• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Pendapatan Peternak Domba Secara Intensif dan Semi Intensif di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komparatif Pendapatan Peternak Domba Secara Intensif dan Semi Intensif di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Chapter III VI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive sampling atau secara sengaja, yaitu teknik penetuan sampel data dilakukan dengan pertimbangan tertentu

yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan (Sugiyono, 2010).

Pertimbangan ini didasarkan karena Desa Celawan merupakan daerah yang sedang

menjadi daerah binaan pengembangan peternakan pada tahun 2016 dan memiliki

potensi untuk dikembangkan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016

sampai dengan November 2016.

Metode Penentuan Sampel

Untuk mengetahui perbandingan pemeliharaan ternak domba secara intensif

dan semi intensif di Desa Celawan maka dilakukan survey dengan metode Penetapan

jumlah sampel diambil 30 % dari jumlah peternak di daerah penelitian. Dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Accidental Sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan bertemu dengan peniliti dapat digunakan sebagai sampel dan cocok sebagai

sumber data. Dengan catatan jumlah populasi dari masing-masing peternak tidak

diketahui maka sampel yang diambil berdasarkan informasi dari sampel yang

pertama kali dijumpai dan juga warga di sekitar lokasi penelitian, sehingga digunakan

teknik pengambilan sampel non probabilitas.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data Primer diperoleh langsung dari monitoring responden terhadap

(2)

kuesioner, sedangkan data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait

seperti Badan Pusat Statistik, lembaga pemerintah dan swasta lainnya.

Metode Analisis Data

Untuk tujuan 1 Digunakan untuk mengetahui besar pendapatan usaha ternak domba yaitu dengan perhitungan selisih antara penerimaan dan semua biaya maka

dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR - TC Keterangan:

Pd : Pendapatan yang diperoleh peternak domba (rupiah/tahun).

TR : Revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak domba (rupiah/tahun) TC : Total biaya yang dikeluarkan peternak domba (rupiah/tahun)

TR=Y x Py Dimana: TR = Penerimaan total

Y = Produksi yang diperoleh

Py = Harga jual

(Soekartawi, 1995).

R/C ratio = ��������������� (��) ������������������ (��)

Setelah itu dilakukan analisis secara deskriptif yaitu dengan mengetahui

besar kontribusi ternak domba terhadap pendapatan keluarga dengan menggunakan

rumus perhitungan sebagai berikut :

Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Domba:

Total Pendapatan Keluarga

(3)

Keterangan :

- Apabila kontribusi pendapatan usaha ternak domba > 30 % (kontribusinya besar).

- Apabila kontribusi pendapatan usahaternak domba < 30 %

(kontribusinya rendah).

Untuk tujuan 2 Perbedaan biaya, penerimaan, pendapatan dan efisiensi antara usaha ternak domba dengan pola budidaya intensif dan semi-intensif, diketahui dengan cara

melakukan uji komparasi dengan menggunakan uji t (t-test). Setelah hasil dari

analisis pendapatan, B/C, R/C dan kontribusi peternakan terhadap pendapatan

diketahui, analisis selanjutnya adalah analisis komparatif dengan menggunakan

metode indeks. variabel yang digunakan dalam metode indeks adalah biaya

pemasaran, pendapatan, penerimaan, B/C, R/C dan kontribusi peternakan terhadap

pendapatan dibandingkan antara pola budidaya intensif dan semi-intensif sehingga

didapatkan angka indeks yang menunjukan/mengindikasikan pola budidaya domba

yang paling baik di Desa Celawan.

Untuk tujuan 3 untuk mengetahui kelayakan usaha ternak maka dilakukan uji lanjut dengan mengggunakan aplikasi SPSS 22.0. . Uji lanjut yang dilakukan untuk melihat

signifikan atau tidaknya perbedaaan pendapatan dari kedua sistem pemeliharaan

(4)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka

dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Defenisi

1. Peternak adalah orang yang mengusahakan ternak domba potong sebagai

pekerjaan utama maupun sampingan.

