BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak di seluruh
dunia terutama di negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Menurut data dari
SEARO pada tahun 2013 didapat 70-95% anak usia sekolah di Asia Tenggara menderita
karies. Menurut data survei World Health Organization (WHO) tahun 2003
menyatakan, angka pengalaman karies pada anak usia Sekolah Dasar (SD) adalah
60-90%.1
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) RI tahun 2007 menunjukkan
bahwa prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut berdasarkan karakteristik
responden pada anak usia 1-4 tahun 10,4% dan usia 5-9 tahun 21,6%.2 Menurut data
kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2010 menunjukkan angka karies masih tinggi
yaitu 77,37% pada golongan usia anak pra sekolah dan murid SD.1 Survei penelitian
Supartinah di Yogyakarta ditemukan 75% dari anak usia 3-5 tahun mengalami karies.3
Karies gigi yang tidak dirawat, menyebabkan proses karies akan terus berlanjut
sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya
penderita mengeluh giginya terasa sakit. Karies yang tidak dilakukan perawatan, akan
menyebabkan kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai tulang alveolar.
Beberapa masalah akan timbul pada karies yang tidak dirawat apabila dibiarkan seperti
pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.Survei National Oral Health (NOHS) tahun 2006 di
Filipina, 97,1% anak sekolah dasar umur 6 tahun mengalami karies dan hampir 50%
menderita infeksi odontogenik dengan karies mencapai pulpa, ulserasi, fistula, dan
abses (PUFA).4
Karies gigi pada anak apabila tidak dirawat maka akan berdampak pada kesehatan
umum, pertumbuhan, kualitas hidup dan produktivitas. Adanya rasa sakit yang sangat
disebabkan oleh karies dapat mengganggu kesehatan anak secara menyeluruh,
perubahan perilaku anak yang cenderung memilih makanan yang lunak dan mudah
dikunyah, sehingga anak cenderung kekurangan nutrisi.5
Anak yang menderita karies kemungkinan akan memiliki gizi yang kurang karena
rasa sakit gigi yang diderita akan mengurangi aktivitas mengunyah karena
ketidaknyamanan sehingga tidak semua jenis makanan dapat dikonsumsi, perubahan
diet berubah menjadi cair atau semi - cair, sehingga mengurangi asupan kalori.6 Kondisi
ini tentu saja akan memengaruhi asupan gizi sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan yang pada gilirannya akan memengaruhi status gizi anak dan berimplikasi
pada kualitas sumber daya.7
Klein, Palmer dan Knutson pada tahun 1938 memperkenalkan indeks DMF untuk
mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Indeks ini dibedakan atas indeks
DMFT (Decayed Missing Filled Tooth) yaitu merupakan indeks pengukuran karies gigi
permanen dan deft (decayed extracted filled tooth) pada gigi sulung.1 Selama 70 tahun
terakhir, data karies gigi telah dikumpulkan di seluruh dunia menggunakan
(DMFT)/(deft).8
Indeks tersebut memberikan informasi tentang karies serta restoratif dan
perawatan pencabutan, tetapi gagal untuk memberikan informasi tentang konsekuensi
klinis karies gigi. Masalah ini yang mendasari dikembangkannya indeks pufa, yaitu
karies mencapai pulpa, ulserasi, fistula dan abses (PUFA/pufa). Indeks pufa adalah
indeks yang digunakan untuk menilai adanya kondisi oral dan infeksi akibat karies gigi
yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa, ulserasi, fistula dan abses.8
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
berat badan seseorang. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan
bahwa standar antropometri tahun 2010 digunakan untuk fasilitas kesehatan maupun
tenaga kesehatan dalam menilai status gizi pada anak. Standar antropometri ini telah
disesuaikan dengan standar WHO dan lebih mencerminkan indeks massa tubuh anak di
Indonesia. Terdapat lima kategori IMT anak menurut standar antropometri Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk,
Penelitian yang dilakukan oleh Benzian et al. 2011, menunjukkan hubungan
bermakna antara karies dan IMT khususnya hubungan antara infeksi gigi dan IMT
dibawah normal.7 Menurut penelitian Minsu et al. indeks pufa pada gigi desidui
berhubungan dengan penurunan berat badan, terlihat dari 54,6% anak yang mengalami
karies tidak dirawat; 26,4% diantaranya mempunyai berat badan lebih rendah.10
Terdapat juga penelitian antara indeks pufa dan status nutrisi yang mendapatkan lebih
tinggi indeks pufa, maka semakin rendah status nutrisinya, (p<0.05).6 Larsson et al.
melaporkan bahwa karies gigi berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh, sementara
penelitian Kantovitz et al. menunjukan tidak ada hubungan antara obesitas dengan
penyakit gigi.11
Penelitian yang menghubungkan indeks deft, pufa dengan indeks masa tubuh
masih sedikit di Medan. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan indeks deft dan indeks pufa dengan IMT pada anak usia 3-5 tahun di
Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang. Kecamatan ini dipilih oleh peneliti
untuk mewakili lingkar dalam dan lingkar luar kota Medan yang memiliki status sosial
ekonomi yang berbeda. Pemilihan sekolah dengan status sosial ekonomi yang berbeda
bertujuan agar sampel yang didapatkan dapat terwakili oleh kategori IMT yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
1.2 Rumusan Masalah Umum:
1. Apakah terdapat perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak usia 3-5
tahun yang memiliki pufa dibandingkan dua kelompok anak dengan non pufa di
Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Apakah terdapat korelasi antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh
pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
3. Apakah terdapat korelasi antara rerata deft pada anak non pufa dengan rerata
indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan
Khusus:
1. Apakah terdapat hubungan jenis kelamin dengan indeks pufa pada anak usia
3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Berapa rerata deft pada kelompok anak usia 3-5 tahun yang memiliki pufa di
Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
1.3 Tujuan Penelitian Umum :
1. Mengetahui perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak usia 3-5 tahun
yang memiliki pufa dibandingkan dua kelompok anak dengan deft non pufa di
Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Mengetahui korelasi antara rerata indeks pufa dengan rerata indeks massa tubuh
pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
3. Mengetahui korelasi antara rerata deft pada anak non pufa dengan rerata indeks
massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan
Selayang.
Khusus:
1. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan indeks pufa pada anak usia
3-5 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Mendapatkan rerata deft pada kelompok anak usia 3-5 tahun yang memiliki
pufa di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
1.4 Hipotesis Mayor:
1. Ada perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak usia 3-5 tahun yang
memiliki pufa dibandingkan dua kelompok anak dengan deft non pufa di Kecamatan
Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Ada korelasi antara rerata indeks pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada
Minor:
1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan indeks pufa pada anak usia 3-5
tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
2. Didapat rerata deft pada kelompok anak usia 3-5 tahun yang memiliki pufa di
Kecamatan Medan Petisah dan Medan Selayang.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat
a. Memberikan informasi bagi orang tua dan guru bahwa karies gigi pada anak
usia 3-5 tahun berdampak terhadap menurunnya berat badan.
b. Memberikan motivasi bagi orang tua dan guru agar membawa anak yang sakit
gigi ke dokter gigi untuk perawatan karies gigi.
2. Bagi pengelola program kesehatan
Sebagai dasar program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk
meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini.
3. Ilmu pengetahuan
Sebagai sumber informasi penelitian Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
4. Bagi peneliti
Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya dalam