• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pedagang Terhadap Teritori Dalam Penggunaan Ruang Publik (Studi Kasus : Koridor Jalan Iskandar Muda, Medan) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Pedagang Terhadap Teritori Dalam Penggunaan Ruang Publik (Studi Kasus : Koridor Jalan Iskandar Muda, Medan) Chapter III V"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III.

METODOLOGI

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam Skripsi Sarjana ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pedagang terhadap teritorinya dalam penggunaan ruang publik koridor Jalan Iskandar Muda Medan. Metode yang digunakan adalah mix method di mana dilakukan pengumpulan data kuisioner dengan pertanyaan tertutup , wawancara dan observasi langsung. Alasan peneliti memilih jenis penelitian deskriptif adalah karena peneliti melihat kasus yang akan ditinjau merupakan hubungan perilaku

manusia terhadap lingkungannya, sehingga untuk memahami persepsi manusia tersebut diperlukan kebenaran data dari lapangan kemudian dianalisa dan dipaparkan secara deskriptif untuk membandingkan atau melihat kesesuaian maupun perbedaan data di lapangan dengan teori.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel-variabel penelitian yang akan dibutuhkan sebagai kepentinggan analisis nantinya, antara lain sebagai berikut:

1. Koridor Komersial

Koridor komersial pada penelitian ini merupakan data/sifat fisik ruang yang diteliti dengan observasi langsung ke lapangan. Adapun elemen-elemen pada koridor komersial yang akan diobservasi:

a. Bentuk dan Ukuran, berupa denah yang menggambarkan lebar jalur pedestrian serta lebar jalan.

b. Aksesibilitas, berupa peta jalur pedestrian, peta yang menggambarkan titik-titik zebra cross serta titik-titik-titik-titik transportasi publik.

c. Fungsi dan Aktivitas, berupa peta yang menunjukkan keragaman kegiatan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh seluruh pengguna ruang baik pejalan kaki, pedagang formal, maupun pedagang informal di koridor Jalan Iskandar Muda Medan (behavioral mapping). Aktivitas-aktivitas tersebut akan digambarkan dalam pemetaan perilaku yang menunjukkan titik-titik

(2)

Siang : pada pukul 11.00 - 13.00 WIB Malam : pada pukul 19.00 - 21.00 WIB

2. Persepi terhadap Teritori

Selain data/sifat fisik dari koridor komersial, terdapat variabel tentang persepsi terhadap teritori yang berpengaruh pada penelitian ini. Adapun tiga kategori teritori yang dibagi Altman (1975) berdasarkan kepemilikan, kesadaran, kedekatan dengan kehidup sehari-hari individu/kelompok dan frekuensi

penggunaan terhadap teritorinya, yaitu: 1. Primary territory

2. Secondary territory 3. Public territory

Untuk mendapatkan data yang lebih detail tentang persepsi terhadap teritori dari para pedagang, peneliti melakukan wawancara dalam bentuk kuisioner.

3.3. Populasi / Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010). Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh pedagang baik pedagang formal maupun pedagang informal di sepanjang koridor jalan Iskandar Muda Medan, mulai dari simpang Jalan Kapten Patimura sampai simpang Jalan Gajah Mada. Sedangkan sampel adalah sebagian dari objek atau individu yang mewakili suatu populasi. Adapun penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif (Sugiyono,2010). Cara pengambilan sampel ini adalah dengan memilih sub grup dari populasi pada masing-masing segmen jalan sehingga sampel yang dipilih memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan karakteristik populasi atau dapat merepresentasikan suatu populasi. Kategori sampel atau

(3)

1. Pedagang formal

2. Pedagang kaki lima yang menjual makanan/minuman

3. Pedagang kaki lima yang bukan berjualan makanan/minuman.

Mengingat adanya fenomena pergantian pedagang yang menggunakan area trotoar, maka pengambilan sampel khusus pedagang kaki lima juga dikategorikan berdasarkan jenjang waktu, yaitu:

1. Siang : pada pukul 11.00-13.00 WIB 2. Malam : pada pukul 19.00-21.00 WIB

Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini yang meliputi pedagang formal maupun pedagang kaki lima adalah sebesar 80 responden dengan rasio pedagang formal dan pedagang informal adalah 50 : 50 di segmen 1 dan 3 serta rasio 30 : 70 pada segmen 2.

Adapun pembagian responden pada masing-masing segmen berdasarkan kepadatan aktivitas jual-beli, antar lain:

1. Segmen 1 : 28 responden dengan perbandingan kategori pedagang formal dengan pedagang informal pada siang hari dan malam hari adalah 50 : 50. 2. Segmen 2 : 40 responden dengan perbandingan kategori pedagang formal

dengan pedagang informal pada siang hari dan malam hari adalah 30 : 70. 3. Segmen 3 : 12 responden dengan perbandingan kategori pedagang formal

dengan pedagang informal pada siang hari dan malam hari adalah 50 : 50.

Tabel 3.1 Pembagian Banyak Responden Sumber: Olahan Peneliti, 2017

Segmen Siang Malam

Formal Informal Formal Informal

Segmen 1 10 10 4 4

Segmen 2 10 10 6 14

(4)

Pembagian responden ini berdasarkan pada hasil observasi awal yang menemukan pada siang hari di segmen 1 masih cukup banyak pedagang baik formal maupun informal yang bisa dijadikan sampel, namun pada malam hari di segmen ini sudah tidak terdapat banyak pedagang formal yang membuka toko maupun pedagang informal. Hal serupa juga terjadi pada segmen 3, bahkan pada malam hari aktivitas perekonomian pada segmen ini dapat dikatakan paling sepi. Berbeda dengan segmen 1 dan 3, pada siang hari, segmen 2 merupakan yang paling ramai aktivitas perekonomiannya baik oleh pedagang formal maupun pedagang informal. Terlebih pada malam hari, aktivitas pedagang informal dapat dikatakan berpusat pada segmen 2.

3.4. Metoda Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran (mix method) yang merupakan penelitian yang menggabungkan antara data kuantitatif dan data kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan atau observasi, dan metode wawancara yang terdiri dari kuisioner serta depth interview. Wawancara difokuskan pada pengguna koridor yaitu pedagang baik berupa pedagang formal maupun pedagang informal (PKL). Adapun pengumpulan data juga dilakukan melalui sumber instansi-instansi terkait.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya. Adapun teknik pengumpulan data primer pada penelitian ini dipaparkan pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Teknik pengumpulan data primer Sumber: Olahan peneliti, 2017

Variabel Penelitian Sub-Variabel Penelitian Teknik Riset

Koridor Komersial 1. Bentuk dan Ukuran

(5)

manusia dalam bentuk peta).

Data-data sekunder seperti buku-buku pendukung, dokumen dan sumber referensi lainnya yang relevan dengan penelitian. Referensi yang adalah teori-teori mengenai koridor, pengguna koridor, arsitektur lingkungan dan perilaku serta persepsi mengenai teritori. Selain itu data-data sekunder seperti peta lokasi didapatkan dari instansi terkait seperti Dinas Tata Ruang Medan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Medan ataupun dari internet melalui fasilitas google maps.

3.5. Kawasan Penelitian

Kawasan penelitian yang akan diteliti adalah Koridor Jalan Iskandar Muda Medan, mulai dari simpang Jalan Kapten Patimura hingga simpang Jalan Gajah Mada. Mengingat panjang koridor Jalan Iskandar Muda sekitar hampir mencapai 1,50 km, maka peneliti membagi koridor ini menjadi tiga segmen (dilihat dari koridor sebelah Barat), yaitu:

1. Segmen I : dari simpang Jl. Kapt. Patimura sampai simpang Jl. Abdullah Lubis

2. Segmen II : dari simpang Jl. Abdullah Lubis sampai simpang Kantor Pos (Jl. Sei Selafian

3. Segmen III : dari simpang Jl. Sei Selafian sampai simpang Jl. Gajah Mada.

(6)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian (dari kiri ke kanan segmen 1, segmen 2, segmen 3 koridor Iskandar Muda, Medan).

Sumber: Data Primer diolah, 2017.

3.6. Metoda Analisis Data

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Alasan pemilihan metode kualitatif deskriptif dikarenakan variable-variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah variabel kualitatif dimana peneliti melihat kasus yang akan ditinjau merupakan hubungan perilaku

(7)

tersebut diperlukan kebenaran data dari lapangan. Metode analisis ini kemudian dilakukan untuk menggambarkan dan memaparkan fenomena yang terjadi di wilayah penelitian secara deskriptif.

