BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive sampling atau secara sengaja, yaitu teknik penetuan sampel data dilakukan dengan pertimbangan tertentu
yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan (Sugiyono, 2010).
Pertimbangan ini didasarkan karena Desa Celawan merupakan daerah yang sedang
menjadi daerah binaan pengembangan peternakan pada tahun 2016 dan memiliki
potensi untuk dikembangkan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016
sampai dengan November 2016.
Metode Penentuan Sampel
Untuk mengetahui perbandingan pemeliharaan ternak domba secara intensif
dan semi intensif di Desa Celawan maka dilakukan survey dengan metode Penetapan
jumlah sampel diambil 30 % dari jumlah peternak di daerah penelitian. Dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Accidental Sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peniliti dapat digunakan sebagai sampel dan cocok sebagai
sumber data. Dengan catatan jumlah populasi dari masing-masing peternak tidak
diketahui maka sampel yang diambil berdasarkan informasi dari sampel yang
pertama kali dijumpai dan juga warga di sekitar lokasi penelitian, sehingga digunakan
teknik pengambilan sampel non probabilitas.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh langsung dari monitoring responden terhadap
kuesioner, sedangkan data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait
seperti Badan Pusat Statistik, lembaga pemerintah dan swasta lainnya.
Metode Analisis Data
Untuk tujuan 1 Digunakan untuk mengetahui besar pendapatan usaha ternak domba yaitu dengan perhitungan selisih antara penerimaan dan semua biaya maka
dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR - TC Keterangan:
Pd : Pendapatan yang diperoleh peternak domba (rupiah/tahun).
TR : Revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak domba (rupiah/tahun) TC : Total biaya yang dikeluarkan peternak domba (rupiah/tahun)
TR=Y x Py Dimana: TR = Penerimaan total
Y = Produksi yang diperoleh
Py = Harga jual
(Soekartawi, 1995).
R/C ratio = ��������������� (��) ������������������ (��)
Setelah itu dilakukan analisis secara deskriptif yaitu dengan mengetahui
besar kontribusi ternak domba terhadap pendapatan keluarga dengan menggunakan
rumus perhitungan sebagai berikut :
Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Domba:
Total Pendapatan Keluarga
Keterangan :
- Apabila kontribusi pendapatan usaha ternak domba > 30 % (kontribusinya besar).
- Apabila kontribusi pendapatan usahaternak domba < 30 %
(kontribusinya rendah).
Untuk tujuan 2 Perbedaan biaya, penerimaan, pendapatan dan efisiensi antara usaha ternak domba dengan pola budidaya intensif dan semi-intensif, diketahui dengan cara
melakukan uji komparasi dengan menggunakan uji t (t-test). Setelah hasil dari
analisis pendapatan, B/C, R/C dan kontribusi peternakan terhadap pendapatan
diketahui, analisis selanjutnya adalah analisis komparatif dengan menggunakan
metode indeks. variabel yang digunakan dalam metode indeks adalah biaya
pemasaran, pendapatan, penerimaan, B/C, R/C dan kontribusi peternakan terhadap
pendapatan dibandingkan antara pola budidaya intensif dan semi-intensif sehingga
didapatkan angka indeks yang menunjukan/mengindikasikan pola budidaya domba
yang paling baik di Desa Celawan.
Untuk tujuan 3 untuk mengetahui kelayakan usaha ternak maka dilakukan uji lanjut dengan mengggunakan aplikasi SPSS 22.0. . Uji lanjut yang dilakukan untuk melihat
signifikan atau tidaknya perbedaaan pendapatan dari kedua sistem pemeliharaan
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka
dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Defenisi
1. Peternak adalah orang yang mengusahakan ternak domba potong sebagai
pekerjaan utama maupun sampingan.
2. Input adalah sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi usaha ternak
domba potong baik sistem gado maupun sistem non gado.
3. Output adalah hasil dari proses produksi usaha ternak domba potong.
4. Usaha ternak domba adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan penghasilan
dengan cara melakukan budidaya domba untuk menghasilkan daging yang akan
dijual ke konsumen.
5. Penerimaan adalah penjumlahan pertambahan nilai ternak, penjualan ternak
domba, selama 1 tahun.
6. Pendapatan adalah selisih antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya
produksi.
7. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses
produksi masih berlangsung.
8. Jumlah ternak (ekor) adalah banyak domba yang dipelihara .
9. Mortalitas adalah persentase kematian ternak dalam satu tahun pemeliharaan.
Batasan Operasional
2. Daerah penelitian adalah Desa Celawan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten
Serdang Bedagai
3. Penelitian dilakukan pada bulan oktober 2016 hingga novemberr 2016.
KARATERISTIK DAERAH PENELITIAN
Gambaran Umum Responden Penelitian
Berikut ini diuraikan beberapa karateristik responden yaitu usia, pendidikan,
pengalaman beternak, jumlah ternak domba yang dipelihara, dan pemakaian tenaga
kerja.
Umur.
Tingkatan umur dalam uusaha peternakan domba utamanya merupakan salah
satu yang mempengaruhi kinerja dalam kegiatan usaha yang dilakukan dimana
produktifitas kerja akan meningkat bila masih berada dalam kondisi umur yang
produktif dan akan semakin menurun kemampuan kerja seiring dengan bertambahnya
umur seseorang. Adapun klasifikasi responden berdasarkan umur petani beternak di
Desa Celawan yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1
berikut.
Tabel 1. Karakteristik umur responden di daerah penelitian No
Usia Intensif semi intensif
Jumlah % jumlah %
Berdasarkan tabel usia dapat dilihat bahwa responden yang beternak domba
secara intensif paling banyak berusia 56-65 tahun, sedangkan peternak domba secara
semi intensif paling banyak berusia 36-45 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kasim dan Sirajuddin (2008), usia non produktif berada pada rentan umur 0-14
seseorang maka lebih cenderung untuk berpikir lebih matang dan bertindak lebih
bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana
semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relatif menurun. Pada
umumnya, peternak yang berusia muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang
lebih kuat dari pada peternak yang lebih tua serta peternak yang lebih muda juga
lebih cepat menerima hal-hal yang baru dianjurkan.
Pendidikan
Dalam suatu usaha, tingkat pendidikan sangat berperan untuk meningkatkan
dan mengembangkan usaha. Tingkat pendidikan responden peternak domba di Desa
Celawan.
Tabel 2. Karakteristik pendidikan responden di daerah penelitian No
Tingkat Pendidikan Intensif Semi Intensif
Jumlah % Jumlah %
Pedidikakan merupakan faktor yang dapat mempercepat pembangunan usaha
pertanian dan peternakan, dengan pendidikan yang baik, seorang peternak akan
mudah mengadopsi teknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkan
permasalahan yang dihadapi (Mosher, 1983).
Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari pendidikan formal yang
pernah diikuti. Menurut tabel menyatakan tingkat pendidikan responden beragam.
Berdasarkan tingkat pendidikan peternak domba intensif didapati tingkat pendidikan
terbanyak adalah SMU/Sederajat yaitu sebesar 50% sedangkan untuk peternak
sistem semi intensif tingkat pendidikan terbanyak yaitu SD/Sederajat sebesar 53,3%.
peternak sistem pemeliharaan domba intensif merupakan masyarakat yang
berpendidikan menengah sedangkan pada sistem pemeliharaan semi intensif
merupakan masyarakat berpendidikan rendah.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Syafat et al, 1995) dalam Siregar (2009)
mengatakan bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, yang pada
gilirannya akan semakin tinggi pula produktifitas kerja yang dilakukannya. Oleh
karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja
usaha peternakan akan semakin berkembang. Sedangkan menurut (Ahmadi,2003)
dalam Siregar (2009) dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimilikinya menyebabkan
keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja.
Pengalaman beternak
Pengalaman beternak akan mempengaruhi peternak dalam mengembangkan
usaha peternakannya. Semakin lama beternak maka peternak semakin tahu
bagaimana cara mengembangkan usaha peternakannya dan semakin mengarahkan
peternakanya menuju keberhasilan dan lebih mampu menangkap peluang dalam
usaha peternakan yang dijalaninya.
