• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOOK Dorien Kartikawangi Komunikasi Akomodasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BOOK Dorien Kartikawangi Komunikasi Akomodasi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SIMBOLIS DALAM INTERELASI PEMANGKU

KEPENTINGAN

Dorien Kartikawangi Universitas Atmajaya Jakarta

dorien.kartika@atmajaya.ac.id

Pendahuluan

Seiring dengan terjadinya globalisasi, sejak awal keberadaannya pada tahun 1970an hingga perkembangannya saat ini, perusahaan multinasional menjadi bahan perdebatan yang tampaknya tidak akan berkahir. Di satu sisi perusahaan multinasional dipandang sebagai bentuk kapitalisme baru yang hanya memikirkan keuntungan pemilik saham, namun demikian di sisi lain dibutuhkan dan dipandang sebagai membuka kesempatan kerja dan membantu meningkatkan ekonomi negara yang ditempatinya. Pada konteks yang kedua ini persaingan yang muncul menunjuk pada persaingan negara untuk menjadi negara tujuan investasi. Ketika Indonesia terpuruk dan mengalami krisis berkepanjangan baik ekonomi, politik, maupun sosial, pemerintah melakukan kujungan resmi ke berbagai negara maju untuk membuka kemungkinan investasi perusahaan multinasional yang berasal dari negara tersebut di Indonesia.

Menilik berbagai faktor yang mempengaruhi masuknya investasi perusahaan multinasional, maka menjadi menarik untuk dikaji bagaimana suatu perusahaan multinasional dapat bertahan dan berkembang di suatu negara yang tentunya tidak terlepas dari bagaimana mereka membangun relasi dengan pemerintah dan masyarakat sebagaimana telah disinggung sebelumnya.

Kajian tentang relasi perusahaan multinasional dengan pemerintah yang pernah dilakukan antara lain oleh Luo Y (2001) yang mengkaji

(2)

memastikan bahwa terdapat empat hambatan dalam meningkatkan hubungan kerjasama perusahaan dengan pemerintah, yaitu komitmen sumber daya (resource commitment), hubungan personal (personal relations), akomodasi politik (political accomodation), dankredibiltas organisasional (organizational credibility). Shafer dan Hilman (2000) meneliti dari sisi internal organisasi berkaitan dengan konlik internal organisasi yang terjadi ketika perusahaan memformulasikan strategi hubungan perusahaan dengan pemerintah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya tiga konlik dalam perusahaan, yaitu: conlict over proactive policy positions advocated by the irm (prepolicy issues), conlict over reactive internal distribution of compliance costs/beneits (postpolicy issues), and representational conlict. Dari hasil penelitian ini disusun suatu resolusi konlik dalam stratejik manajemen perusahaan.

Sedangkan penelitian terdahulu yang berfokus pada hubungan perusahaan dengan masyarakat setempat (community relations) antara lain Molleda dan Quinn (2003) yang mengkaji tentang dinamika pergeseran konlik lintas negara yang berkaitan erat dengan pengelolaan hubungan masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konlik lintas negara melibatkan negara yang ditempati (host), negara dari mana perusahaan tersebut berasal (home), dan publik multinasional, yang mengidikasikan kompleksitas dan pentingnya interaksi antar pihak-pihak tersebut. Jenkins dan Baker (2007) pada program investasi masyarakat terintegrasi di lingkungan pabrik Pizer di Sandwich, Inggris, menunjukkan bahwa investasi pada komunitas lokal tidak hanya meningkatkan reputasi eksternal perusahaan melainkan juga meningkatkan kerjasama dan membantu peningkatan ketrampilan karyawan. Smith (2003) melalui penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan dengan masyarakat dapat mempengaruhi keseluruhan citra positif perusahaan jika dilakukan melalui komunikasi proaktif

(3)

Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk melengkapi kajian tentang relasi perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat, maka penelitian ditetapkan untuk berpijak pada perspektif Ilmu Komunikasi dalam mengkaji relasi perusahaan multinasional dengan pemerintah dan masyarakat di Indonesia. Dalam perspektif Ilmu Komunikasi, pada ranah tradisi sosiokultural terdapat teori konvergensi simbolis (simbolic convergence theory/SCT) dan pada ranah psikokultural terdapat teori komunikasi akomodasi (communication accomodation theory/CAT) yang merupakan teori-teori paradigma konstruktivis yang dapat digunakan untuk melihat relasi secara timbal balik. Namun demikian, menjadi menarik bahwa ketika ditelusuri tampaknya teori-teori ini belum diuji penerapannya pada relasi antara perusahaan multinasional dengan pemerintah dan masyarakat.

Penelusuran terhadap berbagai kajian terkait menunjukkan keragaman penggunaan teori maupun metodologi Halsall (2005) dari Robert Gordon University, Inggris, meneliti tentang retorika kosmopolitanisme di perusahaan global dengan menggunakan pendekatan postmodern pada identitas kosmopolitan yang direpresentasikan pada teks-teks tertentu dalam manajemen global oleh Kanter dan Ohmae. Perusahaan kosmopolitan yang ideal dikaji dalam tataran perusahaan global sebagai keseluruhan, dan pada tataran manajer atau pimpinan global. Hasil kajian menunjukkan bahwa kosmopolitanisme ditandai oleh dua wacana. Pertama adalah pencerahan yang diekspresikan sebagai moral imperative terhadap identitas budaya yang eksis dan loyalitas pada adopsi perspektif universal. Tercermin dari retorika keharusan bagi manajer dan karyawan perusahaan global untuk mentrasformasi diri dari ’lokal’ ke dalam ’kosmopolitan’. Dalam hal ini perbedaan budaya ditransendensi oleh ideologi universal konsumerisme dan profesionalisme kosmopolitan dari sisi manajer. Kedua adalah gagasan ideal postmodern tentang identitas pastiche yang leksibel, jarak antara budaya yang eksis dengan loyalitas lainnya. Wu dan Guo (2007) meneliti pada tataran yang lebih luas, yaitu organisasi negara (state organization)

tentang globalization, national culture and the search for identity: a Chineese dilemma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua upaya yang dilakukan dalam mempertahankan budaya asli dan pengaruh globalisasi. Pertama, terdapat strategi dari negara yang menekankan pada penciptaan dan pengupayaan penyebaran versi resmi pemerintah tentang

(4)

dari individu-individu dan masyarakat lapis bawah yang dengan caranya sendiri memiliki misi untuk mempertahankan kebiasaan tradisional dan lokal, budaya dan keragaman. Tsoukas dan Hatch (2001) meneliti tentang

complex thingking, complex practice: the case for a narrative approach to organization complexity. Dengan pendekatan interpretive dan studi kasus dari perspektif organisasi, Tsoukas dan Hatch menggunakan kerangka dari Burne’s yang mengontraskan antara logico-scientiic dan narrative mode dari pikiran. Narrative, dinyatakan oleh Czarniawska (1997a, 1997b, 1998) memiliki tiga pendekatan yang mampu membawa kajian organisasi menjadi lebih mendalam, yaitu narrating organization, collecting stories,

dan organizing as narration. Disebutkan bahwa termasuk dalam kategori

narrating organization ini adalah cerita iksi dan novel berkaitan dengan kehidupan organisasi. Sedangkan collecting stories pada kategori kedua adalah mengumpulkan cerita yang dimaksud dalam pendekatan ini berfokus pada mendokumentasikan cultural artfacts. Namun demikian, belakangan menjadi cerita yang disebarkan (storytelling) dalam organisasi sebagai pendekatan untuk menangkap konstruksi makna dari narratif tesebut. Kategori organizing as narration adalah kajian interpretif yang memberikan kontribusi pada organisasi.