(8)

BAB IV. yang strategis dengan berbagai aktivitas masyarakat perkotaan baik berupa perkantoran, perbankan, kampus, restauran, cafe, pertokoan, dan bisnis ritel. Perkembangan pola pemanfaatan ruang di koridor Iskandar Muda ini pun terlihat cukup pesat.

Koridor Jalan Iskandar Muda Medan yang akan diteliti seperti terlihat pada Gambar 4.1 memiliki batasan wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Jalan Gajah Mada Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Kapten Patimura

(9)

aktivitas perekonomian masyarakat yang berupa aktivitas perdagangan dan jasa.

Deretan Ruko

Jalan Iskandar Muda

Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian Sumber: Data Primer Diolah, 2017 Jl. Gajah Mada, Medan

Jl. Kapten Patimura 1

(10)

4.1.2. Aksesibilitas

Aksesibilitas pada Koridor Jalan Iskandar Muda meliputi aksesibilitas manusia (pejalan kaki) dan aksesibilitas kendaraan. Menurut PPS (Project for Public Space), terdapat beberapa indikator yang mengklasifikasikan aksesibilitas koridor komersial dikatakan baik, yaitu:

1. Sirkulasi pejalan kaki

Pada beberapa titik-titik, Koridor Jalan Iskandar Muda Medan masih belum memiliki jalur khusus pejalan kaki. Pada segmen 1, kawasan pemukiman di jalan Iskandar Muda sudah terdapat jalur pedestrian, namun

pemanfaatan ruang jalur pejalan kaki ini malah ditumbuhi pohon besar sehingga pejalan kaki harus mengunakan badan jalan maupun paving parit untuk berjalan kaki (gambar 4.2). Di samping itu, banyaknya aktivitas pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar secara tidak langsung akan menimbulkan konflik dengan pengguna jalur pedestrian yaitu pejalan kaki. (gambar 4.3).

Gambar 4.2 Trotoar yang ditumbuhi pohon besar Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Gambar 4.3 Tukang Tambal ban yang menggunakan trotoar

(11)

Adapun kondisi eksisting jalur pedestrian pada koridor jalan Iskandar Muda Medan dapat dilihat dari gambar 4.4.

Gambar 4.4 Peta Kondisi Jalur Pedestrian Sumber: Data Primer Diolah, 2017

1 2 3

A B

C D

E

F

G

H

I

(12)

Berdasarkan hasil observasi di koridor jalan Iskandar Muda Medan, jalur pedestrian di koridor ini masih sangat cukup memprihatinkan. Hanya pada beberapa bagian saja terdapat jalur pedestrian yang berkondisi baik salah satunya seperti pada segmen 1 (Gambar 4.4 huruf K) dan pada segmen 3 (huruf A dan D). Namun pada segmen 1 masih terdapatnya banyak aktivitas pedagang kaki lima yang menganggu kelancaran sirkulasi jalur pedestrian (huruf G) serta jalur pedestrian yang ditumbuhi pohon besar sehingga pejalan kaki harus menggunakan jalur paving parit yang kadang kala dengan kondisi terbuka/rusak dan akibatnya, pejalan kaki akan lebih memilih untuk berjalan di badan jalan. Pada beberapa titik di segmen 1, jalur pedestrian mengalami kerusakan yang cukup parah salah

satunya yang berada pada simpang Jalan Iskandar Muda dan Jalan Abdullah Lubis (huruf I).

Sementara itu, pada segmen 2, peneliti cenderung tidak menemukan jalur pedestrian ataupun jalur pedestrian tidak memiliki perbedaan elevasi dengan badan jalan (D dan F). Hal serupa yang terjadi pada segmen 1 juga terjadi pada segmen 2, yaitu terdapat banyak aktivitas pedagang kaki lima yang secara langsung maupun tidak telah mengintervensi fungsi sesungguhnya dari fasilitas publik pedestrian di jalan Iskandar Muda ini (huruf E). Tidak terdapatnya jalur pedestrian ini juga membuat pedagang formal tidak mengetahui batas untuk menjajakan barang dagangannya.

(13)

Dibawah ini merupakan gambar potongan koridor jalan Iskandar Muda Medan masing-masing segmen untuk memperlihatkan hasil pengukuran ruas jalan serta perbandingan proporsi antara lebar jalan dengan tinggi bangunan sesuai dengan kriteria yang dikatakan oleh jacob (1995).

Gambar 4.5 Potongan Segmen 1 dan kondisinya Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Pada Gambar di bawah dapat dilihat potongan jalan segmen 1 Iskandar Muda. Perbedaan segmen 1 dengan segmen lainnya yang cukup mencolok adalah pada fungsi bangunannya dan luas kavling bangunannya. Pada segmen 1, fungsi bangunan banyak yang merupakan kantor, kampus, bengkel, doorsmeer, perbankan, dan pemukiman yang memiliki luas bangunan yang lebih luas serta kavling bangunan yang luas pula. Pada segmen 1 ketinggian bangunan bervariasi dari 1 lantai hingga 7 lantai.

(14)

Pada Segmen 2 pada umumnya merupakan ruko 3 lantai yang merupakan area komersil sekaligus area mix-used dimana juga merupakan tempat tinggal pemilik ruko. Jalur pedestrian pada beberapa titik di segmen 2 kondisinya cukup rusak dan tidak memiliki elevasi di antara badan jalan dan pedestrian. Segmen 2 merupakan segmen paling aktif dah merupakan pusat kegiatan dari Jalan Iskandar Muda. Hal ini dikarenakan berpusatnya area komersil seperti toko-toko di segmen 2 dan terdapatnya pasar serta Plaza Ramayana pada segmen ini. Terlebih pada malam hari, mayoritas setback ruko ditempati oleh pedagang informal untuk berjualan makanan/minuman menjadikan segmen 2 menjadi segmen yang paling hidup diantara segmen lainnya pada malam hari.

Segmen 3 dapat dikatakan sebagai segmen paling sepi dalam aktivitasnya dibandingkan dengan segmen 1 dan segmen 2. Hal ini dikarenakan pada segmen ini fungsi bangunannya lebih didominasi oleh tempat tinggal. Hanya beberapa bangunan yang digunakan sebagai bangunan komersil dan selebihnya merupakan ruko kosong yang belum ditempati. Berdasarkan hasil observasi, peneliti juga menemukan minimnya pedagang kaki lima di segmen ini dibandingkan pada 2 segmen sebelumnya. Pada area ini, kondisi jalur pedestrian dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan segmen 2. Namun terdapat beberapa titik yang masih rusak dan tidak memiliki elevasi.

SEGMEN 3

SEGMEN 2

Gambar 4.6 Potongan Segmen 3 dan kondisinya

(15)

Selain sirkulasi jalur pedestrian, salah satu indikator yang baik untuk sebuah koridor komersial adalah, kenyamanan dalam menyebrang jalan. Pada koridor ini, terdapat 7 buah zebra cross yang tersebar di ketiga segmen yaitu pada segmen 1 (3 buah), pada segmen 2 (3 buah), pada segmen 3 (1 buah). Adapun peta titik penyeberangan jalan dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Peta Titik Zebra Cross

(16)

Gambar 4.9 Zebra Cross di Ismud yang Tampak Memudar Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Pada gambar 4.9 dapat dilihat salah satu zebra cross di simpang Iskandar Muda Medan dan Kapten Patimura. Namun, zebra cross tersebut terlihat sudah memudar. Seharusnya zebra cross tersebut dicat kembali secara tegas agar dapat berfungsi dengan semestinya.

2. Sirkulasi Kendaraan dan Parkir

Sirkulasi kendaraan di koridor Jalan Iskandar Muda terbilang cukup lancar, dapat dilihat pada gambar 4.8. Hanya pada jam-jam tertentu saja mengalami kemacetan. Puncak kemacetan pada koridor ini yaitu antara jam 07.00-08.00 dan 17.00-19.00 yang disebabkan oleh banyaknya pegawai yang pergi dan pulang kerja/ kantor. Hal ini merupakan hal yang wajar karena jam tersebut merupakan jam sibuk masyarakat kota.

Gambar 4.10 Sirkulasi kendaraan yang terlihat lancar

(17)

Berdasarkan hasil observasi, tempat parkir mobil di koridor jalan Iskandar Muda Medan yaitu pada sisi kiri badan jalan (Gambar 4.11). Beberapa bangunan pada koridor ini memberikan lapangan parkir khusus bagi pengunjungnya (Gambar 4.12). Meskipun demikian, beberapa yang sudah menyediakan area parkir, pengunjung masih juga harus memarkirkan kendaraannya di badan jalan karena volume pengunjung yang terlalu besar(Gambar 4.13). Di samping itu, deretan ruko pada segmen 2 tidak menunjukkan adanya tempat parkir pengunjung sendiri, sehingga pengunjung harus memarkirkan kendaraannya di badan jalan. Beberapa pengunjung ramayana dan sekitarnya juga ada yang memarkirkan

kendaraannya sampai dengan trotoar (gambar 4.14). Hal ini akan menganggu kenyamanan pejalan kaki yang melewati area tersebut.

