BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
4.1Pulau Bali
Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia1.
Sebelum dimekarkan menjadi Provinsi tersendiri, Pulau Bali merupakan
wilayah dari Provinsi Sunda Kecil, yang terdiri dari Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Provinsi Bali resmi berdiri sendiri pada tanggal 14 Agustus 1958 yang
didasarkan pada Dasar Hukum UU No. 64 Tahun 1958 tentang
pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai hari
jadi Provinsi Bali, dengan Ibukota Provinsi Bali adalah Kota Denpasar.
Secara Geografis, Provinsi Bali terletak di 8°25’23” Lintang Selatan
dan 115°14’55” Bujur Timur.Di sebelah Barat, Provinsi Bali berbatasan
dengan Provinsi Jawa Timur yang terletak di Pulau Jawa dan dipisahkan
oleh selat Bali.Di sebelah Timur, Provinsi Bali berbatasan dengan Provinsi
Nusa Tenggara Barat yang dipisahkan oleh selat Lombok.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.780,06 Km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 4.165.115 Jiwa, dengan mayoritas Penduduk Provinsi
Bali adalah pemeluk Agama Hindu, kemudian ada agama Islam, Kristen
Protestan, Katolik, Budha, dan Konghucu. Hal ini dapat dilihat dari data
sensus penduduk provinsi Bali tahun 2010.
Tabel 4.1
Data Penduduk Provinsi Bali tahun 2010
Kabupaten/Kota Islam Protestan Katolik Hindu Budha
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Jembrana 69 608 2 890 1 865 186 319 756
1
2. Tabanan 26 070 2 691 1 195 389 125 1 533
Kabupaten/Kota Konghucu Lainnya Tidak Ditanyakan
Secara Administratif, Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan 1
Kota. Berikut ini adalah daftar 8 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Bali
Tabel 4.2
Daftar Nama Kabupaten, Ibukota dan Luas Wilayah Bali
No. Kabupaten/Kota Ibukota Luas
Wilayah
1 Kabupaten Badung Mangupura 418,62 km2
2 Kabupaten Bangli Bangli 490,71 km2
3 Kabupaten Buleleng Singaraja 1364,73 km2
4 Kabupaten Gianyar Gianyar 368 km2
5 Kabupaten Jembrana Negara 841,8 km2
6 Kabupaten
Karangasem
Amlapura 839,54 km2
7 Kabupaten Klungkung Semarapura 315 km2
8 Kabupaten Tabanan Tabanan 1013,88 km2
9 Kota Denpasar Denpasar 127,78 km2
Sumber: Data BPS, 2010
Dalam penelitian ini, Banjar Penataran Bujak yang menjadi daerah
penelitian terletak di Kabupaten Buleleng.
4.2Sejarah Banjar Penataran Bujak
Banjar Penataran Bujak adalah salah satu Banjar yang terletak di salah
satu desa di daerah Singaraja, Bali. Banjar Penataran Bujak pada awalnya
menjadi satu dengan Banjar Bujak dengan nama Banjar Dinas Bujak2.
Pada tahun 1985, masyarakat Banjar Penataran Bujak mengajukan
pemekaran daerah. Hal ini dilakukan karena jarak yang harus ditempuh
dari satu Banjar ke Banjar lain saat ada pertemuan rutin cukup jauh,
apalagi saat itu minimnya masyarakat yang mempunyai kendaraan.
Keinginan tersebut tidak disetujui oleh pihak Banjar Bujak, karena
menurut mereka itu adalah bentuk perpecahan. Namun masyarakat Banjar
Penataran Bujak tetap mengajukan keinginan pemekaran daerah tersebut
kepada Pemerintah, walaupun proses yang ditempuh cukup lama.
Pada tahun 2003, keinginan pemekaran daerah tersebut akhirnya
diterima oleh Pemerintah Kabupaten Singaraja, dan dibentuklah Dusun
Persiapan. Pada akhirnya di tahun 2005, kedua Banjar yang tergabung
2
dalam Banjar Dinas Bujak dapat berdiri sendiri dan terbentuklah 2 Banjar
yaitu Banjar Penataran Bujak dan Banjar Bujak.
Banjar Penataran Bujak sendiri saat ini memiliki 163 KK, yang terbagi
kedalam dua agama berbeda, yaitu 136 KK beragama Hindu dan 27 KK
beragama Kristen. Kehidupan masyarakat di Banjar Penataran Bujak ini
sangat rukun, walaupun ada agama yang berbeda. Hal ini juga diperkuat
oleh Bapak Putu Lepang sebagai Kelian Banjar Penataran Bujak 20163,
“Banjar Penataran Bujak niki di tempati oleh dua umat yaitu umat Hindu dan umat Kristen, dan hubungan kedua umat niki dari awal sangat baik dan harmonis. Selama yang saya tahu, ten taen nike terjadi kesalahpahaman ato masalah gek. Kedua umat niki selalu rukun.” (“Banjar Penataran Bujak ini di tempati oleh dua umat, yaitu umat Hindu dan umat Kristen, dan hubungan kedua umat ini dari awal sangat baik dan harmonis. Selama yang saya tahu, tidak pernah terjadi kesalahpahaman atau masalah. Kedua umat ini selalu rukun.”)
