• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Perceraian Perkawinan WNA yang Dilangsungkan di Luar Negeri Berdasarkan Hukum Perdata Internasional di Indonesia T1 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Perceraian Perkawinan WNA yang Dilangsungkan di Luar Negeri Berdasarkan Hukum Perdata Internasional di Indonesia T1 BAB III"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. HASIL PENELITIAN

1. Putusan Pasangan WNA Afrika No. 172/PdtG/2014/PN. DPS a. Posisi Kasus dalam Putusan Nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps

Berdasarkan putusan No. 172/PdtG/2014/PN.DPS, Penggugat Warga Negara Afrika Selatan, pemegang Pasport No. M00096351 dan KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Tergugat merupakan Warga Negara Afrika Selatan, pemegang Pasport No. M00061509 dan Kitas (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) di Denpasar, Bali. Tergugat bekerja di Luar Negeri. Duduk perkara dalam kasus ini yaitu sebagai berikut:

Pasangan tersebut menikah pada tanggal 12 Desember 1975, sebagaimana diterangkan dalam Akte Perkawinan Lengkap yang dikeluarkan Oleh Departemen Dalam Negeri Republik Afrika Selatan No. Q10424 pada tanggal 12 Desember 2005;

 Bahwa sebelumnya, selama mengarungi kehidupan

(2)

biasa terjadi dalam kehidupan berumah tangga, namun pertengkaran tersebut berkelanjutan terus sehingga terjadi ketidak harmonisan dan perbedaan sudut pandang tentang berumah tangga, sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam berumah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

 Bahwa dari perkawinan tersebut, tidak dikaruniai anak;

 Bahwa sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir antara

PENGGUGAT dan TERGUGAT sudah tidak tinggal satu rumah lagi. Penggugat dan Tergugat sibuk dengan kehidupan dan pekerjaan masing-masing. Penggugat dan Tergugat sama-sama bekerja di bidang perhotelan, namun beda hotel, yang mengharuskan Penggugat dan Tergugat sering melakukan perjalanan sendiri-sendiri ke luar negeri;  Bahwa kemudian, Pengugat dan Tergugat pindah dan

(3)

“Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat

tinggal di Indonesia.”

 Bahwa setelah 10 (sepuluh) tahun hidup berpisah,

PENGGUGAT dan TERGUGAT tidak menginginkan melanjutkan perkawinan tersebut, karenanya PENGGUGAT memutuskan mengajukan Permohonan Perceraian ini dan mengajukannya di Pengadilan Negeri Denpasar, dan tentang hal ini Tergugat telah mengetahui dan menyetujuinya. Gugatan ini Penggugat lakukan di Pengadilan Negeri Denpasar, sebagimana ketentuan Pasal 18 Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan untuk Indonesia (AB), yang mengamanatkan (kutipan): “Bentuk

tiap tindakan hukum akan diputus oleh Pengadilan menurut Perundang-undangan dari negeri atau tempat, dimana tindakan hukum itu dilakukan;

 Bahwa Penggugat juga memohon, terhadap terjadinya

(4)

b. Pertimbangan Hukum Majelis Hukum dalam Putusan Nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps

Berikut merupakan rangkuman penjelasan alasan atau penjelasan mejelis hakim memutus Putusan Nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps:

 Bukti diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan

memperoleh fakta-fakta pernikahan tersebut memang berlangsung.

 Dalam proses pemeriksaan perkara tergugat tidak pernah

hadir dan tidak pernah mengirimkan wakil, atau kuasanya , karena sudah di panggil secara patut dan sah, maka putusan dalam perkara ini dijatuhkan secara verstek.

 Karena dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, hanya mengatur tentang perkawinan campuran dan tidak mengatur tentang perceraian WNA yang menikah di luar negeri maka majelis merumuskan suatu hukum dikaitkan dengan kaidah-kaidah HPI, dikaitkan dengan hukum yang ada.

 Majelis mengutip Sudargo Gautama dalam bukunya mengulas “Berbeda dengan berlaku di Nederland, dalam

(5)

Yang dipakai adalah penggolongan rakyat.” (Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional, Jilid III Bagian 2 buku kedelapan penerbit Alumni, 1987, Bandung, hal 218). Kemudian Pasal 1 KUHPerdata yang menyatakan “menikmati hak perdata tidaklah tergantung pada hak

kenegaraan.”

 Masalah Perceraian Internasional telah mendapat

kesepakatan dalam konvensi Internasional Den Haag pada Tahun 1968. Dalam perkara ini penggugat telah mempunyai “habitual resisdence”-nya (domisilinya) di

Negara tempat perceraian di ucapkan.