Gambar 4.11 Kendaraan yang parkir di badan jalan, Gambar 4.12 Terdapatnya area parkir yang disediakan

Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Gambar 4.13 Motor yang parkir di badan jalan Gambar 4.14 Motor yang Parkir di Trotoar

(18)

3. Adanya transportasi umum

Transportasi umum yang ada di koridor jalan ini berupa angkutan umum dan becak. Namun, tidak adanya aturan atau tempat pemberhentian khusus pada koridor jalan ini, membuat transportasi umum memberhentikan penumpang di sembarang tempat. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kelancaran sirkulasi jalan di koridor ini. Angkutan umum yang berhenti tiba-tiba kadang kala juga dapat menimbulkan kecelakaan. Masalah ini seharusnya lebih diperhatikan guna untuk meningkatkan unsur keamanan dan kenyamanan semua pengguna

fasilitas publik di koridor jalan Iskandar Muda Medan.

Gambar 4.15 Pangkalan Becak di Depan Plaza Ramayana (kiri) dan Angkutan Umum di Jalan Iskandar Muda (Kanan).

Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

4. Akses masuk ke koridor Jalan Iskandar Muda Medan dapat melalui jalan utama yaitu Jalan Kapten Patimura , Jalan Gatot Subroto, Jalan Gajah Mada serta setiap persimpangan jalan yang berbatasan langsung dengan Jalan Iskandar Muda (gambar 4.6). Jalan yang berbatasan langsung dengan Jalan Iskandar Muda antara lain adalah Jl. Sei Bah Mendaris, Jl. Kunyit, Jl. Lobak, Jl. Panglima Nyak Makam, Jl. Sei Petani, Jl. Abdullah Lubis,Jl. Sei Bahorok, Jl Sei Asahan, Jl. Terong, Jl. Dr. T.D. Pardede, Jl. Sawi, Jl.

(19)

Jl. Sei Krio. Koridor Jalan Iskandar Muda cenderung mudah dicapai baik menggunakan kendaraan umum seperti angkutan umum dan becak, maupun kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan lokasinya yang berada di inti Kota Medan.

(20)

4.1.3. Fungsi dan Aktivitas

Koridor Jalan Sultan Iskandar Muda Medan cenderung dimayoritasi oleh toko-toko komersial yang juga digunakan sebagai bangunan mix-used dimana pemilik ruko tinggal di lantai atas. Terdapat juga beberapa perbankan, perkantoran, kantor pemerintah serta deretan pemukiman di kawasan ini. Peta Tata Guna Lahan dapat dilihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Peta Tata Guna Lahan Eksisting

(21)

Adapun aktivitas pedagang kaki lima di koridor jalan Iskandar Muda dapat dilihat pada gambar 4.18, gambar 4.19 dan gambar 4.20.

Gambar 4.18 Key plan aktivitas PKL segmen 1 Sumber: Data Primer Diolah, 2017 Terdapat tukang tambal ban di segmen 1 yang menjajakan

barang barangnya di trotoar jalan hingga badan jalan. Sifat pedagang ini adalah menetap namun tetap membawa pulang sebagian barang-barangnya. Mayoritas pedagang cenderung berjualan di area yang ditumbuhi pohon seperti pada gambar di samping

Di depan salah satu bimbel di segmen 1 juga terlihat banyak pedagang kaki lima keliling maupun menetap yang berjualan di area trotoar dan badan jalan. Semua pedagang yang berjualan di dekat bimbel adalah menjual makanan/minuman. Kumpulan para pkl juga tergantung pada waktu tertentu, seperti pada kondisi gambar disamping, pkl pkl tersebut datang berjualan pada saat murid-murid bimbel sedang istirahat maupun pulang. Pola penyebaran pkl ini juga dapat diklasifikasikan sebagai pola penyebaran mengelompok. Hal ini sesusai dengan pendapat McGee & Yeung (1977) bahwa sifat penggelompokkan ini merupakan suatu pemusatan pedagang yang memiliki sifat sama / berkaitan.

Pada gambar berikut juga dapat dilihat pedagang kaki lima keliling yang berjualan makanan di trotoar. Pedagang tersebut tidak menetap dan selalu berkeliling. Namun berdasarkan hasil wawancara, pkl tersebut setiap harinya akan tetap melewati jalan Iskandar Muda karena jalan Iskandar Muda merupakan daerah yang strategis menurutnya.

Gambar disamping dapat dilihat pedagang kaki lima yang mendirikan kios serta memajang barang dagangannya di trotoar. Pedagang tersebut juga meletakkan beberapa kursinya dan duduk santai menunggu pelanggan yang datang membeli. Sifat pedagang ini adalah menetap. Pedagang berpendapat bahwa tempat ini strategis dan sudah dari dulu orang tua mereka menggunakan tempat ini seabgai area berjualan

Pada gambar di samping dapat dilihat bahwa terdapat kios yang berdiri di setback ruko pada segmen 1. Adanya setback

yang luas menjadi salah satu daya tarik pedagang informal untuk berjualan. Sifat kiosnya ini adalah menetap. Namun, beberapa barang dagangan maupun property pedagang masih dapat terlihat pada trotoar.

Seperti halnya pada bimbel yang sebelumnya, bagian timur segmen 1 juga terdapat bimbel yang di depannya terdapat banyak pedagang kaki lima yang berjualan. Pedagang tersebut rata-rata berkeliling dan menjual makanan/minuman.

Pada segmen 1 bagian timur juga terdapat kios/ kedai menetap yang berjualan makanan/minuman pada halaman ruko. Pelanggan pedagang ini juga mayoritas merupakan tukang becak, supir, karyawan yang ingin beristirahat santai di kedainya.

(22)

Gambar 4.19 Key plan aktivitas PKL segmen 2 Sumber: Data Primer Diolah, 2017 Banyak pedagang informal yang berjualan di trotoar di

segmen 2. Mayoritas pedagang informal pada segmen 2 dekat ramayana merupakan pkl yang menawarkan jasa seperti jasa pembuatan kunci, servis jam tangan, sepatu, dll. Kios yang digunakan untuk berjualan tidak dibawa pulang melainkan dititipkan. Namun sebenarnya beberapa bagian trotoar pada segmen 2 tidak terdapat elevasi sehingga sulit bagi orang untuk menentukan apakah itu jalur pedestrian atau bukan.

Pada gambar di samping dapat dilihat bahwa pedagang kaki lima juga menggunakan mobil sebagai tempat untuk berjualan. Mobil ini akan diparkirkan di badan jalan dan menetap. beberapa property seperti papan iklan juga diletakkan di area badan jalan.

Pada gambar di samping terdapat pedagang kaki lima yang berjualan buah-buahan. PKL tersebut berjualan berkeliling namun lebih sering menetap di jalan Iskandar Muda tepatnya di simpang Sei Bahorok. Berdasarkan sifat layanannya, pkl ini dapat digolongkan sebagai pedagang semi menetap sesuai dengan pendapat McGee & Yeung (1977).

Pada gambar di samping dapat dilihat adanya kios yang berada di trotoar jalan. Property-property dagangan juga diletakkan di area trotoar. Kios ini bersifat menetap. Hal yang dapat diperhatikan dari setiap kios pada jalan Iskandar Muda adalah mayoritas kios berada pada simpang-simpang jalan. Menurut pendapat pemilik kios di samping, hal ini dikarenakan simpang jalan merupakjan tempat yang lebih strategis dan memiliki peluang yang lebih besar dalam berjualan.

Pada gambar di samping dapat dilihat trotoar yang kurang terdefinisi karena tidak adanya elevasi. Area ini terdapat kios kounter ponsel serta menjajakan propertynya sampai dengan batas badan jalan. SIfat kios ini adalah menetap.

Pada segmen 2 juga terdapat kios yang berada di depan ruko orang. Sifat kios ini adalah menetap dan juga berada pada area trotoar yang tidak terdefinisi.

Pada gambar di samping dapat dilihat terdapat pedagang kaki lima yang berjualan minuman. Sifat pedagang ini adalah semi menetap. Pedagang tersebut akan menetap dari pagi hingga sore menjelang malam hari. PKL tesebut juga menjajakan propertinya seperti meja, kursi bagi pelanggan hingga terpal sebagai sarana berlindung dari terik matahari dan hujan. Sama seperti kondisi mayoritas area pkl lain, pkl ini juga berada pada trotoar yang tidak terdefinisi.