2. Input adalah sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi usaha ternak

domba potong baik sistem gado maupun sistem non gado.

3. Output adalah hasil dari proses produksi usaha ternak domba potong.

4. Usaha ternak domba adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan penghasilan

dengan cara melakukan budidaya domba untuk menghasilkan daging yang akan

dijual ke konsumen.

5. Penerimaan adalah penjumlahan pertambahan nilai ternak, penjualan ternak

domba, selama 1 tahun.

6. Pendapatan adalah selisih antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya

produksi.

7. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses

produksi masih berlangsung.

8. Jumlah ternak (ekor) adalah banyak domba yang dipelihara .

9. Mortalitas adalah persentase kematian ternak dalam satu tahun pemeliharaan.

Batasan Operasional

(5)

2. Daerah penelitian adalah Desa Celawan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten

Serdang Bedagai

3. Penelitian dilakukan pada bulan oktober 2016 hingga novemberr 2016.

(6)

KARATERISTIK DAERAH PENELITIAN

Gambaran Umum Responden Penelitian

Berikut ini diuraikan beberapa karateristik responden yaitu usia, pendidikan,

pengalaman beternak, jumlah ternak domba yang dipelihara, dan pemakaian tenaga

kerja.

Umur.

Tingkatan umur dalam uusaha peternakan domba utamanya merupakan salah

satu yang mempengaruhi kinerja dalam kegiatan usaha yang dilakukan dimana

produktifitas kerja akan meningkat bila masih berada dalam kondisi umur yang

produktif dan akan semakin menurun kemampuan kerja seiring dengan bertambahnya

umur seseorang. Adapun klasifikasi responden berdasarkan umur petani beternak di

Desa Celawan yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1

berikut.

Tabel 1. Karakteristik umur responden di daerah penelitian No

Usia Intensif semi intensif

Jumlah % jumlah %

Berdasarkan tabel usia dapat dilihat bahwa responden yang beternak domba

secara intensif paling banyak berusia 56-65 tahun, sedangkan peternak domba secara

semi intensif paling banyak berusia 36-45 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kasim dan Sirajuddin (2008), usia non produktif berada pada rentan umur 0-14

(7)

seseorang maka lebih cenderung untuk berpikir lebih matang dan bertindak lebih

bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana

semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relatif menurun. Pada

umumnya, peternak yang berusia muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang

lebih kuat dari pada peternak yang lebih tua serta peternak yang lebih muda juga

lebih cepat menerima hal-hal yang baru dianjurkan.

Pendidikan

Dalam suatu usaha, tingkat pendidikan sangat berperan untuk meningkatkan

dan mengembangkan usaha. Tingkat pendidikan responden peternak domba di Desa

Celawan.

Tabel 2. Karakteristik pendidikan responden di daerah penelitian No

Tingkat Pendidikan Intensif Semi Intensif

Jumlah % Jumlah %

Pedidikakan merupakan faktor yang dapat mempercepat pembangunan usaha

pertanian dan peternakan, dengan pendidikan yang baik, seorang peternak akan

mudah mengadopsi teknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkan

permasalahan yang dihadapi (Mosher, 1983).

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari pendidikan formal yang

pernah diikuti. Menurut tabel menyatakan tingkat pendidikan responden beragam.

Berdasarkan tingkat pendidikan peternak domba intensif didapati tingkat pendidikan

terbanyak adalah SMU/Sederajat yaitu sebesar 50% sedangkan untuk peternak

sistem semi intensif tingkat pendidikan terbanyak yaitu SD/Sederajat sebesar 53,3%.

