sedikit yang kehilangan berat badan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Bayi pada kelompok kontrol
memiliki angka kesakitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok studi (P = 0,006) (Srivastava et al. 2014).
Penelitian ini juga menunjukkan sebuah perbedaan yang signifikan
dalam skor IBFAT antara kelompok studi dan kelompok kontrol,
menunjukkan bahwa neonatus yang dilakukan IMD lebih baik dalam
menyusu. Studi ini menyimpulkan bahwa IMD sangat berpengaruh pada
kemampuan bayi dalam menyusu, pengaturan suhu (termoregulasi) pada
masa nifas, dan berpengaruh pada kelanjutan dari pemberian ASI
eksklusif selama awal bulan pada kehidupan bayi (Srivastava et al.
2014).
a. Pentingnya Kontak Kulit Segera Setelah Lahir
Berikut ini adalah alasan mengapa kontak kulit segera setelah
lahir antara ibu dan bayi sangat penting (Roesli, 2008):
1) Dada bayi dapat menghangatkan bayi sehingga menurunkan angka
secara dini memberikan efek yang sangat signifikan terhadap
termoregulasi bayi baru lahir—bayi yang dilakukan kontak kulit
secara dini mengalami peningkata suhu axila yang lebih baik pada
2 jam pertama setelah lahir dibandingkan dengan bayi yang tidak
dilakukan kontak kulit secara dini (Srivastava et al. 2014)
2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga bayi jarang menangis
ketika berada di atas dada ibu dan energi bayi pun dapat tersimpan
dikarenaka menangis akan membuat energi bayi terbuang.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberikan kesempatan
untuk IMD atau skin to skin contact lebih dari satu jam (dihitung
segera setelah bayi lahir), memiliki kadar kortisol yang lebih
rendah dalam air liurnya dibandingkan bayi yang di IMD kurang
dari satu jam. Hal ini menunjukkan bahwa IMD mengurangi stres
pada bayi dan menyebabkan bayi tenang dan merasa rileks
(Svensson et al. 2013)
3) Bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dengan cara
menjilatnya saat bayi tersebut berada di atas dada ibunya. Bakteri
‘baik’ ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan
usus bayi, menyaingi bakteri ‘jahat’ dari lingkungan
4) Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu – bayi akan lebih baik
karena pada 1 – 2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah
5) Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini lebih berhasil
menyusui ASI eksklusif dan akan lebih lama disusui
6) Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting
susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin
7) Bayi yang diberi kesempatan untuk inisiasi menyusu dini lebih
dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi
kesempatan.
8) Mempererat hubungan batin antara ibu-bayi-ayah, ketika bayi
sedang berada di atas dada ibunya, sang ayah dapat mengazankan
bayinya.
b. Penatalaksanaan IMD
1) Tatalaksana IMD Secara Umum (Roesli, 2008)
a) Ibu didampingi oleh suami atau keluarga
b) Penggunaan obat kimiawi untuk penghilang rasa sakit
sebaiknya dikurangi atau bahkan tidak digunakan. Pijatan,
aromaterapi, gerakan, atau hypnobirthing lebih dianjurkan
untuk menghilangkan rasa sakit/nyeri saat persalinan
c) Ibu dibebaskan untuk menentukan posisi ternyaman untuk
d) Seluruh tubuh dan kepala bayi dikeringkan, kecuali kedua
tangannya, serta tidak membuang lemak putih (vernix) pada
kulit bayi
e) Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu, posisi kontak
kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah
menyusu awal selesai. Selimuti ibu dan bayi, serta gunakan
topi untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh bayi
f) Bayi dibiarkan untuk mencari sendiri puting, ibu boleh
mengarahkan bayi dengan sentuhan lebut namun tidak untuk
mengarahkan
g) Ayah didukung agar membantu ibu dalam mengenali tanda
dan perilaku bayi dalam menyusu
h) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit dengan ibu
setidaknya selam satu jam walaupun bayi telah berhasil
menyusu pertama sebelum satu jam. Jika bayi belum mampu
menemukan puting tetap biarkan bayi melakukan kontak kulit
dengan ibunya sampai berhasil menyusu pertama
i) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada
ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi
Caesar. Skin-to-skin contact yang dilakukan segera setelah
lahir antara ibu dan bayi merupakan suatu metode yang
dalam menyusui bayinya, sehingga tingkat ibu akan berhasil
dalam memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya
(Aghdas et al, 2014)
j) Bayi dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan antropometri
setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Pemberian
vitamin K atau tetes mata dapat ditunda
k) Bayi dan ibu dirawat secara bersama (rawat gabung), selama
24 jam ibu dan bayi tidk boleh dipisahkan dan bayi harus
selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian cairan sebelum ASI
keluar harus dihindarkan
2) Penatalaksanaan IMD pada Operasi Caesar
Berikut ini adalah penatalaksanaan IMD pada persalinan Caesar
(Roesli, 2008) :
a) Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif
b) Jika memungkinkan, diusahakan suhu ruangan 20o – 25o C.
