• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

2.1. Sejarah Trisakti

2.1.1. Karakteristik Pemikiran Soekarno di dalam Trisakti

Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan hal yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Trisakti bersama gagasan-gagasan lain seperti Nasakom, Marhaenisme, Nefo, Berdikari, Manipol, dan Dekon (Demokrasi Ekonomi), dikenali dengan label made in Soekarno. Soekarno sebagai penggagas konsep-konsep tersebut termasuk pemikir yang produktif bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang semasa dengan dirinya.

(2)

keterlibatannya sebagai aktor dalam pergerakan di Indonesia berpengaruh besar melatarbelakangi dan membentuk gagasan-gagasan yang dia kemukakan.

Awal keterlibatan Soekarno dalam pergerakan Indonesia dimulai semenjak ia masih berstatus pelajar. Soekarno tercatat aktif dalam menyumbangkan pemikirannya di surat kabar Oetoesan Hindia selama lima tahun, sejak tahun 1912-191829. Oetoesan Hindia merupakan surat kabar yang dibawahi oleh Sarekat Islam sekaligus menjadi media propaganda organisasi tersebut, mengingat pada masa jayanya pada tahun 1910-an anggota dari Sarekat Islam mencapai dua juta pengikut30.

Keterlibatan Soekarno sebagai kontributor tulisan berbagai surat kabar berlanjut ketika ia duduk sebagai siswa Hogere Burger School, Surabaya. Begitu juga ketika ia pindah ke Bandung dan menjadi mahasiswa Technische Hogere School (cikal bakal Institut Teknologi Bandung), Soekarno tercatat masih aktif menyumbangkan tulisan untuk surat kabar Sama Tengah.

Surat kabar sebagai media massa yang paling populer pada saat itu dinilai efektif sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi oleh Soekarno. Surat kabar juga memiliki fungsi untuk mempengaruhi sidang pembaca agar bersikap atau mempunyai pandangan seperti yang diinginkan oleh penulis. Hal inilah yang ingin dicapai Soekarno, yaitu surat kabar sebagai mediator untuk menyampaikan

29

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 76.

30

(3)

gagasan-gagasan yang sifatnya kebangsaan dalam rangka mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

Melalui surat kabar, Soekarno menerbitkan tulisannya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan yang dimuat pada majalah Soeloeh Indonesia Moeda pada tahun 1927 tersebut ditujukan kepada kalangan rakyat Indonesia yang ia terkotak-kotak ke dalam tiga golongan besar yaitu golongan Nasionalis, Islamis, dan Komunis. Dalam Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme Soekarno juga mengkehendaki persatuan antara golongan-golongan yang dapat membawa Indonesia merdeka.

“dengan jalan yang jauh kurang sempurna, kita mencoba membuktikan,

bahwa faham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain. Dengan jalan yang jauh kurang sempurna kita menunjukkan teladan pemimpin-pemimpin di negeri lain, tetapi yakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia insyaf, bahwa persatuan lah yang membawa kita kearah kebesaran dan kemerdekaan. Dan kita yakin pula, bahwa walaupun pikiran kita tidak mencocoki semua kemauan dari masing-masing pihak, ia menunjukkan bahwa persatuan itu bisa tercapai. Sekarang tinggal menetapkan saja organisasinya, bagaimana persatuan itu bisa berdiri; tinggal mencari organisatornya saja, yang menjadi mahatma persatuan itu31.

Secara fisik, keterlibatan perjuangan Soekarno berlanjut dalam Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia. PNI yang dibentuk pada 1927 memilih jalur non-kooperatif sebagai metode perjuangan pada saat itu, sehingga kerap bertentangan dengan

31

(4)

pemerintahan kolonial Belanda. PNI berkonsentrasi dalam menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun yang sama juga, Soekarno mempelopori berdirinya PPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), sebagai gabungan dari organisasi-organisasi dan partai politik yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, diantaranya PNI, Partai Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Perserikatan Selebes dan Kaum Betawi.

Pergerakan PNI pada akhirnya dianggap membahayakan eksistensi pemerintahan kolonial Belanda, sehingga pemerintah kolonial Belanda berlaku represif dengan mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pentolan-pentolan PNI. Puncaknya pada Desember 1929 Soekarno dan tokoh PNI lainnya seperti Gatot Mangkupraja, dan Soepridinata resmi ditangkap untuk pertama kali. Soekarno dan para pentolan PNI kemudian disidangkan pada tanggal 18 Januari 1930 di gedung Landraad Bandung. Soekarno memanfaatkan momen persidangannya tersebut dengan membacakan pledoinya yang terkenal yaitu

Indonesia Mengggugat”. Pledoi tersebut menjadi titik balik perjuangan Soekarno, terkhusus kaum nasionalis Indonesia untuk menuntut kemerdekaan Indonesia.

(5)

mengandaikan situasi di Eropa, dimana manusia membentuk bangsa untuk meneruskan sesuatu yang sudah ada, yakni warisan agung yang tumbuh selama berabad-abad berupa kesadaran akan hak-hak individu.

Realitas yang terjadi di Indonesia, di Dunia Ketiga, manusia membentuk bangsa terutama untuk menciptakan apa yang belum ada. Sebuah negeri yang diisi oleh penjajah dan bangsawan lokal yang memperlakukan rakyat luas sebagai anjing dan kerbau yang tidak punya hak individu32. Pledoi tersebut berpengaruh besar terhadap reputasi Soekarno di dunia Internasional sebagai tokoh revolusioner, khususnya di Asia karena yang berani menggebrak serta menginspirasi semangat kemerdekaan di negara-negara terjajah.

Pada tahun 1942 terjadi peralihan kekuasaan kolonial dari pemerintahan Belanda ke Jepang di wilayah Hindia Belanda. Hal ini ternyata mengubah pola pandang Soekarno terkait taktik perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada fase ini Soekarno sempat meninggalkan sikap non-kooperasi dan memilih bekerja sama dengan pemerintahan jepang. Hal ini dilihat dari diangkatnya Soekarno oleh Jepang sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) bersama Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansyur33.

Sikap kooperasi ini tidak terlepas dengan pertemuannya dengan Letnan jenderal Imamura setelah soekarno kembali dari pembuangannya di Sumatera. Soekarno mempertanyakan status Indonesia kepada Imamura, dan jawabannya

32

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 81.

