• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Sosial Masyarakat Rusunawa Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Sosial Masyarakat Rusunawa Kota Binjai"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal di kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan. Keterbatasan ekonomi yang mereka miliki menjadi dasar bagi mereka menghuni pemukiman kumuh dan liar. Tingginya jumlah masyarakat miskin disebabkan oleh beberapa faktor seperti rendahnya pendidikan, latar belakang keluarga miskin dan kesempatan lowongan pekerjaan yang rendah. Daerah kumuh atau permukiman miskin merupakan fenomena umum di kota besar. Permukiman kumuh yang bertambah setiap tahunnya sangat sulit untuk dicegah. Munculnya pemukiman kumuh ini sebenarnya ilegal karena melanggar ketertiban umum. Hal ini harus segera ditindak dengan cepat sebelum persebaran permukiman ini semakin meluas.

(2)

Selain itu dewasa ini faktanya bahwa wilayah Indonesia terutama di kota-kota besar mulai kehabisan lahan untuk permukiman. Semakin langkanya dan semakin mahalnya harga lahan di kota-kota besar memicu para pengembang di sektor permukiman membangun sebuah hunian vertikal dengan tipologi bangunan yang sudah baku. Maka muncullah suatu tipologi bangunan yang disebut dengan Rusunawa, unit-unit satuan rumah susun yang sedianya dibangun secara horizontal kini seolah-olah ditumpuk-tumpuk menjadi satu bangunan tinggi yang utuh. Penyatuan unit-unit rumah ini juga berarti menyatukan budaya atau adat istiadat yang menjadi kebiasaan penghuni rumah itu sendiri.

Rusunawa telah dibangun di beberapa kota di Indonesia, salah satunya adalah Kota Binjai. Kota Binjai merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara yang hanya memiliki luas area ± 90, 23 km² dan berjarak sekitas 22 km dari Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Saat ini Kota Binjai hanya memiliki 1 unit Rusunawa yang diperuntukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pemerintah Kota Binjai berhadap dengan adanya pembangunan Rusunawa ini akan membantu meringankan beban masyarakat ekonomi rendah utnuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggalnya.

(3)

perkotaan. Untuk tinggal di Rusunawa perlu dikembangkan budaya-budaya1 baru yang sesuai dan tepat bagi kelangsungan hidup bermasyarakat di lingkungan barunya (Purwaningsih, 2011). Oleh karena itu perlunya penyesuaian diri terharap lingkungan sosial Rusunawa tersebut karena tanpa penyesuaian diri yang baik maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak akan dapat bertahan untuk tinggal menetap dan menghuni Rusunawa tersebut.

Pada dasarnya masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan perumahan yang menapak di tanah atau yang sering kita sebut dengan istilah landed house. Segala macam budaya, kebiasaan, maupun adat istiadat yang berkaitan dengan tipologi perumahan horizontal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Dengan hamparan tanah yang luas sangat memungkinkan untuk membangun perumahan tipe tersebut, rumah-rumah tradisional maupun modern pada waktu itu dibangun secara horizontal membentuk suatu daerah, lingkungan tertentu, maupun yang akhirnya menjadi sebuah desa dan ini terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Tentu seiring dengan berjalannya waktu manusia selalu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya terutama lingkungan tempat mereka bermukim, dan kebiasaan yang telah menjadi budaya atau adat istiadat telah terbentuk sedemikian rupa guna menjalankan kehidupannya berhubungan dengan lingkungan perumahan yang terjadi.

Setiap masyarakat yang masuk ke Rusunawa akan menghadapi lingkungan sosial yang berbeda dari sebelumnya. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda baik dari segi agama, etnis, daerah asal dan sebagainya. Sesama penghuni Rusunawa diperlukannya hubungan yang baik di antara keduanya agar terjalinnya

1

(4)

keharmonisan dalam bertetangga. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia yang tidak bisa hindari. Karena manusia bukan hanya sebagai makhluk individu, tetapi juga merupakan makhluk sosial. Keharmonisan dalam bertetangga dapat dilihat dari hubungan kerjasama diantara mereka. Menetap di Rusunawa secara tidak langsung akan menciptakan interaksi antar sesama penghuni akan lebih intensif. Hal ini dikarenakan mereka tinggal di satu atap yang sama dan hunian mereka hanya dipisahkan oleh dinding saja.