(8)

peternak sistem pemeliharaan domba intensif merupakan masyarakat yang

berpendidikan menengah sedangkan pada sistem pemeliharaan semi intensif

merupakan masyarakat berpendidikan rendah.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Syafat et al, 1995) dalam Siregar (2009)

mengatakan bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, yang pada

gilirannya akan semakin tinggi pula produktifitas kerja yang dilakukannya. Oleh

karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja

usaha peternakan akan semakin berkembang. Sedangkan menurut (Ahmadi,2003)

dalam Siregar (2009) dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan

seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam

kehidupannya. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimilikinya menyebabkan

keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja.

Pengalaman beternak

Pengalaman beternak akan mempengaruhi peternak dalam mengembangkan

usaha peternakannya. Semakin lama beternak maka peternak semakin tahu

bagaimana cara mengembangkan usaha peternakannya dan semakin mengarahkan

peternakanya menuju keberhasilan dan lebih mampu menangkap peluang dalam

usaha peternakan yang dijalaninya.

Pengalaman beternak peternak domba disajikan pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karakteristik pengalaman responden di daerah penelitian No

Pengalaman Beternak Intensif Semi Intensif

(9)

Tabel menunjukan 3 responden peternak domba intensif memiliki

pengalaman beternak antara 2- 10 tahun sebanyak 62,5 % . Peternak domba secara

semi intensif memiliki pengalaman beternak domba antara 2-10 tahun sebanyak

46,67% responden. Hal ini menunjukan bahan pengalaman beternak domba

responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan dan pengalaman

dalam mengelola usahat ternak domba. Pada umumnya pengalaman beternak di

daerah penelitian diperoleh dari keluarga, dengan pengalaman beternak yang cukup

lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap

manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik.

Jumlah ternak yang dimiliki

Kepemilikan ternak domba menggambarkan besarnya ternak yang dimiliki

oleh masyarakat. Adapun jumlah kepemilikan ternak domba di Desa Celawan

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

Tabel 4. Karakteristik jumlah responden di daerah penelitian

Tabel menunjukkan bahwa jumlah ternak responden sangat beragam tetapi

baik pemeliharaan sistem intensif maupun sistem semi intensif di dapati jumlah

ternak terbanyak adalah 2-10 ekor yaitu sebesar 62,5% dan 43,3% dari total

responden. Skala kepemilikan ternak akan mempengaruhi hasil yang akan didapatkan

dimana semakin tinggi usahanya maka akan semakin mendekati usaha pokok yang

digelutinya dan akan semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Soekartawi(1995) Pendapatan usaha ternak sangat di pengaruhi No

Jumlah Ternak Intensif Semi Intensif

(10)

oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani-peternak yang

sifatnya tetap tidak tergantung dari besar kecilnya produksi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa biaya tetap pada umumnya

didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan

walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini

tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap pada usaha

peternakan meliputi; biaya penyusutan kandang dan peralatan serta perlengkapan

kandang (sekop, ember, sapu, tempat makan dan minum, tali,), biaya bibit. Pada

sistem pemeliharaan semi intensif memiliki biaya tetap yang lebih tinggi dibandigkan

dengan pemeliharaan dengan sistem intensif, yaitu Rp 2.968.333 dengan komposisi

23,73% dari total biya yang dikeluarkan untuk usaha pemeliharaan ternak domba.

Pada sistem intensif memiliki biaya tetatp rata-rata Rp 1.327.438, dengan komposisi

17,82% dari total biaya yang berjumlah Rp 6.720.250. Pengeluaran yang termasuk

dalam biaya tetap, yaitu: biaya penyusutan kandang dan peralatan. Perbedaan

peralatan dan kandang yang berbeda pada masing-masing sistem pemeliharaan

mengakibatkan perbedaan pada biaya tetap yang harus dikeluarkan.