(23)

Gambar 4.20 Key plan aktivitas PKL segmen 3 Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Berdasarkan hasil observasi dan data yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya koridor Jalan Iskandar Muda mempunyai kriteria karakter koridor yang baik sesuai dengan yang ditulis dalam artikel PPS. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dibenahi seperti kondisi jalur pedestrian, markah jalan, penataan elemen penanda serta perabot jalan yang mendukung aktivitas disana.

Pada segmen 3 terdapat tukang tambal ban yang area dagangnya mulai dari halaman rumah orang sampai dengan trotoar. Sifat dagangannya dalah menetap. PKL tersebut membayar uang sewa per bulan kepada pemilik rumah.

Pedagang pada gambar di samping merupakan pemilik rumah yang menjajakan barang dagangannya dari halaman rumah sampai dengan trotoar. Sifat dagangannya menetap. Properti-properti dagangan juga ditempatkan di atas trotoar mulai dari meja kuris hingga tenda yang didirikan.

Pada Semgen 3 juga terdapat beberapa kios, kios pada gambar di samping didirikan mulai dari halaman ruko Si Bolang Durian sampai dengan trotoar jalan. Kios ini sifatnya menetap.

Pada gambar di samping dapat dilihat kios yang berada pada trotoar. Seperti halnya yang telah dikatakan, pedagang mendirikan kios cenderung pada simpang-simpang jalan agar lebih strategis.

Terdapat kios, tambal ban yang berjualan di atas trotoar pada segmen 3. Pemilihan lokasi berjualan berada di bawah pohon yang rindang agar lebih nyaman.

Pada Segmen 3 juga terdapat bimbel yang di depannya terdapat beberapa pedagang kaki lima yang berjualan disana. Pkl tersebut bersifat semi menetap yaitu berjualan tetap disana pada waktu pagi hari sampai dengan sore menjelang malam hari. Keranjang sampah juga disediakan oleh kedua pkl pada sudut trotoar.

(24)

4.2. Persepsi Pedagang

Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil dari temuan-temuan yang didapatkan melalui observasi dan penyebaran kuisioner berupa persepsi pedagang terhadap sikap teritorialitas dalam menggunakan ruang publik koridor Jalan Iskandar Muda Medan. Data tersebut akan ditabulasi dan kemudian dipaparkan secara deskriptif untuk membandingkan atau melihat kesesuaian maupun perbedaan data di lapangan dengan teori.

4.2.1. Gambaran Umum Responden

Pada penelitian skripsi ini yang menjadi respopen penelitian adalah

pedagang kaki lima dan pedagang formal di koridor Jl. Iskandar Muda Medan. Jumlah Kuisioner yang disebarkan sebanyak 80 buah eksemplar dengan pembagian masing masing responden adalah 40 eksemplar untuk pedagang formal dan 40 eksemplar untuk pedagang kaki lima. Penyebaran kuisioner kepada para responden ditentukan melalui metode purposive sampling di ketiga segmen yang telah ditentukan dengan tujuan agar data yang diperoleh nantinya lebih representatif (Sugiyono, 2010). Namun, terdapat juga pembagian banyak responden yang berbeda pada masing-masing segmen. Hal ini dikarenakan aktivitas pada segmen 1 dan 3 tidak sepadat dibandingkan dengan aktivitas pada segmen 2.

Beberapa elemen yang mempengaruhi teritori menurut Fatimah (2011) salah satunya adalah faktor personal dan faktor kultural. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Rapoport (1997) yang mengatakan arsitektur perilaku ditentukan oleh organisme (karakter/ faktor personal), lingkungan dan faktor kultural. Adapun gambaran umum responden yang didapat melalui penyebaran kuisioner meliputi identitas responden berdasarkan jenis kelamin, usia, kepribadian, pendidikan, pengalaman, etnis, dan agama.

4.2.2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan 80 pedagang yang menjadi sampel penelitian ini dilakukan klasifikasi jenis kelamin. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin

(25)

Tabel 4.1 Komposisi responden berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Jenis Kelamin Pedagang Formal Pedagang Informal Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki - Laki 26 65% 32 80%

Perempuan 14 35% 8 20%

Total 40 100 % 40 100 %

Berdasarkan hasil tabulasi data yang dipaparkan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas pedagang formal berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 26 orang (65%), sedangkan pedagang formal berjenis kelamin perempuan sebesar 14 orang (35%). Hal demikian juga serupa dengan komposisi responden untuk pedagang informal yang didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar 32 orang (80%), sementara pedagang informal berjenis kelamin perempuan hanya sebesar 8 orang (20 %). Dari kedua data di atas, dapat dikatakan bahwa kedua sektor pedagang, baik pedagang formal maupun informal didominasi oleh pedagang dengan jenis

kelamin laki-laki.

4.2.3. Responden Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu indikator dalam faktor personal yang mempengaruhi persepsi mengenai teritorialitas. Sering kali usia dikaitkan dengan banyaknya pengalaman yang telah dialami oleh seseorang. Dalam hal ini, pengalaman yang ada dari seseorang akan turut mengambil peran dalam pembentukan kognisi terhadap suatu lingkungan dan pada akhirnya akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sikap teritorialitasnya (Rapoport dalam Haryadi dan Setiawan, 2010).

(26)

Tabel 4.2 Kompisisi Responden Berdasarkan Usia Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Rentang Usia Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 21 - - 2 5%

Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa pedagang formal dengan rentang usia 31-40 lebih mendominasi, yaitu sebanyak 15 orang (37.5%). Kemudian pedagang formal dengan rentang usia 21-30 sebanyak 11 orang (27.5 %), rentang usia 41-50 sebanyak 10 orang (25 %), yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 4 orang (10%), dan tidak ada pedagang formal yang berusia kurang dari 21 tahun. Namun,

di sisi pedagang informal, masih terdapatnya pedagang yang berusia kurang dari 21 tahun, yaitu sebesar 2 orang (5%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal cenderung tidak memerlukan usia dan pengalaman yang cukup, sedangkan untuk sektor formal, seseorang cenderung sudah harus memiliki usia dan pengalaman yang lebih matang. Untuk pedagang informal sendiri, rentang usia 21-30 yang lebih mendominasi yaitu sebesar 17 orang (42,5%), kemudian untuk rentang usia 31-40 sebesar 12 orang (30 %), rentang usia 41-50 sebesar 5 orang (17,5 %) serta usia lebih dari 50 sebesar 2 orang (5 %). Berdasarkan paparan data pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa mayoritas pedagang, baik formal maupun informal cenderung didominasi oleh yang berusia 21-40. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berdagang cenderung dalam rentang usia produktif.

4.2.4. Responden berdasarkan Kepribadian

(27)

yaitu kepribadian yang cenderung suka menyendiri, Ekstrovert yaitu kepribadian yang berlawanan dengan introvert, cenderung aktif dan sangat percaya diri, serta Ambivert yaitu kepribadian yang berada di antara introvert dan ekstrovert. Maksudnya adalah, orang tersebut bisa menjadi ekstrovert dan juga bisa menjadi introvert bergantung pada situasi / mood. Adapun komposisi responden berdasarkan kepribadian dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4.3 Komposisi Responden berdasarkan Kepribadian Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Kepribadian

Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Introvert 18 45% 19 47.5%

Ekstrovert 9 22.5% 11 27.5%

Ambivert 13 32.5% 10 25%

Total 40 100 % 40 100%

Pada umumnya, responden dalam penelitian ini cenderung memiliki kepribadian introvert. Seperti dapat dilihat pada tabel 4.3, pedagang formal yang memiliki kepribadian introvert sebanyak 18 orang (45%), pedagang formal yang memiliki kepribadian ekstrovert sebanyak 9 orang (22,5 %) dan Ambivert sebanyak 13 orang (32,5 %). Hal serupa dengan pedagang informal yang cenderung memiliki kepribadian introvert yaitu sebesar 19 orang (47,5 %), ekstrovert sebanyak 11 orang (27,5%) dan ambivert sebanyak 10 orang (25 %).