33

(6)

ialah nasib Indonesia akan ditentukan oleh Tokio setelah perang selesai, akan tetapi Jepang akan memperhatikan kesejahteraan Rakyat, dan akan mengikutsertakan orang Indonesia dalam pemerintahan dan Administrasi. Dengan janji itulah Soekarno menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama, dengan syarat bahwa ia tidak akan dikhianati Jepang setelah perang usai34.

Kenyataan akan sikap Soekarno yang memilih untuk berkooperasi dengan pemerintahan Jepang mendapatkan celaan dari the founding father lainnya seperti Tan Malaka. Tan Malaka yang pada saat itu memimpin gerakan kemerdekaan Indonesia di bawah tanah menuduh Soekarno sebagai seorang kolaborator Jepang. Dalam tuduhan itu Tan Malaka mengutip kata-kata Soekarno bahwa ia membantu Jepang sebab ia percaya bahwa Jepang adalah bangsa yang jujur dan adil35.

Terlepas dari kontradiktifnya sikap Soekarno terhadap dua periode kolonialisasi yang terjadi di Indonesia, hal ini juga menjadi bukti luasnya cakupan perkembangan pemikiran Soekarno mengenai kebutuhan Indonesia akan kebebasan dan kemerdekaan dari penjajah. Kemerdekaan menjadi sebuah harga mutlak yang harus di dapatkan oleh bangsa ini. Pandangan-pandangan Soekarno tersebut kemudian, menurut John D. Ledge coba dirangkum dalam beberapa segi khas pemikiran yakni36:

34

Nazaruddin Sjamsuddin. Ibid.

35

Ibid. Hal. 12.

36

(7)

Pertama cita-citanya akan persatuan nasional. Soekarno sangat menaruh perhatian terhadap kepentingan bersama sebagai hal yang paling pokok. Hal ini secara eksplisit dapat dilihat dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Soekarno melihat kondisi yang berakibat pada dua kemungkinan besar, yakni kemungkinan lahirnya perpecahan diantara ketiga kekuatan-kekuatan pergerakan tersebut, atau kemungkinan lahirnya kekuatan-kekuatan yang dapat menggalang kekuatan massa rakyat indonesia untuk mencapai kemerdekaan.

Kedua, desakannya untuk menjalankan sikap non kooperatif bukan hanya sebagai taktik, tetapi merupakan hal yang prinsipil. Soekarno menegaskan betapa sia-sianya sikap lunak yang moderat, sebab tidak mungkin ditempuh dengan imperialisme. Akibat wajar dari sikap tersebut adalah suatu rencana untuk memobilisasi rakyat guna melaksanakan perjuangan tersebut. Pendirian PNI dan sepak terjangnya setelah berdirinya partai tersebut merupakan realisasi dari rencana Soekarno.

(8)

Keempat, pengungkapan pidato dan tulisan Soekarno sangat menarik bagi pendengar dan pembaca dari kalangan Jawa. Salah satu wujudnya yang khas seperti pada tahun 1928 dan 1929 adalah ramalan Soekarno mengenai kebangkitan Jepang dan pecahnya Perang Pasifik sehingga memungkinkan Indonesia mendapatkan kemerdekaannya di kemudian hari. Ini merupakan ramalan yang cerdik dengan daya tarik khusus karena langsung dikaitkan dengan harapan tradisional yang diramalkan Jayabaya.

Perkembangan pemikiran Soekarno diatas pada akhirnya mengerucutkan sifat-sifat yang menonjol dirinya. Adapun karakteristik dari pemikiran-pemikiran Soekarno antara lain37:

1. Pertama, anti imperialisme. Sebagai sistem politik, imperialisme akan berakhir ketika sebuah wilayahnya yang dijajah menjadi merdeka. Tetapi sebagai sebuah sistem ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus bahkan ketika negara terjajah itu sudah merdeka secara politis. Imperialisme adalah sebuah hasrat berkuasa, yang antara lain terwujud dalam sebuah sistem yang memerintah atau mengatur ekonomi dan mengatur negara lain.

2. Kedua, anti-elitisme. Menurut soekarno, elitisme mendorong sekelompok orang merasa diri memiliki status sosial politik yang lebih tinggi dari orang lain, terutama rakyat kebanyakan. Elitisme tersebut tidak kalah

37

(9)

berbahaya dengan imperialisme, karena melalui sistem feodal yang ada elitisme bisa dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyat negeri sendiri. Lebih dari itu, elitisme dapat menjadi penghambat sikap-sikap demokratis masyarakat modern yang dicita-citakan bagi indonesia merdeka.

3. Ketiga, taktik non kooperasi. Sebenarnya sampai pada pertengahan tahun 1921 Soekarno masih mengharapkan adanya kerja sama dengan pemerintah Kolonial Belanda. Soekarno masih berharap bahwa pemerintah Belanda bersedia membantu memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia, sebelum negeri jajahan tersebut benar-benar mandiri. Tetapi, pada tahun 1923 Soekarno mulai meninggalkan posisi moderat dan mengambil langkah non kooperasi, menolak kerja sama dengan pemerintah kolonial. 4. Keempat, menggalang persatuan. Kepada para aktivis nasionalis Soekarno

menegaskan bahwa tidak ada halangan bagi kaum nasionalis bekerja sama dengan aktivis Islam dan Marxis, dan juga sebaliknya.

(10)

Karakteristik pemikiran Soekarno yang anti nekolim dapat dilihat sebagai fondasi utama gagasan Trisakti. Penolakan terhadap kapitalisme beserta segala turunannya yang digagas Soekarno didalam Trisakti berlandaskan kenyataan bahwa sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong praktik-praktik imperialis.

Terminologi awal imperialisme mengacu pada praksis ekspansi wilayah politis suatu negara, pada awal abad ke-20 definisi itu diperluas, yakni sebagai sistem politik dan sebagai sistem ekonomi. Sebagai sistem politik, ia akan berakhir ketika suatu wilayah yang dijajah merdeka. Akan tetapi sebagai sistem ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus menerus bahkan ketika negara terjajah tersebut telah merdeka secara politis38.