Kehidupan bertetangga dipengaruhi oleh adanya interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-orang secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama (Soekanto, 2006: 54)

(5)

Kondisi dan situasi yang telah disebutkan diatas membuat peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan yang berkaitan dengan adaptasi antar warga di Rusunawa tersebut. Peneliti ingin melihat bagaimana adaptasi masyarakat di lingkungannya yang baru yaitu di Rusunawa. Sebagai ilmu yang mempelajari tentang manusia dan kebudayaan, antropologi perkotaan melihat bagaimana cara penyesuaian dalam diri masyarakat di tempat tinggalnya yang baru dalam konteks perkotaan.

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Pengertian Rusunawa

Pengertuian Rumah Susun menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011, bahwa Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang berfungsi untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Satuan Rumah Susun (Sarusun) adalah unit hunian rumah susun yang dihubungkan dan mempunyai akses ke selasar/koridor/lobi dan lantai lainnya dalam bangunan rumah susun, serta akses ke lingkungan dan jalan umum.

(6)

Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara atau daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.

Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola.

1.2.2. Pembangunan Rusunawa

Pembangunan Rusunawa adalah suatu cara untuk memecahkan masalah kebutuhan dari permukiman dan perumahan pada lokasi yang padat terutama pada daerah perkotaan yang jumlah penduduknya selalu meningkat. Pembangunan rumah susun tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga mejadi lebih lega. Selain itu daerah kumuh juga akan berkurang dan selanjutnya menjadi daerah yang rapi yang bersih dan teratur (Hijriwati, 2011).

(7)

Perumnas dalam rangka mengantisipasi kecenderungan meningkatnya arus urbanisasi ke kota, terutama dari golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta sulitnya mendapatkan lahan murah di perkotaan sebagai kewajiban pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup serta kehidupan masyarakat secara utuh melalui pemerataan penyediaan perumahan yang layak huni dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun rumah susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.

Kebijaksanaan di bidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat RPJM2. Amanat tersebut menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga atau masyarakat. Pembangunan perumahan dan pemukiman perlu ditingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Menurut pasal 3 Undang Undang Rumah Susun, Nomor 20 Tahun 2011, tujuan pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut :

a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, hrmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan

2

(8)

permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial dan budaya;

b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan pemukiman kumuh;

d. Mengarhakan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman yang layak, terutama bagi MBR3; f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah

susun,

g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan pemukiman yang terpadu; dan

h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

3

(9)

Pembanguan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administrasi yang di tetapkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat karena rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa. Rumah Susun merupakan gedung tingkat yang akan dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan, keseamatan, dan kenikmatan dalam penghuninya.

1.2.3. Adaptasi

Pengertian penyesuaian diri sering kali disebut juga dengan adaptasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2009, istilah adaptasi diartikan sebagai penyesuaian terhadap lingkungan baru. Perilaku penyesuaian individu terhadap lingkungannya merupakan upaya pengurangan ketidaksesuaian lingkungan dengan individu.

Purwanigsih (2011) mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh individu dalam upaya untuk mengurangi ketidaksesuaian dibedakan menjadi 3 jenis adaptasi yaitu:

1. Adaptasi by adjustment, yaitu tindakan mengurangi konflik dengan menyesuaikan diri sehingga terjadi keselarasan antara lingkungan dengan individu.

2. Adaptasi by reaction, yaitu tindakan menolak atau melawan terhadap lingkungan dengan melakukan perubahan-perubahan fisik lingkungan guna menambah keselarasan antara individu dengan lingkungan fisiknya.

(10)

Penyesuaian antara individu dengan lingkungan sosial budayanya dikenal dengan istilah adaptasi. Pada kondisi ini individu mengubah perilaku agar sesuai dengan kondisi lingkungannya, sedangkan penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu dikenal dengan istilah adjustment. Adaptasi sosial berkaitan dengan kelembagaan sosial untuk mengendalikan atau meredam konflik-konflik. Adaptasi budaya berkaitan dengan proses sosial, suatu individu akan berusaha membiasakan diri pada suatu tempat dalam kehidupan sosial untuk dapat berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitasnya.

Menurut Suparlan (1984: 20), adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:

1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya).

2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).

3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh).

Soekanto (2006: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:

1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

(11)

4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.

6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri (Fadhillah, 2017). Dari definisi tersebut, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan (Purwaningsih, 2011).

1.2.4. Perubahan Sosial

(12)

Terjadinya perubahan merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupanya yang lama dan menganggap sudah tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi kehidupan yang baru (Purwaningsih, 2011).

Menurut Gillin dan Gillin (dalam Martono, 2014: 4), perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial lainya, termasuk didalam nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 2006: 263).