Peneliti juga telah mengembangkan penelitian dengan melandaskan pada teori komunikasi akomodasi dan konvergensi simbolis dalam kajian yang berfokus pada relasi-relasi antar pemangku kepentingan. Penelitian tersebut antara lain menyatakan bahwa komunikasi akomodasi sangat diperlukan untuk strategi dan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan untuk mendukung keberlanjutan usaha (Kartikawangi, 2013) dan pentingnya kerjasama antar pemangku kepentingan (Collaborative Social responsibility) untuk pencapaian tujuan tersebut (Kartikawangi, 2015). Disamping itu, kemampuan lintas budaya menjadi aset penting sumber daya manusia dalam membangun relasi (Kartikawangi, Temaluru, & Unaradjan, 2016) dan pentingnya pemahaman akan kearifan lokal dalam mengimplementasikan model

Collaborative Social Responsibility (Kartikawangi, 2017)

(5)

dipadukan dengan teori lain sebagai bagian dari metodologi. Teori konvergensi simbolis menjadi teori utama dalam penelitian ini dengan didukung oleh teori akomodasi komunikasi untuk menjelaskan relasi dalam tataran perilaku.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif interpretif. Dengan perolehan data melalui wawancara pada perusahaan dan instansi pemerintah, serta diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) pada masyarakat. Perusahaan terdiri dari PT. Unilever Tbk. Dari Eropa, PT. Kao Indonesia dari Asia (Jepang) dan PT. Johnson & Sons dari Amerika. Instansi pemerintah terdiri dari Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan dan Departemen Sosial. Sedangkan masyarakat adalah pengguna produk dan mereka yang berhubungan dengan perusahaan baik dalam kepentingan bisnis maupun sosial.

Dinamika Interelasi Pemangku Kepentingan

Analisis Komunikasi Akomodasi dan Konvergensi Simbolis Dalam Interelasi Perusahaan Dengan Pemerintah

Dinamika eksternal komunikasi perusahaan, dalam hal ini akomodasi komunikasi yang terjadi dalam relasi perusahaan dengan pemerintah tampk cenderung dominan konvergensi (Convergence)

yaitu dimana interaksi yang berlangsung antara perusahaan dengan pemerintah mengarah pada penajaman kesamaan dan penyatuan. Upaya konvergensi utamanya adalah dalam pemahaman peraturan yang diberlakukan serta pada negosiasi atau dialog dalam penyusunan peraturan baru atau merevisi peraturan yang sudah ada.

(6)

ketidakpastian dan terciptanya pemahaman bersama. Namun demikian, konvergensi dapat juga merugikan, misalnya dimungkinkannya kehilangan identitas personal maupun sosial ketika berinteraksi. Sedangkan motif yang melatarbelakangi divergensi adalah keinginan untuk menekankan perbedaan atau jarak para peserta interaksi, biasanya berdasarkan keanggotaan kelompok. Mengikuti premis dari

social identity theory, hal ini biasanya muncul ketika para peserta interaksi mendeinisikan situasi lebih kepada ’intergroup’ ketimbang ’interindividual’. Interaksi intergroup adalah ketika masing-masing individu memperlakukan satu sama lain dalam konteks keanggotaan kategori sosialnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika komunikasi eksternal perusahaan dengan pemerintah dilatarbelakangi oleh motif untuk memperoleh kesepakatan, sehingga strategi dominan yang digunakan adalah strategi konvergensi. Dalam situasi ini maka efektivitas komunikasi yang kemudian juga diasosiasikan dengan meningkatnya prediksi, mengurangi ketidakpastian dan terciptanya pemahaman bersama juga menjadi tujuan. Mereka yang bertanggung jawab untuk membina komunikasi masing-masing mendeinisikan dirinya sebagai ’intergroup’ yang memperlakukan satu sama lain dalam konteks keanggotaan mereka dalam organisasi, pemerintah , maupun masyarakat.

(7)

secara berbeda oleh anggota kelompok, tergantung pada seberapa kuat ikatan mereka pada kelompok.