Untuk menjaga kerukunan tersebut, kedua agama yang ada di Banjar
Penataran Bujak mendapatkan perlakuan yang adil, tidak saling dibedakan,
sehingga mereka bisa saling menghargai dan mendukung satu dengan yang
lai. Hal ini juga ditunjukkan dengan keterlibatan kedua agama dalam
setiap organisasi yang ada, seperti contohnya dalam kepengurusan subak
yang mengatur mengenai bercocok tanam dan seka suka duka yang
mengatur kegiatan baik yang bersifat suka seperti pernikahan ataupun
yang bersifat duka seperti kematian. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak
Putu Lepang sebagai Kelian Banjar Penataran Bujak 2016,
“Men bentuk kerukunan dini, bek nike gek, contohne gotong royong, mengupayakan pembangunan jalan bersama, dan juga menjadi bagian dalam organisasi suka duka. Selain itu, masing-masing umat juga saling mendukung bila ada kegiatan. Contohne, saat umat Hindu melakukan pembangunan di Pura, umat Kristen tanpa diminta akan turut membantu dalam bentuk tenaga maupun memberikan sumbangan. Keto masih men misalne ade pembangunan Gereja atau kegiatan ane lenan di Gereja, umat Hindu juga siap membantu dalam bentuk tenaga dan juga
3
memberikan sumbangan dana. Benuk kerukunan ne lenan adalah saat acara Natal, tiang sebagai Kelian Banjar mendukung acara tersebut dengan datang ke Gereja dan ikut memeriahkan Natal.” (“Kalau bentuk kerukunan disini banyak, contohnya gotong royong, mengupayakan pembangunan jalan bersama, dan juga menjadi bagian dalam organisasi suka duka dan subak. Selain itu, masing-masing umat juga saling mendukung bila ada kegiatan. Contonya saat umat Hindu melakukan pembangunan di Pura, umat Kristen tanpa diminta akan turut membantu dalam bentuk tenaga maupun memberikan sumbangan. Begitu juga sebaliknya bila ada pembangunan gereja atau kegiatan lain di gereja, umat Hindu juga siap membantu dalam bentuk tenaga dan juga memberikan sumbangan dana. Bentuk kerukunan yang lain adalah saat acara Natal, saya sebagai Kelian Banjar Penataran Bujak mendukung acara tersebut dengan datang ke gereja dan ikut memeriahkan Natal.”)
Gambar 1
Kelian Banjar Penataran Bujak Mengikuti Ibadah
Gambar 2
Bentuk Gotong Royong Kedua Agama
4.3Sejarah Berdirinya Gereja (GKPB Bait Lachai Roi) di Banjar
Penataran Bujak
Masuknya agama Kristen di Penataran di tahun 1931, berawal dari
perantauan keluarga I Gusti Putu Sale yang berasal dari Bangli4. Keluarga
ini awalnya merantau ke Penataran Tista, dengan tujuan mencari kerja atau
memburuh. Saat dalam perantauan, keluarga I Gusti Putu Sale bertemu
dengan keluarga I Gede Kitig dan I Gede Gerondong, dimana keluarga ini
juga merantau dengan tujuan yang sama yaitu mencari pekerjaan. Mereka
menyadari bahwa hidup di perantauan itu sulit dengan keadaan ekonomi
mereka yang memprihatinkan, namun mereka tidak menyerah. Setelah
menunggu cukup lama, akhirnya mereka mendengar bahwa ada bukaan
hutan baru yang akan dijadikan tanah milik di Desa Sepang Kelod, dan
mereka dengan penuh semangat bekerja membongkar hutan baru tersebut.
Pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, namun mereka tetap
4
tekun menyelesaikannya. Mereka menanami hutan tersebut dengan
tanaman yang bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari, seperti keladi,
singkong, kopi, cengkeh, dan sebagainya.
Dalam kehidupan beragama, mereka menyadari bahwa mereka adalah
kaum minoritas, dimana masyarakat asli di daerah itu beragama Hindu.
Penolakan terjadi dengan tidak diberikannya lahan kubur bagi masyarakat
Kristen, sehingga bila ada yang meninggal, mereka menguburkannya di
halaman rumah. Keberadaan orang-orang Kristen di Sepang Kelod
ternyata sampai kepada beberapa penginjil, dan beberapa penginjil inilah
yang memberikan dukungan secara rohani kepada mereka dengan sukarela
datang untuk melayani. Pada tahun 1935 terjadi peristiwa baptis, dimana
ada sembilan orang yang dibaptis dan jumlah masyarakat Kristen semakin
bertambah.
Dalam hal beribadah, masyarakat Kristen ini biasanya melakukan
ibadah di pemondokan warga mulai dari Tista lalu ke Sepang Kelod,
sampai akhirnya keberadaan umat Kristen diakui oleh masyarakat dan
mereka diizinkan untuk mendirikan tempat beribadah. 5Gereja dibangun
pada tahun 1937, dengan kayu dan beratapkan alang-alang. Di tahun 1967,
gereja di Banjar Penataran Bujak ini sah berada dibawah naungan Gereja
Kristen Protestan di Bali (GKPB). Dibawah naungan GKPB ini membuat
pelayanan dan organisasi yang ada semakin teratur dan gereja pun semakin
berkembang hingga memiliki bangunan gereja permanen di tahun 1978.
Berdirinya bangunan gereja di tahun 1937 dapat dikatakan sebagai
bentuk awal penerimaan masyarakat Hindu terhadap masyarakat Kristen.
Hal ini terlihat saat proses pembangunan gereja, masyarakat Hindu turut
mendukung dengan memberikan bantuan dana. Hubungan yang baik ini
terus mereka jaga hingga saat ini, seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Gusti Nyoman Wisma Adi6,
5
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 10.00 di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
6