Sebagai sistem yang motivasi pokoknya adalah ekonomi, Soekarno percaya kolonialisme terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil modal yang tujuan pokoknya adalah memaksimalkan keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itulah kaum kapitalis tak segan-segan untuk mengeksploitasi orang atau bangsa-bangsa lain. Melalui kolonialisme para kapitalis Eropa memeras tenaga dan kekayaan alam rakyat negeri-negeri terjajah demi keuntungan mereka. Melalui kolonialisme ini pulalah di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, kapitalisme mendorong

38

(11)

terjadinya „exploitation de l‟homme par l‟homme‟ atau eksploitasi manusia oleh manusia lain.

Kondisi tersebut bertentangan dengan formulasi Trisakti yakni berdikari dibidang ekonomi, yang menekankan sentralnya peran negara-bangsa sebagai instrumen utama serta berpegang pada prinsip usaha bersama atas asas kekeluargaan. Pledoi “Indonesia Menggugat” Soekarno juga menjadi sebuah cetak biru bagi gagasan Trisakti, khususnya mengenai pemahaman akan kelahiran sebuah bangsa baru yang merdeka. Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara merupakan sebuah entitas sendiri, yang terbentuk karena menolak kesewenang-wenangan terjadi.

Karakteristik pemikiran Soekarno lainnya, yakni non-kooperatif juga dapat dilihat dalam Trisakti. Gagasan Trisakti menjadikan kedaulatan serta kemandirian sebagai fondasi utama sebuah bangsa yang merdeka. Oleh karena itu sifat kooperatif Indonesia diwujudkan dalam bentuk kooperasi dengan syarat.

Trisakti tidak menghalang-halangi kerjasama dengan negara-bangsa lain dalam konteks politik maupun ekonomi. Negara memiliki kebebasan untuk menentukan negara-negara mana saja yang dapat atau tidak dapat bekerja sama dengan syarat kerjasama tersebut tidak bersifat imperialistik dan tanpa harus bergantung nasib kepada bangsa lain.

(12)

Soekarno dalam pemikirannya mengenai cita-cita kemerdekaan Indonesia memiliki pandangan bahwa terwujudnya sebuah kemerdekaan merupakan wujud dari selesainya sebuah revolusi. Revolusi bagi Soekarno merupakan sebuah kepastian sejarah dan merupakan hal yang terjadi secara berkesinambungan.

Dalam tulisannya yang berjudul “Djalannya Revolusi Kita” atau disingkat

menjadi “Djarek”, Soekarno mengamini ucapan Lenin (pemimpin gerakan

komunis dari Rusia) yang mengatakan bahwa tanpa teori revolusioner, tidak akan ada gerakan revolusioner39. Soekarno kemudian menerjemahkan hal tersebut

dengan rumusan “tanpa adanya ideologi dan konsepsi nasional yang dirumuskan

secara tegas dan jelas, kemerdekaan indonesia tidak mungkin dapat diperjuangkan

dan dibina”40 .

Soekarno mengatakan revolusi selesai apabila cita-cita kemerdekaan sudah terealisasi atau terwujud. Kemerdekaan diartikan sebagai sebuah kelanjutan dari revolusi indonesia yang berkesinambungan. Revolusi tidak berhenti pada fase mendobrak tatanan yang sudah mapan, akan tetapi juga harus dibarengi dengan tindakan membangun. Hal inlah yang disinyalir menjadi akar perbedaan soekarno dengan Hatta. Mohammad Hatta menganggap bahwa revolusi sudah selesai, sedangkan Soekarno masih gandrung akan revolusi41.

Landasan pemikiran mengenai teori revolusioner untuk melanjutkan cita-cita kemerdekaan Indonesia ini kemudian di tuliskan Soekarno ke dalam Panca

39

Paharizal. Op. Cit.. Hal. 50

40

Ibid. Hal. 52

41

(13)

Azimat Revolusi Indonesia. Panca Azimat Revolusi yang di deklarasikan oleh Soekarno merupakan analisis Soekarno terhadap tahapan-tahapan Revolusi yang di hadapi Indonesia.

Keniscayaan Soekarno akan sebuah „revolusi yang terus-terusan menjebol

dan tidak berhenti‟ mendasari ini. Panca Azimat Revolusi pertama kali di

deklarasikan oleh Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “BERDIKARI”.

Pidato ini sendiri disampaikan pada 17 Agustus 1965. Soekarno mengatakan:

“Panca azimat adalah pengejawantahan daripada jiwa nasional kita,

konsepsi nasional kita yang terbentuk disepanjang sejarah 40 tahun lamanya... Azimat Nasakomlah yang lahir terlebih dahulu, dalam tahun 1926, karena persatuan nasakom itulah sesungguhnya senjata kita yang paling ampuh, dulu untuk merebut, sekarang untuk mengkonsolidir kemerdekaan nasional. Azimat kedua adalah azimat Pancasila, yang lahir pada bulan Juni 1945...ketika itu opgave terpokok adalah menemukansuatu dasar negara, dan maka itulah lahir Pancasila. Azimat ketiga adalah azimat manipol/usdek, yang baru lahir 14 tahun lamanya mengalami masa republik merdeka, azimat yang berupa program umum revolusi, yang inti sarinya tidak boleh dimodulir atau diamendir. Azimat keempat adalah azimat Trisakti yang baru lahir tahun lalu... azimat kelima adalah azimat berdikari, yang terutama tahun ini aku canangkan.42“

Panca azimat sebagai konsepsi nasional Indonesia dijabarkan kedalam lima gagasan yakni Nasakom, Pancasila, Manipol-Usdek, Trisakti dan Berdikari.

I. Nasionalis, Agamis, dan Komunis (Nasakom).

Pada azimat pertama yaitu Nasakom, Soekarno menekankan kebutuhan penggalangan persatuan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Hal ini jauh-jauh hari sudah berada dalam pemikiran Soekarno yaitu tahun 1926, tepatnya

42

(14)

dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Soekarno melihat kondisi Indonesia pada saat itu (dalam konteks situasi terjajah dan ketiadaan kekuatan untuk melawan penjajah) mencoba menggali kekuatan gerakan-gerakan yang tersedia untuk mengentaskan kondisi tersebut.