Selimut dan topi harus disiapkan untuk menjaga kehangatan
tubuh bayi
c) Penatalaksanaan selanjutnya sama dengan penatalaksanaan
secara umum
d) Jika IMD belum terjadi di kamar bersalin atau kamar operasi,
atau bayi harus dipindahkan sebelum satu jam, maka bayi
perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dapat dilanjutkan di
kamar perawatan ibu atau kamar pulih.
c. Pelaksanaan IMD yang dianjurkan
Selama ini banyak petugas kesehatan yang kurang tepat dalam
penerapan IMD pada bayi baru lahir. Selama ini petugas kesehatan
seringkali melakukan IMD yang kurang tepat yakni, segera setelah
lahir bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering, bayi
segera dikeringkan dengan kain kering, tali pusat dipoton lalu diikat,
kemudian bayi dibungkus dengan bedong agar bayi tidak kedinginan.
Kemudian petugas kesehatan membiarkan bayi di dada ibu (bonding)
untuk beberapa menit (10-15 menit) atau sampai tenaga kesehatan
selesai menjahit perineum. Selanjutnya diangkat dan disusukan pada
ibu dengan cara memasukan puting ibu ke mulut bayi, setelah itu bayi
dibawa ke kamar transisi, atau kamar pemulihan untuk ditimbang,
diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K dan
diberi tetes mata (Roesli, 2008).
Seharusnya petugas kesehatan mengubah SOP yang kurang
tersebut menjadi yang lebih tepat lagi, agar bayi bisa mendapatkan
manfaat dari IMD serta terjadinya bonding attachment pada ibu dan
bayi segera setelah lahir. Prosedur IMD yang tepat tersebut adalah
begitu bayi lahir diletakkan di atas perut ibu yang sudah dialasi kain
secepatnya, kecuali kedua tangannya, vernix (zat lemak putih) yang
melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan, karena zat ini
membuat nyaman kulit bayi, tali pusat dipotong lalu diikat, tanpa
dibedong bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan
kontak kulit bayi dan kulit ibu. Jika perlu, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanyan (Roesli, 2008).
d. Perilaku Bayi Saat dilakukan IMD
Berikut ini adalah lima tahap perilaku bayi saat dilakukan IMD
sebelum ia berhasil menyusui (Roesli, 2008):
1) Dalam 30 menit pertama: Stadium istirahat/diam dalam keadaan
siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali
bayi membuka mata dengan lebar melihat ibunya. Masa tenang ini
merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandunga
ke keadaan di luar kandungan. Pada tahap ini, terjadi bonding
(hubungan kasih sayang) antara ibu dan bayi yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan
memnyusui dan mendidik bayinya.