Pada kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk mengikuti pertemuan dengan pemerintah tampak bahwa sejatinya terdapat upaya divergensi yaitu dalam menolak atau keberatan akan peraturan pemerintah tertentu. Upaya divergensi (divergence)

yaitu dimana interaksi yang berlangsung antara perusahaan dengan pemerintah mengarah pada penajaman perbedaan dan pemisahan seakan dinegasikan dengan keteguhan pemerintah dalam menetapkan peraturan yang berlaku. Ketaatan perusahaan untuk mengikuti dan memenuhi peraturan kemudian menjadi bentuk konvergensi ke atas

(upward convergence), yaitu dimana posisi pemerintah lebih tinggi ketimbang perusahaan dalam akomodasi komunikasinya. Disamping itu fenomena ini juga dapat dijelaskan bahwa yang terjadi adalah konvergensi sebagian (partial convergence) yaitu hanya sebagian saja yang dipahami bersama dan bukan konvergensi sepenuhnya (complete convergence).

Berkaitan dengan penjelasan apakah relasi perusahaan dengan pemerintah bersifat konvergensi mutual (mutual convergence) ataukan divergensi mutual (mutual divergence) yaitu dimana interaksi antara perusahaan dengan pemerintah mengarah pada penyatuan atau pemisahan sejatinya mendukung upaya dominan kovergensi. Artinya, yang diupayakan adalah sepenuhnya mengarah pada konvergensi mutual. Divergensi mutual dapat ditegaskan sekali lagi bahwa dengan sengaja dinegasikan. Demikian pula halnya dengan konvergensi nonmutual (Nonmutual convergence) maupun divergensi nonmutual

(nonmutual divergence) yaitu dimana dalam interaksi antara perusahaan dengan pemerintah salah satu pihak mengarah pada penyatuan dan yang lain mengarah pada pemisahan dalam relasi perusahaan tidak diakui.

(8)

Divergensi tersebut pada gilirannya dijembatani oleh perilaku perusahaan dengan memberikan uang atau barang kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang seharusnya tidak diijinkan oleh kode etik masing-masing perusahaan.

Akomodasi dapat berfariasi tergantung pada perkiraan pembicara terhadap pola komunikasi penerimannya (Bradac, Mulac, & House, 1988; Street, 1982). Lebih lanjut, penerima memiliki harapan

(epectations) pada tingkat optimal konvergensi dan divergensi. Harapan ini berdasarkan stereotipi anggota kelompok tertentu, khususnya kompetensi komunikasinya. Gallois dan Callan (1991) mengatakan bahwa harapan pembicara pada tingkat konvergensi atau divergensi tertentu juga dipengaruhi oleh norma situasional bagi kontak intergroup yang diturunkan. Dengan demikian, maka sesungguhnya ketika perusahaan berpegang teguh pada code of conduct atau code of business mereka masing-masing menunjukkan pengaruh norma yang berlaku diperusahaan. Namun demikian ketika pemerintah menerima ’ucapan terimakasih’ dari perusahaan yang memang sudah menyediakan maka sebenarnya hal tersebut dipengaruhi oleh norma situasional dalam relasi perusahaan dengan pemerintah.

Fakta dalam akomodasi komunikasi dan perilaku perusahaan dalam relasinya dengan pemerintah yang menjadi penanda simbolis, tipe fantasi dan saga organisasional kemudian menjadi semacam legitimasi atas tema fantasi yang telah berkembang dimasyarakat. Dalam berkomunikasi dengan pemerintah ketiga perusahaan memiliki kesamaan, yaitu bahwa ketiganya: berpegang teguh pada code of conduct atau code of business masing-masing, melakukan komunikasi interpersonal dengan pendekatan interpersonal dan sentuhan kemanusiaan (human touch) tanpa meninggalkan profesionalitas, tetap menyediakan dana untuk hubungan dengan pemerintah (goverment relation).

(9)

akhirnya menerima ’ucapan terimakasih’ tetapi bukan mereka yang menentukan jumlahnya, melainkan perusahaan.

