BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bihun
Bihun berasal dari bahasa Tionghoa, yaitu “Bi” artinya beras dan “Hun” artinya
tepung. Sebenarnya bihun atau mihun merupakan salah satu jenis makanan dari
Tiongkok, bentuknya seperti mie namun lebih tipis. Bahan baku bihun sendiri
terbuat dari tepung beras. Makanan tersebut sangat terkenal dari negara China dan
Asia Selatan, seperti India. Bihun adalah salah satu bahan makanan pokok yang
sesungguhnya cukup familiar di tengah masyarakat Indonesia. Namun
kepopuleran bihun masih kalah jauh dibandingkan dengan mie, lebih-lebih lagi
dengan mi instan. Padahal potensi ekonomis bihun sangat besar, juga lebih cocok
untuk ketahanan pangan di Indonesia karena bahan bakunya adalah beras. Dalam
bahasa inggris disebut rice vermicelli atau rice noodles atau rice sticks (Kurnia.,
2011).
Biasanya bihun dijual dalam keadaan kering di pasar. Sebelum diolah
menjadi masakan, bihun direndam dahulu dalam air mendidih ± 3 menit lalu
ditiriskan agar teksturnya menjadi lunak, sehingga mudah diolah menjadi aneka
masakan. Jika ingin rasa bihun yang lebih gurih, bisa juga direndam dalam kuah
kaldu yang mendidih, baru kemudian diolah. Bihun yang siap diolah hanya
bertahan satu hari jika disimpan pada suhu udara terbuka, namun jika dimasukkan
kedalam kulkas bisa bertahan 4-5 hari dengan catatan harus membuang semua air
pada saat meniriskannya dan ditaruh dalam wadah bersih kedap udara. Bihun bisa
bihun goreng, bihun rebus, campuran soto dan ketoprak, bahkan menjadi schootel
bihun (Wardani., 2011).
Bihun merupakan produk makanan yang tergolong basic food atau seni
komoditi yaitu jenis produk makanan sebagai bahan baku yang harus diolah
terlebih dahulu untuk menjadi makanan yang siap saji. Produk ini biasa disebut
industrial product atau bisnis to bisnis product, artinya pembeli kebanyakan dari
para pedagang yang akan mengolah produk ini menjadi bahan yang siap untuk
dikonsumsi. Bahan baku pembuatan bihun adalah beras dan tepung dengan
komposisi bahan 95:5 (Rohmat., 2011).
Meskipun bihun yang diproduksi mempunyai bermacam-macam jenis,
namun bahan baku dan proses produksinya sama, yang membedakan adalah berat
bihun tiap ball dan kemasannya saja. Terdapat produk olahan beras lain yang
mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu sohun. Namun,
perbedaannya ada pada bahan dasar pembuatnya. Bihun menggunakan amilosa
sebagai bahan dasar dan dalam pembuatannya dikukus dan direbus, sedangkan
sohun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus
direbus (Yulianti., 2002).
2.2 Cara Pembuatan Bihun
Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utama yaitu beras. Pada pembuatan
bihun, beras digiling menjadi tepung kemudian dimasak dan dicetak menjadi
benang-benang, lalu dilipat dalam bentuk empat persegi panjang, kemudia
dikeringkan. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah beras pera (kadar
amilosa 27-30%), misalnya PB5, PB36, IR42, dan IR66. Beras pera akan
beras pulen (kadar amilosa 15-18%) akan menghasilkan bihun yang lembek dan
lengket. Beras yang digunakan sebagai bahan baku sebaiknya beras giling dari
gabah yang baru dipanen agar bihun tidak mudah tengik (Astawan.,1999).
Cara pembuatan bihun instan:
1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang
ditambahkan kedalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami
proses pemasakan tahap pertama
2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada
pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang.
Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka
pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung
juga pada adonan yang dimasak).
3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang
lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih
halus dan lembut. Ukurannya yang halus ini menyebabkan luas permukaan
bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah meyerap air pada saat
dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang
dibanding bihun biasa.
4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar
100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap
kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena
pati bihun telah matang sempura maka proses pemasakan bihun instan tentu
2.3 Syarat Mutu Bihun
Tabel 2.1 Syarat mutu bihun berdasarkan SNI 01-2975-2006 adalah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1
Tidak hancur jika direndam dalam air pada suhu kamar selama 10 menit
Tembaga adalam logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat.