Pengalaman beternak peternak domba disajikan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Karakteristik pengalaman responden di daerah penelitian No
Pengalaman Beternak Intensif Semi Intensif
Tabel menunjukan 3 responden peternak domba intensif memiliki
pengalaman beternak antara 2- 10 tahun sebanyak 62,5 % . Peternak domba secara
semi intensif memiliki pengalaman beternak domba antara 2-10 tahun sebanyak
46,67% responden. Hal ini menunjukan bahan pengalaman beternak domba
responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan dan pengalaman
dalam mengelola usahat ternak domba. Pada umumnya pengalaman beternak di
daerah penelitian diperoleh dari keluarga, dengan pengalaman beternak yang cukup
lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap
manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik.
Jumlah ternak yang dimiliki
Kepemilikan ternak domba menggambarkan besarnya ternak yang dimiliki
oleh masyarakat. Adapun jumlah kepemilikan ternak domba di Desa Celawan
Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
Tabel 4. Karakteristik jumlah responden di daerah penelitian
Tabel menunjukkan bahwa jumlah ternak responden sangat beragam tetapi
baik pemeliharaan sistem intensif maupun sistem semi intensif di dapati jumlah
ternak terbanyak adalah 2-10 ekor yaitu sebesar 62,5% dan 43,3% dari total
responden. Skala kepemilikan ternak akan mempengaruhi hasil yang akan didapatkan
dimana semakin tinggi usahanya maka akan semakin mendekati usaha pokok yang
digelutinya dan akan semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Soekartawi(1995) Pendapatan usaha ternak sangat di pengaruhi No
Jumlah Ternak Intensif Semi Intensif
oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani-peternak yang
sifatnya tetap tidak tergantung dari besar kecilnya produksi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa biaya tetap pada umumnya
didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap pada usaha
peternakan meliputi; biaya penyusutan kandang dan peralatan serta perlengkapan
kandang (sekop, ember, sapu, tempat makan dan minum, tali,), biaya bibit. Pada
sistem pemeliharaan semi intensif memiliki biaya tetap yang lebih tinggi dibandigkan
dengan pemeliharaan dengan sistem intensif, yaitu Rp 2.968.333 dengan komposisi
23,73% dari total biya yang dikeluarkan untuk usaha pemeliharaan ternak domba.
Pada sistem intensif memiliki biaya tetatp rata-rata Rp 1.327.438, dengan komposisi
17,82% dari total biaya yang berjumlah Rp 6.720.250. Pengeluaran yang termasuk
dalam biaya tetap, yaitu: biaya penyusutan kandang dan peralatan. Perbedaan
peralatan dan kandang yang berbeda pada masing-masing sistem pemeliharaan
mengakibatkan perbedaan pada biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Biaya tidak tetap meliputi; biaya tenaga kerja, biaya pakan dan vitamin serta
obat-obatan, transportasi, rekening listrik dan air. Pakan yang diberikan peternak
memiliki kesamaan, yaitu pakan utama berupa rumput. Hanya beberapa peternak
pada sistem pemeliharaan secara Intensif yang memberikan pakan tambahan berupa
ampas tahu. Oleh karena itu, komposisi pengeluaran untuk biaya variabel pada sistem
hanya 61,29%. Meskipun komposisi pengeluaran untuk biaya variabel pada sistem
intensif lebih tinggi, akan tetapi total biaya yang dikeluarkan untuk biaya variabel
masih lebih rendah, yaitu Rp 5.329.813 dibandingkan pengeluaran untuk biaya
variabel pada sistem pemeliharaan semi intensif, yaitu Rp 7.665.092.
Tabel 5. Rata-rata biaya tetap dan tidak tetap masing-masing peternak responden
Jenis Sistem Pemeliharaaan
Besarnya penerimaan pada sistem pemeliharaan intensif memiliki nilai
rata-rata sebesar Rp 11.0000.000 sedangkan pada sistem semi intensif adalah sebesar
21.196.667. Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan ternak dan nilai akhir ternak
dari ternak yang belum terjual. Pada sistem pemeliharaan secara intensif maupun
semi intensif, nilai akhir ternak memiliki komposisi tertinggi dari toal penerimaan
peternak yang berkisar 78,98% dan 73,16%.