Filsafat yang mendominasi pergerakan-pergerakan di Indonesia pada saat itu adalah sintesis dari tiga ketegangan yaitu (1) prinsip-prinsip nasionalis revolusioner yang diprakarsai oleh PNI (2) sosialisme elektis yang disodorkan oleeh Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir; dan (3) sosialisme religius yang berakar tahunan sejak Sjarekat Islam (SI). Penyimpangan-penyimpangan dari filsafat sosialisme ini berasal dari kelompok komunis stalinis dan kelompok komunis nasionalis sayap kiri Tan Malaka43. Hal ini yang kemudian di identifikasi oleh Soekarno didalam gerakan-gerakan berbasis Nasionalis, Agamis, dan Komunis.

Dalam Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme Soekarno menyoroti permasalahan perbedaan Ideologi ataupun adanya ambisi-ambisi pribadi daripada dunia pergerakan politik pada tahun 1920-an. Soekarno menyoroti perpecahan antara Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saling serang satu sama lain dan dianggapnya justru menghancurkan gerakan nasionalisme Indonesia pada saat itu44.

43

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 25.

44

(15)

Mengacu kepada filsafat setiap gerakan-gerakan pada masa itu, Soekarno menyerukan perlu terjadi kerjasama yang lebih erat antara ketiga golongan

“besar” di atas untuk bersatu mengusir pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini ditambah lagi dengan kesamaan diantara gerakan-gerakan tersebut yang anti terhadap kolonialisme belanda. Adanya kesamaan persepsi terhadap kolonialisme menjadi alasan kuat agar diperlukannya persatuan antar gerakan-gerakan tersebut.

Obsesi persatuan tersebut digali Soekarno bersumber dari budi nurani manusia yang paling mendasar yaitu keinginan untuk bebas dari segala penindasan dan ketidak adilan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Soekarno:

“... Untuk Islamis sejati, maka dengan lekas saja teranglah baginya bahwa tak layaklah ia memusuhi paham Marxisme yang melawan peraturan Meerwarde itu, sebab ia tak lupa pula bahwa Islam yang sejati juga memerangi peraturan itu; ia tak lupa bahwa Islam yang sejati melarang keras akan perbuatan memakan riba dan memungut bunga. Ia mengerti bahwa riba ini pada hakikatnya tiada lain daripada meerwaarde-nya paham Marxisme itu!45.”

“… kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasionalisme di hati sanubari kaum buruh Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing

… dan menumbuhkan suatu keinginan padanationalemacht politiek dari rakyat sendiri46.”

(16)

Titik fokus dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” yang menitikberatkan kepada penggalangan persatuan ketiga kelompok diatas tergolong gagasan yang berani. Tak jarang kesan utopis dialamatkan kepada Soekarno akan gagasannya tersebut mengingat ketegangan antara ketiga kelompok mencapai titik jenuh.

Hal ini yang pada kemudian hari di coba lagi oleh Soekarno untuk diterapkan dalam Pemerintahan Negara Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno mencetuskan kembali semangat persatuan ketiga golongan tersebut dalam konsep politik NASAKOM, yang merupakan akronim dari Nasionalis, Agamis, dan Komunis. Gagasan ini mengandung makna bahwa PNI (untuk Nasionalisme), NU (untuk agama), dan PKI (untuk komunisme), ketiga kekuatan politik dalam pemerintahan saat itu untuk dapat sama-sama berperan dalam pemerintahan di setiap tingkatan, sehingga akan menghasilkan suatu sitem yang antara lain akan didasarkan pada koalisi-koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa.

II. Pancasila

(17)

sebuah ideologi dan sebagai falsafah dasar negara Indonesia menandakan kegandrungan Soekarno akan sebuah persatuan.

Pancasila merupakan usaha Soekarno untuk mewujudkan sintesis dari persatuan dalam bentuk nyata. Pancasila sebagai sebuah pemikiran berakar dari Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi yang pada tahun 1932 disebutkan Soekarno sebagai Marhaenisme.

Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib sosial yang melayani kaum Marhaen dalam segala hal. Marhaenisme juga dipahami sebagai cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya yang bertujuan mengusir setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme48. Soekarno mengatakan:

“Dua dasar pertama...kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu.

Itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme. Demikian juga, ....

politieke-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtsvaadigheid... dapat diperas menjadi satu dinamakan sosio-demokrasi. Yang terakhir adalah kepercayaan kepada Tuhan. Jadi, yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan49.”

Selanjutnya, Soekarno mengatakan bahwa ketiga dasar tersebut dapat diperas menjadi satu prinsip saja yaitu gotong royong. Hal ini dikatakan Soekarno

“...Jikalau saya peras lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka

dapatlah saya perkataan Gotong Royong50.”

(18)

dalam suatu pekerjaan; kerja memerdekakan Indonesia, kerja membangun bangsa, kerja menyelesaikan revolusi Indonesia dan kerja mensejahterakan rakyat Indonesia.

Keterlibatan lebih dari satu orang inilah yang kemudian memunculkan kenyataan bahwa antara satu orang dengan orang lainnya saling berbeda-beda baik secara fisik maupun jalan fikiran. Justru karena perbedaan-perbedaan inilah orang-orang saling bekerjasama.

Gotong royong memiliki pemaknaan kebangsaan (orang-orang yang saling berbeda) dan persatuan (internasionalisme/perikemanusiaan) untuk menciptakan kesejahteraan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Agar kerja sama mereka dapat berjalan dengan baik, maka harus ada komponen demokrasi di dalamnya (permusyawaratan/perwakilan) dan dilandasi oleh keyakinan terhadap nilai perikemanusiaan yang terkandung di dalam agama mereka masing-masing.

(19)

dicapainya persamaan hak dengan negara-negara lain dan ditegakkan nya kedaulatan nasional51.

III. Manipol USDEK

Manipol USDEK dicanangkan oleh Soekarno pertama kali pada pidato 17 Agustus 1959. Manipol USDEK menandai sebuah awal baru pemerintahan Indonesia pada saat itu, yakni dengan diterapkannya pemerintahan yang sentralistik dalam Demokrasi Terpimpin, yang menggantikan Demokrasi Parlementer yang telah diterapkan dari 1950-1959.