Tembaga melebur pada suhu 1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya
positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu +), tembaga tidak larut dalam asam
klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa
larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan
Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika
ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya
ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Dalam melakukan fungsinya dalam
tubuh, tembaga banyak berinteraksi dengan seng, moliben, belerang, dan vitamin
C. Tembaga ada dalam tubuh sebnayak 20-120 mg. Sekitar 40% ada dalam otot,
15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di
dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga
terikat pada seruloplasmin, 30% pada transkuprein dan selebihnya pada albumin
dan asasm amino (Almatsier.,2009).
2.4.1.1 Fungsi Tembaga Dalam Tubuh
Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim.
Enzim-enzim mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan
berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen.
Tembaga merupakan bagian dari enzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi
rantai sitokrom dalam oksidasi di dalam mitokondria, sintesis protein-protein
kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta
dalam sintesis pembawa rangsang saraf (neutrotansmitter) seperti noradrenalin
dan neuropeptida, seperti ensefalin. Sebagian besar tembaga di dalam sel darah
merah terdapat sebagai metaloenzim superoksida dismutase yang terlibat di dalam
pemunahan radikal bebas (sebagai antioksidan). Tembaga memegang peranan
dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang
sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari ferritin dalam hati. Sebagai
bagian dari enzim seruloplasmin, tembaga berperan dalam perubahan asam amino
dikaitkan dengan albinisme, yaitu kekurangan warna kulit dan rambut. Disamping
itu tembaga berperan dalam pengikatan silang kolagen yang diperlukan untuk
menjaga kekuatannya (Almatsier.,2009).
2.4.2 Logam Seng (Zn)
Seng adalah logam yang putih-kebiruan, logam ini cukup mudah ditempa
dan liat pada 110-150ºC. Zink melebur pada 410ºC dan mendidih 906ºC.
Logamnya yang murni, melarut lambat sekali dalam asam dan dalam alkali
adanya zat-zat pencemar atau kontak dengan platinum atau tembaga, yang
dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes larutan garam dari logam-logam ini,
mempercepat reaksi. Ini menjelaskan larutnya zink-zink komersial. Mudah larut
dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer dengan mengeluarkan hidrogen
(Vogel.,1994).
Logam seng merupakan salah satu dari golongan logam esensial dan
terdapat pada kebanyakan makanan, khususnya pada makanan yang kadar
proteinnya tinggi seperti kerang dan makan-makanan laut, lainnya seperti
gandum, hati, ragi, dan daun-daunan yang mengadung logam seng cukup untuk
kebutuhan manusia (Simanjuntak.,1994).
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel.
Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang.
Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar
prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng
terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan
0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang
2.4.2.1 Fungsi Seng Dalam Tubuh
Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh.Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degredasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Misalnya, sebagai bagian dari karbonik anhydrase dalam sel darah merah,
seng berperan dalam pemeliharaan keseimbangan asam basa dengan cara
membantu mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan serta mengangkut dan
mengeluarkan karbon dioksida dari paru-paru pada pernapasan.
Enzim yang sama berperan dalam pengeluaran ammonia dan dalam
produksi hidroklorida yang diperlukan untuk pencernaan. Seng juga berperan
dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Seng
juga berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam
pembentukan antibodi oleh sel B. Karena seng berperan dalam reaksi-reaksi yang
luas, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama
pada saat pertumbuhan (Almatsier.,2009).
2.4.3 Logam Arsen (As)
Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas dan
memiliki kilap logam. Jika dipanaskan arsenik bersublimasi dan timbul bau
seperti bawang putih yang khas, ketika dipanaskan dalam aliran udara yang bebas,
arsenik terbakar dengan nyala biru, menghasilkan asap putih arsenik(III) oksida.