Tabel 6. Tabel Rata-rata peerimaan masing-masing peternak responden
Penerimaan Sistem Pemeliharaaan
Pendapatan menurut (Kay dan Edward, 1994) Penerimaan dalam usaha tani
meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama,
sedangkan pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi Pada
dibandingkaan pemeliharan pada sistem semi intensif, secara berurutan Rp 4.279.750
dan Rp 10.563.242. sedangkan pendapatan per ST, secara berurutan Rp 3.468.241
dan Rp 5.794.982.
Tabel 7. Rata-rata pendapataan masing-masing peternak responden
Jenis Sistem Pemeliharaaan
Intensif (Rp) % Semi Intensif (Rp) % Nilai akhir ternak 8.687.500 78,98 15.506.666 73,16
Penjualan ternak 2.312.500 21,02 5.690.000 26,84 Total penerimaan 11.000.000 100 21.196.667 100
Uji Komparasi Pendapatan Peternak dan Revenue Cost Ratio (R/C)
Uji lanjut yang dilakukan untuk melihat signifikan atau tidaknya perbedaaan
pendapatan dari kedua sistem pemeliharaan tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan menggunakan program SPSS 22.0 diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 8. Hasil uji beda rata-rata pendapatan per peternak, pendapatan per satuan ternak, dan R/C ternak
No. Uraian Sistem pemeliharaan Sign
Intensif Semi intensif
1 Pendapatan/peternak Rp 4.279.750 Rp 10.563.241 0,054a
2 Pendapatan/ST Rp 3.468.242 Rp 5.794.982 0,016ab
3 R/C 1,65 1,86 0,144
Keterangan : ab = berbeda sangat nyata
Berdasarkan analisis Independent Sample t-test pada Tabel 6, dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan sangat nyata antara pendapatan per peternak maupun per
per Satuan Ternak antara peternak dengan sistem pemeliharaan intensif dan semi
intensif. Hal ini terlihat dari output analisis SPSS 22.0 dengan nilai probabilitas pada
uji t (P < 0,05).
Akan tetapi, bila diamati lebih jauh terdapat perbedaan yang sangat nyata
pada pendapatan per peternak antara pemeliharaan sistem intensif dan semi intensif
dengan nilai signifikasi sebesar 0,054 (P < 0,05). Rata-rata pendapatan per peternak
4.279.750 dan pendapatan rata-rata per peternak dengan sistem pemeliharaan semi
intensif berkisar Rp 10.563.241. Besarnya pendapatan yang diterima peternak dengan
sistem pemeliharaan semi intensif dikarenakan sebagian besar peternak dengan
sistem pemeliharaan semi intensif memiliki jumlah rata-rata ternak per peternak 19
ekor sedangkan pada pemeliharaan sistem intensif memiliki jumlah rata-rata ternak
per peternak sebesar 10ekor.
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata terhadap nilai R/C diperoleh hasil yang
tidak berbeda nyata antara pemeliharaan dengan sistem pemeliharaan intensif dan
semi intensif. Hasil uji t memperlihatkan nilai probabilitas sebesar 0,144 (P > 0,05),
sehingga tidak terdapat perbedaan anatara kelayakan pada usaha peternakan dengan
sistem pemeliharaan intensif dan sistem semi intensif. Akan tetapi, berdasarkan uji
kelayakan diperoleh nilai R/C > 0,05, yang menyatakan bahwa kedua usaha tersebut
sama-sama layak untuk dilaksanakan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternakan Dengan Sistem Pemeliharaan Intensif dan Semi Intensif
Hasil analisis regresi dengan SPSS 22.0 terhadap faktor yang mempengaruhi
pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan intensif dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 10. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak dengan Sistem Pemeliharaan Intensif
Model Koefisien Regresi T Sig.
(Constant) 192982 -1,057 0,401
Biaya Bibit 2,938 5,567 0,031ab
Penjualan ternak 0,754 9,653 0,011ab
Jumlah Ternak 2491468 2,413 0,137
Biaya tetap -1,008 -2,158 0,164
Biaya Variabel -0,243 -1,877 0,201
R2 0,999
F hit 401,171
Sig 0,002
Berdasarkan tabel 7 diperoleh persamaan pendapatan peternak dengan sistem
pemeleliharaan secara intensif sebagai berikut:
Y = 192982 + 2,938 X1 + 0,754X2 + 2491468 X3 – 1,008 X4 – 0,243 X5
Tabel. 8 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif
Model Koefisien Regresi T Sig.