(13)

1.2.5. Masyarakat

Istilah “masyarakat” merupakan istilah yang paling lazim digunakan untuk menyebut suatu kelompok kolektif manuisa. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan istilah ilmiah saling “berinteraksi”. Namun tidak semua kesatuan manusia yang berinteraksi atau bergaul merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan yang membuat kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batasan kesatuan ini (Koentjaraningrat, 116: 2009)

Gillin dan Gillin dalam bukunya “Cultural Sociology” (1954) mendefinisikan masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan Suparlan (1984) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia terwujud.

(14)

Mac Iver dan Page (dalam Soekanto, 2006: 22) menyatakan masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Keseluruhan yang selalu berybah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan masyarakat selalu berubah. Menurut Mac Iver dan Charles dalam Soekanto (2006) unsur-unsur perasaan masyarakat antara lain adalah seperasaan, sepenanggungan dan memerlukan.

1.2.6. Interaksi Sosial

Analisa mengenai manusia sebagai makhluk sosial telah banyak dilakukan misalnya Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politicoon; man is a social animal). Bouman (1957: 32) mengemukakan bahwa manusia baru menjadi manusia setelah manusia itu hidup dengan manusia lain. Soekanto (2006: 75) menyatakan bahwa di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya.

(15)

Interaksi tidak cukup hanya bertemu secara badaniah atau kontak dengan orang yang berada di sekitar kita, tetapi juga harus dibarengi aktivitas komunikasi. Soekanto (2006: 67), mengemukakan bahwa bertemunya orang perorang secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorang atau kelompok-kelompok manusia saling bekerjasama, berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama.

Mengutip Simmel (dalam Kamil, 1999: 30) mengatakan bahwa interaksi sosial memiliki arti dan bermakna apabila memenuhi dua syarat yaitu: (1) adanya kontak, asksi reaksi, yang meliputi kontak primer melalui berhadapan langsung (face to face) dan kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang dilakukan melalui perantara, seperti melalui telepon, orang lain, surat kabar dan lain-lain; (2) adanya komunikasi, pada dasarnya kontak merupakan aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain dengan memberikan reaksi sehingga timbul komunikasi. Kontak saja tanpa adanya komunikasi belum merupakan interaksi. Komunikasi timbul apabila seseorang menangkap makna dari aksi orang lain atau kelompok dan memberikan reaksi yang diwujudkan melalui perilaku sebagai perasaan yang ingin disampaikan kepada orang lain atau kelompok tersebut.

(16)

Lebih lanjut Simmel mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan awal terbentuknya masyarakat. Masyarakat tidak bisa lepas dari beberapa individu yang terdapat di dalamnya, karena merupakan suatu proses dinamis yang terus berlangsung selama individu tersebut memberi dukungan aktif.

Proses terjadinya masyarakat menurut Simmel (dalam Kamil, 1999: 29-30) dinamakan Sosiasi yaitu suatu masyarakat itu ada karena terdapat sejumlah individu yang terjalin secara kompleks melalui interaksi dan saling mempengaruhi. Simmel mengatakan bahwa terdapat dua konsep interaksi yang terdapat dalam masyarakat yaitu bentuk dan isi. Dilihat dari situasi sosial, isi merupakan tujuan yang hendak dicapai masyarakat, sedangkan bentuk merupakan jenis interaksi dari hubungan sosial yang nyata di dalam masyarakat yang diwujudkan melalui superordinasi (hubungan dengan bawahan melalui dominasi), Subordinasi (hubungan dengan atasan melalui ketaatan), kerukunan, perwakilan, kerjasama, pertentangan dan lain-lain.

Menurut Soekanto (2006: 69), berlangsungnya suatu proses interaksi di dasarkan berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Di jelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai berlaku, sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang ditiru adalah tindakan yang menyimpang.

(17)

hanya titik tolaknya berbeda. Sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda emosi sehingga menyebabkan daya pikir rasional terhambat.

Adapun identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi, karena kepribadian dapat terbentk melalui proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung baik dengan sendiri maupun dengan sengaja, karena seringnya seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam kehidupannya. Pengaruhnya lebih mendalam dibandingkan dengan proses imitasi dan sugesti.

Kemudian proses sugesti, sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada orang lain. Di dalam proses ini perasaan memgang peranan sangat penting, walaupun dorongan utama adalah keinginan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Proses simpati dapat berkembang kalau didukung oleh faktor saling mengerti (Soekanto, 2006: 71).