4.2.5. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

(28)

Tabel 4.4 Komposisi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Pendidikan Terakhir

Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

SD - - 2 5%

Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa pedagang formal dengan pendidikan terakhir S-2 sebanyak 2 orang (5%), S-1 sebanyak 14 orang (35 %), D-3 sebanyak 2 orang (5 %), SMA sebanyak 14 orang (35%), SMP sebanyak 8 orang (20%), dan yang tidak ada pedagang formal yang berpendidikan terakhir

SD. Hal ini cenderung berbeda dengan pedagang sektor informal, dengan mayoritas pendidikan terakhir adalah SMP, yaitu sebesar 20 orang (50 %). Kemudian dapat dilihat juga bahwa terdapatnya pedagang informal yang berpendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 2 orang. Namun demikian, terdapat pula pedagang informal dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 15 orang (37.5%) dan yang bergelar S-1 sebanyak 3 orang (7.5 %). Berdasarkan data ini, dapat dikatakan bahwa latar belakang pendidikan pedagang sektor informal cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sektor formal.

4.2.6. Responden Berdasarkan Suku dan Agama

(29)

Tabel 4.5 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Suku Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Jawa 9 22.5% 9 22.5%

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa pedagang formal bersuku Jawa sebanyak 9 orang (22.5 %), Padang sebanyak 2 orang (5 %), Batak 11 orang (27.5%), Tionghoa sebanyak 18 orang (45 %). Sedangkan untuk pedagang informal yang bersuku Jawa sebanyak 9 orang (22,5 %), Padang sebanyak 6 orang (15 %), Batak sebanyak 21 orang (52,5 %), Nias sebanyak 3 orang (7,5 %),

Mandailing sebanyak (2,5 %), dan tidak ada pedagang informal yang bersuku Tionghoa. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa pedagang formal di koridor Jalan Iskandar Muda Medan didominasi oleh pedagang bersuku Tionghoa dan Batak, sedangkan pedagang informal didominasi oleh pedagang bersuku Batak. Sementara itu, komposisi responden berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 5.6).

Tabel 4.6 Komposisi Responden Berdasarkan Agama Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Agama Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Islam 12 30 % 18 45%

Katolik 6 15 % 6 15%

Protestan 9 22.5% 16 40%

Buddha 13 32.5% - -

(30)

Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa pedagang formal yang beragama Islam sebanyak 12 orang (30%), beragama Kristen Katholik sebanyak 6 orang (15%), Kristen Protestan sebanyak 9 orang (22,5 %) dan Buddha sebanyak 13 orang (32,5 %). Sedangkan pedagang informal yang beragam Islam sebanyak 18 orang (45%), Kristen Katholik sebanyak 6 orang (15 %), Kristen Protestan sebanyak 16 orang (40%), dan tidak ada pedagang informal yang beragama Buddha. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pedagang informal beragama Islam dan Protestan.

4.2.7. Responden Berdasarkan Pengalaman

Responden juga dibedakan berdasarkan pengalaman dari setiap individu. Pengalaman sebagai salah satu elemen dari faktor personal turut mempengaruhi jawaban dari persepsi mengenai sikap teritorialitas yang dikemukakan. Pengalaman individu terdiri dari lama berjualan, waktu berjualan, barang yang diperdagangkan, serta pengalaman berjualan di tempat lain. Adapun komposisi responden berdasarkan waktu berjualan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7 Komposisi Responden berdasarkan waktu berjualan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Waktu Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Pagi - Sore 20 50% 15 37.5%

Pagi - Malam 20 50% 15 37.5%

Malam - - 10 25%

Total 40 100 % 40 100 %

(31)

(37,5%), dan pedagang yang berjualan hanya pada malam hari sebanyak 10 orang (25%). Hal ini menunjukkan bahwa koridor jalan Iskandar Muda cenderung memiliki aktivitas berdagang informal yang lebih banyak dibandingkan dengan sektor formal pada malam hari. Adapun komposisi repsonden berdasarkan lama berjualan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.8 Komposisi Responden berdasarkan lama berjualan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Lamanya Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 3 tahun 7 7.5% 21 52.5%

3-10 tahun 12 30% 16 40%

> 10 tahun 21 52.5% 3 7.5%

Total 40 100 % 40 100 %

Pada umumnya, pedagang formal yang berada di koridor Iskandar Muda

telah berjualan selama lebih dari 3 tahun. Hal ini ditunjukkan pada tabel 5.8 bahwa banyak pedagang formal yang sudah berjualan selama 3-10 tahun ada sebanyak 12 orang (30%), yang sudah berjualan lebih dari 10 tahun ada sebanyak 21 orang (52,5%), dan yang berjualan kurang dari 3 tahun hanya sebanyak 7 orang. Hal ini bertolak belakang dengan pedagang informal, dengan mayoritas lamanya berjualan kurang dari 3 tahun yaitu sebanyak 21 orang (52,5%), 3-10 tahun sebanyak 16 orang (40%), dan lebih dari 10 tahun hanya 3 orang (7,5 %). Berdasarkan data di lapangan, dapat dikatakan bahwa pedagang formal cenderung sudah lebih lama berjualan dibanding pedagang informal dengan mayoritas pedagang berjualan kurang dari 3 tahun mencapai 52,5 %. Sementara itu, komposisi responden berdasarkan pernahnya berjualan di tempat lain dapat dilihat pada tabel berikut.

(32)

Pernah Berjualan di

tempat lain

Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Ya 15 37.5% 10 25%

Tidak 25 62.5% 30 75%

Total 40 100 % 40 100 %

Pada umumnya, responden cenderung belum pernah berjualan di tempat lain selain di koridor jalan Iskandar Muda. Hal ini terlihat pada tabel di atas bahwa pedagang yang belum pernah berjualan di tempat lain sebanyak 25 orang (62,5%)

dan yang sudah pernah berjualan di tempat lain sebanyak 15 orang (37,5%). Sedangkan pedagang informal yang belum pernah berjualan di tempat lain sebanyak 30 orang (75 %) dan yang sudah pernah berjualan di tempat lain sebanyak 10 orang (25 %). Adapun komposisi pedagang formal berdasarkan fungsi bangunannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10 Komposisi Pedagang Formal berdasarkan Fungsi Bangunan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Fungsi Pedagang Formal

Jumlah (orang) Persentase (%)

Restoran/ Cafe 6 15%

Toko 19 47.5%

Jasa 10 15%

Kantor 5 12.5%

Total 40 100 %

(33)

(15%), dan Kantor sebanyak 5 orang (12,5 %). Sedangkan tabel 5.11 menyajikan komposisi pedagang informal berdasarkan jenis dagangannya.

Tabel 4.11 Komposisi Pedagang Informal berdasarkan Jenis Dagangan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Barang yang diperdagangkan

Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%)

Makanan/ Minuman 26 65%

Bukan Makanan/Minuman 14 35%

Total 40 100 %

Pada umumnya, pedagang informal berdagang makanan/minuman, dapat dilihat pada tabel 5.11 bahwa pedagang informal yang berdagang makanan/minuman sebanyak 26 orang (65%) sedangkan yang berdagang bukan makanan/minuman sebanyak 14 orang 35 %. pedagang yang berdagang makanan/minuman secara general merupakan pedagang yang mendirikan kios (snack, minuman, permen,

rokok, dll), warung makanan seperti bakso, mie, dll, serta pedagang keliling yang menjajakan makanan/minuman (gambar 4.21). Di samping itu, yang berdagang bukan makanan/minuman umumnya adalah tukang tambal ban, penjual pulsa, pedagang minyak, pedagang bunga, serta berbagai penyedia jasa seperti tukang kunci, reparasi jam, dll (gambar 4.22).

Gambar 4.21 Pedagang informal yang menjajakan makanan Gambar 4.22 Pedagang informal penyedia jasa reparasi jam

(34)

4.2.8. Persepsi Teritorialitas

Pada subbab ini akan dibahas mengenai temuan penelitian tentang persepi pedagang yaitu pedagang formal maupun pedagang informal terhadap sikap teritorialitasnya. Teritori dikaitkan dengan kepemilikan suatu area, penggunaan suatu area, kesadaran orang lain akan teritori seseorang , kedekatan dengan kehidupan sehari-hari serta frekwensi penggunaan terhadap teritorinya (Altman dalam Haryadi dan Setiawan,2010). Maka dari itu, peneliti menggunakan elemen-elemen ini sebagai indikator penelitian, di mana data lapangan dikumpulkan melalui kuisioner. Adapun hasil tabulasi data mengenai kepemilikan dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Jawaban Responden terhadap kepemilikan tempat Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Tempat ini dimiliki

sendiri

Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Ya 30 75% 13 32.5%

Tidak 10 25% 27 67.5%

Total 40 100 % 40 100 %

(35)

"Kalau tempat saya ini gak nyewa. Saya dan mamak saya udah 15

tahun berjualan disini. Jadi, ruko yang barusan pindah pun karena

lihat kios saya udah berjualan lama, ga diapa-apain lagi sama

pemiliknya."(Zulkarnaen, pedagang informal di Jalan Iskandar Muda).