2) Antara 30 – 40 menit: Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti
mau minum, mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di
tangannya. Bau ini sama dengan bau ASI dari payudara ibu dan
bau inilah yang akan membimbing bayi untuk menemukan
3) Mengeluarkan air liur: Saat menyadari ada makanan di sekitarnya,
bayi akan mengeluarkan air liurnya
4) Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola sebagai sasaran,
dengan kaki menekan perut ibu dan bayi akan mulai menjilat kulit
ibu, menghentakkan kepala ke dada ibu, menoleh kanan dan kiri,
serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya
dengan tangan yang mungil.
e. Kontra Indikasi IMD
Ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk
pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi
bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah
Sakit karena kondisi ini merupakan kondisi kegawatdaruratan yang
penanganan persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh
dokter-dokter yang ahli dibidangnya (Roesli, 2008):
1) Kontra Indikasi Pada Ibu
Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu
dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit
jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu
sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung
klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal
ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya
jantung bekerja di bawah pengaruh otot polos. Jadi, menyusu
dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu
hingga kerja jantung lebih keras sehingga bisa timbul gagal
jantung.
Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat.
Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-oatan
untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran
menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan
ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI
dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya.
Konsultasikan pada dokter mengenai boleh tidaknya pemberian
ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis
obat-obatan yang dikonsumsi.
Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya
penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang
aktif dan terbuka merupakan kontraindikasi mutlak. Pada sepsis
keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu.
Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan
menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu
bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap
Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah
jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian
penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel-sel
karsinoma yang terminum si bayi. Jika semasa menyusu ibu
ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan
menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikankier yang
dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel.
Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke
bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi.
Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si
ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada
dasarnya ibu memiliki rasa kasih sayang pada bayinya, namun
selalu ada kemungkinan si ibu untuk mencederai bayinya.
Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusui
mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan
dengan mengkonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian
ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid
ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi
terganggu.
Ketujuh, ibu dengan TBC. Pengidap TBC aktif tetap boleh
menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI,
harus tetap menggunakan masker, serta ibu harus menjalani
pengobatan secara tuntas.
Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis
selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir maka bayi akan
dilakukan pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi
akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya
agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya
akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil
konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut
baru bisa ditentukan boleh-tidaknya ibu memberikan ASI pada
bayinya. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak
diperbolehkan untuk memberikan ASI dikarenakan khawatir virus
hepatitis tersebut akan menular pada bayi.
2) Kontra Indikasi Pada Bayi
a) Bayi kejang
Kejang-kejang pada bayi akibat cedera peralinan atau infeksi
tidak memungkinkan bayi untuk dilakukan IMD, hal ini
disebabkan kemungkinan terjadinya aspirasi bila kejang
timbul saat bayi menyusu. Saat bayi kejang, terjadi penurunan
kesadaran yang membuat bayi tidak memungkinkan untuk
b) Bayi dengan penyakit berat
Bayi dengan penyakit berat seperti jantung atau paru-paru
atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif, tidak
memungkinkan untuk disusui oleh ibunya, namun apabila
kondisi bayi sudah membaik maka bayi dapat disusui. Selain
penyakit berat, bayi dengan kondisi seperti berat badan lahir
sangat rendah (BBLSR) juga menjadi salah satu kontra
indikasi untuk dilakukan IMD atau disusui secara langsung
pada ibunya. Hal ini disebabkan reflek menghisap yang belum
sempurna.
