• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cerebral Revascularization Extracranial – Intracranial By-Pass Surgery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cerebral Revascularization Extracranial – Intracranial By-Pass Surgery"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ABDUL GOFAR SASTRODININGRAT

NEUROSURGERY

(2)

USU Press

Art Design, Publishing & Printing Gedung F

Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia

Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737

Kunjungi kami di:

http://usupress.usu.ac.id

¤ USU Press 2012

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ISBN: 979 458 641 2

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Abdul Gofar Sastrodiningrat

Neurosurgery Lecture Notes / Abdul Gofar Sastrodiningrat – Medan: USU Press, 2012

Chief Editor :

Prof. Dr. Abdul Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K)

Ilustrator : Donny Luis Ahmad Brata Rosa A Tok

Cover Designer : Gatot Aji Prihartomo

xiii, 928 p.: ilus. ; 29 cm. Bibliografi, Indeks.

ISBN: 979-458-641-2

Percetakan: USU PRESS - MEDAN

Isi buku diluar tanggung jawab percetakan

(3)

DAFTAR ISI

PART I: ADVANCED TOPICS IN NEUROSURGERY

Neurotransmitter

Beny Atmadja Wiryomartani ... 3

Excitatory Amino Acid Excitotoxicity

Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 19

Endoscopic Third Ventriculostomy

Sri Maliawan ... 31

Neuroendoscopy

Julius July ... 37

Epilepsy Surgery in Indonesia: Achieving Better Result with Limited Resources

Zainal Muttaqin ... 54

Indications and Presurgical Evaluation For Epilepsy Surgery

Zainal Muttaqin ... 62

Neuroimaging in Epilepsy : MRI evaluation in Refractory Complex Partial Epilepsy

Zainal Muttaqin ... 72

Overview Meningioma: Histology and Molecular Biology

Iskandar Japardi ... 80

Supraclavicular Approach on Brachial Plexus Injury

Adril Arsyad Hakim ... 103

Cerebral Revascularization. Extracranial – Intracranial by-pass Surgery

Rr.Suzy Indharty ... 109

PART II: BASIC NEUROSURGERY

CEREBRAL TRAUMA

Traumatic Brain Injury : Primary Brain Damage, Secondary Brain Damage, Management and Neuro Critical Care

Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 125

Chronic Subdural Hemorrhage

(4)

SPINE

SPINE TRAUMA

SPINE TRAUMA : Arguments toward better care and patients safety

Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 205

Cervical Spine Trauma

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 210

Thoracolumbar Trauma

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 243

SPINE TUMOR Spine Tumors

Donny Luis, Sabri Ibrahim ... 267

Extradural Benign Tumor

Donny Luis, Gatot Aji Prihartomo ... 271

Epidural Malignant Tumors

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningart ... 278

Intradural Extramedullary Benign Tumors

Donny Luis, Sabri Ibrahim ... 293

Intradural Extramedullary Malignant Tumors

Donny Luis, Gatot Aji Prihartomo ... 319

Intramedullary Tumors

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 312

DEGENERATIVE DISEASE OF THE SPINE

Concept of Disc Degeneration and Regeneration

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 327

Ossification Of The Posterior Longitudinal Ligament

Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 345

Cauda Equina Syndrome

Sonny G. R Saragih, Gatot Aji Prihartomo, Michael Norman Jusman ... 353

Degenerative Disorder of the Cervical Spine

Donny Luis, Sabri Ibrahim, Michael Norman Jusman, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 368

Degenerative Disorders of the Thoracic Spine

Donny Luis, Sabri Ibrahim, Michael Norman Jusman, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 396

Degenerative Disorder of The Lumbar Spine

(5)

CEREBRAL TUMOR

En Plaque Meningioma

Sonny G.R.Saragih ... 439

Parasagital and Falx Meningioma

Sonny G.R.Saragih, Iskandar Japardi ... 447

Petroclival Meningioma

Sonny G. R. Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 459

Tentorial Meningioma

Sonny G. R Saragih, Iskandar Japardi ... 480

Low Grade Glioma

Andre Marolop Siahaan, Sony G.R.Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 488

High Grade Glioma

Andre Marolop Siahaan, Adril Arsyad Hakim ... 497

Fibrous Dysplasia

Ahmad Brata Rosa, Iskandar Japardi ... 505

Medulloblastoma

Sabri Ibrahim, Donny Luis, Muhammad Fadhli, Adril Arsyad Hakim ... 511

Oligodendroglioma

Ahmad Brata, Sonny G.R.Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 523

Ependymoma

Thomas Tommy, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 528

Pontine Glioma

Sonny G.R.Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 537

Metastatic Cerebral Tumor

Sabri Ibrahim, Iskandar Japardi ... 586

Histiocytosis X

Sonny G. R. Saragih, Abdul Gofar Sasrodiningrat, ... 598

CEREBRAL INFECTION

Cerebral Abscess

(6)

Cerebral Tuberculoma

Sabri Ibrahim, Sonny G.R.Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 619

Toxoplasmosis

Michel Norman Jusman, Sonny G.R.Saragih, Rr.Suzy Indharty ... 638

Cerebral Aspergillosis

Donny Luis, Muhammad Fadhli, Alvin Abrar Harahap, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 649

Neurocysticercosis

Michael Norman Jusman, T. Yose Mahmuddin Akbar, Rr.Suzy Indharty ... 660

PEDIATRIC NEUROSURGERY

Hydrocephalus In Children

Sabri Ibrahim, Ahmad Brata Rosa, Ade Ricky Harahap ... 671

Hydrancephaly

Gatot Aji Prihartomo,Disfahan Sinulingga ... 683

Porencephaly

Thomas Tommy, Rr.Suzy Indharty ... 687

Dandy Walker Malformation

Andre MP.Siahaan,Thomas Tommy, Disfahan Sinulingga, Adril Arsyad Hakim ... 691

Chiari Malformation

Donny Luis, Disfahan Sinulingga, Adril Arsyad Hakim ... 704

Craniosynostosis

Ahmad Brata Rosa, Sonny G.R. Saragih, Adril Arsyad Hakim ... 721

Neural Tube Defect: Schizencephaly, Lissencephaly, Holoprosencephaly

Thomas Tommy, Donny Luis, Iskandar Japardi ... 735

Encephalocele, Myelomeningocele, Spina Bifida Oculta

Thomas Tommy, Rr.Suzy Indharty ... 740

Occult Spinal Dysraphism

Sonny G. R Saragih, Donny Luis, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 747

NEUROVASCULAR

Carotid-Cavernous Fistula

(7)

Arterio Venous Malformation

Sabri Ibrahim, Sonny G.R. Saragih, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 773

Intracranial Aneurysm

Muhammad Chairul, Sabri Ibrahim, Rr.Suzy Indharty ... 807

Spontaneous Intracerebral Hemorrhage

Michael Norman Jusman, Muhammad Fadhli, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 820