(Constant) 3315207,452 -,375 0,711
Biaya Bibit 1,362 ,229 0,821
Penjualan ternak 2,922 4,049 0,000ab
Jumlah Ternak 106952,720 ,483 0,634
Biaya tetap -3,064 -0,520 0,608
Biaya Variabel 0,327 0,295 0,770
R2 0,593
F hit 6,997
Sig 0,000
Keterangan : ab = berbeda sangat nyata
Berdasarkan tabel 12 diperoleh persamaan pendapatan peternak dengan
sistem pemeliharaan secara intensif sebagai berikut:
Y = 3315207,452 + 1,362 X1 + 2,922 X2 + 106952,720 X3 – 3,064– 0,327 X5
Keterangan :
Y : Pendapatan peternak (Rp/tahun)
X1 : Biaya bibit (Rp/tahun)
X2 : Harga jual (Rp/Tahun)
X3 : Jumlah ternak
X4 : Biaya tetap
X5 : Biaya variabel
Uji pengaruh vaariabel secara serempak Nilai R square
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai R Square unttuk regresi linear
bahwa seluruh variabel bebas, yaitu biaya bibit, penjualan ternak, jumlah ternak,
biaya tetap dan biaya variabel mempengaruhi pendapatan peternak denngan sistem
pemeliharaan sebesar 99% sedangkan pada pemeliharaan ternak secara semi intensif
seluruh variabel bebas yang diteliti hanya mempengaruhi pendapatan peternak
sebesar 59,3% sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak termasuk dalam
penelitian ini.
Pengaruh variabel secara serempak
Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel teerikat dapat diketahui dengan melihat nilai F hitung yang diperoleh. Nilai F
hitung pada sistem pemeliharaan intensif (401,71) dengan taraf signifikasi 0,002 (P <
0,05), sedangkan pada sistem pemeliharaan semi intensif (6,997) dengan taraf
signifikasi 0,000 (P < 0,05), yang artinya bahwa secara serempak seluruh variabel
bebas yang diteliti secara serempak mempengaruhi pendapatan peternak domba di
desa Celawan. Apabila keseluruhan variabel bebas mengalami kenaikaan secara
bersamaan maka akan menyebabkan penurunan pada pendapataan peternak, begitu
pula sebaliknya.
Nilai Konstanta
Nilai konstanta disebut juga koefisien intersept dalam regresi lineaar, artinya
apabaila seluruh variabel bebas dianggap nol atau produksi tidak ada maka nilai
pendapatan yang diteerima peternak domba dengan sistem intensif adalah Rp
192.982/tahun dan peendapatan yang diterima peternak dengan sistem pemeliharaan
Uji Pengaruh Variabel Secara Parsial Variabel Bibit
Variabel biaya bibit secara statistik berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak dengan sistem pemeliharaan secara intensif. Nilai probabilitaas untuk
pengaruh biaya terhadap usaha peternakan domba dengan sistem intensif adalah
sebesar 0,031 (P<0,05). Nilai koefisien Regresi untuk biaya bibit pada peternakan
dengan sistem intensif sebesar 2,938 yang artinya setiap terjadi kenaikaan harga bibit
sebanyak Rp 1 akan menyebabkan kenaikan pendapatan peternak dengaan sistem
intensif sebesar Rp 2,938. Akan tetapi hal ini berbeda pada pemeliharaan sistem semi
intensif , variabel biaya bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pendapaan peternak dengan besaran nilai probabilitas terhadap usaha peternakan
sebesar 0,821 (P>0,05). Nilai koefisien Regresi sistem semi intensif sebesar 1,362.
Biaya bibit pada sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif memiliki hubungan
positif yang artinya setiap pertambahan harga pembelian bibit ternak domba sebesar
Rp 1000 akan memberikan tambahan pendapatan peternak sistem intensif sebesar Rp
2.938 dan pendapatan peternak sistem semi intensif sebesar Rp 1.362.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Saleh et al (2006) menyatakan bahwa bibit merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menetukan keberhasilan usaha
tani. Biaya bibit yang dikeluarkan tentu akan mempengaruhi nilai ternak pada akhir
tahun, jika ternak tidak dijual maka nilai dari ternak akan dihitung sebagai
penerimaan bagi peternak.