Biaya tidak tetap meliputi; biaya tenaga kerja, biaya pakan dan vitamin serta

obat-obatan, transportasi, rekening listrik dan air. Pakan yang diberikan peternak

memiliki kesamaan, yaitu pakan utama berupa rumput. Hanya beberapa peternak

pada sistem pemeliharaan secara Intensif yang memberikan pakan tambahan berupa

ampas tahu. Oleh karena itu, komposisi pengeluaran untuk biaya variabel pada sistem

(12)

hanya 61,29%. Meskipun komposisi pengeluaran untuk biaya variabel pada sistem

intensif lebih tinggi, akan tetapi total biaya yang dikeluarkan untuk biaya variabel

masih lebih rendah, yaitu Rp 5.329.813 dibandingkan pengeluaran untuk biaya

variabel pada sistem pemeliharaan semi intensif, yaitu Rp 7.665.092.

Tabel 5. Rata-rata biaya tetap dan tidak tetap masing-masing peternak responden

Jenis Sistem Pemeliharaaan

Besarnya penerimaan pada sistem pemeliharaan intensif memiliki nilai

rata-rata sebesar Rp 11.0000.000 sedangkan pada sistem semi intensif adalah sebesar

21.196.667. Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan ternak dan nilai akhir ternak

dari ternak yang belum terjual. Pada sistem pemeliharaan secara intensif maupun

semi intensif, nilai akhir ternak memiliki komposisi tertinggi dari toal penerimaan

peternak yang berkisar 78,98% dan 73,16%.

Tabel 6. Tabel Rata-rata peerimaan masing-masing peternak responden

Penerimaan Sistem Pemeliharaaan

Pendapatan menurut (Kay dan Edward, 1994) Penerimaan dalam usaha tani

meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama,

sedangkan pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi Pada

(13)

dibandingkaan pemeliharan pada sistem semi intensif, secara berurutan Rp 4.279.750

dan Rp 10.563.242. sedangkan pendapatan per ST, secara berurutan Rp 3.468.241

dan Rp 5.794.982.

Tabel 7. Rata-rata pendapataan masing-masing peternak responden

Jenis Sistem Pemeliharaaan

Intensif (Rp) % Semi Intensif (Rp) % Nilai akhir ternak 8.687.500 78,98 15.506.666 73,16

Penjualan ternak 2.312.500 21,02 5.690.000 26,84 Total penerimaan 11.000.000 100 21.196.667 100

Uji Komparasi Pendapatan Peternak dan Revenue Cost Ratio (R/C)

Uji lanjut yang dilakukan untuk melihat signifikan atau tidaknya perbedaaan

pendapatan dari kedua sistem pemeliharaan tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan

data dengan menggunakan program SPSS 22.0 diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 8. Hasil uji beda rata-rata pendapatan per peternak, pendapatan per satuan ternak, dan R/C ternak

No. Uraian Sistem pemeliharaan Sign

Intensif Semi intensif

1 Pendapatan/peternak Rp 4.279.750 Rp 10.563.241 0,054a

2 Pendapatan/ST Rp 3.468.242 Rp 5.794.982 0,016ab

3 R/C 1,65 1,86 0,144

Keterangan : ab = berbeda sangat nyata

Berdasarkan analisis Independent Sample t-test pada Tabel 6, dapat diketahui

bahwa terdapat perbedaan sangat nyata antara pendapatan per peternak maupun per

per Satuan Ternak antara peternak dengan sistem pemeliharaan intensif dan semi

intensif. Hal ini terlihat dari output analisis SPSS 22.0 dengan nilai probabilitas pada

uji t (P < 0,05).

Akan tetapi, bila diamati lebih jauh terdapat perbedaan yang sangat nyata

pada pendapatan per peternak antara pemeliharaan sistem intensif dan semi intensif

dengan nilai signifikasi sebesar 0,054 (P < 0,05). Rata-rata pendapatan per peternak

(14)

4.279.750 dan pendapatan rata-rata per peternak dengan sistem pemeliharaan semi

intensif berkisar Rp 10.563.241. Besarnya pendapatan yang diterima peternak dengan

sistem pemeliharaan semi intensif dikarenakan sebagian besar peternak dengan

sistem pemeliharaan semi intensif memiliki jumlah rata-rata ternak per peternak 19

ekor sedangkan pada pemeliharaan sistem intensif memiliki jumlah rata-rata ternak

per peternak sebesar 10ekor.

