• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Pemberian Santunan Pada Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Pemberian Santunan Pada Penyandang Disabilitas Pada Kecelakaan Angkutan Laut"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Kecelakaan Angkutan Laut

Berbicara mengenai angkutan laut, erat kaitannya dengan kapal yang menjadi salah satu alat transportasi yang digemari masyarakat Indonesia. Sudah menjadi pihak penyedia kapal atau penyedia angkutan laut untuk merawat kapal,menjaga kenyaman dan keamanan kapal. Baik sebelum berlayar, sedang berlayar, ataupun sesudah berlayar.Itu dikarenakan angkutan lautlah yang memiliki resiko kecelakaan yang cukup tinggi.Baik penumpang maupun awak kapal bisa terancam nyawanya apabila kapal tersebut tidak layak jalan.

Berbicara mengenai kecelakaan erat kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau yang sering disebut dengan (K3). Prinsip K3 tersebut dibuat dengan maksud untuk memberikan jaminan ataupun perlindungan pada setiap pekerja yang melakukan pekerjaan. Prinsip K3 tersebut juga dibuat dengan berbagai macam tujuan, antara lain :25

• Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.

• Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya,

seefektif mungkin.

• Agar semua hasil produksi di pelihara keamananya.

• Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai.

25

(2)

• Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

• Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atau konsisi kerja.

• Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Sesuai dengan tujuan yang dibuatnya prisnsip keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, agar terjadi peningkatan pekerjaan ditinjau dari hasil kerjanya, serta agar membuat para pekerja merasa terlindungi pada saat melakukan pekerjaan, dan agar setiap pekerjaan yang dilakukan terhindar dari segala macam kecelakaan.

Untuk menghindari kecelakaan juga, perusahaan dalam mengawasi pekerjanya harus memperhatikan beberapa hal, agar terhindar dari segala kecelakaan :

• Harus memeriksa apakah calon pegawai ataupun pekerja dalam keadaan

sehat atau tidak. Artinya dari mulai alat indera, stamina, emosi, motivasi harus diperhatikan.

• Pemakaian peralatan kerja harus digunakan secara benar.

• Keadaan lingkungan kerja harus memungkinkan, artinya lingkungan kerja

harus terhindar dari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan kerja.

(3)

Kecelakaan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja.Maka dari itu sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kenyaman dan keselamatan pada saat berlayar. Awak kapal maupun pihak yang menyediakan angkutan laut tersebut harus memperhatikan kelayakan kapal, apakah kapal tersebut dalam keadaan layak atau tidak untuk berlayar, juga memeriksa kelengkapan dan perlengkapan dalam menunjang keselamatan pada saat berlayar apakah semua sudah memenuhi standard operasional apa belum.Sedangkan para penumpang wajib menjaga perlengkapan dan kelengkapan keselamatan didalam kapal agar tidak rusak ataupun dicuri, serta para penumpang wajib mengikuti semua peraturan yang telah dibuat oleh penyedia jasa angkutan laut, selama berlayar.

Kecelakaan dalam pelayaran harus menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang terkait dalam praktek pelayaran.Salah satu pihak yang turut bertanggung jawab dalam kecelakaan yangvterjadi pada suatu kapal adalah Nahkoda ataupunawak kapal dari kapal tersebut. Dalam KUHD disebutkan dalam pasal 341 bahwa Nahkoda adalah pemimpin kapal. Sehingga sebagai pemimpin kapal, diharapkan Nahkoda dapat memenuhi pertanggung jawabannya seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang.26

Kecelakaan yang terjadi pada saat berlayar ada berbagai macam jenis dan faktor penyebabnya. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu Jenis-Jenis Kecelakaan, yaitu :

26

(4)

1. Tenggelam

Menurut beberapa literatur secara garis besar yang disebut dengan tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia.27