1.2.7. Konflik Dalam Hubungan Sosial

Wilayah perkotaan terdiri dari berbagai macam etnik yang datang berbagai daerah. Keanekaragaman etnik tersebut merupakan salah satu ciri khas masyarakat kita yang disebut masyarakat majemuk. Dengan adanya keanekaragaman masyarakat disatu pihak merupakan kekayaan kebudayaan nasional, dilain pihak tidak jarang keadaan tersebut merupakan salah satu faktor penghambat kearah terciptanya suatu kerukunan sosial (Arkanudin, 2012).

(18)

mencakup persaingan yang meliputi kontraversi dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Kimbal Young, mengemukakan bentuk proses sosial adalah: (1) oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertentangan atau pertikaian (conflict); (2) kerja sama (co-operation) yang menghasilkan akomodasi (accomodation); (3) defrensiasi (defferentiation) yang merupakan proses dimana orang perorang di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban yang berbeda dengan orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, sex dan pekerjaan.

Menurut Coser (dalam Johnson, 1986: 195), konflik merupakan salah satu bentuk interaksi. Sedangkan menurut Simmel (dalam Johnson,1986: 194) mengatkan bahwa sesungguhnya dinamika konflik adalah sedemikian, sehingga pada setiap isu tertentu ada kecenderungan untuk menjadi dua kelompok utama, yang tidak dapat dielakkan lagi untuk berkonflik. Konflik umumnya mengarah perhatian pada kepentingan-kepentingan kelompok dan orang yang salin bertentangan dalam struktur sosial. Selanjutnya Simmel (dalam Lawang, 1985:269) mengemukakan bahwa tidak ada interaksi sosial yang bebas dari konflik, justru konflik sangat erat terjalin dengan berbagai proses mempersatukan kehidupan sosial.

(19)

1.3. Rumusan Masalah

Tinggal menetap di Rusunawa adalah suatu cara hidup baru bagi sebagian besar masyarakat perkotaan. Dalam banyak hal perubahan fisik dan lingkungan sosial yang sangat berbeda akan membawa pengaruh terhadap kehidupan mereka. Oleh karena itu ada 3 rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana hubungan sosial yang tercipta diantara sesama warga penghuni Rusunawa

2. Bagaimana penyesuaian diri warga masyarakat Rusunawa dengan lingkungan sosialnya

3. Apa saja permasalahan yang dihadapi masyarakat selama tinggal di Rusunawa 4. Apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat selama tinggal di Rusunawa

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial yang tercipta diantar sesama penghuni.

2. Untuk mengetahui berbagai wujud penyesuaian diri sebagai strategi dalam menghadapi lingkungan yang baru.

3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat di Rusunawa Kota Binjai.

4. Untuk mengetahui perubahan apa saja yang dirasakan masyarakat selama tinggal di Rusunawa

(20)

1. Diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah untuk melihat secara nyata berbagai kebutuhan dan pengunaan ruang secara tepat bagi masyarakat penghuni Rusunawa. Sehingga para perencana kota melalui pembangunan rusun dapat membuat design pemukiman yang ideal menurut konteks kebudayaan masyarakat setempat.

2. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat kepada kalangan masyarakat yaitu memperkaya informasi mengenai adaptasi masyarakat di Rusunawa. Selain itu juga kepada kebijakan Pemko Binjai agar dapat membangun Rusunawa yang baik dan ideal.

3. Secara teoritis, penelitian ini dapat meningkatkan keilmuan dan wawasan di kalangan mahasiswa, akademis, dan ilmu di bidang sosial dan budaya khususnya Antropologi Sosial terkait adaptasi masyarakat Rusunawa.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkandan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunkan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode etnografi.

(21)

karena itu penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang dengan melihat, mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar dari masyarakat.

Inti dari etnografi adalah upaya memperrhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini terekspresikan secara langsung dalam bahasa, dan banyak yang diterima dan disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan (Spradley, 1997). Karakteristik utama dari metode ini adalah sifat analisisnya yang mendalam, kualitatif, dan holistik, sehingga penelitian dengan menggunakan metode etnografi memakan waktu yang cukup lama.

Dengan menggunakan metode etnografi, peneliti tidak hanya menulis hal-hal yang dapat diamati saja. Tetapi peneliti juga akan menggali secara menyeleruh segala hal yang berkaitan dengan topik penelitian. Peneliti akan menggali sebanyak mungkin informan terkait strategi adaptasi yang digunakan warga masyarakat Rusunawa untuk dapat tinggal menetap di Rusunawa tersebut.