Berdasarkan hasil uji beda rata-rata terhadap nilai R/C diperoleh hasil yang

tidak berbeda nyata antara pemeliharaan dengan sistem pemeliharaan intensif dan

semi intensif. Hasil uji t memperlihatkan nilai probabilitas sebesar 0,144 (P > 0,05),

sehingga tidak terdapat perbedaan anatara kelayakan pada usaha peternakan dengan

sistem pemeliharaan intensif dan sistem semi intensif. Akan tetapi, berdasarkan uji

kelayakan diperoleh nilai R/C > 0,05, yang menyatakan bahwa kedua usaha tersebut

sama-sama layak untuk dilaksanakan.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternakan Dengan Sistem Pemeliharaan Intensif dan Semi Intensif

Hasil analisis regresi dengan SPSS 22.0 terhadap faktor yang mempengaruhi

pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan intensif dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 10. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak dengan Sistem Pemeliharaan Intensif

Model Koefisien Regresi T Sig.

(Constant) 192982 -1,057 0,401

Biaya Bibit 2,938 5,567 0,031ab

Penjualan ternak 0,754 9,653 0,011ab

Jumlah Ternak 2491468 2,413 0,137

Biaya tetap -1,008 -2,158 0,164

Biaya Variabel -0,243 -1,877 0,201

R2 0,999

F hit 401,171

Sig 0,002

(15)

Berdasarkan tabel 7 diperoleh persamaan pendapatan peternak dengan sistem

pemeleliharaan secara intensif sebagai berikut:

Y = 192982 + 2,938 X1 + 0,754X2 + 2491468 X3 – 1,008 X4 – 0,243 X5

Tabel. 8 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif

Model Koefisien Regresi T Sig.

(Constant) 3315207,452 -,375 0,711

Biaya Bibit 1,362 ,229 0,821

Penjualan ternak 2,922 4,049 0,000ab

Jumlah Ternak 106952,720 ,483 0,634

Biaya tetap -3,064 -0,520 0,608

Biaya Variabel 0,327 0,295 0,770

R2 0,593

F hit 6,997

Sig 0,000

Keterangan : ab = berbeda sangat nyata

Berdasarkan tabel 12 diperoleh persamaan pendapatan peternak dengan

sistem pemeliharaan secara intensif sebagai berikut:

Y = 3315207,452 + 1,362 X1 + 2,922 X2 + 106952,720 X3 – 3,064– 0,327 X5

Keterangan :

Y : Pendapatan peternak (Rp/tahun)

X1 : Biaya bibit (Rp/tahun)

X2 : Harga jual (Rp/Tahun)

X3 : Jumlah ternak

X4 : Biaya tetap

X5 : Biaya variabel

Uji pengaruh vaariabel secara serempak Nilai R square

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai R Square unttuk regresi linear

(16)

bahwa seluruh variabel bebas, yaitu biaya bibit, penjualan ternak, jumlah ternak,

biaya tetap dan biaya variabel mempengaruhi pendapatan peternak denngan sistem

pemeliharaan sebesar 99% sedangkan pada pemeliharaan ternak secara semi intensif

seluruh variabel bebas yang diteliti hanya mempengaruhi pendapatan peternak

sebesar 59,3% sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak termasuk dalam

penelitian ini.

Pengaruh variabel secara serempak

Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap

variabel teerikat dapat diketahui dengan melihat nilai F hitung yang diperoleh. Nilai F

hitung pada sistem pemeliharaan intensif (401,71) dengan taraf signifikasi 0,002 (P <

0,05), sedangkan pada sistem pemeliharaan semi intensif (6,997) dengan taraf

signifikasi 0,000 (P < 0,05), yang artinya bahwa secara serempak seluruh variabel

bebas yang diteliti secara serempak mempengaruhi pendapatan peternak domba di

desa Celawan. Apabila keseluruhan variabel bebas mengalami kenaikaan secara

bersamaan maka akan menyebabkan penurunan pada pendapataan peternak, begitu

pula sebaliknya.