 Terdapat Yurisprudensi mengenai tidak salah dalam

mengadili perkara gugatan perceraian antar warga negara Amerika Serikat yang berdomisili (tempat tinggal) di Indonesia. Putusan yang bersangkutan diantaranya Putusan Mahkamah Agung Nomor 2640K/Pdt/2009, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel Dalam putusan tersebut berdasarkan asas Hukum Internasional asas Forum Rei (tempat tinggal tergugat) dan asas Forum Actoris (tempat tinggal penggugat) yang pada intinya bahwa Lembaga

(6)

 Dipertimbangkan pula dasar maupun alasan-alasan

mengajukan perceraian

Kemudian tentang petitum gugatan yang menurut majelis wajib di tolak, antara lain:

a. Dalam petitum menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan menurut hemat majelis adalah tidak berdasar dan tidak pula beralasan menurut hukum, karena itu harus ditolak.

b. Dalam petitum gugatan meminta majelis memerintahkan panitera, dan pejabat lain mengirimkan salinan sah putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Kedutaan Besar Negara Afrika Selatan guna dicatatkan, majelis berpendapat bahwa sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan beserta peraturan pelaksananya tidak lagi mewajibkan Panitera ata pejabat lain yang ditunjuknya untuk mengirimkan salinan putusan, melainkan kewajiban itu dibebankan kepada yang berpekara, maka petitum ini tidak beralasan dan wajib ditolak.

(7)

 Menyatakan hukum bahwa perkawinan antara Penggugat

dengan Tergugat yang telah dilaksanakan tanggal 12 Desember 1975 sebagaimana diterangkan dalam Akta Perkawinan Lengkap Nomor Q10424 pada tanggal 12 Desember 2005, Putus karena Perceraian

 Menyatakan sah alat bukti yang di ajukan oleh Penggugat

dalam perkara ini.

 Menyatakan Tergugat sudah dipanggil secara sah dan patut

untuk menghadap di persidangan tapi tidak hadir selama proses persidangan.

 Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian secara “Verstek”

 Menghukum tergugat membayar segala yang timbul dalam

perkara ini.

2. Putusan Pasangan WNA Amerika Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel a. Posisi Kasus dalam Putusan Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel

(8)

Rose Kine, warga Negera Amerika Serikat, lahir di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2001, Akta kelahiran yang didaftarkan di kantor catatan sipil DKI Jakarta dan didaftarkan di kantor Catatan Sipil DKI Jakarta ke Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia. Setelah menikah, Penggugat dan Tergugat tinggal dan menetap di Indonesia tahun 2000, namun sering berjalannya waktu, terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disertai kekerasan fisik dan psikis serta penelantaran dalam rumah tangga sehingga mengakibatkan Penggugat melayangkan gugatan perceraian melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penggugat dan Tergugat tinggal bersama sejak Tahun 2001 di Jakarta, Jalan Taman Patra Nomor 15, Kuningan Jakarta Selatan, berdasarkan kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Berdasarkan ketentuan Pennsylvania Consolidated Statutes Title 23, Domestic Relation Part

IV Divorce Chapter 31, Preliminary Privisions pada butir b, bahwa

(9)

b. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil gugatan penggugat, majelis hakim dalam pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa gugatan Penggugat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah tidak tepat dan keliru karena pernikahan tergugat, dan penggugat dilakukan di Philadelphia, Amerika Serikat

2. Bahwa hingga gugatan ini diajukan, perkawinan Pengugat dan Tergugat tidak pernah dicatat di Kantor Catatan Sipil manapun di wilayah hukum Negara Indonesia

3. Bahwa untuk tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka pernikahan antara Pengugat dengan Tergugat tersebut harus didaftarkan dan/atau dicatatkan di Kantor Catatan Sipil di negara wilayah hukum Negara Republik Indonesia, sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tegas menyatakan:

a. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

b. Terhadap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

(10)

Indonesia, disingkat AB) Staatblat 1847-23, diumumkan secara

resmi pada tanggal 1847, dalam Pasal 20, 21

5. Bahwa ketidak pahaman Pengugat akan hukum Indonesia dan upaya untuk melakukan penyelundupan hukum

6. Mengenai ketidak tundukan Penggugat pada hukum Indonesia 7. Bahwa selain itu dalam sistem hukum Perdata Internasional yang

merupakan warisan Belanda dengan asas Konkordasi yang ,rupakan kelanjutan dari sistem hukum Code de Eropa Napoleon yang melandasi sistem hukum Prancis dan sistem hukum Eropa Continental pada umumnya, berkenaan dengan status personal seseorang atau suatu pihak, menganut sistem Nasionalitas, sehingga bagi warga negara asing yang berdomisili di Indonesia dan tidak menundukkan diri kepada hukum Indonesia maka haru diterapkan hukum nasional dari Negara masing-masing (vide Prof. Dr. Sudargo Gautama, dalam bukum Hukum Perdata Internasional Indonesia, buku ketujuh, jilid ketiga, bagian pertama penerbit Alumni Bandung, 1995, halaman 13 alinea kedua). Negara indonesia memiliki hukum yang independent sehingga bukan urusan hukum Indonesia soal WNA apakah dapat, atau tidak dapat bercerai di Indonesia.