1.5.1. Teknik Penelitian

1.5.1.1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Kegiatan studi kepustakaan dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan dalam melengkapi penulisan dan penyesuaian data dari hasil wawancara.

(22)

pertama yang dilakukan penulis yaitu mengumpulkan artikel, buku, dan jurnal yang berhubungan dengan adaptasi dan rumah susun. Setelah semua terkumpul terlebih dahulu penulis membaca lalu mengklasifikasikan untuk dijadikan bahan penelitian. 1.5.1.2. Teknik Observasi Partisipatif

Penelitian dengan metode etnografi mengharuskan peneliti melakukan observasi partisipatif. Teknik ini melibatkan peneliti secara langsung dalam kegiatan pengamatan di lapangan. Jadi, peneliti bertindak sebagai observer, artinya peneliti merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya. Dengan teknik observasi partisipasi penliti dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar untuk diketahui dengan metode lainnya. Selain melakukan observasi partisipatif metode etnografi juga melakukan wawancara mendalam, membangun rapport dan juga penulisan field note selama di lapangan. Field note merupakan catatan yang dibuat peneliti selama penelitian di lapangan. Field note berisi data-data yang di peroleh peneliti dari hasil observasi dan wawancara dengan informnan.

(23)

Selain itu rapport juga membantu dalam hal penggalian data tentunya. Rapport tidak hanya diciptakan atau dibentuk kepada satu orang namun kepada semua orang yang terlibat dalam penelitian. Sehingga bisa dikatakan rapport dijadikan sebagai prasyarat utama yang harus dilakukan untuk mendapatkan data dari informan.

Dalam teknik observasi partisipatif berarti peleliti ikut tinggal bersama masyarakat Rusunawa Binjai. Serta ikut melakukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan masyarakat Rusunawa Binjai guna untuk mendapatkan data yang sesuai dengan topik yang menjadi objek penelitian.

1.5.1.3. Teknik Wawancara Mendalam

Teknik selanjutnya yang dilakuakn adalah teknik wawancara mendalam. Teknik wawancara adalah teknik yang dilakukan dengan percakapan demgan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memeberikan jawabaan atas pertanyaan yang diajukan (Moleong, 1990).

Teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu narasumber atau keterangan lisan dari suatu informan. Data yang dihasilkan dari wawancara dapat dikategorikan sebagai sumber primer karena didapatakan langsung dari sumber pertama. Di dalam melakukan wawancara diharapkan peneliti memiliki kemampuan untuk dapat merangsang informan untuk menjawab dan juga menggali informasi yang dibutuhkan.

(24)

tidak merasa binggung. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang menyangkut tema penelitian dan wawancara harus dilakukan di saat yang tepat sehingga tidak mengganggu informan.

Ketika melakukan wawancara peneliti juga menggunakan beberapa alat dokumentasi visual untuk menyimpan atau mengarsipkan data yang telah didapat. Bahan atau peralat yang digunakan utnuk mendukung dokumentasi visual ini dapat disajikan dalam bentuk poto, rekaman dan video, dan tidak lupa juga peneliti harus membuat field note (catatan lapangan). Dengan adanya alat bantu visual ini, peneliti dapat dengan mudah mengingat apa yang telah dijelaskan oleh informan.

1.5.1.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan utnuk menganalisis makna yang ada dibalik data dan informasi yang telah diperoleh dari informan. Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dilakukan, catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya (Moleong, 1990: 190).

(25)

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama pengolahan data data dimulai dari penelitian pendahuluan hingga tersusunnya usulan penelitian. Tahap kedua, pengolahan data yang lebih mendalam dilakukan dengan cara mengolah hasil kegiatan wawancara dan pengumpulan berbagai informasi lapangan di lokasi penelitian. Tahap ketiga, setelah itu dilakukan pemeriksaan keabsahan data hasil wawancara dengan sejumlah narasumber yang dijadikan informan penelitian serta membandingkan data tersebut dengan berbagai informasi terkait. Pada tahap ini, pengolahan data dianggap optimal apabila data yang diperoleh sudah layak dianggap lengkap dan dapat merepresentasikan masalah yang dijadikan obyek penelitian. Tahap akhir adalah analisi data dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dilakukan dengan pendekatan triangulasi.