Tetapi dalam pembahasan ini bukanlah tenggelam yang di terangkan diatas, melainkan tenggelam yang dialami oleh sebuah kapal ataupun angkutan laut yang kadang kala terjadi dalam sebuah pelayaran. Yang dimaksudkan dengan tenggelam disini ialah peristiwa masuknya badan kapal sebagian atau seluruhnya yang mengakibatkan sebuah kapal tidak dapat lagi berlayar atau beroperasi.Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan tenggelam ialah masuk terbenam didalam air.28

a. Faktor Cuaca

Peristiwa tenggelamnya sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

Dalam sebuah pelayaran yang dilakukan oleh sebuah kapal, cuaca sangat berpengaruh dalam kelancaran dan keamanan kegiatan pelayaran tersebut. Sering kali cuaca yang tidak mendukung menyebabkan terhambatnya ataupun mengganggu kegiatan pelayaran. Bahkan jika sebuah kapal melakukan pelayaran ditengah cuaca yang sedang buruk, akan menyebabkan kecelakaan.

27

https://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam 28

(5)

Seperti yang dialami oleh Pelayaran yang dilakukan pada tanggal 14-15 April 1912 dilautan Atlantis, sebuah kapal yangbernama Titanic tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang sangat buruk.29

Selain peristiwa yang terjadi di Samudera Atlantis, peristiwa tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oelh faktor cuaca juga terjadi di Indonesia. Yakni peristiwa yang terjadi di Denpasar pada perairan Jungut Batu, Nusa Lembongan, Klungkung Bali. Sebuah kapal yang berkapasitas 40 orang itu tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang buruk, dan memaksa gelombang tinggi untuk menghantam kapal tersebut.

Pada saat itu Titanic berlayar dalam kondisi cuaca yang sedang berkabut sehingga mengganggu pandangan dari sang Nahkoda kapal, pada saat yang bersamaan iklim pada saat itu sedang mempertemukan Labrador Current dan the Gulf Stream atau pertemuan dua air dingin dan hangat yang menyebabkan arus

yang sangat deras, serta pada saat pelayaran tersebut sedang mengalami musim dingin yang menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan es di Samudera Atlantis tersebut.

30

Masih banyak lagi kejadian-kejadian tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oleh cuaca buruk yang terjadi di Indonesia maupun di luar Indonesia. Pada intinya sebelum melakukan pelayaran seorang Nahkoda wajib memeriksa informasi kondisi cuaca maupun iklim yang terjadi pada jalur pelayaran. Informasi mengenai cuaca dan iklim dapat diterima Nahkoda kapal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Dan memang Perusahaan Angkutan Laut

29

https://bunkimliong.blogspot.co.id/2012/08/penyebab-penyebab-tenggelamnya-kapal.html

30

(6)

harus mengadakan ikatan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) demi menunjang kelancaran dan kenyamanan pada saat kegiatan pelayaran.

b. Human Error

Bagi sebuah kapal laut terutama sekali apabila sedang dalam pelayaran menyebrangi lautan, peranan dan keberadaan seorang nahkoda sebagai pejabat tertinggi yang memimpin dan bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang berada didalamnya, mempunyai arti yang sangat penting.31 Juga, setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal, termasuk perlengkapannya, serta pengoperasian kapal di Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.32

Maka dari itu Nahkoda dan/atau anak buah kapal harus memberitahukan kepada pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau bagian dari kapalnya dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal.33

Terlebih anak buah kapal harus mematuhi juga menaati nahkoda secara cepat dan cermat. Terkadang anak buah kapal mengabaikan perintah yang diberikan oleh Nahkoda kapal untuk memeriksa perlengkapan serta kelengkapan untuk menunjang kelancaran pelayaran. Serta para anak buah dari kapal tersebut sering kali mengambil jalan keluar yang tidak di kordinasikan terlebih dahulu dengan Nahkoda mengenai keadaan mesin yang rusak atau kapal yang tidak layak

31

Santosa Djohari. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta: UII Press,2004. Hal.51

32

Muhammad Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013. Hal. 104

33

(7)

untuk berlayar. Peristiwa seperti itulah yang banyak menyebabkan tenggelamnya kapal yang disebabkan oleh keadaan kapal yang kurang layak untuk melakukan pelayaran, akibat kelalaian dari anak buah kapal ataupun Nahkoda kapal.

Adapun yang menyebabkan sebuah kapal dapat tenggelam akibat sang Nahkoda kapal menghiraukan kapasitas penumpang dan barang pada kapalnya tersebut. Akibatnya kapal tidak dapat menahan kapasitas yang berada didalamnya. Seperti yang dialami oleh Kapal Mitra Abadi yang pada saat itu berada di Pelabuhan Jambrud Timur, Tanjung Perak Surabaya. Kapal yang akan berlayar dengan tujuan Donggala Sulawesi Tengah harus tenggelam sebelum berlayar akibat kelebihan muatan atau Over Capacity. Kapal tersebut memuat berbagai barang campuran makanan dan minuman, dan bahan-bahan kebutuhan lainnya yang melebihi kapasitas, yang mengakibatkan kapal tersebut tenggelam.34

c. Terbakar

Kecelakaan yang selanjutnya yaitu kebakaran yang di alami oleh sebuah kapal. Kecelakaan ini jarang terjadi pada saat pelayaran, lebih sering kecelakaan ini terjadi pada saat sebuah kapal sedang bersandar di pelabuhan. Kebakaran pada sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Korseleting listrik yang terjadi pada komponen-komponen mesin yang berguna untuk menjalankan motor kapal tersebut.

2. Sabotase yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, dengan tujuan tertentu,

34

(8)

3. Kondisi kelistrikan kapal yang tidak layak lagi untuk digunakan, yang mengakibatkan terjadinya arus pendek,

4. Tabrakan kapal yang dapat mengeluarkan bahan bakar kapal tersebut keluar,dan mungkin saja dapat mengakibatkan kebakaran kapal,

5. Lubang buang (scuppers) tidak dimatikan pada waktu bongkar/muat dan bahan nya yang mudah terbakar.

d. Tubrukan

Kejadian tubrukan kapal sering kali terjadi pada saat pelayaran, tubrukan yang terjadi oleh sebuah kapal dapat terjadi antara kapal dengan kapal dan kapal dengan benda keras yang dapat membahayakan kegiatan pelayaran.

Ada beberapa pengertian mengenai Tubrukan kapal, suatu tubrukan kapal dapat diartikan sebagai suatu bencana laut yang menjadi sumber dari kerugian-kerugian yang timbul pada salah satu pihak atau kedua belah pihak. Dan akibat-akibat hukum yang timbul dari peristiwa tubrukan kapal itu harus diatur dalam Undang-Undang. Untuk itulah bab VI, buku kedua KUHD dibuat.35

1. Apabila sebuah kapal, sebagai akibat dari caranya berlayar atau karena tidak memenuhi suatu ketentuan Undang-Undang, sehingga menimbulkan kerugian pada kapal lain, barang-barang atau orang yang ada di kapal tersebut, maka peristiwa tersebut termasuk dalam pengertian tubrukan kapal (pasal 544). Disini tidak terjadi tabrakan Pengertian yang lain mengenai tubrukan kapal juga terdapat dalam pasal 544 dan 544-a, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

35

(9)

atau singgungan antara kapal yang satu dengan lainnya, meskipun begitu peristiwa ini dimasukkan dalam pengertian tubrukan kapal. 2. Jika sebuah kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, baik yang

berupa benda tetap maupun bergerak, misalnya: pangkalan laut atau dermaga, lentera laut, rambu-rambu laut (baken) dan lain-lain, maka peristiwa tabrakan antara kapal dengan benda lain yang bukan kapal tersebut dapat disebut tabrakan kapal (pasal 544-a).36

Tubrukan yang terjadi antara kapal dengan kapal, biasanya disebabkan oleh perubahan haluan yang dilakukan oleh sebuah kapal yang mengakibatkan terambilnya jalur pelayaran kapal yang lainnya. Dan biasanya kejadian tubrukan kapal terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi yang dilakukan antar nahkoda kapal, sehingga terjadi tubrukan kapal.

Nahkoda kapal juga harus memperhatikan beberapa peraturan agar tidak terjadi tubrukan kapal, yaitu Nahkoda kapal harus memperhatikan ruang gerak dilaut yang cukup. Ruang gerak terhadap kapal yang luas sangat memungkinkan sebuah kapal merubah haluannya dengan tujuan untuk menghindari bahaya ataupun halangan yang berada didepannya. Jika ruang gerak dari kapal tersebut terbatas, sebuah kapal tidaklah mungkin untuk merubah arah haluannya, karena akan mengganggu jalur pelayaran kapal lain ataupun menabrak se.suatu benda yang dapat menimbulkan kecelakaan. Nahkoda pada sebuah kapal juga harus memperhatikan kecepatan kapalnya, nahkoda harus menjaga kecepatan kapal selama pelayaran Jika Nahkoda tidak memerhatikan kecepatan kapal tersebut

36

(10)

apalagi menambah kecepatan kapal tersebut, memungkinkan kapal tersebut akan mengalami tubrukan dengan kapal yang berada didepannya ataupun dengan kapal yang lainnya dengan jalur yang berbeda.37

Ataupun kejadian tubrukan kapal terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan oleh Nahkoda. Sang Nahkoda dengan sengaja tidak memperhatikan peraturan-peraturan dalam mengemudikan kapal. Padahal, Undang-Undang telah memberikan kekuasaan begitu besar kepada seorang Nahkoda, namun demikian Undang-Undang juga memberikan acaman pidana dan denda keperdataan serta tindakan disipliner terhadap nahkoda, apabila Nahkoda tersebut menyalahgunakan kekuasaannya. Bagi Nahkoda yang bertindak buruk terhadap kapal yang dikemudikannya dengan putusan Mahkamah Pelayaran Indonesia, wewenang dari Nahkoda tersebut untuk mengemudikan kapal dicabut selama jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun.38

e. Kandas

Sedangkan tubrukan kapal yang terjadi karena kapal menabrak benda-benda tertentu seperti pegunungan es, yang terjadi pada kapal Titanic, itu disebabkan oleh faktor cuaca yang sangat buruk.

Kapal yang mengalami kandas biasanya disebabkan oleh nahkoda kapal yang terlalu memaksakan melewati perairan dengan keadaan air yang sedang surut.

Seperti yang terjadi pada KM Titian Nusantara yang mengalami kandas di Muara Jungkat. Sang Nahkoda dari KM Titian Nusantara memkasakan kapalnya untuk

37

http://arieflaksmono.com/peraturan%20pencegahan%20tubrukan%20di%20laut.php

38

(11)

keluar dari Pelabuhan Dwikora Pontianak melewati Muara Jungkat yang keadaan air pada saat itu sedang surut. Akibatnya KM Titian Nusantara mengalami kandas.39

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Angkutan Laut

Kandasnya sebuah kapal dapat juga disebabkan oleh menabrak sebuah gundukan yang berada didasar laut. Maka dari itu peran penting seorang Nahkoda sangat berpengaruh, Nahkoda harus memperhatikan keadaan permukaan air pada saat pelayaran untuk menghindari kandas. Nahkoda harus menghindari permukaan air yang sedang surut dan juga harus memperhatikan apakah didalam permukaan air tersebut atau didasar air laut terdapat gundukan apa tidak yang dapat menyebabkan sebuah kapal kandas.

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui udara, laut, dan darat untuk mengangkut orang dan barang. Dalam perjalanannya dalam melakukan pengangkutan melalui udara, laut, dan darat sering mendapat halangan ataupun hal-hal yang menghambat pengangkutan tersebut. Salah satu hambatan ataupun halangan tersebut adalah kecelakaan.40

Kecelakaan (Accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak; terjadi sebelum, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan

39

http://www.kalamanthana.com/2016/06/09/ini-penyebab-kenapa-sering-kapal-kandas-di-muara-jungkat/

40

(12)

manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.41

The term safety is an overall term that can include both safety and health hazards.

In the personel are, however, a distinction is usually made between them.

Occupational safety refers to the condition of being safe from suffering or

causing-hurt, injury, or loss in the workplace. Safety hazards are those aspects of

the work environment that can cause burns, electrical shick, cuts, bruises, sprains,

broken bones, and the loss of limbs, eyesight, or hearing. They are often

associated with industrial equipment or the physical environment and involve job

taks that require care and training. The harm is usualy immediate and sometimes

violent. Occupational health refers to the condition of being free from physical,

mental, or emotional disease or pain caused by the work environment that, over a

period of time, can create emotional stress or physical disease.

Dalam pengangkutan apapun, keselamatan menjadi faktor penting demi menunjang kenyamanan dalam perjalanan. Keselamatan juga menjadi modal penting bagi berkembangnya usaha, terlebih dalam bidang jasa. Semua orang atau pengguna jasa angkutan pastinya sangat mementingkan keselamatan dalam memilih sebuah angkutan, karena keselamatan berhubungan erat dengan jiwa manusia.

Seperti kutipan Leon C. Megginson (1981:364) mengemukakan bahwa :

42

41

Muhammad Abdulkadir., op.cit. Hal. 225

42

(13)

Memang dalam tulisan tersebut lebih ditegaskan pada keselamatan kerja, tetapi ada sebuah tulisan tersebut yang menegskan bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Maka dalam sebuah pengangkutan keselamatan menjadi unsur yang sangat penting. Tidak menutup kemungkinan bahwa memang setiap orang ingin agar perjalanan mereka ke suatu tempat aman dan selamat, tanpa ada halangan dan hambatan.43

International Ship and Port Facility Security Code atau ISPS Code adalah

merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk Pada pembahasan sekarang ini Kecelakaan yang akan di bahas adalah mengenai kecelakaan yang terjadi pada angkutan laut. Kecelakaan yang dapat terjadi pada kegiatan pelayaran. Pelayaran itu sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan perairan, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam menjalankan pengangkutan terlebih pengangkutan laut harus memperhatikan nilai keamanan dan keselamatan. Terlebih dalam angkutan laut, pihak penyedia moda angkutan laut harus memperhatikan aspek-aspek keamanan dan keselamatan yang terdapat didalam sebuah objek angkutan laut yaitu kapal.

Ada berbagai fasilitas ataupun aspek yang menunjang keamanan dan keselamatan pada angkutan laut. Dimulai dari pelampung,skoci,dan fasilitas keamanan kapal lainnya. Tetapi sekarang sudah ada peraturan Internasional yang mengatur tentang keamanan kapal.Peraturan tersebut dinamakan International Shipand Port Facility Security Code atau yang disingkat dengan ISPS Code.

43

(14)

meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan, atau dapat dikatakan sebagai peraturan Internasional tentang keamanan kapal dana fasilitas pelabuhan, yang terdiri dari dua bagian, bagian A dan B. Bagian A terdiri berisi persyaratan wajib untuk pemerintah, kapal/perusahaan, dan fasiitas pelabuhan. Sedangkan bagian B berisi pedoman.

Adapun fasilitas ataupun kelengkapan keselamatan yang harus ada dalam sebuah kapal, sesuai dengan isi dari International Ship and Port Facility Security Code adalah :

a. Memastikan pelaksanaan terhadap seluruh tugas-tugas keamanan kapal. b. Pengawasan keluar masuk ke kapal.

c. Pengawasan terhadap naiknya orang-orang/personil-personilnya dan barang bawaannya.

d. Memantau areal terbatas untuk memastikan bahwa hanya orang-orang/personil-personil yang berwenang yang memiliki akses keluar masuk.

e. Memantau areal geladak dan areal sekeliling kapal. f. Mengawasi penanganan muatan dan perbekalan kapal.

g. Memastikan bahwa komunikasi keamanan ada dan siap digunakan.

Masih banyak lagi aspek keamanan kapal yang diatur dalam International Ship and Port Facility Security Code tersebut, untuk menunjang kelancaran serta

(15)

kapal. Akan tetapi, tidak semua kecelakaan kapal yang terjadi disebabkan oleh kesalahan teknis atau Human Error. Kecelakaan kapal dapat juga disebabkan oleh faktor alam. Dan masih ada lagi faktor yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut terlebih pada kapal.

Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Mahkamah Pelayaran dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada menteri Perhubungan, yang berfungsi untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal.44

a. Faktor Manusia

Berikut akan diuraikan faktor-faktor penyebab dari kecelakaan angkutan laut, antara lain:

Kecelakaan yang terjadi atau dialami oleh angkutan umum terlebih angkutan laut, tidak lepas dari faktor manusia. Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar yang diantaranya adalah kecerobohan didalam menjalankan kapal, kurangnya kemampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang timbul dalam operasional kapal.

Masih banyak awak kapal ataupun Nahkoda kapal yang menghiraukan aspek keselamatan pada saat pelayaran. Padahal sudah ada peraturan yang mengatur Nahkoda dan awak kapal untuk menjaga kenyaman dan keselamatan kapal yang dikemudikan. Sebelum berbicara mengenai faktor manusia yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut, perlu di jelaskan terlebih dahulu pihak-pihak ataupun petugas-petugas yang mendukung kelancaran dan keselamatan pelayaran.

44

(16)

Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:45

Selain daripada Nahkoda kapal, pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran adalah awak kapal. Awak kapal teridiri dari:

Sesuai dengan definisi dari Nahkoda itu sendiri, Nahkoda ialah pejabat yang bertanggung jawab dan memegang kekuasaan tertinggi dalam kapal. Artinya segala sesuatu baik mengenai pengoperasian, mekanisme kapal, ataupun keselamatan pada saat pelayaran, itu dipegang penuh oleh seorang nahkoda.

46

• Bagian Geladak (Deck Departement).

Awak kapal bagian geladak ini bertugas untuk navigasi (pelayaran).

• Bagian Kamar Mesin (Engineering Departement).

Kepala bagian mesin ini disebut “kepala kamar mesin” atau masinis kepala, tugasnya ialah menjalankan dan memelihara segala macam mesin, yang ada di kapal.

• Bagian Perbekalan (Catering Departement)

Bagian ini mempunyai dua seksi, yaitu: seksi masak dan seksi pelayanan. Bagian ini adalah besar, dan lebih luas lagi di kapal penumpang, dimana organisasinya menyerupai hotel.

• Urusan administrasi/keuangan.

Dalam kapal terkadang ditempatkan seorang petugas khusus yang mengurus administrasi/keuangan/muatan. Petugas ini disebut “Purser”.

45

Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 115

46

(17)

• Urusan Kesehatan.

Pada kapal penumpang terdapat pula seorang dokter dan beberapa juru rawat.

• Markonis.

Hampir disetiap kapal ditempatkan satu atau beberapa orang markonis, yang bertugas menerima dan mengirimkan telegrap atau telepon radio.

Dari semua pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran, sudah jelas bahwa masing-masing pihak sudah ada tugasnya sendiri. Dan sekali lagi para awak kapal tersebut bekerja berdasarkan perintah dari seorang Nahkoda kapal. Sering kali, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh masing-masing pihak ataupun pihak tertentu menghiraukan perintah dari seorang Nahkoda kapal, serta kecelakaan kapal dapat terjadi karena kesalahan kordinasi antara Nahkoda kapal dengan awak kapal, yang mengakibatkan tidak berjalannya satu atau beberapa sistem kapal yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

a. Faktor Teknis

(18)

dibuat, sehingga menyebabkan mesin kapal menjadi cepat panas dan mengakibatkan sebuah kapal dapat terbakar.47

b. Faktor Cuaca

Kecelakaan seringkali disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat ataupun kondisi cuaca yang sedang buruk. Banyak Nahkoda yang menghiraukan kondisi cuaca pada saat pelayaran, padahal sudah ada laporan mengenai kondisi cuaca yang terjadi pada jalur pelayaran. Faktor cuaca disini dapat berupa angin yang sangat kencang, gelombang yang sedang meninggi, hujan yang sangat lebat, ataupun kabut yang dapat menghalangi jarak pandang dari Nahkoda tersebut. Serta arus yang sangat deras yang dapat mengakibatkan terganggu nya sistem navigasi dari sang Nahkoda.

Dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan laut diatas, maka jelaslah bahwa sebelum sebuah kapal melakukan sebuah pelayaran harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapan serta perlengkapan dalam menunjang keselamatan dan kenyamanan dalam pelayaran, selanjutnya seorang Nahkoda harus bekerja sama ataupun Nahkoda harus meminta laporan cuaca dari BMKG pada jalur pelayarannya, agar terhindar dari cuaca buruk. Tetapi sebelum itu semua perusahaan penyedia transportasi laut harus menyeleksi Nahkoda dan awak kapal. Mereka harus mempunyai kompetensi dalam hal perkapalan agar sebuah kapal terhindar dari sebuah kecelakaan.

47

(19)

C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut

Pada setiap angkutan, terlebih angkutan laut sangat mementingkan aspek keselamatan dalam setiap pelayanannya. Tidak ada orang yang mau perjalanan mereka ataupun barang yang diangkut mengalami kendala tersuk kecelakaan. Sudah menjadi tanggung jawab penyedia jasa angkutan untuk menjaga kenyamanan serta keamanan dalam setiap angkutan. Sudah terdapat peraturan mengenai pelayanan dalam setiap angkutan umum, lebih khususnya angkutan laut. Mengenai Angkutan Laut sudah ada Undang-Undang yang mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan angkutan laut, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Jika berbicara mengenai kecelakaan, terdapat pihak yang dirugikan akibat kecelakaan dan pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut. Kerugian yang di timbulkan dapat kerugian materiil dan kerugian immateriil.Kerugian materiil dan immateriil biasanya ditujukan pada benda yang terangkut dalam sebuah kapal.

Yang dimaksudkan dengan kerugian materiil yaitu jika barang tampak tidak menderita kerugian atau kerusakan, tidak kurang dan tidak cacat, tetapi harga itu merosot, sehingga bagi tertanggung hal yang demikian juga merupakan kerugian juga. Tetapi yang dimaksudkan kerugian immateriil adalah sebagai kerugian dimana keadaaan barang kurang dan cacat, serta harga dari barang itu pun merosot.48

48

(20)

Sedangkan untuk kerugian yang ditimbulkan bagi manusia, kerugian materiil ialah kerugian yang sebabkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya barang atau rusaknya barang dari penumpang tersebut, sehingga menimbulkan kerugian dari segi materi. Lain hal dengan kerugian immateriil, kerugian immateriil dapat berupa trauma yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut, timbulnya luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan, serta hilangnya nyawa penumpang yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut.49

Perusahaan pengangkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama pengangkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan yang dimaksud dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan (pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008). Perusahaan pengangkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatandan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. Perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.50

49

Ibid. Hal. 274

50

Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 45

(21)

Dalam pasal 40 tertulis bahwa: “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkatnya.51

Ini berarti bahwa setiap kejadian yang bersangkutan dengan kapal, itu adalah tanggung jawab perusahaan kapal. Terlebih Nahkoda dan awak kapal. Dan juga dijelaskan pada pasal 41 tanggung jawab yang dimaksudkan jika di timbulkan akibat dari kematian dan luka-luka penumpang yang diangkut, musnah atau hilangnya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, dan kerugian pihak ketiga.52

Selain perusahaan kapal, dijelaskan pada pasal 341 KUHD ditegaskan bahwa nahkoda itu memimpin kapal. Penegasan ini membawa konsekuensi bahwa nahkoda itu harus bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya.53

Jika berujuk pada Hukum pengangkutan, bahwa terlah dijelaskan pada pasal 468 KUHD menyebutkan:54

Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang di angkut sejak saat penerima sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau

51

Pasal 40. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

52

Pasal 41. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008.

53

Djohari Santosa. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta:UII Press.2004. Hal. 51

54

(22)

dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab perbuatan-perbuatan darimereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Pada pasal 321 ayat (1) KUHD menetapkan bahwa pengusaha kapal terikatoleh segala perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, dalam kedudukan dan lingkungan kekuasaan mereka. Sedangkan pengusaha kapal bertanggungjawab untuk segala kerugian yang diterbitkan pada pihak ketiga, oleh suatu perbuatan melanggar hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya atau yang melakukan sesuatu pekerjaan dikapal guna kepentingan kapal dan muatannya, asal perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam rangka dan pada waktu mereka menjalankan tugas mereka. Jadi, kalau perbuatan yang dilakukan oleh buruh kapal itu suatu perbuatan hukum, maka pengusaha kapal itu terikat, artinya pengusaha kapal harus melaksanakan pekerjaan sebagai akibat adanya perbuatan hukum tersebut.55

Sebagai contoh seorang Nahkoda, karena Nahkoda adalah buruh utama pengusaha kapal (pasal 399 KUHD), maka segala perbuatannya menjadi tanggung jawab pengusaha kapal, asal segala perbuatannya itu dilakukan dalam jabatannyaatau dalam waktu mereka menjalankan pekerjaan itu. Kalau seorang nahkoda berbuat diluar wewenangnya, maka menurut pasal 373 KUHD nahkoda sendirilah yang bertanggung jawab.56

55

Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 87

56

(23)

Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability). Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga.57

Tanggung jawab karena kesalahan ialah jika setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab karena praduga dijelaskan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Sedangkan tanggung jawab mutlak dijelaskan juga bahwa pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.58

57

Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 43

58

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran KPU dalam penguatan demokrasi di Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan pada Pemilu 2009 dan Untuk mengetahui

Meskipun tulisan Mas Supomo tidak rapi, saya masih dapat membacanya dengan jelas. Jika tulisan Mas Supomo tidak rapi, saya tidak masih membacanya

Untuk menganalisis pengaruh penerapan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap kemampuan berpikir aljabar siswa kelas VII di MTs Salafiyah

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang dengan segala kuasa, kebesaran dan kemurahan-Nya telah melimpahkan rahmat, bimbingan, serta kemudahan dalam setiap

Observasi yakni mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan tes hasil belajar IPS dilakukan setelah proses pembelajaran

Klien yang mengalami waham menpunyai ide yang palsu dan menjadi tidak memapu konsentrasi, cenderung mudah terdistraksi dan perhatian yang miskin, kemampuan mengambil keputusan

Hasil analisis data menunjukkan: (1) bentuk dan persentase miskonsepsi yang paling banyak dimiliki oleh siswa yaitu 85% siswa tidak dapat membedakan contoh dan bukan

Adapun pengangkatan anak (adopsi) menurut ukum adat, maka dalam pengangkatan anak terdapat banyak sistem yang berlaku tergantung epada hukum adat set em pat