Namun demikian, terdapat beberapa pedagang informal yang menyewa dengan pemilik bangunan bahkan ada juga yang menyewa lahan usahanya kepada preman setempat. Seperti yang dituturkan oleh satu satu pedagang informal di Ismud.

"Tempat saya ga nyewa, tiap bulan paling ngasi uang uang keamanan

gitu lah sama preman setempat." (Yusuf, pedagang informal).

Setelah melakukan tabulasi data, peneliti mendapatkan kisaran harga sewa lahan usaha pedagang informal adalah dari Rp. 50.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-. Seperti salah satu pedagang gorengan di Iskandar Muda yang menyewa sebagian dari kavling bangunan hingga ke trotoar (Gambar 4.23). Ia membayar harga sewa sebesar Rp. 60.000,-/bulan kepada pemilik bangunan

Gambar 4.23 Salah satu pedagang informal Sumber: Data Primer Diolah, 2017.

(36)

"Ya nyewa lah kalo kami. Namanya juga di halaman ruko orang. Harga

sewanya 600rb per bulan." (Iwan, pedagang informal).

Sementara itu, dapat dilihat hasil tabulasi data mengenai frekwensi penggunaan pedagang terhadap tempat tersebut (Tabel 4.13).

Tabel 4.13 Frekwensi Penggunaan Pedagang Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Frekwensi

Penggunaan

Pedagang Formal Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)

Setiap Hari 25 62.5% 23 57.5%

Kecuali Hari

Minggu/ Libur 15 37.5% 14 35%

Pindah-pindah - - 3 7.5%

Total 40 100 % 40 100 %

Berdasarkan tabel 4.13, pedagang formal yang berjualan setiap hari sebanyak 25 orang (62,5%) dan yang tidak berjualan pada hari minggu/libur sebanyak 15 orang (37.5%). Sedangkan pedagang informal yang berjualan setiap hari sebanyak 23 orang (57,5%) ,yang tidak sebanyak 14 orang (35 %), serta juga terdapat pedagang informal yang berpindah-pindah sebanyak 3 orang (7.5%). Dari tabel tersebut, dapat dikatakan bahwa tempat ini digunakan oleh pedagang hampir setiap hari. Hal ini sejalan dengan data responden bahwa mayoritas pedagang baik formal maupun informal, berdagang di Jalan Iskandar Muda sebagai mata pencaharian utama (80 %).

Adapun jawaban responden tentang apakah tempat usaha mereka disadari/ orang lain mengetahui bahwa tempat ini adalah area usaha mereka terlihat pada tabel berikut (Tabel 4.14).

(37)

Orang lain tahu tempat ini

Berdasarkan tabel 4.14, dapat dilihat bahwa sebanyak 40 orang dari 40 responden pedagang formal yang mengakui bahwa orang lain tahu akan tempat tersebut merupakan lahan usaha mereka. Sedangkan untuk pedagang informal terdapat 5 orang (7.5 %) yang mengatakan bahwa orang lain tidak tahu tempat ini

merupakan lahan usahanya. Salah satu penyebab hal ini adalah pedagang kaki lima yang cenderung berpindah-pindah/ tidak menetap. Adapun jawaban responden mengenai eksklusivitas lahan usaha dapat dilihat pada tabel 4.15

Tabel 4.15 Eksklusivitas Lahan Usaha Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Pada umumnya, pedagang formal menjawab bahwa tempat ini dipakai sendiri seperti pada tabel 4.15 bahwa 37 (92.5%) orang mengatakan bahwa tempat ini dipakai sendiri dan 3 orang tidak (7.5%). Sedangkan sebanyak 31 pedagang informal yang mengatakan bahwa tempat tersebut dipakai sendiri.

Adapun jawaban responden khususnya pedagang kaki lima tentang apakah area

(38)

Tabel 4.16 Sifat Lahan Usaha Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Sifat Lahan Usaha Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%)

Permanen 12 30%

Tidak Permanen 28 70%

Total 40 100 %

Berdasarkan tabel 4.16, Lahan usaha pedagang informal pada umumnya adalah tidak permanen yaitu sebesar 28 (70%), dan yang bersifat permanen sebesar 12 (30%). Hal ini juga sejalan dengan hasil observasi peneliti, bahwa mayoritas menggunakan kereta jaja, becak, gerobak, bahkan bongkar pasang terpal sendiri untuk kegiatan berjualannya pada malam hari (Gambar 4.24).

Gambar 4.24 Sifat area berjualan PKL yang tidak permanen Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

(39)

Untuk mengetahui persepsi pedagang terhadap sikap teritorialitasnya, peneliti juga menanyakan beberapa hal yang berkaitan tentang teritori. Adapun pernyataan yang ditanyakan dalam kuisioner disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.17 Pengetahuan responden tentang teritori Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Pernyataan Pedagang Formal Pedagang Informal

Ya Tidak Ya Tidak

Saya pernah mendengar istilah teritori 15 (37,5%)

Saya mengetahui arti teritori 10 (25%)

Berdasarkan tabel 4.17, pada umumnya pedagang formal tidak pernah mendengar istilah teritori, hanya sekitar 15 pedagang formal (37,5%) yang pernah mendengar istilah ini. Pedagang formal yang pernah mendengar istilah teritori pun tidak semuanya tahu akan arti dari istilah teritori tersebut. Hanya sebanyak 10 orang (25%) yang mengetahui arti dari teritori tersebut. Sementara itu, hal yang serupa juga terjadi pada pedagang informal, bahkan pedagang informal yang pernah mendengar istilah teritori hanya 8 orang (20%) sedangkan tidak ada yang mengetahui arti istilah teritori. Hal ini menunjukkan bahwa sangat kurangnya pengetahuan pedagang tentang teritori pada ruang publik koridor jalan Iskandar Muda ini. Selain pengetahuan tentang teritori, peneliti juga menanyakan kepada responden tentang pengetahuan akan ruang pribadi dan ruang publik. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

(40)

Ya 21 52.5% 17 42.5%

Tidak 19 47.5% 23 57.5%

Total 40 100 % 40 100 %

Berdasarkan tabel 4.18, sebanyak 21 pedagang formal (52,5%) menjawab bahwa mereka tahu akan ruang pribadi dan ruang publik sedangkan pada pedagang informal, yang tahu akan ruang pribadi dan ruang publik sebanyak 17 orang (42,5%). Hal ini menunjukkan pada umumnya responden cenderung lebih memahami tentang ruang pribadi dan ruang publik dibandingkan dengan istilah teritori. Di samping itu, pada umumnya pedagang informal pada siang hari menggunakan sempadan bangunanan, jalur pedestrian hingga badan jalan sebagai area lahan usahanya. Namun mayoritas menggunakan trotoar dan badan jalan (Gambar 4.25).

Gambar 4.25 Pedagang informal yang menggunakan trotoar dan badan jalan

Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Berbeda dari siang hari, pada malam hari mayoritas pedagang informal menggunakan sempadan bangunan/ halaman ruko sebagai lahan usahanya (Gambar 4.27). Lahan usaha mereka cenderung lebih besar daripada pedagang informal pada siang hari.

(41)

malam hari bervariasi, ada yang hanya di badan jalan seperti pedagang informal pada siang hari lainnya (4.26), bahkan ada yang mempunyai lahan usaha sampai dengan 3 halaman ruko.

Gambar 4.26 Lahan usaha pedagang informal yang kecil Gambar 4.27 Lahan usaha pedagang informal yang lebih besar

Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Selanjutnya, peneliti membahas tentang bagaimana pedagang menandai batas teritorinya. Kebanyakan pedagang khususnya ruko men-display barang dagangannya sampai dengan halaman ruko (Gambar 4.28) namun pada beberapa kasus peneliti menemukan pedagang formal yang menaruh steling jualan sampai ke trotoar (Gambar 4.29)

Gambar 4.28 Ruko yang mendisplay barang dagangan sampai ke halaman Gambar 4.29 Pedagang formal yang berjualan sampai trotoar

(42)

Adapun pedagang formal menandai batas teritorinya dengan ruko sebelah dengan memajang barang dagangannya, membuat median pembatas serta tembok pembatas. Dapat dilihat pada gambar 4.30

Gambar 4.30 Batas teritori salah satu ruko Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Adapun gambar denah di bawah ini merupakan salah satu sampel pedagang formal di koridor jalan Iskandar Muda dengan batas teritorinya pada segmen 2.