Disamping itu, strategi tersebut juga berhasil diimplementasikan ketika pemerintah menyusun peraturan dan ketika perusahaan merasa terdapat peraturan yang perlu direvisi untuk bisa dipenuhi perusahaan. Konirmasi yang diperoleh dari berbagai departemen menunjukkan hal yang sama. Sebelum pemerintah membuat perundang-undangan maka dalam proses penyusunannya selalu melibatkan segenap pihak yang terkait (stakeholder) untuk memberikan masukan, termasuk perwakilan perusahaan.

Dalam proses akomodasi komunikasi terjadi apa yang disebut sebagai conciuseness creating, conciousness-chaining, dan conciousness-sahring. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa mengapa kemudian muncul tema fantasi ’pungutan liar’ yang menunjuk pada perilaku pihak pemerintah pada perusahaan, dan ’suap’ yang menunjuk perilaku pihak perusahaan pada pemerintah. Dengan demikian sebenarnya terjadi proses timbal balik diantara kedua belah pihak. Dalam perkembangannya, ketika teknologi informasi berkembang dan pemerintah mulai memanfaatkannya untuk berbagai prosedur perijinan maka terjadi pula perubahan tema fantasi, tetapi tetap tidak berlaku jika tidak ada penerapan teknologi informasi ”from somebody to nobody” dan ”transparansi”. Dari hasil penelitian dan diskusi teoritis praktis tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya-upaya positif untuk mencapai kesamaan dalam pemaknaan secara praktis dapat memunculkan tidakan negatif yang akhirnya berkembang dalam narasi-narasi tema fantasi yang negatif.

Analisis Komunikasi Akomodasi dan Konvergensi Simbolis dalam Interelasi Perusahaan dengan Masyarakat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang terjadi dalam dinamika komunikasi ektersnal organisasi dengan masyarakat adalah konvergensi yang cenderung bersifat konvergensi kebawah (downward convergence) dan parsial (partial convegence) karena masyarakat juga menetukan pilihan mereka sekalipun dari produk yang tersedia dan atau dari iklan yang dilihat/dibacanya.

(10)

terhadap perusahaan adalah kegiatan CSR. Kegiatan tersebut membantu masyarakat mengenal lebih jauh bahwa produk tertentu merupakan produksi perusahaan tertentu. Jika dikaji lebih lanjut, komunikasi eksternal dilakukan oleh organisasi dengan demikian adalah dalam rangka membangun relasi dengan lingkungannya, dalam hal ini adalah dengan masyarakat. Relasi yang dibangun bertujuan untuk memantapkan dan memastikan kesinambungan keberdaannya. Relasi dibangun melalui komunikasi dalam interaksi berkaitan dengan operasionalisasi bisnis. Dalam proses interaksi tersebut terjadi negosiasi identitas mengingat perusahaan multinasional berasal dari negara lain yang berarti memiliki budaya negaranya dan sekaligus memilki budaya organisasinya.

Dalam proses akomodasi inilah terjadi akomodasi atas persamaan maupun perbedaan (konvergen dan divergen). Keseluruhan rangkaian proses tersebut pada akhirnya memunculkan pemahaman bersama, menjadi saga organisasional dan dikonsepkan dalam sebuah tema fantasi atas relasi yang terjadi.

Menjadi menarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa iklan maupun kegiatan CSR tidak terlalu mempengaruhi pembelian produk suatu perusahaan tertentu. Peserta FGD menyatakan bahwa mereka membeli produk karena cocok baik harga maupun hal-hal yang melekat pada prosuk tersebut seperti kualitas, jenis wewangian, kemasan dan lain sebagainya.

Citra positif perusahaan meskipun dipandang positif melalui iklan yang mengedukasi dan kegiatan CSR yang memberdayakan masyarakat tampaknya akan sedikit berkurang ketika mengalami hal-hal yang sifatnya lebih pribadi dalam relasinya dengan produk maupun perusahaan, misalnya terpengaruh iklan sampo dan membeli produknya ternyata menimbulkan kerontokan, sebagai suplier ternyata pembayaran perusahaan memakan waktu lama, atau sulit sekali memperoleh akses ke perusahaan dan tidak seperti yang dijanjikan bahwa perusahaan terbuka bagi masyarakat.

(11)

kasus dimana dalam komunikasi yang terjadi antara komunikan yang satu dengan lainnya memiliki perbedaan arah. Sementara itu konvergensi yang terjadi dapat sebagian (partial convergence) atau seluruhnya (complete convergence). Berpijak pada konsep tersebut maka sejatinya konvergensi yang terjadi dalam komunikasi ekternal organisasi dengan masyarakat adalah kovergensi parsial, yaitu hanya sebagian saja yang konvergen. Konvergensi parsial yang terjadi dalam relasi perusahaan dengan masyarakat tampaknya lebih dominan perusahaan ketimbang masyarakat.

Relasi perusahaan dengan pemerintah dinilai cenderung menguntungkan perusahaan karena beberapa hal, khususnya peraturan atau regulasi yang lemah, birokrasi yang berbelit, serta oknum yang sudah terkenal menerima suap, korupsi dan kongkalikong. Hal tersebut tampaknya menjadi tema fantasi yang sangat kuat di masyarakat yang dalam hal ini adalah bahwa perusahaan mengupayakan apapun untuk dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia dan pemerintah menyediakan ruang untuk kelancaran tersebut.

Sementara itu masyarakat menilai bahwa perusahaan multinasional adalah murni bisnis. Bahwa mereka menyediakan lapangan kerja memang diakui, tetapi tidak untuk transfer teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Jadi masyarakat bagi perusahaan multinasional adalah murni pasar bagi produk yang mereka hasilkan.

Komunikasi eksternal perusahaan dengan masyakat juga menunjukkan adanya implementasi strategi konvergensi. Bagaimana produk dikembangkan, dikomunikasikan melalui iklan dan hadiah-hadiah yang disediakan dinyatakan oleh perusahaan sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Demikian pula halnya dengan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dikatakan sebagai mengembangkan aktivitas yang membantu dan dibutuhkan masyarakat dan seiring dengan bisnis yangdijalankan. Sementara itu, hasil FGD menunjukkan bahwa tidak ada pernyataan dari peserta yang merasa kebutuhannya terpenuhi oleh produk tertentu dari ketiga perusahaan tersebut. Peserta lebih menyatakan bahwa mereka membeli dan menggunakan produk yang tersedia dan yang menurut mereka sesuai dalam arti selera dan harga.

(12)

bawah yang terjadi, penetrasi produk yang seolah dinegosiasikan, serta upaya CSR yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan bahwa terjadi semacam ketimpangan dalam relasi perusahaan dengan masyarakat. Namun demikian reaksi peserta FGD menjelaskan bahwa mereka menyadari, dapat menyampaikan apa yang ada dalam kesadaran mereka, tetapi menerima apa yang terjadi. Dari tataran praktis perilaku perusahaan dan masyarakat dalam relasinya ternyata memunculkan tema fantasi yang lebih menunjuk pada upaya perusahaan.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa upaya-upaya ”positif ” cenderung dilakukan oleh perusahaan untuk lebih memahami masyarakat guna pengembangan produk, strategi pemasaran dan strategi CSR. Masyarakat lebih dalam posisi memilih apa yang diberikan perusahaan dalam mencapai kesamaan pemaknaan secara praktis. Relasi tersebut dapat memunculkan reaksi menerima dari sisi masyarakat. Pada gilirannya dalam tataran konseptual cenderung berkembang narasi-narasi tema fantasi yang negatif untuk perusahaan dan pemerintah, tetapi untuk produk narasi yang berkembang adalah bersifat menyesuaikan.

Kesimpulan dan Saran

Konvergensi simbolis dan komunikasi akomodasi perusahaan dengan pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi akomodasi antara perusahaan dengan pemerintah dan sebaliknya adalah dominan pada strategi konvergensi, khususnya konvergensi ke atas (upward convergence) dan konvergensi sebagian (partial convergence), yang dipengaruhi oleh norma situasional bagi kontak antar kelompok. Upaya konvergensi dalam praktek menghasilkan tema fantasi dalam konvergensi simbolis. Dalam upaya perusahaan membangun relasi yang positif dengan pemerintah, tema fantasi negatif sangat mungkin terbangun dalam konvergensi simbolisnya.