PERIPHERAL NERVE

Carpal Tunnel Syndrome

Disfahan Sinulingga, Adril Arsyad Hakim ... 833

Peripheral Nerve Injury

Marsal Risfandi, Ade Ricky Harahap, Adril Arsyad Hakim... 846

Peripheral Nerve Tumor

Sonny G.R.Saragih, Ahmad Brata Rosa, Andre Marolop Siahaan, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 855

MISCELLANEOUS

Intracranial Pressure

Donny Luis, Michael Norman Jusman ... 887

Normal Pressure Hydrocephalus

Gatot Aji Prihartomo ... 896

Pain Syndrome

Marshal Risfandi, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 908

Neurocutaneous Syndrome (Phakomatoses)

Sonny R. G. Saragih, Donny Luis, Michael Norman Jusman, Abdul Gofar Sastrodiningrat ... 922

(8)

Neurosurgery Lecture Notes

CEREBRAL REVASCULARIZATION

EXTRACRANIAL

INTRACRANIAL BY-PASS SURGERY

Rr. Suzy Indharty

PENDAHULUAN

Stroke iskemik merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang signifikan. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian dan

disabilitas ketiga terbesa.1 Kebanyakan stroke

terjadi akibat pembentukan bekuan yang

menghambat aliran darah pada arteri intrakranial. Penatalaksanaan farmakologi seperti plasminogen intravena dapat diberikan jika pasien datang dalam

waktu 4-5 jam setelah onset. Prosedur

endovaskuler seperti trombolitik intra-arterial, trombolitik mekanis, dan embolektomi dapat digunakan sebagai tambahan pada penderita

stroke dengan sumbatan arteri besar.3 Dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar intervensi pada stroke iskemik adalah dengan medis atau endovaskuler. Intervensi bedah yang paling sering

dilakukan adalah carotid endarterectomy pada

penderita stroke iskemik yang terjadi akibat plak atherosclerotik pada stenosis arteri carotis interna servikal yang berat (70%-99%).

Pembedahan dengan bypass dilakukan

pada stroke iskemik yang terjadi akibat

permasalahan hemodinamik, yaitu pada suatu proses kronis yang secara progresif mengurangi

aliran darah otak (Cerebral Blood Flow, CBF) tanpa

adanya kompensasi berupa sirkulasi kolateral. Pada tahun 1967, Donaghy dan Yasargil melakukan

bypass arteri temporal superfisialis dengan arteri

serebri media (Superficial temporal artery-middle

cerebral artery, STA-MCA) menggunakan teknik

bedah mikro.4 Setelah itu, penggunaan teknik

revaskularisasi mulai banyak digunakan. Pada

tahun 1985, hasil dari International Cooperative

Study of Extracranial-Intracranial (EC-IC) bypass menyatakan bahwa peranan prosedur ini dalam

mencegah stroke rekuren masih dipertanyakan.5

Setelah itu, banyak ahli bedah saraf yang tidak lagi melakukan prosedur ini, terlebih lagi karena perkembangan neuroradiologi intervensi, seperti

percutaneous transluminal dilatation (PTA) dan

stenting.

Saat ini, beberapa penelitian terakhir telah

membuktikan kegunaan prosedur bypass untuk

mencegah stroke. Ditambah lagi dengan bukti

keterbatasan teknik endovaskuler. Ini

menyebabkan prosedur bypass kembali marak

dilakukan oleh ahli bedah saraf.

DASAR PEMIKIRAN

Oklusi atau stenosis arteri serebral yang bermakna kebanyakan disebabkan oleh proses

aterosklerosis. Gambaran klinis yang

diakibatkannya beragam, mulai Transient Ischemic

Attack (TIA) sampai stroke, bergantung seberapa berat penurunan aliran darah otak regional (regional cerebral blood flow, rCBF). Manifenstasi klinis dan perubahan patofisiologi yang terjadi bergantung pada sirkulasi kolateral yang terbentuk.

Pada Positron Emission Tomography (PET), daerah

dengan gangguan hemodinamik akibat oklusi akan terlihat dengan gambaran oenurunan CBF dengan peningkatan fraksi ekstraksi oksigen tanpa disertai penurunan derajat metabolisme otak. Fenomena

ini dikenal dengan istilah misery perfusion. Hal yang

tidak jauh berbeda juga terlihat pada single-photon

emission computed tomography (SPECT).

Rekurensi iskemia otak terjadi dengan insiden 30-40% dalam lima tahun pertama. Klijn

dkk (1997) dalam sebuah studi literatur

melaporkan peningkatan resiko stroke pada

penderita oklusi karotis yang simtomatik.6 Prosedur

bypass akan meningkatkan CBF sampai sekitar 10%. Peningkatan ini dianggap sudah cukup untuk mencegah iskemia otak rekuren akibat gangguan

hemodinamik. Japanese EC-IC Trial Study (JET)

menunjukkan kegunaan prosedur bypass pada pencegahan stroke, terutama pada penderita

dengan CBF <80% dan reaktivitas regional <10%.7

Mereka menemukan perbaikan perfusi pada

(9)

Neurosurgery Lecture Notes

mL/100gr/menit) setelah bypass. Perbaikan perfusi

ini juga disertai perbaikan fungsional, meskipun masih banyak pertentangan sehubungan ini.

Moyamoya angiopathy (MMA) merupakan kelainan dengan gambaran iskemi regional akibat

gangguan pembuluh darah yang bervariatif.8

Prosedur revaskularisasi sudah terbukti mencegah iskemia berulang dan defisit neurologi akibat hipoperfusi. Selain iskemia, manifestasi MMA dapat juga berupa perdarahan intraserebral akibat pecahnya susunan pembuluh darah Moyamoya atau aneurisma mikro pada basal ganglia. Peranan

bypass untuk mencegah perdarahan spontan masih belum jelas. Pada bahasan ini, penggunaan revaskularisasi tidak langsung dalam penanganan

Moyamoya seperti burr holes, dural reflection, dan

meletakkan arteri atau omentum pada permukaan

otak tidak disinggung.9

Bypass STA-MCA akan menyebabkan aliran darah sebesar 10-20 ml/menit pada fase awal sesudah operasi dan kemudian sampai 100 ml/menit beberapa minggu atau beberapa bulan setelah operasi. CBF akan meningkat sampai sebesar 10%. Perbedaan tekanan antara arteri ektrakranial dengan arteri kortikal adalah sekitar 20% pada keadaan normal, sehingga hampir tidak mungkin terjadi aliran balik darah dari intrakranial menuju ekstrakranial pada bypass.

Tabel 1. Jenis bypass ekstrakranial-intrakranial. 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Kandidat pembedahan bypass harus

memenuhi 3 kriteria yang disebutkan pada tabel 2.

Gejala klinis dan defisit neurologi harus

berhubungan dengan lesi, tetapi disabilitas tidak boleh terlalu berat (tidak boleh melebihi rankin scale 3). Penilaian gangguan hemodinamik dapat

dinilai dengan H215O PET atau SPECT (

Iodine-123-labeled amphetamine atau technetium-99m)

setelah pemberian loading Diamox. Gambaran

yang umum terlihat adalah penurunan rCBF basal

dan penurunan reaktivitas.7

Tabel 2. Kriteria Indikasi bypass STA-MCA untuk sirkulasi

anterior.7

Gambar 1. Oklusi MCA (middle cerebral artery). Laki-laki 56

tahun datang dengan kelemahan separuh wajah kiri dan kelemahan lengan kiri secara tiba-tiba. MRI menunjukkan infark multipel pada teritori MCA kanan. MR Angiogram menunjukkan penyempitan akibat aterosklerosis pada segmen M1 dan M2. (A) Angiografi serebral menunjukkan oklusi divisi inferior dari MCA kanan (lihat tanda panah).

Perfusion computed tomography (CT Scan) menunjukkan hilangnya aliran darah otak pada teritori posterior MCA kanan (B), volume darah otak yang relatif normal (C) dan

peningkatan mean transit time/MTT (D), kemungkinan

penumbra. (E) Bypass STA-MCA dilakukan dengan

anastomosis end-to-side. (F/G) Patensi pembuluh darah

sesudah operasi dinilai dengan video angiografi memakai indosianin (tanda panah menunjukkan aliran STA). (H) CT Angiografi sesudah operasi menunjukkan STA yang paten

memasuki rongga intrakranial melalui bone flap. (I) Perfusion

CT sesudah operasi menunjukkan cerebral blood flow dan (J)

cerebral blood volume yang baik pada teritori MCA kanan. (K)

MTT juga kembali normal. Dikutip dari: Rodríguez-Hernández

(10)

Neurosurgery Lecture Notes

Gambar 2. Anak perempuan berumur 9 tahun dengan TIA. DSA dengan posisi AP menunjukkan stenosis caroid fork (tanda panah) dengan vaskulatur yang abnormal pada basal ganglia (dua tanda panah). Moyamoya (mata anak panah) yang disuplai oleh arteri meningea media terlihat jelas (A). Posisi lateral menunjukkan stenosis carotid fork (tanda panah). Moyamoya etmoid (mata panah ganda) yang disuplai oleh arteri oftalmika juga terlihat (B). DSA sesudah operasi menunjukkan bypass yang berfungsi baik

antara STA dan MCA (C).10

Revaskularisasi sebaiknya dilakukan antara

3 minggu sampai 3-6 bulan sesudah onset stroke.

Resiko perdarahan akan meningkat jika

pembedahan dilakukan sebelum 3 minggu. Penyangatan kontras pada daerah infark yang dilihat dengan CT Scan pada periode ini mengindikasikan gangguan sawar darah otak. Rekurensi stroke paling sering terjadi dalam

periode 3-6 bulan sesudah onset.

Pada penderita MMA, kriteria seleksi tidak jauh berbeda, tetapi oklusi paling sering terjadi

pada carotid fork atau C1. Lesi biasanya bilateral

disertai gambaran Moyamoya vasculature pada

basal ganglia.12 Gangguan hemodinamik dapat

dilihat pada pemeriksaan PET atau SPECT. Intervensi bedah sebaiknya tidak dilakukan pada fase saat pasien mengalami serangan iskemia berulang.

Kebanyakan prosedur revaskularisasi

dilakukan untuk kepentingan profilaksis sehingga persiapan perioperatif harus dilakukan sebaik mungkin. Setelah operasi, pasien tidak boleh mengalami perburukan, baik sehubungan keadaan umum maupun status neurologi. Beberapa kontra

indikasi prosedur ini adalah:10

1. Keganasan selain kanker kulit (termasuk

limfoma dan leukemia).

2. Gagal ginjal (BUN > 50 mg%).

3. Congestive Heart Failure.

4. Kelainan hati atau paru dengan resiko tinggi

anestesi.

5. Stroke fase akut kurang dari 3 minggu setelah

onset.

6. Kadar gula darah > 300 mg% dan tekanan

darah diastol > 110 mmHg merupakan kontraindikasi relatif. Pembedahan dapat dilakukan jika nilai sudah normal.

TEKNIK PEMBEDAHAN

Pengaturan tekanan darah harus dilakukan dengan ketat untuk mencegah iskemia otak

perioperatif. Sebelum induksi, dilakukan

pemasangan kateter intraarteri dan Mean Arterial

Pressure dipertahankan untuk tetap di bawah 100 mmHg.

Monitoring intraoperatif somatosensory

evoked potential dan electroencephalogram harus selalu dilakukan untuk mendeteksi gangguan perfusi korteks yang memerlukan penyesuaian

tekanan darah. Pada akhirnya, dilakukan

barbiturate-induced burst suppression selama

operasi untuk mengurangi laju metabolisme otak.11

1. Pembedahan Bypass pada Sirkulasi Anterior

1.1. Teknik Operasi Bypass STA-MCA Standar Dalam anestesi umum, kepala difiksasi

dengan Mayfield apparatus pada posisi supine.

Bahu sedikit ditinggikan supaya planun skuama temporalis berada paling puncak. Dalam

memposisikan pasien, venous return dan patensi

endotracheal tube harus selalu diperhatikan. Arm

rest harus digunakan.

Diseksi STA

Dengan menggunakan US Doppler, operator harus

mencari posisi STA cabang parietal dan frontal.

(11)

Neurosurgery Lecture Notes

dengan diameter 1 mm pada skin flap. STA dapat

juga didiseksi dengan insisi linear dengan panjang 8-10 cm. Arteri didiseksi dengan mengikutkan jaringan periadventisia. Otot temporal kemudian dipotong sesuai dengan arah serabut otot kemudian skuama temporal divisualisasi.

Gambar 3. Kulit ditandai sesuai aliran STA cabang frontal dan

parietal (kiri). STA terlihat setelah diseksi (kanan). Dikutip

dari koleksi pribadi penulis.

Craniotomy

Craniotomy dilakukan pada 6 cm kranial

dari meatus akustikus eksternus. Titik ini

merupakan proyeksi ujung Sylvian fissure, tempat cabang-cabang MCA berdiameter 1 mm keluar menuju korteks. Cabang-cabang MCA ini antara lain arteri angularis, arteri parietal posterior, atau arteri temporalis posterior. Ketiga arteri ini dapat

digunakan sebagai resipien pada anastomosis end

to side dengan STA sebagai donor.

Gambar 4. Bypass STA-MCA standar. (A) Diseksi STA dari skin flap. Cabang frontal dapat diikutkan ke dalam flap jika diperlukan. (B) Diseksi STA cabang parietal dengan insisi linear. (C) Bypass STA-MCA dengan kraniotomi kecil, bagian pusat diletakkan 6 cm kranial dari porus akustikus

eksternus.10

Metode alternatif yang dapat digunakan

adalah melakukan navigasi berdasarkan CT

Angiography 3D atau MR Angiography untuk

menentukan target arteri kortikal.13 Sebuah burr

hole ditempatkan pada kaudal dari sutura

skuamosa. Dari burr hole ini, dibuat bone flap

seluas 3 cm ke arah kranial supaya arteri kortikal

yang disebutkan sebelumnya tetap dapat

didiseksi.14

End To Side Anastomosis

Setelah arakhnoid dibuka, dilakukan diseksi sepanjang 1 cm pada arteri kortikal berdiameter 1 mm di lapangan operasi. Cabang-cabang kecil dari arteri tersebut dikoagulasi dan dipotong. Kemudian diletakkan penahan dari karet antara korteks dengan pembuluh darah yang telah didiseksi. Setelah itu, segmen arteri yang telah didiseksi

ditutup dengan mini clip pada ujung proksimal dan

distal, dilanjutkan dengan arteriotomi longitudinal atau elips sepanjang 1-1,5 mm pada permukaan superior.

Ujung STA yang telah didiseksi didekatkan pada arteri resipien. Panjang STA dilebihkan untuk memungkinkan prosedur anastomosis secara keseluruhan serta mencegah torsio dan strangulasi. Kemudian dilakukan irigasi lumen dengan larutan heparin (1000-2500 IU/100 cc NaCl 0,9%). Jaringan periadventisia pada ujung distal disisihkan untuk persiapan anastomosis. Dilakukan pemotongan ujung distal supaya diameter arteri tersebut sesuai

dengan ujung arteri resipien. Anastomosis end to

side dilakukan dengan 8 interrupted suture

menggunakan monofilamen nilon berukuran 10.0. Diperlukan 20-30 menit untuk melakukan prosedur ini dan gangguan aliran darah dalam waktu ini masih dapat diterima serta tidak membahayakan teritori otak yang diperdarahi arteri ini.

Pada penderita MMA, terutama anak-anak, arteri kortikal biasanya berdiameter 0,5 mm

sehingga bypass dapat dilakukan dalam 6 buah

suture menggunakan monofilamen berukuran 11.0. Setelah anastomosis dipastikan kompeten,

mini clip dibuka satu per satu mulai dari sisi arteri kortikal. Jika tidak ada kebocoran, penahan dari

karet dibuka. Patensi dinilai dengan US Micro

(12)

Neurosurgery Lecture Notes

angiography, thermal clearance Peltier, stack, atau

infrared probe.

Gambar 5 STA-MCA anastomosis. (a) Anastomosis dilakukan

dengan nylon 11-0. (b-c). End-to-side anastomosis. Dikutip

dari: Matsumura N, Hayashi N, Kamiyama H, Kubo M, Shibata T, Okamoto S, Horie Y, Hamada H, Endo S. Microvascular anastomosis at 30-50× magnifications (super-microvascular anastomosis) in neurosurgery. Surg Neurol Int 2011;2:6

Penutupan Craniotomy

Bekas jahitan ditutup dengan oxycellulosa.

Duramater diaproksimasi, tidak perlu sampai watertight, tetapi udara sebaiknya diganti dengan NaCl 0,9% sebanyak mungkin. Penjepitan STA harus dihindari saat pemasangan tulang dan penutupan

kulit. Pemasangan drain subgaleal maupun

epidural tidak harus selalu dilakukan.

Managemen Peri- dan Intraoperatif

Penggunakan antikoagulan dan aspirin harus dihentikan setidaknya 3 hari sebelum pembedahan. Pasien tidak boleh dalam keadaan dehidrasi. Pada penderita MMA, CBF dengan

Diamox loading harus sudah selesai setidaknya 48

jam sesudah pembedahan. Periode hemodinamik serebral yang tidak stabil yang ditandai dengan TIA berulang, terutama pada penderita MMA, harus ditatalaksanai terlebih dahulu dengan pemberian dexamethasone. Pembedahan dilakukan setelah keadaan stabil.

Pembedahan dilakukan dalam general

anesthesia dengan mempertahankan pCO2 pada 40

mmHg. Tekanan darah sesudah operasi

dipertahankan pada tekanan normal, dengan sistol di bawah 160 mmHg. Pemberian antiepilepsi

sebagai profilaksis tidak diperlukan, tetapi

antibiotik intavena diberikan setidaknya 1 kali setelah operasi. Aspirin dapat diberikan lagi 24 jam sesudah pembedahan. Terapi antikoagulan oral dapat diberikan lagi 1 minggu setelah operasi. Patensi bypass dinilai kembali dengan US Doppler. Hemodinamik setelah operasi dinilai dengan

angiografi. Water PET dilakukan 2-3 bulan sesudah

operasi.

1.2. STA-ACA Bypass

Bypass ini awalnya diindikasikan pada penderita MMA dengan gangguan hemodinamik pada teritori ACA. Cabang STA pada frontal

dianastomosis dengan middle internal frontal

artery (MIFA) pada sudut medial korteks frontal anterior dari sutura koronaria. Ujung frontal dari STA harus cukup panjang untuk mencapai garis tengah. Jika hal itu tidak dapat tercapai, dilakukan interposition graft menggunakan segmen cabang parietal STA. Selain itu, MIFA dan ujung frontal dapat juga dihubungkan dengan vena temporal

superfisial atau vena savena distal.15

Gambar 6. Bypass STA-ACA. PAda MMA, STA-ACA dapat

dikombinasikan dengan STA-MCA. 10

1.3. Bypass pada Sirkulasi Posterior

Indikasi bypass pada sirkulasi posterior

tidak jauh berbeda dengan sirkulasi anterior, yaitu

untuk mencegah rekurensi stroke teritori

vertebrobasilar pada kasus aterosklerosis dengan gangguan hemodinamik.

STA-SCA Bypass

Bypass ini dilakukan pertama kali oleh

Ausman pada 1978.16 Setelah induksi dan intubasi,

(13)

Neurosurgery Lecture Notes

mengurangi retraksi lobus temporal. Kepala dan badan diposisikan serupa dengan posisi pada bypass STA-MCA. Cabang parietal dari STA didiseksi dengan insisi kulit linear sampai mencapai pinggir pembuluh darah dengan panjang lebih dari 10 cm. Insisi kulit kemudian diperpanjang posterokaudal

sampai bagian posterior prosesus mastoid.

Dilakukan craniotomy temporal dengan ukuran lebih dari 4 cm. Ujung anterior craniotomy adalah

arkus zigomatikus, ujung posterior pada

perhubungan sinus sigmoid dan transversus, dan ujung kaudal di atas porus akutikus eksternus.

Gambar 7. Bypass STA-SCA. (A) Insisi dan craniotomy. (B). Exposure STA melalui subtemporal approach dan pengukuran aliran STA melalui ultrasonic flow probe. (C). Bypass sudah

dilakukan pada STA-SCA. Dikutip dari Amin-Hanjani S, Alaraj A,

Charbel FT: EC-IC bypass for posterior circulation ischemia, in Abdulrauf SI, ed. Cerebral Revascularization: Techniques in Extracranial-to-Intracranial Bypass Surgery. Philadelphia: Elsevier 2011.p.175-184.

Basis temporal dan bagian luar dari piramid dibor menuju sisi kaudal supaya lapangan operasi

cukup luas. Mastoid air cell dapat dibuka sebagian,

tetapi harus kembali ditutup dengan bone wax

dengan fasia saat penutupan craniotomy. Tujuan semua prosedur ini adalah menghindari retraksi

lobus temporal yang berlebihan dan

meminimalisasi cedera vena labbe. Insisi kecil dibuat pada tentorium sejauh 1 cm medial dari hubungan sinus sigmoid dan transversus supaya permukaan serebelum dapat divisualisasi dengan

optimal. Insisi diperpanjang sampai ujung

tentorium sejauh 1 cm posterior dari perlekatan tentorium dengan ujung piramid. Prosedur ini

dilanjutkan dengan membuka sisterna

perimesensefalik untuk memvisualisasi bagian proksimal SCA dan bagian SCA yang berjalan dengan nervus troklear. Tidak ada satu pun cabang SCA yang dibuang saat prosedur anastomosis. Selanjutnya, prinsip operasi sama dengan prinsip

end to side anastomosis pada bypass STA-MCA.1

Gambar 8. Anastomosis STA-SCA kiri. A. Anastomosis dilakukan melalui subtemporal. Setelah duramater diuka,

lobus temporal dinakkan sampai tentorial edge terlihat. B

dan C. Tentorial edge dibuang agar SCA dan N-IV terlihat. . D

dan E. Setelah SCA terlihat, ujung STA yang terganggu dibebaskan dari fascia hingga sepanjang 7-8 mm. Ujung STA dpotong. Dilakukan craniotomy dengan panjang sesuai ukuran SCA. Anastomosis dilakukan dengan nylon 10.0 A., artery; A.Ch.A., anterior choroidal artery; Bas., basilar; Car., carotid; Caud., caudal; CN, cranial nerve; P.C.A., posterior cerebral artery; P.Co.A., posterior communicating artery; Rost., rostral; S.C.A., superior cerebellar artery; S.T.A., superficial temporal artery; Temp., temporal; Tent., tentorial;

Tr., trunk. Dikutip dari : Kawashima M, Rhoton AL. Surgical

(14)

Neurosurgery Lecture Notes

Bypass OA-PICA

Bypass OA-Pica dilakukan pertama kali oleh

Khodadad pada tahun 1976.18 Insisi berbentuk

curve linear dari proyeksi topografi OA sampai bagian medial prosesus mastoid. Diseksi OA biasanya dilakukan dengan diameter 1,5 mm dan dilakukan anastomosis dengan caudal loop PICA setelah craniotomy unilateral suboccipital. Diseksi OA sangat sulit karena ada banyak cabang OA yang berjalan pada jaringan lemak subkutis di perifer dan lapisan otot bagian dalam. Posisi paling

optimal adalah posisi duduk. Khodadad

melaporkan banyak komplikas setelah operasi jika dilakukan dengan posisi ini, tetapi literatur terbaru menyatakan bahwa posisi duduk menyebabkan lapangan operasi menjadi lebih bersih tanpa penumpukan CSF atau darah, meskipun harus dengan dukungan neuroanestesi yang kompeten.

Gambar 9. Diseksi OA. Dikutip dari Amin-Hanjani S, Alaraj A,

Charbel FT. EC-IC Bypass for Posterior Circulation Ischemia.

Dikutip dari: Elhammady MS, Morcos JJ. OA-PICA Bypass. In: Abdulrauf SI (editor). Cerebral Revascularization. Philadelphia: Elsevier 2011.p.136

Gambar 10. Anastomosis OA-PICA. A-C. Pedicle graft (sisi kanan). Ddan E. Arterial interposition graft. A-C Setelah diseksi OA selesai, duramater suboccipital dibuka agar caudal loop PICA terlihat. Kemudian, pembuluh darah tersebut dibebaskan dari arachnoid. Ujung OA kemudian dipotong. Pembuluh darah yang menjadi recipient dipersiapkan dengan meletakkan clip temporer. Dilakukan craniotomy yang sesuai dengan panjang PICA yang dipersiapkan. Anastomosis dengan OA dilakukan menggunakan interrupted 10-0 nylon sutures. A., artery; Cond., condyle or condylar; Occip., occipital; P.I.C.A., posterior inferior cerebellar artery; Post., posterior; Suboccip., suboccipital; Trans., transverse; V., vein;

Vert., vertebral. Dikutip dari: Elhammady MS, Morcos JJ:

Occipital artery to PICA bypass. In: Abdulrauf SI, ed. Cerebral Revascularization – Evolving Techniques in Extracranial to Intracranial Bypass Surgery, 1st edn. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2011

Kepala difiksasi dengan Mayfield apparatus

pada posisi duduk, 30o diputar menuju sisi operasi

dan fleksi sampai 20o. OA dideteksi dengan US

(15)

Neurosurgery Lecture Notes

diikuti kondilektomi parsial. Duramater kemudian dibuka secara longitudinal dan visualisasi dural ring arteri vertebra dapat dilakukan. Hemilaminektomi C1 tidak perlu dilakukan. Lapisan arakhnoid sisterna magna dibuka pada sudut lateral. Tonsil serebeli kemudian diangkat. Loop caudal PICA dengan diameter 1 mm akan naik ke atas.

Bypass OA-SCA dan OA-PCA dengan

Supracerebellar Transtentorial Approach

Diseksi OA dilakukan sepanjang mungkin setelah membuat insisi linear dengan cara yang sama seperti di atas. Dilakukan craniotomy paramedian, kemudian dibuat sebuah rongga

antara tentorium dan serebelum dengan

mengorbankan 1 atau 2 bridging vein di antaranya.

Setelah itu, dilakukan drainase CSF untuk memperbesar rongga tersebut dengan membuka lapisan arakhnoid sisterna basal. Tentorium diinsisi

dari tengah ke arah tentorial notch. Prosedur ini

memungkinkan lapangan operasi menjadi luas dan memperoleh cabang PCA pada korteks yang akan menjadi arteri resipien di sekitar sudut girus parahippocampal dan girus lingual. Cabang SCA dapat ditemukan bersamaan dengan nervus toklear pada sisi anterior lobulus quadrangularis.

Insisi tentorium juga dilakukan pada bypass SCA

untuk memperluas lapangan operasi.

Gambar 11. Bypass OA-SCA dan OA-PCA. ilustrasi prosedur

bypass dengan kraniotomi suboksipital paramedian.

tentorium diinsisi pada kedua prosedur. SCA dan cabangnya

ditemukan pada sudut anteroposterior dari lobus

quadrangularis. arteri temporal posterior dan cabangnya ditemukan pada perhubungan gyrus parahipokampal dengan

gyrus lingual pada tempat insisi tentorium. 10

Anastomosis bypass menuju PCA dilakukan

pada arteri temporal posterior, sehingga PCA

sendiri tidak tersentuh. Komplikasi seperti

hemiperesis dan hemianopsia dapat dihindari. Operasi ini juga dilakukan dalam posisi duduk. Posisi ini menyebakan lapangan operasi menjadi lebih bersih tetapi meningkatkan resiko emboli udara.

1.4. High Flow Bypass

Bypass yang dijelaskan di atas adalah low flow bypass. Aliran darah pada low flow bypass setelah operasi hanya sebesar 10-20 ml/menit. Aliran darah dapat ditingkatkan sampai 100

ml/menit dengan menggunakan high flow bypass.

Peningkatan ini terutama bergantung pada diameter resipien, bukan hanya pada diameter

donor atau interposition graft. Donor atau

interposition graft yang berdiameter besar dapat diperoleh dengan menggunakan vena savena atau

arteri radialis. Dalam pengambilan graft, harus

diketahui bahwa panjang graft yang dialiri darah

akan bertambah sampai 30% dibandingkan graft tanpa aliran darah.

High flow graft digunakan pada:

1. Antara arteri intrakranial supraaorta, antara

lain arteri karotis komunis dan arteri subklavia, seperti pada subclavian steal syndrome.

Metode standar adalah menggunakan

microsuture dengan monofilament berukuran 8-0 sampai 10-0 setelah menutup arteri resepien selama 30 menit. Oklusi temporer dalam jangka waktu tersebut masih dapat diterima jika dilakukan dalam general anesthesia dengan hemodinamik yang terkontrol dan pemberian neuroprotektor, seperti manitol dan barbiturat.

Graft Vena Savena dan Graft Arteri Radialis

(16)

Neurosurgery Lecture Notes

medial tungkai bawah dengan insisi dimulai dari maleolus medialis menuju sudut medial sendi lutut. Bagian vena savena distal lebih baik untuk diambil dibandingkan vena savena pada paha atas karena diameternya lebih cocok dengan arteri intrakranial. Sesudah didiseksi dengan panjang yang cukup, cabang-cabang arteri yang kecil dikoagulasi dan dipotong.

Gambar 12. Graft arteri radialis. Dikutip dari Sweeney JM,

Sasaki-Adam DM, Abdulrauf SI. Radial Artery Harvest for Cerebral Revascularization – Technical Pearls. In: Abdulrauf SI (editor). Cerebral Revascularization. Philadelphia: Elsevier 2011.p.193

Cabang-cabang arteri yang cukup besar diligasi dengan benang. Darah yang tersisa pada lumen vena dikeluarkan dengan mengisi segmen dengan larutan heparin. Vena dipreservasi dengan sedikit menariknya menggunakan clip pada kedua ujung. Kulit ditutup lapis demi lapis dan dibalut dengan sedikit penekanan. Katup-katup vena dapat saja ditemui pada graft. Katup ini tidak perlu dibuang karena graft akan diletakkan sesuai dengan arah aliran darah.

Anastomosis graft dapat dilakukan pada arteri subklavia, arteri karotis komunis, arteri karotie eksterna bagian proksimal atau C5 (setelah perosektomi anterior) dan ujung distal C2 (setelah clinoidectomy anterior), MCA bagian M2 atau M3 (setelah membuka Sylvian fissure). Graft vena ini juga dapat digunakan pada low flow bypass.

Graft arteri radialis juga dapat digunakan sebagai high flow bypass. Diameter ujung arteri radialis sesuai dengan M2 (diameter 2-2,5 mm).

Toleransi dinilai dengan Allen Test. Graft dapat

diambil sampai sepanjang 20 cm tanpa

mengganggu aliran darah menuju lengan dan tangan. Dibandingkan dengan graft vena savena, berikut adalah keuntungan dan kelemahan graft arteri radialis:

1. Anastomosis arteri lebih mudah dilakukan

karena dinding arteri lebih rigid dibandingkan dinding vena.

2. Torsion dan kinking graft dapat dihindari.

3. Diseksi graft dapat lebih mudah dilakukan.

4. Panjang graft relatif terbatas.

5. Karena graft merupakan arteri,

aterosklerosis dapat terjadi.

HASIL JANGKA PANJANG DAN KOMPLIKASI

Antara tahun 1993 dan 2007 di

Departemen Bedah Saraf Universitas Zurich dilakukan revaskularisasi pada 203 pasien dengan perincian 277 prosedur mikrovaskuler, 93 kasus atherosclerosis, 47 kasus MMA, 57 kasus aneurisma, dan 6 kasus tumor basis cranii. Kebanyakan revaskularisasi dilakukan pada teritori MMA, 34 kasus pada teritori ACA, dan 13 kasus pada teritori sirkulasi posterior.

Angiografi untuk menilai patensi dilakukan pada 87% kasus dan rekurensi stroke dilaporkan

sebesar 2%.14 Komplikasi dapat dikelompokkan

menjadi empat kelompok, yaitu

1. Komplikasi iskemia

2. Komplikasi perdarahan

3. Komplikasi jantung paru

4. Komplikasi minor, seperti gangguan

penyembuhan luka, infeksi, rhinorrhea CSF, kejang epilepsi.

Beberapa perhatian khusus harus

dilakukan sehubungan beberapa hal

Hidrasi yang baik. Salah satu hal penting pada persiapan perioperatif adalah hidrasi yang baik. Gabungan hemokonsentrasi dengan perfusi yang rendah dapat memperberat gangguan rheology

dan memperbesar resiko ischemia.10

(17)

Neurosurgery Lecture Notes

Normocapnea. Hipercapnea dan hipocapnea harus selalu dihindari terutama pada penderita MMA. pCO2 intraoperatif dipertahankan pada 40 mmHg. Diamox loading test merupakan prosedur yang sederhana dan sudah cukup untuk menentukan kelainan hemodinamik, tetapi dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolic dan hipovolemia. Bypass sebaiknya ditunda setidaknya

sampai 48 jam setelah tes.10

Komplikasi seperti subdural hematoma terjadi pada kasus infarct berukuran besar disertai penumpukan udara subdural. Penumpukan udara ini akan berkembang menjadi efusi subdural yang menjadi darah jika diberikan antiplatelet. Karena itu, setelah duramater ditutup, sebaiknya dilakukan

pengisian dengan NaCl 0,9%. 10

EVIDENCE BASED PERANAN EC-IC PADA PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIA

Usaha untuk menyediakan aliran darah otak alternatif pertama kali dilakukan oleh German dan Taffel (1939). Mereka menempatkan pedikel M. temporalis pada korteks otak monyet yang pembuluh darah karotis dan vertebralnya sudah ditutup dan melaporkan bahwa monyet yang bertahan hidup adalah monyet dengan pedikel otot

pada korteks.20 Pada tahun 1942, Kredel pertama

kali melakukan prosedur ini pada tiga orang

penderita stroke iskemia dan melaporkan

perbaikan klinis sesudah operasi pada ketiga pasien tersebut. Namun, teknik ini ditolak pada dekade-dekade berikutnya karena angiogram post operasi tidak menunjukkan aliran darah kolateral melalui

graft.21 Pada tahun 1951, C.Miller Fish mengajukan

postulat bahwa prosedur bypass arteri

ekstrakranial menuju intrakranial mungkin menjadi alternatif terapi penyakit pembuluh darah akibat oklusi.22

EC-IC arterial bypass sendiri pertama kali dilakukan oleh Yasargil dan Donaghy pada tahun 1966, dengan menyambungkan STA menuju MCA pada anjing. Tidak lama sesudahnya, Yasargil berhasil melakukan prosedur yang sama pada manusia. Prosedur ini kemudian semakin banyak

digunakan pada stroke iskemia.23

Pada masa awal, satu-satunya laporan adalah seri kasus retrospektif dalam jumlah kecil yang dilaporkan oleh Sundt et al pada tahun 1977.

Mereka melakukan penelitian retrospektif pada 56 pasien yang menjalani bypass STA-MCA atas indikasi yang beragam, antara lain: TIA, orthostatic

iskemia, stroke progresif, dan bypass aneurisma.

Banyak sekali bias yang ada pada seri ini, mulai dari seleksi kasus sampai standar penatalaksanaan yang berbeda. Sebelum tahun 1973, dilaporkan patensi graft hanya sebesar 25% dan sesudah tahun 1974,

patensi mencapai 95%. 24

Gambar 13. Timeline EC-IC bypass.23

Dengan berkembangnya evidence-based

medicine, kebutuhan mengenai data dan

efektivitas sebuah prosedur semakin banyak. Pada

tahun 1977, editorial Stroke memperkenalkan

penelitian EC-IC bypass yang pertama, yaitu International Cooperative Study of Extracranial-Intracranial Bypass Trial (EC-IC Bypass Trial). Fletcher H. McDowell, editor Stroke saat itu,

menuliskan hal sebagai berikut:25

Too ofte surgi al treat e t for a parti ular

condition gains enthusiasm and wide use before any clear evidence of effectiveness. This problem has been particularly evident in the field of atherosclerotic vascular disease involving the treatment of its cardiac and

cerebral complications. The recent

(18)

Neurosurgery Lecture Notes

situations is beginning to be carried out frequently in a number of centers across the United States. In an effort to determine the effectiveness of this therapy 20 major medical centers in the United States and three centers outside the United States have joined together in a collaborative study of kontrol hipertensi dengan agresif) dan 663 penderita (48%) mendapat EC-IC bypass sebagai

tambahan terapi medis. 26

Secara acak, dilakukan anastomosis

end-to-side antara STA atau a. occipital dengan cabang

kortikal MCA. Hampir 70% penderita datang dengan gangguan neurologi. Kebanyakan penderita (59% pada kelompok medis dan 58% pada

kelompok bedah) menderita oklusi ICA.26

EC-IC bypass trial melaporkan tidak ada

perbedaan bermakna sehubungan rekurensi

stroke, morbiditas, dan mortalitas antara kelompok

medis dengan kelompok bedah.26 Sesudah laporan

penelitian ini, prosedur EC-IC pada stroke iskemia

menjadi jarang dilakukan.23

Kritik utama terhadap EC-IC bypass trial adalah bahwa penelitian tersebut dilakukan pada penderita yang dipilih berdasarkan kelainan anatomis, bukan fisiologi. Penentuan akibat dari oklusi pembuluh darah terhadap aliran darah otak tidak dapat dinilai hanya dengan angiogram. Beberapa ahli berpendapat bahwa prosedur ini akan memberikan keuntungan pada penderita

dengan oxygen extraction ratio (OER) tinggi dan

keadaan underperfusion yang berat. OER sendiri

dinilai dengan positron emission tomography, suatu

teknik pencitraan yang belum ada saat uji tersebut

dimulai. Selain itu, prosedur bypass dilakukan oleh

ahli bedah saraf dengan kemampuan yang beragam, mulai dari ahli bedah yang hanya mendapat pendidikan kursus singkat selama dua hari, ahli bedah yang baru saja melakukan sepuluh prosedur operasi, sampai ahli bedah yang betul-betul terlatih.23

Hampir 25 tahun sesudahnya, dilakukan

studi Carotid Occlusion Surgery Study Randomized

Trial (COSS) untuk menilai efektivitas EC-IC bypass untuk mencegah stroke iskemia berulang. Inklusi adalah penderita TIA atau stroke iskemia pada teritori arteri karotis dengan onset di bawah 120 hari. Dilakukan PET pada tempat yang sudah ditunjuk. Pendertia dengan rasio OEF regional >1,13 dibagi ke dalan dua kelompok, yaitu kelompok medis dan kelompok bedah. Hasil akhir klinis dinyatakan dalam kejadian stroke berulang

dan kematian dalam 30 hari. 27

Studi ini diakhiri sebelum jumlah sampel terkumpul lengkap. Pada awalnya, angka rekurensi pada kelompok medis diperkirakan mencapai 40% dan 24% pada kelompok bedah dengan perkiraan sampel 372 orang. Setelah sampel mencapai 195 orang, perbandingan rekurensi antara kedua kelompok tidak jauh berbeda, yaitu 21% pada kelompok bedah dan 22,7% pada kelompok medis. Terjadi kesalahan dalam perkiraan besar sampel. Selain itu, PET kontrol hanya dilakukan pada kelompok bedah, tidak pada kelompok medis. Penelitian ini sendiri tidak berhasil menunjukkan perbedaan hasil akhir klinis yang signifikan antara

kelompok medis dengan kelompok bedah. 28

Setelah EC-IC bypass trial dilaporkan pada tahun 1985, revaskularisasi oklusi carotis menjadi sangat dibatasi pada penderita dengan gejala refrakter setelah mendapat terapi medis maksimal sekalipun. Walaupun COSS juga tidak dapat menyediakan bukti untuk memperluas indikasi bedah, penulis yakin bahwa tindakan EC IC Bypass akan menguntungkan pada populasi tertentu. Fungsi kognitif dan fungsional merupakan hal lain yang harus diteliti. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan. 28

DAFTAR PUSTAKA

1. Chimowitz MI, Lynn MJ, Howlett-Smith H, Stern BJ, Hertzberg VS, Frankel MR, Levine SR, Chaturvedi S, Kasner SE, Benesch CG, Sila CA, Jovin TG, Romano JG. Warfarin-Aspirin Symptomatic Intracranial Disease Trial Investigators: Comparison of warfarin and aspirin for symptomatic intracranial arterial stenosis. N Engl J Med 2005;352:1305-1316.

2. Furlan A, Higashida R, Wechsler L, Gent M,Rowley H, Kase C, Pessin M, Ahuja A, Callahan F, Clark WM, Silver F, Rivera F. Intraarterial prourokinase for acute ischemic stroke. The PROACT II study: a randomized controlled trial. Prolyse in Acute Cerebral Thromboembolism. JAMA 1999;282:2003-11.

(19)

Neurosurgery Lecture Notes

stroke. Stroke 2009;40(3 Suppl.):S103-s106.

4. a a gil MG, Donaghy RMP, Fisch UP, Hardy J, Malis LI,

Peerless SJ, Zingg M, Borer WJ, Littmann H, Voellmy HR. Microsurgery applied to neurosurgery. Stuttgart: Georg Thieme 1969.

5. The EC/IC Bypass Study Group. Failure of extracranial-intracranial arterial bypass to reduce the risk of ischemic stroke. Results of an international randomIzed trial. N Engl J Med 1985;313:1191-1200

6. Yonekawa Y, Fandino J, Taub E. Surgical therapy. In: Fisher M, Bogousslavsky J, eds. Current review of cerebrovascular disease, 4th ed. Philadelphia: Current Medicine 2001.p.219-232

7. JET Study Group. Japanese EC-IC Bypass Trial (JET Study): The second interim analysis. Surg Cerbr Stroke (Jpn) 2002;30:434-437

8. Yonekawa Y, Khan N. Moyamoya disease. In: Barnett HJM, Bogousslavsky J, Meldrum H, eds. Ischemic stroke. Advances in neurology.Vol. 92. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2003.p.113-118

9. Matsushima Y, Fukai N, Tanaka K, et al. A new surgical treatment of moya- amoya disease in children: A preliminary report. Surg Neurol 1981;15:313-320 10. Yonekawa Y. Brain Revascularization by

Extracranial-Intracranial Arterial Bypass. In: Sindou M, ed. Practical Handbook of Neruosurgery from Leading Neurosurgeon. Vol 1. New York: Springer 2009.p. 355-381.

11. Rodriguez-Hernandez A, Josephson AS, Langer D, Lawton MW. Bypass for the Prevention of Ischemic Stroke. World Neurosurgery 2011; 76(65):S72-S79.

12. Yonekawa Y, Khan N. Moyamoya disease. In: Barnett HJM, Bogousslavsky J, Meldrum H, eds. Ischemic stroke. Advances in neurology vol 92. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2003.p.113-118.

13. Kikuta K, Takagi Y, Fushimi Y, Ishizu K, Okada T, Hanakawa T, Miki Y, Fukuyama H, Nozaki K, Hashimoto

N. Ta get pass : A method for preoperative targeting

of a recipient artery in superficial temporal artery-to-middle cerebral artery anastomoses. Neurosurgery 2006;59(4)(Suppl 2): ONS320-ONS327.

14. Yonekawa Y. Prevention of relapsing cerebral ischemia by the EC–IC by- pass : Reevaluation of results of the EC– IC bypass international cooperative study and those of our cases. Shinkei Shinpo (Jpn) 1988;32: 320-327. 15. Tanaka K, Yonekawa Y, Satou K, Katagiri K, Kouno H.

STA-ACA anastomosis with interposed vein graft: A case report. No Shinkei Geka 1992;20:171-176.

16. Ausman JL, Diaz FG, De Los Reyez RA, Pearce JE, Schronitz CE, Pak H. Microsurgery for atherosclerosis in the distal vertebral and basilar arteries. In: Rand RW, ed. Microneurosurgery. St.Louis: CV Mosby 1985.p.497-510. 17. Yonekawa Y, Frick R, Roth P, Taub E, Imhof HG.

Laboratory training in microsurgical techniques and microvascular anastomosis. Oper Tech Neurosurg 1999;2:149-158.

18. Yonekawa Y. Posterior fossa revascularization – indication, technique and results. The Mt. Fuji Workshop on CVD 1988;6:71-6.

19. Fukushima T. Operative technique of the skull base bypass. Jpn J Neurosurg 1992;1:41-47.

20. German W, Taffel M. Surgical Production of Collateral

Intracranial Circulation. Proc Soc Ex Biol

Med 1939;42:349-353

21. Kredel F. Collateral cerebral circulation by muscle graft. Technique of operation with report of 3 cases. South Surg 1942;10:235-244.

22. Fisher M. Occlusion of the internal carotid artery. AMA Arch Neurol Psychiatry 1951;65:346-377.

23. Gigante PR, Kellner CP, Connoly ES. EC-IC Bypass

25. McDowell FH. The extracranial/intracranial bypass

study. Stroke 1977;8:545.

26. Failure of extracranial-intracranial arterial bypass to reduce the risk of ischemic stroke : Results of an international randomized trial. The EC/IC Bypass Study Group. N Engl J Med 1985;313:1191-1200.

27. Powers WJ, Clarke WR, Grubb RL, Videen TO, Adams Jr HP, Derdeyn CP. Extracranial Intracranial Surgery for Stroke Prevention in Hemodynamic Cerebral Ischemia The Carotis Occlusion Surgery Study Randomized Trial. JAMA 2011;306(18):1983-1992.

Gambar

Tabel 1. Jenis bypass ekstrakranial-intrakranial. 10
Gambar 2. Anak perempuan berumur 9 tahun dengan TIA. DSA dengan posisi AP menunjukkan stenosis caroid fork (tanda panah) dengan vaskulatur yang abnormal pada basal ganglia (dua tanda panah)
Gambar 3. Kulit ditandai sesuai aliran STA cabang frontal dan parietal (kiri). STA terlihat setelah diseksi (kanan)
Gambar 5 STA-MCA anastomosis. (a) Anastomosis dilakukan dengan nylon 11-0. (b-c). End-to-side anastomosis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ketinggian dinding berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, dibandingkan dengan hasil perhitungan, dengan

HasH kajian kondisi pemakaian peralatan Renograf di RS Annur Yogyakarta, selama periode 2015 hingga Juli 2017, dapat dinyatakan bahwa ketersediaan peralatan Renograf masih tinggi

Interaksi antara panjang pipa dengan laju lair udara dan interaksi laju alir udara dengan laju alir air serta interaksi panjang pipa dengan laju alir mempunyai nilai yang

Fibonacci Search adalah pencarian sebuah elemen dalam array satu dimensi dengan menggunakan angka fibonacci sebagai titik-titik (indeks) elemen array yang isinya dibandingkan

Tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu (1) mereduksi data yaitu mendeskripsikan prosedur keterlaksanaan pembelajaran menggunakan

Penyiaran lslam Wajib Kursus Bahasa Inggri s Berpeluang mendapat beasi swa 31 Achmad Khoirul Faqih 62002t10082 Manajemen Pendidikan Islam Wajib Kursus Bahasa Inggris

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Degradasi Lingkungan terhadap Mata

Dengan demikian, pihak manajemen mampu memantau permasalahan yang timbul dan mengambil tindakan dengan cepat secara efisien dan efektif Masalah yang timbul adalah