Nilai Konstanta

Nilai konstanta disebut juga koefisien intersept dalam regresi lineaar, artinya

apabaila seluruh variabel bebas dianggap nol atau produksi tidak ada maka nilai

pendapatan yang diteerima peternak domba dengan sistem intensif adalah Rp

192.982/tahun dan peendapatan yang diterima peternak dengan sistem pemeliharaan

(17)

Uji Pengaruh Variabel Secara Parsial Variabel Bibit

Variabel biaya bibit secara statistik berpengaruh nyata terhadap pendapatan

peternak dengan sistem pemeliharaan secara intensif. Nilai probabilitaas untuk

pengaruh biaya terhadap usaha peternakan domba dengan sistem intensif adalah

sebesar 0,031 (P<0,05). Nilai koefisien Regresi untuk biaya bibit pada peternakan

dengan sistem intensif sebesar 2,938 yang artinya setiap terjadi kenaikaan harga bibit

sebanyak Rp 1 akan menyebabkan kenaikan pendapatan peternak dengaan sistem

intensif sebesar Rp 2,938. Akan tetapi hal ini berbeda pada pemeliharaan sistem semi

intensif , variabel biaya bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pendapaan peternak dengan besaran nilai probabilitas terhadap usaha peternakan

sebesar 0,821 (P>0,05). Nilai koefisien Regresi sistem semi intensif sebesar 1,362.

Biaya bibit pada sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif memiliki hubungan

positif yang artinya setiap pertambahan harga pembelian bibit ternak domba sebesar

Rp 1000 akan memberikan tambahan pendapatan peternak sistem intensif sebesar Rp

2.938 dan pendapatan peternak sistem semi intensif sebesar Rp 1.362.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Saleh et al (2006) menyatakan bahwa bibit merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menetukan keberhasilan usaha

tani. Biaya bibit yang dikeluarkan tentu akan mempengaruhi nilai ternak pada akhir

tahun, jika ternak tidak dijual maka nilai dari ternak akan dihitung sebagai

penerimaan bagi peternak.

Harga Jual Domba

Secara parsial harga jual ternak domba memberikan pengaruh yang nyata

(18)

regresi penjualan ternak pada sistem intensif sebesar 0,754 dan pada sistem semi

intensif sebesar 2,928, yang artinya setiap pertambahan penjualan ternak sebesar Rp

1000, akan memberikan pertambahan pendapatan pada peternak dengan

pemeliharaan sistem intensif sebesar Rp 754 dan pada peternak sistem semi intensif

sebessar Rp 2.928.

Menetapkan harga jual atas produksi yang dihasilkan merupakan pekerjaan

yang tidak boleh diabaikan, karena kesalahan dalam menetapkan harga jual akan

berdampak langsung terhadap keberhasilah suatu usaha. Keuntungan yang diperoleh

dari usaha peternakan domba di Desa Celawan berupa penjualan pedet yang

tergantung pada umur dan jenis kelamin dengan mempertimbangkan juga kondisi

ternak serta permintaan pasar. Subandriyo et al (1997), menyatakan bahwa kualitas anak yang dihasilkan akan menentukan harga jual ternak tersebut, semakin bagus

kualitas yang dihasilkaan akan semakin tinggi dengaan harga yang semakin tinggi

otomatis penerimaan yang akan diperoleh juga akan semakin meningkat. Penjualan

ternak pada kedua sistem pemeliharaan memiliki kesamaan, yaitu berdasarkan

taksiran bobot badan yang di jual pada agen di sekitar lokasi peternakan.