Gambar 4.31 Klasifikasi teritori salah satu Ruko

Sumber: Olahan Peneliti, 2017 Teritori Primer

Teritori Sekunder

Teritori Publik Halaman Ruko Di dalam Ruko

(43)

Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa di dalam bangunan ruko yang menjadi batas teritori primer. Artinya, tidak semua orang mempunyai izin untuk mengakses masuk ke dalam bangunan ruko, hanya sekelompok orang seperti pemilik, keluarga, karyawan dan calon pembeli yang diizinkan mengakses area teritori tersebut. Sementara itu, pada bagian halaman ruko dapat diklasifikasikan sebagai teritori sekunder karena pada malam hari, pemilik bangunan mengalihfungsikan teritori tersebut yang sebelumnya merupakan tempat untuk memajang barang dagangan,kini berubah menjadi area berdagang penjual informal. Artinya, teritori ini lebih tidak privat dibandingkan dengan teritori di dalam bangunan dimana teritori ini mengizinkan sekelompok orang lain untuk

menggunakannya sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik bangunan.

Adapun pendapat pedagang formal tentang sampai manakah ia memajang barang dagangan dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.19 Area memajang barang dagangan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

(44)

sebanyak 34 orang (85%) yang mengatakan bahwa semua kavling bangunan adalah milik pribadi yang selanjutnya dipertegas lagi dengan pendapat salah satu pedagang formal dalam wawancara.

"Halaman ruko kami ya milik kami secara pribadi. Sah-sah saja kalau

ingin memajang barang dagangan sampai ke halaman ruko toh Kavling

tanah ini milik pribadi. Kecuali memajang sampai ke trotoar, itu baru ga

boleh, bukan hak kami lagi. Saya rasa pedagang ruko di sekitar sini juga

memajang barang dagangannya sampai ke halaman bangunan kok."

(Anderson, Pedagang Formal).

Di samping itu, mayoritas pedagang formal juga berpendapat bahwa area pajangan mereka bukanlah teritori publik. Namun bagi yang memajang sampai dengan trotoar setuju bahwa area tersebut merupakan teritori publik. Salah satu pedagang berpendapat bahwa:

”Trotoar di area sini tidak kelihatan lagi batasnya. Jadi saya juga bingung mau sampai dimana saya harus memajang barang dagangan

saya. Kalau ada batas trotoar mungkin akan lebih gampang

menentukannya."(Amin, Pedagang Formal).

(45)

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fatimah (2011) dan Gifford dalam Yusra (2014), yaitu persepsi seseorang dalam menggunakan tempat dipengaruhi oleh faktor fisik. Selanjutnya, hampir semua pedagang berpendapat bahwa aktivitas perdagangan mereka sama sekali tidak mengganggu pejalan kaki. Padahal, berdasarkan hasil observasi, meskipun pedagang ruko tidak memajang barang dagangannya sampai dengan trotoar, terdapat aktivitas parkir becak barang dan parkir kendaraan pelanggan yang sampai ke area trotoar. Hal ini secara langsung mengintervensi fungsi seharusnya dari sebuah jalur pedestrian (Gambar 4.33).

Gambar 4.28 Kendaraan yang parkir di trotoar. Sumber: Dokumen Peneliti, 2017

Adapun pendapat pedagang formal tentang kapasitas parkir di sekitar area dagang mereka yaitu sebanyak 30 orang (75%) mengatakan cukup dan sebanyak 10 orang (25%) mengatakan tidak cukup. Seperti yang diutarakan oleh salah satu pedagang formal di jalan Iskandar Muda Medan di bawah.

"Parkir pelanggan warung ini saya rasa cukup, soalnya memang

kebanyakan pelanggan merupakan anak sekolahan, kuliah, kantor yang

ke sini dengan berjalan kaki" (Ika, Pedagang formal).

(46)

sendiri sehingga mengharuskan pelanggan untuk parkir di badan jalan. Seperti yang diutarakan salah satu pedagang formal.

"Pelanggan kami kalo datang kesini ya parkir di badan jalan lah.

Namanya ruko, ga ada tempat parkir khusus yang disediakan. Kan jalan

ini memang diperbolehkan untuk parkir di badan jalan. Cukup engganya

saya kurang tau, tapi seharusnya cukup, karena selama ini pelanggan

yang datang ga pernah komplain. Lagian pelanggan datangnya rata-rata

ga sampai 1 jam. Jadi saya rasa parkir di tempat dagang saya

cukup-cukup saja." (Anderson, Pedagang Formal).

Sementara itu, pedagang formal pada koridor ini cenderung berpendapat bahwa kemacetan lalu lintas sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan dagang yang mereka lakukan. Seperti yang diutarakan salah satu pedagang.

"Jalan Iskandar Muda ini memang pada dasarnya kan memang banyak

aktivitas perdagangan. Namun demikian, aktivitas saya ini engga

berkontribusi lah sama kemacetan yang terjadi di sini. Yang buat macet

itu paling angkot yang berhenti, keluar masuk parkir, kendaraan yang

berbalik arah, itu pun cuman sesekali. Jadi ya pada dasarnya sirkulasi

disini itu cenderung lancar-lancar saja." (Tony, Pedagang Formal).

(47)

1

2

1

3

4

Gambar disamping menunjukkan salah satu area pada segmen 1 yang dipadati pedagang kaki lima. Dapat dilihat beberapa pedagang kaki lima tersebut berdagang di atas trotoar dan bahkan di badan jalan (nomor 1). Pedagang mie pada foto nomor 1 mengatakan bahwa tempat disini dipakai sendiri dan selalu menetap. Pedagang memilih untuk berjualan tetap disini dikarenakan tempatnya yang strategis dan juga tidak ada biaya sewa lahan dagang kepada pemilik bangunan, bahkan pedagang tersebut mengaku bahwa pemilik bangunanlah yang meminta ia untuk berjualan. Sifat berdagang pedagang ini sebenarnya semi menetap yaitu hanya berjualan pada pagi hari sampai dengan sore menjelang malam hari dan kemudian membawa pulang barang dagangannya beserta becak dagangnya. Cara pedagang tersebut menandai batas teritorinya adalah dengan menempatkan beberapa kursi dan meja seperti terlihat pada foto (2) dan selebar trotoar yaitu sebesar 2m serta menggunakan terpal sebagai penanda area berjualannya. Pedagang mie yang berusia 38 tahun tersebut berpendapat bahwa tempat ini merupakan tempat publik dan ia sadar akan area jualan ini sebenarnya adalah tidak benar. Seperti hasil tabulasi data tentang pendapat pedagang informal tentang area jualan yang digunakan dipaparkan dalam Tabel 4.20. Namun karena ini merupakan mata pencaharian utama dan tempat inilah yang paling cocok digunakan maka pedagang tersebut tetap berjualan di atas trotoar.

(48)

Tabel 4.20 Area berjualan Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Apakah area berjualan termasuk teritori publik?

Pedagang Informal

Jumlah (orang) Persentase (%)

Ya 30 75%

Tidak 10 25%

Total 40 100 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa memang rata-rata pedagang berpendapat bahwa area berjualan mereka merupakan teritori publik dan juga semestinya area ini tidak benar untuk berjualan.

Pada foto nomor 3 dan 4 juga terdapat beberapa pedagang informal lainnya yang berjualan di trotoar dan badan jalan. Mereka merupakan pedagang informal keliling yang kebetulan menetap untuk sementara karena banyaknya aktivitas pelajar di sini. Pedagang-pedagang ini juga berpendapat bahwa area ini merupakan area publik dan seharusnya tidak berjualan di sini namun mereka

(49)

Pada gambar disamping dapat dilihat salah satu pedagang kaki lima yang berada pada segmen 2 sedang berjualan di trotoar hingga badan jalan. Pedagang tersebut menjual minuman es kelapa. Sifat pedagang tersebut adalah semi menetap dimana waktu berjualan dari pagi hingga sore menjelang malam hari dan akan membawa pulang gerobak dagangnya (bersifat portable) sedangkan meja dan kursi dititipkan. Cara pedagang tersebut menandai batas teritorinya adalah dengan menempatkan kursi dan meja serta terpal. Ia juga mengatakan bahwa lokasi dimana ia berjualan tepat di depan Apotek Peringgan. Luas area berjualan pedagang tersebut dapat dilihat melalui gambar dimensi layout di atas yaitu sekitar 5 m x 3 m. Pedagang berpendapat bahwa area ini merupakan teritori publik dan boleh digunakan siapa saja. Pedagang juga berpendapat bahwa aktivitas berjualan tersebut tidak mengganggu pejalan kaki karena tidak adanya jalur pedestrian yang jelas dan menurutnya tempat berjualan ini sudah benar.