(13)

norma situasional dari kontak inter-individual serta inter-group. Dalam komunikasi perusahaan dengan masyarakat tema fantasi yang bertolak belakang sangat mungkin berkembang. Tampaknya perusahaan melayani masyarakat yang sebenarnya justru menjadi penentu dalam konvergensi simbolisnya.

(14)

Datar Pustaka

Berger, Peter L. (1987). he Capitalist Revolution: Fity Propositions About Prosperity, Equality, and Liberty. London: Wilwood House

Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (2001). hree Decades of developing, grounding, and using symbolic convergence theory. In W.B. Gudykunst (Ed), Communication Yearbook 25 (pp.271 – 313). Mahwah, NJ: Erlbaum and the International Communication Association

Cragan, John F and Donald Shield (1995), Symbolic heories in Applied Communication Research: Borman, Burke, and Fisher, Cresskill, NJ: Hampton

Czainkota, Micahel et all (2008) International Marketing, Asia Pasiic Edition, Melbourne: Nelson Australia Pty. Ltd.

Daniels, Tom D., Spiker, Barry K., and Papa, Michael J. (1997).

Perspectives on Organizational Communication (4th ed), Boston:

McGraw Hill

Deetz, S. (1995). Transforming Communication, Transforming Business: Building Responsive and Responsible Workplace. Creskill, NJ: Hampton.

Giles, Howard & Tania Ogay (2007), Communication Accommodation heory, in Explaining Communication Contemporary heories and Exemplars, Bryan B. Whaley and Wendy Samter (ed), New Jersey: Lea

Guba, Egon G. (ed.) (1990). he Paradigm Dialog. Newbury Park, London, New Delhi: Sage

Jablin, Fredric M., Putnam, Linda L. (ed) (2001). he New Handbook of Organizational Communication, housand Oaks, CA: Sage Publication

Kartikawangi, D. (2013). THE IMPLEMENTATION OF COMMUNICATION ACOMODATION. International Journal of Social Science and Humanity Studies, 5(2), 50–59. Retrieved from http://dergipark.gov.tr/ijsshs

(15)

Kartikawangi, D. (2017). Symbolic convergence of local wisdom in cross–cultural collaborative social responsibility: Indonesian case.

Public Relations Review, 43(1), 35–45. https://doi.org/10.1016/j. pubrev.2016.10.012

Kartikawangi, D., Temaluru, Y., & Unaradjan, D. D. (2016). Cross cultural communication competency in business interaction: a theoritical study (pp. 28–29). Bangkok: Chulalonkorn University, Bangkok, hailand. Retrieved from https://ccccbangkok.iles. wordpress.com/2016/02/cccc-cross-cultural-communication-conference-prodeedings.pdf

Keegan, Warren J. & Mark C. Green, (1997). Prinsiples of Global Market, International Edition, New Jersey: Prentice Hall Inc.

May, Steve, & Dennis K. Mumby (Ed), (2005), Engaging Organizational Communication heory & Research, Multiple Perspectives, California: Sage Publication, Inc.

Minichiello, Victor (1990). Indepth Interviewing Research People, Melbourne: Longman

Neuman, Lawrence (2000). Social Research Methodes. Fourth Edition. Boston. London: Allyn and Beacon

Robins, S.P. (1977). Managing Organizational Conlict, dalam J. Schnee, E.K., Warren. & H. Lazarus (eds). he Progress of Management, Englewood Clifs, NJ: Prentice Hall

Patton, Michael Quinn, (2002). Qualitative Research & Evaluation Methods, 3rd ed, housand Oaks: Sage Publication

Putnam, L.L., Pacanowsky, M.E. (Ed) (1983). Communication and Organizations An Interpretive Approach, Beverly Hills: Sage Publication