Peralihan dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin di dasari oleh ketidaksenangan Soekarno terhadap Demokrasi Parlementer. Soekarno menilai demokrasi Barat (cara lain ia menyebutkan Demokrasi Parlementer) yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan negara, sehingga dianggap menjauhkan Indonesia ke tujuan masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Soekarno, penerapan sistem demokrasi barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Soekarno menyoroti jumlah partai politik yang jumlahnya terlalu banyak (40 Partai) pada saat itu yang disinyalir memicu ketidakstabilan tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi titik tekan Soekarno untuk dibubarkan.

51

(20)

Selain itu Soekarno menilai demokrasi Liberal memiliki muatan Nekolim karena terlalu kompromistis dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh bangsa-bangsa asing melalui perjanjian-perjanjian internasional. Hal ini dikhawatirkan bisa menyebabkan terkikisnya rasa nasionalisme dan jiwa revolusi.

Faktor lainnya kegagalan era demokrasi parlementer adalah ketiadaan semangat yang revolusioner dalam merumuskan langkah strategis di bidang politik dan ekonomi sejak 1950. Karena itu, harus dikembalikan lagi ke dasar pemikiran pendirian Republik Indonesia pada 1945, yaitu semangat yang menggelora dalam melakukan tindakan-tindakan yang revolusioner. Semboyan

“Revolusi belum selesai” menjadi wacana baru untuk menciptakan satu tatanan

ekonomi nasional. Disinilah Soekarno kembali menyuarakan pentingnya melanjutkan revolusi dengan jalan demokrasi dan ekonomi terpimpin dalam menjalankan kepemerintahan52.

Peralihan dari sistem pemerintahan parlementer ke demokrasi terpimpin yang cenderung terpusat pada sosok Soekarno dipengaruhi oleh pemikiran Soekarno yang berpijak pada Marhaenis (Marxis). Pada masa itu terlihat secara jelas pengaruh marxis mengingat Soekarno membicarakan mengenai Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi. Soekarno mengatakan pembangunan politik hendaknya sejalan dengan pembangunan ekonomi, dimana seseorang yang

52

(21)

mengecap kebebasan politik, seharusnya mengecap kesejahteraan sosial. Karena itu, soekarno tidak menyetujui terjadinya Demokrasi Parlementer53.

Atas dasar itu kemudian Bung Karno mengembangkan Manifesto Politik (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) sebagai kerangka dasar membangun Sosialisme Indonesia. Hal tersebut dikatakan sebagai manifesto karena pada pendeklarasian tersebut Soekarno mengucapkan berbagai persoalan pokok program-program revolusi dan pedoman bagi pelaksanaan revolusi Indonesia.

Soekarno mengemukakan bahwa revolusi yang terjadi di Indonesia, terhitung semenjak tahun 1945 sampai saat itu, tahun 1959, adalah revolusi yang terjadi secara bertingkat. Indonesia menurut Soekarno telah melewati fase awal dari revolusi, yakni physical revolution yang terjadi pada 1945-1950, dan juga telah melewati fase survival yang terjadi pada rentang tahun 1950-1955. Tahapan selanjutnya, tahapan tertinggi dari revolusi adalah menyelesaikan revolusi, artinya pada tahapan inilah rakyat indonesia memasuki periode revolusi sosial-ekonomi, untuk mencapai tujuan akhir, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, tata-tentrem-kerta-raharja54.

Dalam penilaian Soekarno, untuk menyelesaikan revolusi atau mewujudkan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya tersebut haruslah ada perjuangan

53

Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 92.

54

(22)

untuk mewujudkannya. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan bekal dan alat-alat untuk mewujudkannya. Bekal dan alat inilah yang oleh Soekarno diistilahkan dengan investment atau modal nasional. Ada tujuh komponen yang ditunjukkan oleh Soekarno sebagai modal nasional untuk menyelesaikan revolusi. Ketujuh komponen tersebut adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai penjelmaan jiwa Pancasila.

2. Hasil dari segenap pikiran dan hasil kerja rakyat Indonesia, terhitung semenjak 1945 sampai dengan detik ini.

3. Pertumbuhan dan kekuatan ekonomi yang berada di bawah pengawasan nasional.

4. Aparatur pembela negara (militer), penegak hukum (polisi), dan administrasi pemerintahan yang berkomitmen menyelesaikan revolusi Indonesia.

5. Memberdayakan potensi rakyat Indonesia yang selalu bertambah jumlahnya untuk memperkuat perekonomian nasional.

6. Kepercayaan pada kemampuan dan keuletan bangsa sendiri.

7. Memanfaatkan kekayaan alam yang sangat berlimpah untuk kepentingan mensejahterakan rakyat indonesia.

(23)

di bidang politik, maupun ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan jiwa sosio-nasionalisme Indonesia.

IV. Trisakti

Trisakti kali pertama dimunculkan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1964 dalam pidatonya yang berjudul “Tahun Vivere Pericoloso”. Soekarno dalam pidatonya menyampaikan bahwa telah memformulasikan Trisakti sebagai jalan revolusi bangsa Indonesia.

Gencarnya ancaman kapitalisme liberal untuk masuk ke dalam sistem pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan, terkhusus pada masa demokrasi parlementer menuntut perubahan Indonesia agar dapat survive sebagai sebuah bangsa dan melanjutkan cita-cita revolusi. Soekarno kemudian menggagas Trisakti, sebagai pola pembangunan nasional yang bertumpu pada kemandirian.

Prinsip kemandirian telah dirumuskan oleh Soekarno jauh hari sebelum Indonesia merdeka, didalam surat pembelaannya (yang kemudian hari terkenal dengan Pledoi Indonesia Menggugat) di depan pengadilan kolonial pada 16 Juni 1930.

(24)

noncooperation, lebih benar: selfhelp. Zelferwerkelijking, selfrehance! Sebagai yang kami lambangkan dengan perlambang kepala banteng!55”

Setahun setelah pidato kenegaraannya tanggal 17 Agustus 1964, Soekarno kembali menekankan pentingnya Trisakti sebagai sebuah konsepsi nasional Indonesia. Gagasan Trisakti kembali diutarakan Soekarno dalam pidato nya yang berjudul BERDIKARI, pada tanggal 17 Agustus 1965.

Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan harapan Soekarno mengenai

tahapan sejarah bangsa, yang disebutnya dengan “Revolusi Belum Selesai”.

Secara fisik, Indonesia telah berhasil melakukan revolusi dan memperoleh kemerdekaannya. Akan tetapi dengan ancaman Nekolim yang sedang mendominasi dalam sendi-sendi kehidupan politik maupun ekonomi dunia, dapat menjadikan bangsa Indonesia secara hegemonik terjajah.

Dipandang sebagai suatu gagasan, maka perlu adanya identifikasi dan verifikasi atas pembenaran-pembenaran pengetahuan di dalam gagasan trisakti. Trisakti sendiri memiliki pengertian tiga prinsip kemandirian berbangsa dan bernegara. Dalam pidato TAVIP, Trisakti dijadikan sebagi garis besar haluan negara dan harus dipenuhi oleh bansa indonesia bila ingin menjadi masyarakat adil dan makmur. Sebagi garis besar haluan negara, tentunya di dalam trisakti terdapat pengetahuan atau konsepsi tentang bagaimana wujud dan rumusan tiga prinsip tersebut.

55

(25)

Prinsip pertama Trisakti adalah berdaulat dalam politik. Berdaulat politik sendiri mempunyai pengertian pengakuan utuh atas kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini memiliki kaitan dengan pengakuan kemerdekaan oleh negara lain. Secara teoritis, pengakuan kemerdekaan oleh negara lain di bedakan menjadi dua, yaitu de jure dan de facto.

Kemerdekaan de jure, yaitu adanya pengakuan terhadap suatu negara secara resmi dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional, sementara kemerdekaan de facto berarti diakui oleh negara lain mengingat sudah terpenuhinya unsur-unsur pembentuk suatu negara seperti mempunyai batas-batas wilayah, pemimpin yang memerintah dan rakyat yang diperintah.

Pengakuan secara de facto dan de jure terhadap Indonesia pada saat itu nyatanya tidak mengendurkan rongrongan dari negara-negara asing untuk mengganggu kedaulatan politik Indonesia. Bentuk-bentuk rongorongan asing ini antara lain perseteruan dengan Belanda dalam pembebasan Irian Barat serta konflik dengan Malaysia.

(26)

merupakan bentuk dari upaya Soekarno untuk mewujudkan kedaulatan politik Indonesia yang diancam oleh Nekolim.

Konfrontasi dengan Malaysia, menurut Soekarno merupakan bukti bahwa pengaruh Nekolim di negara-negara dunia ketiga sangat kuat. Keterlibatan Inggris terkait kepentingan ekonominya di wilayah Brunei, Sarawak, serta Sabah, berujung pada dukungannya untuk peleburan wilayah tersebut kedalam Federasi Malaysia. Kondisi ini menurut Soekarno selain melanggar perjanjian Manila juga membahayakan revolusi Indonesia.

Penolakan Indonesia ditunjukkan dengan sikap politik Soekarno yang

menyatakan “ganyang Malaysia”. Dengan prinsip anti Nekolimnya, penolakan Indonesia terhadap Malaysia berlanjut pada sikap Soekarno yang mengancam akan kerluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa apabila “negara

boneka” Malaysia dijadikan anggota Dewan keamanan PBB56 .

Bentuk-bentuk intervensi lain yang mengancam kedaulatan politik Indonesia diwujudkan Belanda dibantu dengan sekutu-sekutunya seperti AS, Inggris, Perancis, dan lain-lain, ikut meruntuhkan kedaulatan RI melalui sabotase-sabotase pada ekonomi dalam negeri yang mengakibatkan krisis. Disisi lain juga, mereka turut membiayai militer Belanda yang sedang berkonfrontasi dengan Indonesia dalam masalah Irian Barat.

56

(27)

Selain pengakuan akan kedaulatan politik, Soekarno juga menilai diperlukannya sebuah terobosan baru dalam pemikiran perpolitikan luar negeri saat itu. Hal ini dilihat Soekarno dengan mengerucutnya konstelasi ideologi di dunia kedalam dua kutub besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Menurut Soekarno, kebijakan antikomunisme yang dijalankan Barat untuk membendung pengaruh Uni Soviet merupakan pemasungan terhadap penolakan hak kesetaraan semua bangsa di dunia dalam bersuara.

Berangkat dari kondisi tersebut, Soekarno kemudian menginisiasi sebuah kerjasama baru antara negara-negara dunia ketiga yang baru saja melepaskan diri dari kolonialisme, hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Gerakan Non Blok (GNB). Persepsi Soekarno mengenai Gerakan Non Blok (GNB), yakni memberdayakan dunia ketiga untuk mengikis ketimpangan antara negara-negara kaya dengan yang miskin57.

Hal ini masih dianggap relevan mengingat banyaknya forum kerjasama politik dan ekonomi internasional yang dibentuk tetapi masih gagal menutup kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin, seperti Dialog Utara-Selatan atau G-15. Sampai saat ini pun, PBB masih belum melepaskan diri dari genggaman kepentingan-kepentingan negara-negara Barat di Dewan Keamanan.

Prinsip kedua adalah berdikari dalam bidang ekonomi. Sebagi prinsip kedua Trisakti tidak dapat dipisahkan dengan kedaulatan politik. Dengan adanya

57

(28)

pengakuan atas kedaulatan wilayah maka bangsa Indonesia memiliki hak pula untuk mengelola sumber daya ekonomi yang ada tanpa ketergantungan pada

bangsa lain. Hal ini diungkapkan soekarno yakni “untuk membangun suatu negara

yang demokratis, maka satu ekonomi merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan”.

Berdikari ekonomi merupakan ekonomi yang dihasilkan kekuatan sendiri, baik dari sumber bahan, tenaga, keahlian, hingga sampai pada persoalan produksi, distribusi dan pasar. Oleh karena itu berdikari ekonomi memiliki dasar kerakyatan yakni percaya dengan kedaulatan bangsa sendiri untuk mengelola ekonomi.

Sejalan dengan pandangannya dalam bidang politik, Soekarno juga mengkritik kapitalisme di bidang ekonomi yang tidak sesuai dengan cita-cita masyarakat Indonesia yang menjadi idaman Soekarno. Kapitalisme menurut Soekarno adalah suatu pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Di satu pihak, pemilik alat produksi telah terjadi akumulasi, sentralisasi, dan konsentrasi kapital, sedangkan di pihak lain terjadi proses pemiskinan58.

Imperialisme menurut Soekarno adalah suatu nafsu. Suatu sistem yang menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa atau negeri lain. Imperialisme bagi soekarno telah menyebabkan bangsanya yang begitu subur, kaya, dan indah memiliki penduduk yang menjadi gembel. Kolonialisme bisa diartikan sebagai

58

(29)

anak kelahiran dari sistem imperialisme, dan imperialisme merupakan tingkatan tertinggi dari kapitalisme.

Penekanan pada kemandirian ekonomi juga ditunjukkan dengan penolakan terhadap ketergantungan pada bangsa lain. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik Soekarno yang cenderung non-kooperatif dalam bidang ekonomi. Soekarno bahkan pernah mengutuk Amerika Serikan dengan ungkapannya yang terkenal yaitu “go to hell with your aid”. Ungkapan tersebut disampaikan di depan khalayak untuk mengomentari bantuan Amerika pada khususnya dan bantuan asing pada umumnya59.

Prinsip terakhir adalah kepribadian dalam bidang kebudayaan. Kepribadian disini dimaknai sebagai suatu identitas berkenaan dengan individu maupun kelompok, suku atau bangsa yang memiliki khas kebudayaan. Oleh karena itu, konteks dari gagasan trisakti disini adalah kepribadian bangsa yang lahir dari akar kebudayaan sendiri.

“...tahun 1957 penyakit-penyakit itu menonjol lagi, sehingga perlu peringatan-peringatan itu dikemukakan dengan cara yang lebih tandas dan lebih tajam, bahkan perlu kita membongkar segala norma-norma yang sampai sekian masih kita pakai: Bongkar!, buang free fight liberalism! Bongkar! Ganti dia dengan

“demokrasi terpimpin”! Bongkar! bongkar jiwa rohani kita, bongkar mental!,

Ada “Gerakan Hidup Baru”, - adakan revolusi mental! Bongkar! Adakan

pandangan baru, bongkar!, jangan mandek, tetapi “majulah terus berdasarkan

Proklamasi 17 Agustus 1945”,-majulah terus60”

Ide-ide mengenai berkepribadian dalam budaya kemudian dapat dilihat dalam gagasan Soekarno mengenai revolusi mental. Revolusi mental pertama

59

Ashad Kusuma Djaya. Loc. Cit.

60

(30)

sekali digaungkan oleh Soekarno pada tahun 1957, ketika revolusi Indonesia sedang mandek sementara tujuan revolusi itu belum tercapai. Beberapa faktor yang menyebabkan mandeknya revolusi tersebut antara lain61:

1. Terjadinya penurunan semangan dan jiwa revolusioner para pelaku revolusi, baik rakyat maupun pemimpin nasional.

2. Banyak pemimpin politik Indonesia yang masih mengidap penyakit mental warisan kolonial, seperti “hollands denken” (gaya berpikir meniru penjajah Belanda). Penyakit itu mencegah para pemimpin tersebut mengambil sikap progressif dan tindakan revolusioner dalam rangka menuntaskan revolusi nasional. Sementara itu dampak dari praktek kolonialisme selama ratusan tahun memunculkan mentalitas „nrimo‟ dan kehilangan kepercayaan diri (inferiority complex) di hadapan penjajah dalam diri rakyat Indonesia.

3. Terjadinya „penyelewengan-penyelewengan‟ di lapangan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Hal ini dipicu oleh penyakit mental rendah diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri. Kondisi ini dipicu oleh alam berpikir liberal, statis, dan textbook-thinkers (berpikir berdasarkan apa yang dituliskan dalam buku-buku).

Esensi dari revolusi mental Soekarno adalah perombakan cara berpikir, cara kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan

61

(31)

tuntutan revolusi nasional. Perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup mempunyai dua tujuan besar: pertama, menanamkan rasa percaya diri pada diri sendiri dan kemampuan sendiri; dan kedua, menanamkan optimisme di kalangan rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan bernegara.

Praksis dari revolusi mental diimplementasikan Soekarno dalam bentuk

“Gerakan Hidup Baru”. Gerakan Hidup Baru adalah penggalangan rakyat untuk

membuang semua gaya hidup lama, yang tidak sesuai dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi. Gaya hidup rakyat Indonesia juga menjadi titik tekan dalam gagasan ini, seperti upaya menghentikan impor barang-barang kebutuhan hidup dari luar negeri, penghargaan terhadap produksi nasional, dan membangkitkan kesadaran berproduksi.

2.2. Sejarah Nawacita

Nawacita secara etimologis terdiri dari dua padanan kata, yakni kata Nawa yang dalam bahasa sansekerta berarti Sembilan (9) dan cita yang berarti harapan. Nawacita dalam konteks perpolitikan di Indonesia merupakan sebutan yang merujuk pada 9 program prioritas yang digagas oleh pasangan Jokowi-JK dalam pemilihan Presiden tahun 2014 silam.

(32)

satunya adalah Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga

Indonesia atau disebut “Seknas Jokowi”.

Seknas Jokowi merupakan wadah dari berbagai organisasi, komunitas, dan semua prakarsa yang ada di berbagai daerah, untuk menjadi satu pergerakan bersama guna mendukung pencalonan Ir. Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden RI dalam pemilihan Presiden 201462. Seknas Jokowi dideklarasikan pada 15 Desember 2013, dalam sebuah acara pawai kebudayaan di Jakarta.

Secara sektoral Seknas Jokowi juga mendirikan organisasi sayap seperti Seknas Muda Jokowi, Seknas Perempuan Pendukung Jokowi, Seknas Petani Jokowi, Seknas Advokat Jokowi, Seknas PKL Jokowi dan sebagainya. Struktur Seknas Jokowi sendiri berbentuk Presidium yang dipimpin oleh Dadang Juliantara dan Muhammad Yamin. Peran Seknas Jokowi dalam menggagas Nawacita sebagai visi Indonesia di pemerintahan kedepan adalah dengan mengadakan

Simposium Nasional yang mengambil tema “Jalan Kemandirian Bangsa”.