Harga Jual Domba
Secara parsial harga jual ternak domba memberikan pengaruh yang nyata
regresi penjualan ternak pada sistem intensif sebesar 0,754 dan pada sistem semi
intensif sebesar 2,928, yang artinya setiap pertambahan penjualan ternak sebesar Rp
1000, akan memberikan pertambahan pendapatan pada peternak dengan
pemeliharaan sistem intensif sebesar Rp 754 dan pada peternak sistem semi intensif
sebessar Rp 2.928.
Menetapkan harga jual atas produksi yang dihasilkan merupakan pekerjaan
yang tidak boleh diabaikan, karena kesalahan dalam menetapkan harga jual akan
berdampak langsung terhadap keberhasilah suatu usaha. Keuntungan yang diperoleh
dari usaha peternakan domba di Desa Celawan berupa penjualan pedet yang
tergantung pada umur dan jenis kelamin dengan mempertimbangkan juga kondisi
ternak serta permintaan pasar. Subandriyo et al (1997), menyatakan bahwa kualitas anak yang dihasilkan akan menentukan harga jual ternak tersebut, semakin bagus
kualitas yang dihasilkaan akan semakin tinggi dengaan harga yang semakin tinggi
otomatis penerimaan yang akan diperoleh juga akan semakin meningkat. Penjualan
ternak pada kedua sistem pemeliharaan memiliki kesamaan, yaitu berdasarkan
taksiran bobot badan yang di jual pada agen di sekitar lokasi peternakan.
Jumlah Ternak
Variabel jumlah ternak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan intensif maupun semi intensif
(P>0,05). Koefisien regresi untuk variabel jumlah ternak pada sistem intensif dan
semi intensif secara berurutan sebagai berikut 2491468 dan 106592,72. Artinya setiap
per tambahan ternak sebanyak 1 ekor akan memberikan pertambahan pendapatan
ternak pada sistem intensif sebesar Rp 2.491.468 dan semi intensif sebesar Rp
Biaya Tetap
ari hasil penelitian diketahui bahwa biaya variabel tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan
secara intensif maupun semi intensif (P>0,05). Hasil analisis parsian menunjukkan
nilai koefisen regresi untuk biaya variabel sebesar – 1,008 dan pada biaya variabel
pada sistem semi intensif berkisar – 3,064. Artinya setiap pengeluaran Rp 1000 akan
menyebabkan penurunan pada pendapatan peternak kambing dengan sistem intensif
sebesar Rp 1.008 dan pada pendapatan peternak sistem semi intensif akan
menyebabkan pengurangan pendapatan peternak sebesar Rp 3.064.
Biaya Variabel
Biaya variabel yang termasuk dalam penelitian ini meliputi, biaya pakan,
transport, tenaga kerja, biaya listrik dan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soekartawi (1995), yang menyatakan bahwa biaya tidak tetap atau biaya variabel
adalah biaya yang besar – kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh,
misalnya biaya untuk sarana produksi (ransum, obat dan upah). Pendapatan yang
diterima dalam usahatani antara lain pendapatan bersih dan pendapatan keluarga.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang
dikeluarkan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa biaya variabel tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan
secara intensif maupun semi intensif (P>0,05). Hasil analisis parsial menunjukkan
nilai koefisen regresi untuk biaya variabel sebesar – 0,243 dan pada biaya variabel
pada sistem semi intensif berkisar 0,327. Artinya setiap pengeluaran Rp 1000 akan
sebesar Rp 243 sedangkan pada sistem semi intensif akan memberikan penambahan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sistem pemeliharaan ternak domba di Desa Celawan Kabupaten Serdang
Bedagai terdiri dari dua sistem pemeliharaan, yaitu sistem intensif dan semi intensif
yang memberikan pengaruh yang berbeda pada pendapatan peternak. Sistem
pemeliharaan intensif dipengaruhi oleh biaya bibit dan penjualan ternak sedangkan
pada sistem pemeliharaan semi intensif hanya dipengaruhi oleh penjualan ternak.
Saran
Peternak disarankan untuk melakukan pemeliharaan ternak domba di desa
celawan dengan sistem semi intensif karena berdasarkan uji kelayakan dan uji
komparasi menunjukkan pemeliharaan ternak domba dengan sistem semi intensif