Jumlah Ternak

Variabel jumlah ternak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan intensif maupun semi intensif

(P>0,05). Koefisien regresi untuk variabel jumlah ternak pada sistem intensif dan

semi intensif secara berurutan sebagai berikut 2491468 dan 106592,72. Artinya setiap

per tambahan ternak sebanyak 1 ekor akan memberikan pertambahan pendapatan

ternak pada sistem intensif sebesar Rp 2.491.468 dan semi intensif sebesar Rp

(19)

Biaya Tetap

ari hasil penelitian diketahui bahwa biaya variabel tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan

secara intensif maupun semi intensif (P>0,05). Hasil analisis parsian menunjukkan

nilai koefisen regresi untuk biaya variabel sebesar – 1,008 dan pada biaya variabel

pada sistem semi intensif berkisar – 3,064. Artinya setiap pengeluaran Rp 1000 akan

menyebabkan penurunan pada pendapatan peternak kambing dengan sistem intensif

sebesar Rp 1.008 dan pada pendapatan peternak sistem semi intensif akan

menyebabkan pengurangan pendapatan peternak sebesar Rp 3.064.

Biaya Variabel

Biaya variabel yang termasuk dalam penelitian ini meliputi, biaya pakan,

transport, tenaga kerja, biaya listrik dan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Soekartawi (1995), yang menyatakan bahwa biaya tidak tetap atau biaya variabel

adalah biaya yang besar – kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh,

misalnya biaya untuk sarana produksi (ransum, obat dan upah). Pendapatan yang

diterima dalam usahatani antara lain pendapatan bersih dan pendapatan keluarga.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang

dikeluarkan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa biaya variabel tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pendapatan peternak dengan sistem pemeliharaan

secara intensif maupun semi intensif (P>0,05). Hasil analisis parsial menunjukkan

nilai koefisen regresi untuk biaya variabel sebesar – 0,243 dan pada biaya variabel

pada sistem semi intensif berkisar 0,327. Artinya setiap pengeluaran Rp 1000 akan

(20)

sebesar Rp 243 sedangkan pada sistem semi intensif akan memberikan penambahan

(21)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem pemeliharaan ternak domba di Desa Celawan Kabupaten Serdang

Bedagai terdiri dari dua sistem pemeliharaan, yaitu sistem intensif dan semi intensif

yang memberikan pengaruh yang berbeda pada pendapatan peternak. Sistem

pemeliharaan intensif dipengaruhi oleh biaya bibit dan penjualan ternak sedangkan

pada sistem pemeliharaan semi intensif hanya dipengaruhi oleh penjualan ternak.

Saran

Peternak disarankan untuk melakukan pemeliharaan ternak domba di desa

celawan dengan sistem semi intensif karena berdasarkan uji kelayakan dan uji

komparasi menunjukkan pemeliharaan ternak domba dengan sistem semi intensif

Gambar

Tabel 1. Karakteristik  umur responden di daerah penelitian
Tabel 2. Karakteristik  pendidikan  responden di daerah penelitian
Tabel 3. Karakteristik  pengalaman  responden di daerah penelitian
Tabel menunjukkan bahwa jumlah ternak responden sangat beragam tetapi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sumber keuangan dari luar ( baik berupa hibah atau pinjaman ) dapat memainkan peranan yang penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya guna membantu pelaksanaan

Mutia Rahmah: Seleksi Individu Terpilih pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Generasi M5 Berdasarkan Karakter Produksi Tinggi dan Toleran Penyakit Busuk Pangkal

Penelitian yang telah dilakukan dengan model pembelajaran kooperatiif tipe STAD (Student Teams Achiement Division) untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada

Manager hall adalah pimpinan yang bertanggungjawab pada tiap hall. Manager ini

produksi tinggi dan toleran penyakit busuk pangkal batang Athelia rolfsii Curzi.

berhubungan dengan jasa yang diberikan oleh sumber daya.. manusia suatu organisasi, yang sering juga disebut

Abstrack: Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mendeskripsikan peningkatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (b) mendeskripsikan bagaimana peningkatan

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •