BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres Kerja
2.1.1 Pengertian Stres Kerja
Stres (stress) ialah tekanan dari lingkungaan yang mengakibatkan timbulnya tanggapan negatif ataau positif secara psikologikal dan phisikal dari individu yang terkena. Jika tanggapannya negatif, disebut distress dan jika positif disebut eustress. Stres yang datang dari lingkungan itu disebut stressor (penekan). Menurut Robbins (2008:368) stres kerja adalah suatu kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Sedangkan menurut Veithzal (2004:516) stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan dimana tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan dimana karyawan tersebut berada.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Menurut Sigit (2003:216), adapun faktor-faktor penyebab stres pada karyawan dapat dilihat dari:
a. Jenjang individualnya
Banyak stressor disalam organisasi tempat seseorang bekerja, antara lain seperti beban kerja berlebihan, gaji yang tidak memuaskan, tidak cocok dengan pimpinan. Namun, seseorang sudah membawa watak sendiri – sendiri, apakah stressor itu akan menyebabakan distress atau eustress pada dirinya. Misalnya, persepsi, nilai-nilai yang diyakini, dan kepribadian. b. Kelompok
Didalam kelompoknya, stres juga dapat timbul. Misalnya, perilaku dari manajernya, kurangnya kohesivitas, adanya konflik di dalam kelompoknya, dan status di dalam kelompoknya yang tidak seimbang. Disamping itu situasi umum juga dapat merupakan stressor meskipun terjadi diluar perusahaan. Seperti, kerusuhan, krisis ekonomi.
c. Keadaan organisasional
Misalnya, iklim organisasi yang tidak menyenangkan, teknologi yang tidak pas dan sulit diimplementasikan, gaya kepemimpinan yang otoriter, desain organisasi yang kacau.
d. Ekstra – organisasional
2.1.3 Dampak Stres Kerja terhadap Karyawan
Gejala-gejala stres tersebut oleh Stephen P.Robbins dan Timothy A.Judge (2008:375) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu :
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah,timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung.
2. Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan,kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan meningkat.
3. Gejala Perilaku
Gambar 2.1
stressor, stres, dan akibatnya stressor
akibatnya
Sumber: Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, 2008, Perilaku Organisasional. Jenjang individual
a. Beban peran berlebihan b. Konflik peran
c. Kemenduaan peran
d. Tanggung jawab
Jenjang kelompok a. Perilaku manajerial
b. Kurangnya
kohesivitas c. Konflik antar
kelompok
Jenjang organisasional a. Iklim
b. Teknologi
c. Gaya manajemen
d. Desain
organisasional
Ekstra-organisasional a. Keluarga, ekonomi b. Kurangnya
mobilitas
c. Kualitas kehidupan
Perilaku a. Tekanan darah
meningkat b. Kolestrol tinggi c. Sakit jantung
STRES
Perbedaan individual Keturunan, seks, usia, diet, dukungan sosial, watak kepribadian, dan
2.1.4 Dampak Stres Kerja Terhadap Perusahaan
Schuller (2001:53) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:
a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
b. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja c. Menurunkan tingkat produktivitas
d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
2.1.5 Strategi Manajemen Stres Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2007:47) ada dua pendekatan yang dilakukan dalam mengelola stres kerja, yaitu:
1. Pendekatan Individual, meliput i:
membuat jadwal kegiatan berdasarkan prioritas yang telah disusun, dan memahami siklus harian.
b. Olahraga. Seperti renang, bersepeda, jalan kaki, dan aerobik merupakan bentuk – bentuk latihan fisik yang direkomendasi oleh dokter untuk mengatasi tingkat stres yang berlebihan.
c. Relaksasi. Untuk mengurangi ketegangan, seseorang dapat melakukan relaksasi seperti meditasi dan biofeedback/ teknik pengendalian fisiologis.
d. Memperluas jaringan dukungan. Ketika tingkat stres terlalu tinggi, seseorang dapat mengajak bicara dengan teman, keluarga, atau rekan kerja mereka. Hal ini merupakan cara untuk mengurangi stres dengan memperluas jaringan dukungan.
2. Pendekatan Organisasional, meliputi:
a. Seleksi dan penempatan kerja yang lebih baik
Keputusan seleksi dan penempatan sebaiknya mempertimbangkan perbedaan individu mengalami pengalaman, kepribadian, sifat pekerjaan, dan sebagainya.
b. Pelatihan
Pelatihan yang berhasil dapat meningkatkan kepercayaan diri individu, sehingga dapat mengurangi hambatan dalam pekerjaan.
Penetapan tujuan dapat mengurangi stres dan dapat meningkatkan motivasi. Umpan balik yang pasti dan dilakukan sesegara mungkin dapat mengurangi frustasi dan stres individu.
d. Desain ulang pekerjaan
Mendesain ulang pekerjaan dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar, pekerjaan yang lebih bermakna, otonomi, dan umpan balik yang meningkat, dapat mengurangi stres karyawan.
e. Meningkatkan keterlibatan karyawan
Untuk mengurangi stres, para manajer dapat melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
f. Perbaikan komunikasi organisasi
Meningkatkan komunikasi dengan para karyawan dapat mengurangi ketidakpastian karena memangkas ambiguitas dan konflik peran. g. Penawaran cuti panjang
Cuti panjang dapat memberikan dan membangkitkan semangat kembali para karyawan yang mungkin menemui kebuntuan.
e. Menyelenggarakan program – program kesejahteraan karyawan/
wellness programs. Program – program merupakan program –
2.2 Motivasi
2.1.2 Pengertian Motivasi
Motivasi (motivation) berasal dari kata motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan
(situation). Motivasi sangat berperan penting dalam meningkatkan kenerja dan
produktivitas karyawan. Tujuan memberikan motivasi kerja kepada karyawan, agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produkivitas dipastikan dapat terwujud.
Menurut Robbins (2008:222) motivasi adalah suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Hasibuan (2005:95) menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Sedangkan menurut Siagian (2005:143) motivasi adalah suatu keberhasilan, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus akan tercapai.
termotivasi mengerti akan tindakan dan tujuan yang akan dicapai, dan meyakini bahwa tujuan tersebut akan tercapai.
2.2.2 Jenis Teori Motivasi
Menurut Arep dan Tanjung (2003:222-230) ada beberapa teori motivasi yang dikelompokkan atas:
1. Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham Maslow)
Dalam teori ini mengatakan bahwa kebutuhan itu tersusun dalam bentuk hierarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah benutuhna fisiologis dan tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri (self
actualization needs).
a. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan akan makan, minum, dan mendapat tempat tinggal.
b. Kebutuhan keselamatan dan keamanan merupakan kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, seperti aman dari ancaman lingkungan (penjahat, dan gangguan lingkungan lainnya).
c. Kebutuhan rasa memiliki cinta, yaitu kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, mencintai dan dicintai.
d. Kebutuahan akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain.
2. Teori Dua Faktor (Herberg)
Herberg mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi, dimana faktor yang membuat orang merasa puas dan yang membuat tidak puas (ekstrinsik dan intrinsik), yang dikenal sebagai teori higieni motivasi (Motivation Hygiene Theory).
Serangkain kondisi ekstrinsik, dimana keadaan pekerjaan dan hygienic yang menyebabkan rasa tidak puas diantara para karyawan apabila kondisi ini tidak ada maka hal ini tidak perlu memotivasi karyawan. Sebaliknya, apabila keadaan pekerjaan dan hygienic cukup baik, keadaan ini dapat membentuk kepuasaan bagi karyawan. Faktor-faktor yang meliputi:
a. Gaji b. Penyeliaan
c. Kondisi kerja dan hygienic d. Prosedur/ kebijakan perusahaan e. Hubungan antar pribadi.
a. Prestasi/ capaian (achievement) b. Pengakuan (recognition)
c. Tanggung jawab (responsibility) d. Kemajuan (advancement)
e. Pekerjaan itu sendiri (the work it self) 3. Teori Kebutuhan (McClelland)
McClelland mengemukaan teori bahwa motivasi erat hubungannya dengan konsep belajar. Ia berperdapat bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan. Teori kebutuhan tersebut antara lain:
a. Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achievement, disingkat dengan: n. Ach). Artinya adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang lebih baik dari pada yang sebelumnya.
b. Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation, disingkat dengan:
n. Aff). Artinya adanya kebutuhan untuk berkuasa/mendapatkan
kedudukan yang lebih baik.
c. Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power, disingkat dengan:
n.Pow). Artinya adanya kebutuhan untuk berinteraksi/bersosialis
asi dengan orang/ pihak lain.
4. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growht) dari Alfeder Menurut ERG ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:
Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk juga kebutuhan fisiologis yang didalamnya meliputi kebutuhan makan, minum, pakaian, perumahan, dan keamanan.
b. Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness needs)
Kebutuhan ini menekankan akan pentingnya hubungan antara individu dan juga hubungan bermasyarakat tempat kerja di perusahaan tersebut.
c. Kebutuhan akan pertumbuhan (growht needs)
Keinginan akan pengembangan potensi dalam diri seseorang untuk maju dan meningkatkan kemampuan pribadinya. 5. Teori Motivasi Ekspektansi
Teori harapan menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh keyakinan – keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya kinerja, dan di dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang berbeda-beda sehingga dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan logika.
a. Harapan (Expectancy). Adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku. Harapan positif menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan. Harapan ini dinyatakan dalam kemungkinan (probabilitas).
b. Nilai (Valency). Adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu bersangkutan.
c. Pertautan (Instrumentality). Adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
d. Motivasi (Motivation). Adalah menilai besarnya dan arahnya semua kekuatan yang mempengaruhi perilaku individu. Tindakan yang didorong oleh kekuatan yang paling besar adalah tindakan yang paling mungkin dilakukan.
e. Kemampuan (Ability). Adalah menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan pekerjaan; kemampuan ini mungkin dimanfaatkan sepenuhnya atau mungkin juga tidak. Kemampuan ini berhubungan erat dengan totalitas daya pikir dan daya fisik yang dimiliki sesorang untuk melaksanakan pekerjaan.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Sutrisno (2009 : 116), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.
1. Faktor Intern
a. Keinginan untuk dapat hidup
Untuk mempertahankan hidup orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau buruk, apakah halal atau haram, dan sebagainya.
b. Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan.
c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain.
d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan
Keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal: 1) Adanya penghargaan terhadap prestasi
2) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak 3) Pimpinan adil dan bijaksana
4) Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat e. Keinginan untuk berkuasa
tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga.
2. Faktor Ekstern
a. Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
b. Kompensasi yang memadai
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
c. Supervisi yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan penghargaab, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik tanpa membuat kesalahan.
d. Adanya jaminan pekerjaan
Setiap orang akan mau bekerja dengan mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. e. Status dan tanggung jawab
f. Peraturan yang fleksibel
Sistem dan prosedur kerja dapat disebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para karyawan, mengatur hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan, pemberian kompensasi, promosi yang memotivasi karyawan untuk bekerja dengan baik.
2.2.4 Upaya-upaya Memotivasi Karyawan
Menurut Ishak (2003:13) Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi karyawan adalah sebagai berikut:
a. Rasa hormat (respect). Yaitu memberikan rasa hormat dan penghargaan secara adil. Namun adil bukan berarti sama rata. Seperti dalam hal prestasi kerja, atasan tidak mungkin memberikan penghargaan pada semua orang. Memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman, dan sebagainya.
b. Informasi. Yaitu dengan memberikan informasi kepada karyawan mengenai aktivitas organisasi, terutama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
d. Hukuman. Berikan hukuman kepada karyawan yang bersalah diruang yang terpisah, jangan menghukum di depan karyawan lain karena dapat menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat.
e. Perasaan. Tanpa mengetahui bagaimana harapan karyawan dan perasaan apa yang ada dalam diri mereka, sangat sulit bagi pimpinan untuk memotivasi bawahan. Perasaan dimaksud seperti rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersahabat, rasa diterima dalam kelompok, dan rasa mencapai prestasi.
2.2.5 Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Sunyoto (2013:10) adapun yang menjadi tujuan dalam pemberian motivasi kepada karyawan antara lain:
a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan b. Meningkatkan moral dan kepusaan kerja karyawan c. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
g. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan h. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2002:78).
Menurut Rivai (2004:309), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Sedangkan menurut Wibowo (2007:7), kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
2.3.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja pegawai
Menurut Mathis dan Jackson (2001:82) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu:
1. Kemampuan karyawan 2. Motivasi
3. Dukungan yang diterima 4. Keberadaan pekerjaan
2.3.3 Indikator – Indikator Kinerja
Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179), indikator – indikator kinerja karyawan terdiri dari:
1. Quality
Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan.
3. Timeliness
4. Cost of effectiveness
Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya manusia dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya manusia.
5. Nedd for suvervision
Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisior untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6. Interpersonal impact
Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Sedangkan menurut Mathis (2006:378) beberapa indikator kinerja adalah sebagai berikut:
a. Kuantitas dari hasil b. Kualitas dari hasil c. Jangka waktu d. Kehadiran
e. Kemampuan bekerjasama
2.3.4 Manfaat Penilaian Kinerja
memanfaatkan secara baik atas SDM yang ada dalam organisasi. Menurut Rivai (2005:55) manfaat penilaian kinerja adalah:
1. Manfaat bagi karyawan atau pegawai yang dinilai antara lain: a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan d. Adanya kesempatan berkomunikasi ke atas e. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi. 2. Manfaat bagi penilai:
a. Meningkatkan kepuasan kerja
b. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan
c. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan
d. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan
e. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan 3. Manfaat bagi perusahaan
a. Memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan b. Meningkatkan kualitas komunikasi
c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
2.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Alwi (2001:187) menyimpulkan secara teoritis tujuan penilaian kinerja dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni:
1. Penilaian kinerja yang bersifat evaluatif (evaluation), memiliki hasil sebagai berikut:
a. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi. b. Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision.
c. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. 2. Penilaian kinerja yang bersifat membangun (development) memiliki hasil
sebagai berikut:
a. Organisasi dapat mendeteksi prestasi riil yang dicapai karyawan. b. Organisasi dapat mengidentifikasi kelemahan – kelemahan karyawan
yang menghambat kinerja.
2.4 Hubungan antara Stres Kerja, Motivasi, dan Kinerja
Gambar 2.2
Hubungan Stres Kerja, Motivasi, dan Kinerja
Tinggi Perhatian penuh
STRES Keseimbangan emosi STRES
Efisiensi Pemikiran rasional perilaku
(prestasi)
Rendah
Terlalu sedikit Stimulasi motivasi Terlalu tinggi
Perhatian kurang Kurang selektif
Kebosanan, bingung Perangsang pasif
Apatis Perilaku terorganisir
Sumber: Suprihanto,dkk (2003:64), diolah 2014
Gambar 2.2 tampak jelas bahwa stres yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat menyebabkan tingkat kinerja yang rendah (tidak optimum). Bagi seorang
manajer (pimpinan) tekanan-tekanan yang diberikan kepada seorang karyawan
haruslah dikaitkan dengan apakah stres yang ditimbulkan oleh tekanan-tekanan
tersebut masih dalam keadaan wajar. Stres yang berlebihan akan menyebabkan
karyawan tersebut frustrasi dan dapat menurunkan kinerjanya, sebaliknya stres yang
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti & Tahun Penelitian
Berdasarkan hasil analisis regresi, pengaruh variabel stres kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja bisa
terbukti. secara simultan dimana (α) sing = 0,000 (α) <
0,05) dengan besarnya pengaruh variabel Stres Kerja (X1) dan Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) adalah 0,911 (91,1%) dan
0,89 (8,9%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja terhadap kinerja karyawan dengan t-hitung lebih kecil dari t-tabel dan nilai sig lebih kecil dari 0,5 (alpha). Sehingga kesimpulannya hasil uji hipotesis ditolak. Yang artinya stres kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di Madrasah Aliah Negeri Demak dalam melakukan kerja dilapangan.
3 Helga Margareth ( Program Studi Manajemen , Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Bakrie, Jakarta) 2012.
“Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan (Kasus pada Divisi Network Management PT Indosat, Tbk)”.
Analisis kuantitatif deskriptif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa Motivasi kerja yang terdiri dari kepuasan
kerja, Budaya organisasi dan pola kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai t hitung sebesar
4.356 dan signifikan t sebesar 0.000 membuktikan bahwa hipotesis diterima dan pengujian statistik membuktikan bahwa variabel motivasi yang terdiri dari dimensi Kepuasan kerja, Budaya organisasi, Pola kepemimpinan mempengaruhi variabel kinerja secara simultan. Kerja, dan Stres Kerja Terhadap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Karena nilai signifikansi motivasi kerja dan stres kerja kurang dari 0,05 dan nilai signifikansi lingkungan kerja lebih dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh motivasi kerja dan stres kerja secara signifikan terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga dan tidak terdapat pengaruh
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu kerangka berfikir tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah terintifikasi sebagai masalah riset (Husein, 2008:215).
Stres kerja sangat membantu tetapi dapat berperan salah atau merusak kinerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau menggaggu pelaksanaan kerja, apabila tidak ada stres dalam pekerjaan, para karyawan tidak akan merasa ditantang dengan akibat bahwa kinerja akan menjadi rendah. Sebaliknya dengan adanya stres, karyawan merasa perlu mengerahkan segala kemampuannya untuk berprestasi tinggi dan dengan demikian dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
Bagi seorang pimpinan tekanan – tekanan yang diberikan kepada seorang karyawan haruslah dikaitkan dengan apakah stres yang ditimbulkan oleh tekanan – tekanan tersebut masih dalam keadaan wajar, karena Stres yang tidak teratasi pasti berpengaruh terhadap kinerja.
Pola U terbalik ini juga mengambarkan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap intensitas stres, artinya stres tingkat sedang justru dapat berpengaruh negatif pada kinerja atau prestasi jangka panjang karena intensitas stres yang berkelanjutan itu dapat meruntuhkan individu dan melemahkan sumber daya energinya.
Gambar 2.3
Hubungan U Terbalik antara Stres dan Kinerja Tinggi
Kinerja
Rendah
Rendah Stres Tinggi
Sumber: Stephen P. Robbins, 2003, Perilaku Organisasi
Motivasi adalah faktor pendorong dan penggerak seseorang untuk mau melakukan sesuatu pekerjaan dan kewajibannya dengan ketekunan yang dimiliki serta arah yang jelas dalam mencapai suatu tujuan tersebut. Tujuan memberikan motivasi kerja kepada karyawan, agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif.
menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan serja kinerja. Karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tersebut terarah pencapaian tujuan tertentu yang pada akhirnya disebut sebagai kinerja karyawan. Jadi, Semakin kuat motivasi atau dorongan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan maka akan semakin maksimal kinerja yang dihasilkan oleh karyawan itu sendiri.
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
Stres Kerja
(��)
Motivasi
(��)
Sumber: Stephen P. Robbins (2003:385), Buhler (2004:191), diolah 2014
2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang di susun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang di lakukan (Kuncoro, 2009:59). Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian terdahulu serta teori – teori pendukung, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai bagian pengolahan pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Cabang Bah Butong Sidamanik, Pematang Siantar.
Kinerja Pegawai