APOTEK PRINGGAN TERITORI

PUBLIK

(50)

1. Pada gambar 1 dapat dilihat pedagang informal yang mendirikan kios dan menjajakan barang dagangan dari halaman bangunan sampai dengan trotoar. Sifat pedagang ini adalah menetap (dapat dilihat dari adanya kios yang tidak dibawa pulang) dan dimiliki sendiri namun tidak membayar uang sewa kepada pemilik bangunan. Pedagang mengaku bahwa pedagang kenal dengan pemilik bangunan sehingga diperbolehkan untuk menggunakan sebagian halamannya. Teritorinya dibagi menjadi 2 yaitu secondary teritori dan public teritori. Cara pedagang menandai batas teritorinya adalah sebatas lantai keramik sampai dengan trotoar. Pedagang juga meletakkan steling barang dagangan dan kursi-kursi sebagai objek penanda batas teritorinya. Luas area pedagang tersebut dapat dilihat

2. Pada gambar 2 dapat dilihat pedagang yang berjualan di area halaman bangunan sampai dengan trotoar. Sifat pedagang tersebut adalah semi menetap. Pedagang juga merupakan pemilik bangunan sehingga tidak membayar sewa kepada siapa-siapa. Cara pedagang tersebut menandai teritorinya adalah dengan menempatkan steling dan meja dan kursinya. Teritori pkl tersebut dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu teritori primer (pemilik bangunan) dan teritori publik (trotoar)

2

(51)

BAB V.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan paparan pada bab-bab sebelumnya terhadap Jl. Iskandar Muda Medan, dapat disimpulkan bahwa Jl. Iskandar Muda merupakan ruang publik dalam bentuk koridor yang bersifat komersial di mana aktivitas pada kawasan ini cenderung merupakan aktivitas ekonomi yaitu perdagangan dan jasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Zahnd (2012) dalam Dipta (2015), Yunus (2005),

dan Philadelphia (2009) bahwa koridor komersial adalah sebuah ruang yang diapit oleh dua deretan massa sebagai jalur pegerakan transportasi, manusia dan juga sebagai kawasan aktivitas perekonomian masyarakat yang berupa aktivitas perdagangan dan jasa. Hasil observasi terhadap kondisi fisik koridor juga menunjukkan tata guna lahan koridor Iskandar Muda dengan mayoritas perdagangan dan jasa komersil.

Berdasarkan fungsi fasilitas publik, pada beberapa titik di koridor Iskandar Muda belum mempunyai pedestrian yang layak. Adanya intervensi oleh pedagang kaki lima yang menggunakan fasilitas jalur pedestrian sebagai lahan usaha serta jalur pedestrian yang dialihfungsikan sebagai tempat parkir sehingga membuat pejalan kaki merasa kurang nyaman dan akhirnya lebih memilih untuk berjalan di badan jalan. Hal ini menunjukkan bahwa koridor Iskandar Muda belum termasuk koridor yang baik sesuai dengan kriteria yang dinyatakan oleh PPS dan Carr, et al. dalam Sigit (2015).

Berdasarkan hasil observasi, setting fisik, aktivitas terdapat perbedaan. Salah satunya terdapat pergantian pemakaian area berjualan oleh pedagang informal di mana pedagang informal memanfaatkan halaman ruko sebagai lahan usaha mereka pada malam hari. Aktivitas yang terjadi pada siang hari yang cenderung bersifat formal pada segmen 2, pada malam hari berubah menjadi

(52)

formal, cara untuk menandai batas teritorinya adalah sebatas rumah. Ada yang membatasi dengan tembok bata, median maupun dengan pajangan barang dagangan. Bagi pedagang informal, cara untuk menandai batas teritorinya adalah dengan meletakkan kursi/meja. Beberapa pedagang informal juga memasang tenda/terpal untuk menghindari terik matahari pada siang hari dan demikian juga bagi pedagang informal malam hari. Mayoritas pedagang informal pada siang hari berjualan makanan dengan gerobak, sepeda motor, becak maupun mendirikan kios. Beberapa di antaranya menyediakan jasa. Pada siang hari, ruang yang dibutuhkan rata-rata sebesar ± 6 m² berbeda dengan pedagang informal pada malam hari yang membutuhkan ruang rata-rata sebesar ± 20 m²

Berdasarkan hasil analisa pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pedagang formal di koridor jalan Iskandar muda berpendapat bahwa teritori yang digunakan adalah bukan teritori publik karena mayoritas pedagang tidak menjajakan barang dagangannya sampai ke trotoar. Mereka berpendapat bahwa halaman bangunan merupakan hak pemilik bangunan yang boleh difungsikan untuk kepentingan pribadi. Beberapa pedagang formal yang meletakkann barang dagangannya sampai ke trotoar mengeluh akan tidak adanya batas trotoar. Hal ini membuat pedagang tidak tahu batas seharusnya mereka menjajakan barang dagangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fatimah (2011) dan Gifford dalam Yusra (2014), yaitu persepsi seseorang dalam menggunakan tempat dipengaruhi oleh faktor fisik.

Selanjutnya, Berdasarkan hasil observasi, parkir pelanggan di koridor jalan ini adalah di samping badan jalan. Bagi beberapa bangunan seperti perbankan, kampus, bangunan komersial terdapat lahan parkir sendiri yang disediakan bagi pelanggan. Namun, bangunan ruko di koridor ini cenderung tidak mempunyai lahan parkir sendiri sehingga mengharuskan pelanggan untuk parkir di badan jalan. Pedagang ruko berpendapat bahwa tidak mempunyai pilihan lain untuk pelanggan memarkirkan kendaraan selain di badan jalan. Mereka juga tidak setuju dengan pendapat bahwa aktivitas perdagangan mereka yang menyebabkan

(53)

persepi oleh Paul A Bell (2001) yang dalam kasus ini pedagang ruko(individu) yang tidak memiliki lahan parkir (Objek fisik) pada akhirnya akan membentuk persepsi kalau badan jalan merupakan solusi terbaik baginya (Adaptasi).

Sementara itu, pedagang informal yang mayoritas berjualan di sempadan bangunan, trotoar dan badan jalan berpendapat bahwa area tersebut merupakan teritori publik. Meskipun demikian, mereka tetap berjualan di area tersebut karena menganggap area berjualan tersebut sudah benar ataupun mereka tetap berjualan di area tersebut karena tidak punya pilihan walaupun beberapa menyadari bahwa berjualan di atas trotoar maupun di badan jalan adalah tidak benar.

5.2. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa persepsi akan sikap teritorialitas seseorang dipengaruhi oleh faktor personal, faktor kultural dan faktor fisik. Namun demikian, rekomendasi yang bisa diberikan oleh peneliti adalah yang berhubungan dengan faktor fisik. Adapun saran dan rekomendasi yang disumbangkan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Mencantumkan izin berjualan dan pemberdayaan PKL dalam Perda Kota Medan sesuai dengan kebijakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

2. Urban Design Guidelines yang mengatur area PKL dan kegiatan lainnya. 3. Melakukan edukasi kepada masyarakat publik tentang fungsi ruang publik dan

fasilitasnya agar masyarakat dapat menggunakan ruang publik dan fasilitasnya sesuai dengan fungsinya.

Gambar

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian (dari kiri ke kanan segmen 1, segmen 2,
Gambar 4.4 Peta Kondisi Jalur Pedestrian
Gambar 4.5 Potongan Segmen 1 dan kondisinya
Gambar 4.6 Potongan Segmen 3 dan kondisinya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil analisis statistik dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan tingkat pengenalan gejala awal

AND ITS RATINGS AFFILIATES (“MIS”) ARE MOODY’S CURRENT OPINIONS OF THE RELATIVE FUTURE CREDIT RISK OF ENTITIES, CREDIT COMMITMENTS, OR DEBT OR DEBT-LIKE SECURITIES, AND

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita-penderita yang gagal dalam pengobatan, memiliki juga hubungan tertentu dengan petugas TB.Penderita AE misalnya menuturkan

Tetapi walaupun proses seleksi telah di perbaiki pustakawan di perpustakaan UMSU masih kurang, hal ini dikarenakan kebijakan kepala perpustakaan UMSU yang belum mau untuk

10 diikuti upaya-upaya untuk menambah kewajiban lancar, atau menurunkan total liabilitas (yaitu penggunaan hutang jangka panjang). 4) Perusahaan disarankan

Banyak hal yang mempengaruhi kesuksesan, yaitu : Komitmen, cara bersikap, cara menghargai &amp; menghormati diri kita sendiri, belajar dari pengalaman agar menjadi lebih baik dan

Pengaruh Penggunaan Multimedia Prezi Desktop Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Sosiologi (Studi Kuasi Eksperimen di SMP N 1 Lembang).. Universitas