c) Bayi dengan cacat bawaan
Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan
kontra indikasi mutlak bagi bayi untuk disusui secara
langsung. Cacat ringan seperti labioskizis, palatoskizis,
maupun labiopalatoskizis masih memungkinkan bayi untuk
B. Kerangka Teori
Gambar 1 Kerangka Teori
Sumber: WHO (2015), Suradi & Roesli (2008), Roesli (2009), IDAI (2008), Murkoff (2006)
3. Tempat persalinan 4. Penolong persalinan
Pemberian ASI Eksklusif
Faktor Internal Faktor Eksternal
5. Inisiasi menyusu dini Mencegah kematian neonatus hingga
1. Nutrisi bayi terpenuhi 2. Kekebalan tubuh meningkat
3. Perkembangan motorik halus dan kasar bayi meningkat
4. Kecerdasan emosional bayi meningkat 5. Kematangan spiritual
6. Bayi memiliki hubungan sosial yang baik 7. ASI mudah dicerna oleh bayi
8. Kasih sayang antara bayi dan ibu meningkat
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif ditentukan oleh dua faktor, yakni
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi ASI
eksklusif adalah pendidikan, pengetahuan, psikologis, fisik ibu, dan kondisi bayi.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu peran suami, ANC, tempat
persalinan, penolong persalinan, dan inisiasi menyusu dini (IMD). Selain
mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif, IMD juga dapat mencegah
kematian neonatus hingga 22% pada 28 hari pertama kehidupan.
ASI eksklusif sangat bermanfaat, tidak hanya untuk bayi namun sangat
bermanfaat untuk ibu, keluarga, bahkan negara. Manfaat yang sangat besar untuk
bayi yakni untuk mencukupi kebutuhan nutrisi, meningkatkan kekebalan tubuh,
meningkatkan perkembangan motorik halus dan kasar, meningkatkan kecerdasan
emosional, mematangkan spiritual, selain itu bayi yang diberikan ASI eksklusif
memiliki hubungan sosial yang baik. ASI ekskulisf juga merupakan makanan
yang mudah dicerna oleh bayi dan dapat meningkatkan kasih sayang antara ibu
dan bayi. Manfaat-manfaat ASI eksklusif yang tidak dapat ditemukan pada susu
C. Kerangka Konsep
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar 2 Kerangka Konsep
Sumber: Suradi & Roesli (2008), Roesli (2009), IDAI (2008), Murkoff (2006)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Pemberian ASI Eksklusif
Faktor yang mempengaruhi (Faktor Internal & Eksternal):
8. Tempat persalinan 9. Penolong persalinan
Pendidikan, pengetahuan, psikologis, fisik ibu, kondisi bayi, peran suami, ANC, tempat
dan penolong persalinan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
IMD dan pemberian ASI eksklusif. Melalui IMD, tingkat keberhasilan pemberian ASI
D. Hipotesis
Ada Hubungan IMD dengan Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi Usia 6-12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu pengambilan data
yang bisa menggambarkan keadaan atau kegiatan dalam waktu tertentu
(Sugiyono, 2010). Hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif
kemudian dilanjutkan dengan analisis korelatif untuk menghubungkan
variabel bebas yaitu inisiasi menyusu dini (IMD) dengan variabel terikat
yakni pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Mlati II.
Pendekatan waktu yang digunakan adalah pendekatan cross sectional,
dimana data yang menyangkut variabel bebas dan terikat dikumpulkan dalam
waktu yang bersama-sama. Tiap subyek penelitian diobservasi satu kali dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat
pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta,
tepatnya di Poli Umum dan Poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Waktu
penelitian berlangsung sejak penentuan judul hingga proses penyampaian
hasil yang berlangsung sejak bulan Oktober tahun 2014 hingga bulan Juli
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Inisiasi menyusu dini (IMD)
2. Variabel Terikat
Pemberian ASI eksklusif
3. Variabel Pengganggu
a. Pendidikan
Pendidikan dikendalikan yakni dengan memilih ibu yang memiliki
pendidikan minimal SD. Karena ibu dengan pendidikan minimal SD
sudah dapat membaca dan menulis serta mudah untuk mengerti
informasi kesehatan yang dapat diakses di media masa seperti koran,
telivisi, radio, dsb.
b. Pengetahuan
Tidak dikendalikan karena pengetahuan bersifat tidak terbatas.
Responden dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, baik
media cetak maupun media elektronik.
c. Psikologis
Psikologis ibu dikendalikan yakni dengan mengambil responden yang
tidak memiliki masalah gangguan kejiwaan.
d. Fisik Ibu
Fisik ibu akan dikendalikan yakni dengan cara memilih responden