1.6. Pengalaman Lapangan

Penelitian ini saya lakukan sendiri di Rusunawa Kota Binjai. Sebelum melakukan penelitian saya sudah beberapa kali berkunjung ke Rusunawa Kota Binjai ini. Kebetulan saya mengenal salah satu penghuni di Rusunawa, meski tidak begitu dekat namun beliau dengan senang hati membantu saya untuk melakukan penelitian di Rusunawa. Penulis memilih lokasi Rusunawa Kota Binjai ini karena penulis sendiri merupakan penduduk asli Kota Binjai dan tumbuh besar di kota yang identik dengan sebutan kota rambutan.

(26)

Mungkin mereka sadar bahwa saya adalah orang asing yang sedang memasuki wilayah mereka. Namun syukurlah mereka tidak menaruh rasa curiga pada saya. Saya sempat menyapa salah satu penghuni yang sedang duduk di depan huniannya, meski dengan wajah sedikit heran namun beliau tetap melemparkan senyuman kecil kepada saya.

Hari pertama saya di Rusunawa saya ingin bertemu dengan pengelola Rusunawa yang saya ketahui namanya dari petugas keamanan yaitu Ibu Maria. Namun sayang ketika saya datang ke kantornya beliau sedang tidak berada ditempat sehingga saya harus menunda untuk meminta izin kepadanya untuk melakukan penelitian di Rusunawa. Berniat agar penelitian saya dapat saya selesaikan secepat mungkin maka keesokan harinya saya putuskan untuk menjumpai Ibu Maria. Untunglah saat beliau sedang berada di kantornya. Bu Maria menyambut saya dengan sangat baik, beliau juga dengan mudah membantu saya mempersiapkan data-data yang saya butuhkan. Karena Bu Maria termasuk orang yang ramah maka dia mengajak saya untuk sedikit berbincang-bincang. Dari obrolan kami saya mendapatkan sedikit informasi mengenai masyarakat yang tinggal di Rusunawa.

(27)

memutuskan obrolan kami. Karena ketika saya beranjak pergi dari rumahnya saya melihat Ibu Ida yang justru malah berkunjung ke rumah penghuni lainnya bukan masuk ke huniannya lalu mencuci. Bagi saya ini adalah suatu kewajaran dimana seorang peneliti menerima penolakan dari informannya. Dari kejadian ini saya belajar untuk mendekatkan diri terlebih dahulu dengan para informan sebelum saya bertanya kepada mereka mengenai topik penelitian saya.

Di samping ada penghuni yang menolak kehadiran saya namun tidak sedikit juga penghuni yang menyambut saya dengan hangat dan sangat ramah. Meski baru kenal namun mereka sudah banyak bercerita dengan saya baik itu tentang masalah di Rusunawa ataupun masalah pribadi mereka. Memang menurut saya bukanlah hal yang begitu sulit untuk mendekatkan diri dengan para informan saya apalagi saya juga bertempat tinnggal tidak jauh dari lokasi Rusunawa. Bahkan mereka ada yang mengenal beberapa tetangga saya. Hal itu membuat saya sebagai peneliti dapat dengan mudah berbaur dengan mereka dan ikut dalam perbincangan mereka dengan para penghuni lainnya.

(28)

saya untuk mengobrol sampai terkadang saya tidak memiliki kesempatan untuk mencari data di Rusunawa.

Referensi

Dokumen terkait

pertanyaan-pernyataam terbuka yang berarti kategori jawabannya tidak dibatasi oleh peneliti, maka akan banyak sekali alternatif jawabannya. Data ini bersifat hanya

Class Relation: Class Antagonism Between the Bourgeoisie and the Proletariat in Colonial Society in Weep Not, Child. As described previously, the colonial society

Tässä pro gradu -työssä kehitettiin paikkatietomenetelmin Suomen kansalliseen biodiversiteetti- indikaattorikokoelmaan uusi toimenpiteitä kuvaava indikaattori, jonka avulla

Penelitian ini membatasi permasalahan pada: berapa dan darimana modal awal para pelaku UMKM; bagaimana pengelolaan modal pinjaman yang dilakukan para pelaku UMKM; dan

Studi kasus yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah digunakan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien Skizofrenia Tipe Manik dengan

Kota Medan adalah salah satu kota yang sangat pesat pertumbuhannya, dimana daerah pinggiran yang selama ini adalah daerah pertanian ataupun lahan kosong berubah menjadi daerah

Menurut penelitian Ria Yuli, dkk (2013), penelitiannya yang berjudul “Pengaruh penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap hasil belajar siswa kelas XI

Pengantar & Teori Ilmu Sosial Budaya Dasar Kebidanan. Buku Kedokteran