Treat, Shaun Robert (2003), he Myth of Charismatic Leadership and Retoric of Crypto-Charismatic Membership, Disertasi: Luisiana State University

Jurnal

(16)

Bormann, Ernest G. (1985). Symbolic Convergence heory: A Communication Formulation. Journal of Communication, vol 35, 128-138

Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (1994). In Defense of Symbolic Convergence heory: A Look at the heory and its criticisms ater two decades, Communication heory, vol 4, 259-294

Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (1996). An expansion of the rhetorical vision concept of symbolic convergence theory: the cold war paradigm case, Communication Monographs, vol 63, 1-28

Hatch, Mary Jo and Haridimos Tsoukas, (2001). Complex thinking, complex practice: he case for a narrative approach to organizational complexity, Human Relations, vol 54 (8): 979-1013:018452, he Tavistock Institute, London: Sage Publication

Jackson, Bradley G. (2000). A Fantasy heme Analysis of Peter Senge’s Learning Organization, he Journal of Applied Behavioral Science, vol 36, no. 2, 193-209

Mumby, D.K. (1987). he political function of narrative in organizations.

Communication Monographs, vol 54, 113 - 127

Osigweh, C. (1994). A stakeholder perspective of employee responsibilities and rights. Employee Responsibility and Rights Journal, vol 7, 279-296

Artikel Media Cetak:

Keuangan Global: Raksasa Finansial AS Terus Berguguran, Kompas, Selasa 16 September 2008

Mirza Adityaswara, Analisis Ekonomi: Fokus Perbankan, Jangan Pada Bursa Efek, Kompas, Senin 13 Oktober 2008

Fondasi Ekonomi Kuat, Sebaiknya Utamakan Penguatan Perbankan Ketimbang Pasar Modal, Kompas, Senin 13 Oktober 2008-12-02

(17)

Internet:

Close, Angeline G. et.al. (2006) Engaging the Consumer hrough Event Marketing: Linking Attendees with the Sponsor, Community, and Brand, Journal of Advertising Research, vol 46, 4, 420, New York. http://proquest.umi.com/pqdweb?index=37&sid=5&srchmode , diakses 20 Oktober 2008

Cragan, John F. & Donald Shield (1992). he Use Of Symbolic Convergence heory in Corporate Strategic Planning: A Case Study, Journal of Applied Communication Research, vol 20, 2, 199. http:// proquest.umi.com/pqwdweb?index=14&sid=8&srchmode... 20 Oktober 2008

Smith, Alan (2003). Community Relations: How an Entire Industry Can Change Its Image hrough Proactive Local Communications, Journal of Communication Management, vol 7, 3, 254-265, London. http://proquest.umi.com/ pqwdweb?index=1&sid=6&srchmode=... Diakses 20 Oktober 2008

Referensi

Dokumen terkait

Usia ini menjadi masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk mempelajari sesuatu. Banyak potensi yang dimiliki oleh anak yang harus dikembangkan, salah satunya

Pembangkitan playlist lagu akan dilakukan berdasarkan aturan yang didefinisikan oleh pengguna, dimana aturan tersebut akan diterapkan terhadap metadata yang

(Foto oleh: World Agroforestry Centre/James M.. yang berlangsung Juni dan Juli 2014 lalu ini berkaitan dengan mata pelajaran bisnis yang saya ambil di sekolah saya, Academic

maslahah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain atau sekelompok orang lain atau masyarakat. c) Maslahah relatif lebih

Salam sejahtera, segala puja dan puji syukur penulis haturkan Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,

Memiliki self-efficacy yang baik akan membantu mahasiswa rantau untuk dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik dengan lingkungan baru, seperti dalam penelitian yang

menghilangkan penat bagi orang-orang yang beraktifitas padat atau bekerja.selain itu juga diminati bagi tempat rekreasi remaja.Adanya objek wisata yang tersedia ini membuat

(2010) meliputi: tahap pendahuluan, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep sains, tahap aplikasi spiritual Islam, tahap pemantapan konsep, dan tahap penilaian;