Semua senyawa arsenik beracun. Unsur ini tidak larut dalam asam klorida dan
asam sulfat encer, tetapi larut dengan mudah dalam asam nitrat encer
2.4.3.1 Toksitas Arsen Dalam Tubuh
Masuknya arsen kedalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari
makanan/minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan
usus halus kemudian masuk ke peredaran darah. Sekitar 90% arsen yang
terabsorpsi dalam tubuh manusia tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran
pencernaan, limfa dan paru-paru. Juga tersimpan dalam jumlah sedikit dalam
rambut dan kuku serta dapat terdeteksi dalam waktu lama, yaitu beberapa tahun
setelah keracunan kronis. Di dalam darah yang normal ditemukan arsen
0,2µg/100ml. Sedangkan pada kondisi keracunan ditemukan 10µg/100ml dan
pada orang mati keracunan arsen ditemukan 60-90µg/100ml. Arsen anorganik
telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat mengakibatkan
kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Bila melalui
mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran makanan, nyeri,
mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel
darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka
dihati dan ginjal (Darmono.,2006).
Kegunaan Arsen adalah sebagai campuran dalam insektisida, dipakai
dalam konduktor listrik, tetapi tidak sebagus logam lain, sebagai pembasmi gulma
dan bahan pengawet kayu, dipakai untuk mewarnai kertas yang dibuat untuk
dinding, karena harganya relatif murah (Darmono.,1995).
2.5 Spektrofotometri Serapan Atom 2.5.1 Prinsip Dasar Analisa SSA
Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm,
uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang
pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan
absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalkan unsur Na pada nomor atom 11
mempunyai konfiguurasi elektron � � � � , tingkat dasar untuk elektron
valennsi 3, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi
ketingkat 3p dengan energi 2,2eV ataupun ketingkat 4p dengan energi 3,6eV,
masing-masing sesuai panjang gelombang 589 nm dan 330 nm. Kita dapat
memilih diantar panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang
tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis-garis
resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum
yang berasosiasi dengan tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya
(Khopkar.,1990).
2.5.2 Instrumentasi
Gambar 2.1 Skema Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
A. Lampu Katoda Berongga
Lampu katoda berongga terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu
katoda atau anoda. Katoda tersebut berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
atau yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang
akan dianalisa. Tabung lampu tersebut diisi dengan gas mulia neon atau argon,
intensitas pancaran lampu yang lebih tinggi (Khopkar.,1990).
B. Nyala
Larutan cuplikan masuk ke dalam nyala melalui alas nyala, berupa tetesan-tetesan
yang sangat halus. Pada alas nyala ini sudah mulai terjadi penguapan air dari
tetesan-tetesan tersebut, sebagian dari larutan cuplikan akan memasuki bagian
nyala yang disebut kerucut dalam sebagai butir-butir halus yang padat. Pada unit
kerucut dalam ini terjadi penguapan pelarut lebih lanjut dan peguraian cuplikan
menjadi atom-atom (atomisasi), dan di dalam bagian ini pula terjadi proses
penyerapan sinar oleh atom-atom dan proses eksitasi.
Sesudah masuk ke dalam daerah kerucut dalam, maka atom-atom akan
memasuki bagian nyala yang disebut daerah reaksi. Di dalam daerah reaksi ini,
atom-atom tersebut bereaksi dengan oksigen menjadi oksida-oksida. Oksida yang
terbentuk dalam daerah reaksi tersebut kemudian akan memasuki lapisan luar
nyala dan seterusnya keluar meninggalkan nyala (Ismono., 1981).
C. Monokromator
Tujuan monokromator adalah untuk memilih garis pancaran tertentu dan
mengecilkannya dari garis-garis lain dan kemungkinan dari pancaran pita
akibatnya instrumen kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang
jangkan panjang gelombang yang lebih besar (Basset.,1994).
D. Detektor
Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga
tidak memberikan respon terhadap emisi yang berasal dari eksitasi termal
(Khopkar.,1990).
E. Rekorder
Sistem pencatat yang digunakan pada instrumen SSA berfungsi untuk mengubah
sinyal yang diterima melalui bentuk digital, berarti sistem pencatat mencegah atau
mengurangi kesalahan dalam pembacaan skala secara paralaks, kesalahan
interpolasi diantara pembacaan skala dan sebagainya, serta menyeragamkan
tampilnya data, yaitu dalam satuan absorbansi, bahkan dengan adanya suatu
mikroprosesor dapat dimungkinkan pembacaan langsung konsentrasi daripada