Simposium Nasional ini digelar pada tanggal 11 Maret 2014 di Hotel Sultan Jakarta63.

Simposium Nasional “Jalan Kemandirian Bangsa” menghadirkan para pakar dan akademisi dari perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Indonesia, Universitas Nasional, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan perguruan tinggi lainnya.

62

http://www.seknasjokowi.org/profile/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 18.13 WIB

63

http://rimanews.com/read/20140311/147033/seknas-jokowi-gelar-simposium-jalan-kemandirian-bangsa

(33)

Terdapat 11 topik yang dibahas dalam simposium ini adalah permasalahan geopolitik, demokrasi, reforma agraria dan lingkungan hidup, infrastruktur, industri dan perdagangan, energi, pangan, pendidikan dan kebudayaan, kependudukan, riset dan teknologi serta keuangan. Simposium nasional tersebut disiapkan oleh Seknas Jokowi sebagai masukan utama untuk Garis Besar Haluan Negara (GBHN) negara Indonesia kedepannya, apabila Jokowi terpilih dalam pemilihan presiden 2014. Output dari simposium nasional ini dihimpun kedalam

buku “Jalan Kemandirian Bangsa: Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21”.

Selain kalangan akademisi kampus, isu-isu spesifik yang dibahas didalam Nawacita seperti isu lingkungan hidup, kehidupan masyarakat adat, kedaulatan pangan serta reforma agraria juga melibatkan para penggiat aksi di lembaga-lembaga pemerintah yang ada di Indonesia. Lembaga-lembaga-lembaga non-pemerintah seperti Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) turut membantu mengidentifikasi masalah-masalah sektoral di Indonesia untuk dimasukkan di dalam Nawacita Jokowi-JK

(34)

internasional dan dunia barat. Kebijakan ekonominya dibuat dengan mengikuti resep pembangunan dari lembaga keuangan Internasional seperti Bank Dunia dan IMF yang pada dasarnya menjadikan Indonesia hanya sebagai pemasok material mentah, penyedia tenaga kerja murah dan pasar bagi produk internasional.

Dengan kebijakan dan praktik seperti itu penguasa Orde Baru menyerahkan sumber daya alam yang bernilai tinggi kepada perusahaan multinasional dan modal internasional, sementara para kroni dan birokrat pemburu rente merusak tatanan sosial dan politik dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang biasa dikenal dengan KKN.64

Oleh karena itu Nawacita melihat gagasan Trisakti cocok untuk mewadahi semangat perjuangan nasional yang diterjemahkan dalam tiga aspek kehidupan berbangsa yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Adapun Visi yang melatarbelakangi Nawacita

adalah “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian

berlandasakan Gotong Royong”, ditambah lagi dengan misi untuk mewujudkan

visi tersebut yakni:

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian indonesia sebagai negara kepulauan.

64

(35)

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

6. Mewujudkan indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Terdapat 2 tahap besar dalam jalan kemandirian atau visi Nawacita dalam dua dasawarsa kedepan untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Pertama, penyelesaian masalah-masalah dasar yang dihadapi rakyat, sekaligus meletakkan landasan atau fondasi bagi kemandirian bangsa baik dalam hal kebijakan, infrastruktur, dan kesiapan sumber daya manusia.

Kedua, pemantapan fondasi yang dibarengi dengan perwujudan makna kemandirian, yang ditunjukkan oleh kemampuan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dengan mengandalkan sumber daya dan kekuatannya sendiri, dan kemampuan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang kehadiran dan tindakannya bermakna bagi bangsa-bangsa lain65.

65

(36)

Nawacita kemudian menawarkan 9 agenda prioritas yang menjadi target dari pembangunan indonesia dalam pemerintahan kedepan yaitu:

a) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Poin ini memberi fokus pada bagaimana peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional, dalam rangka mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia.

b) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Poin ini merupakan wujud upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memberikan prioritas dalam hal pemulihan kepercayaan public pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.

(37)

d) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

e) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, hal ini diwujudkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan

program “Indonesia Pintar” , “Indonesia Sehat” dalam layanan

kesehatan masyarakat, dan “Indonesia Sejahtera” untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

f) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Poin ini menyangkut permasalahan infrastruktur di Indonesia yang dapat menunjang daya saing Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia lainnya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan ifrastruktur jalan baru sepanjang 2000 Km, pembangunan pasar tradisional di seluruh Indonesia, efisiensi perijinan bisnis, peluncuran insentif kebijakan fiscal dan nonfiskal, dan kebijakan serupa lainnya.

(38)

h) Melakukan revolusi karakter bangsa. Poin ini menyoroti permasalahan carut marutnya kurikulum pendidikan nasional yang berdampak pada kualitas generasi muda Indonesia. Hal ini diwujukan melalui penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengendepankan aspek pendidikan kewarganegaraan (civic education).

i) Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga, pengoptimalan pranata sosial dan budaya dengan mempertimbangkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara dana dari sektor swasta yang ada pada bank umum Kalimantan Barat meningkat 45,13% menjadi sebesar Rp1.917 miliar atau 10,2% dari total DPK pada triwulan

"nagluluksang babae dahil sa pagkamatay ng kanilang mga asawa, ang prusisyon ng mga taong may tinutulak na mga kareta at may dalang mga buslo habang papaalis mula sa isang

Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan

Arus listrik yang dilewatkan pada kristal tersebut akan membuat cahaya terjebak di antara kristal dan menghasilkan gambar yang bisa dilihat dengan mata manusia.. Oleh

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan, sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses

Lebih lanjut, menurut Ravelo (2013:2) menyatakan “ when we read comics, the words and the images are interrelated and complement each other in such a way that we can

Pada item soal angket nomor dua bahwa kompetensi pedagogik guru dalam memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian dilihat dari

Evolusi dari dua (2) spesies burung yang tidak dapat terbang tinggi pada suatu pulai menunjukkan :.. kemampuan peningkatan untuk terbang dari suatu spesies untuk menghindar