(11)

 Majelis Hakim menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan berwenang mengadili perkara dengan mengguganakan sistem hukum Indonesia.

 Bersamaan dengan diajukannya eksepsi, menjatuhkan

putusan sela terhadap eksepsi Tergugat dimana inti dalam amar putusannya berbunyi menolak eksepsi Tergugat dan Tergugat juga mengajukan gugatan balik (rekonvensi) yang pada pokoknya berisi tentang sebab-sebab perselisihan rumah tangga dan mengenai hak asuh anak.

 Dalam Rekonvensi, Majelis Hakim memberikan putusan

menolak gugatan rekonvensi untuk seluruhnya. Dalam konvensi dan rekonvensi putusannya berisi menghukum Tergugat konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara. Salah satu yang dijadikan pertimbangan Majelis Hakim adalah Divorce Code 23 Pa C.S.A Pasal 3104 huruf (e) menyebutkan:

“Tempat Persidangan untuk perceraian atau

pembatalan dapat diajukan Negara:

1. Dimana Tergugat bertempat tinggal;

2. Jika Tergugat bertempat tinggal di Luar Negara

Bagian ini (pennsylvania), di Negara dimana

(12)

3. Di Negara dimana perka winan dilangsungkan, jika

penggugat telah bertempat tinggal di Negara tersebut

secara terus menerus

4. Sebelum 6 (enam) bulan setelah tanggal perpisahan

terakhir dan dengan persetujuan dari Tergugat,

dimana Penggugat bertempat tinggal atau, jika tidak

ada pihak yang secara terus menerus bertempat

tinggal di wilayah domisili dimana perka winan

dilangsungkan dimana salah satu pihak bertempat

tinggal;

5. Setelah 6 (enam bulan tinggal perpisahan terakhir,

dimana salah satu pihak bertempat tinggal.”

Majelis Hakim tingkat banding kemudian berpendapat bahwa berdasarkan Divorce La w Negara Bagian Pennsylvania dapat disimpukan bahwa Divorce La w tersebut menganut asas domisili atau habitual resisdence, maka apabila terbanding semula Penggugat dan Pembanding

(13)

c. Putusan Hakim dalam Putusan Nomor Putusan Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan perceraian Warga Negara Asing yang berdomisili dan bekerja di Indonesia berdasarkan KITAS serta perkawinan WNA tersebut dilakukan diluar Indonesia dan syarat formil dalam hukum perkawinan tidak terpenuhi yaitu tidak pernah dicatatkan di kantor Catatan Sipil Indonesia walaupun keduannya sepakat mengunakan hukum Indonesia. Karena tidak terpenuhinya pecatatan tersebut Mejelis Hakim menyatakan putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verllaa rrd) atas dasar asas personality hukum Perdata Internasional Indonesia yang berdasarkan Nasionalitas dan jurisdiksi hukum (Kompetensi).

3. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2640K/Pdt/2009

(14)

1. Bahwa alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi tidak dapat dibenarkan, karena dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi berkaitan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau pengadilan tidak berwenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009

2. Berdasarkan pertimbangan diatas perkara ini tidak tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan hukum.

3. Hakim telah memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan tambahan dengan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2009 dan peraturan lain yang bersangkutan.

4. Maka Majelis Hakim Agung mengadili: Menolak permohonan kasasi, dan menghukum pemohon kasasi/tergugat untuk membayar biaya kasasi.

B. ANALISIS

(15)

Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa “pengadilan tidak boleh

menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajuka n

dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib

untuk memeriksa dan mengadilinya”. Berdasarkan ketentuan tersebut di

atas, maka hakim terikat kewajiban untuk menentukan hukum mana

harus diterapkan dalam kasus perceraian ini (lex cause) walaupun dalam

UU Perkawinan tidak diatur secara jelas mengenai perceraian antar

WNA, khususnya yang melangsungkan perkawinan di luar negeri. Oleh

karena itu jika undang-undang tidak mengatur/tidak ada hukumnya

dalam menangani suatu perkara, maka hakim harus aktif berupaya untuk

menemukan dan menggali kaidah-kaidah hukum yang ada.

Dalam kasus-kasus yang diteliti, hakim melakukan analogi yakni

menyamakan peraturan WNA dengan WNA dengan perkawinan

campuran yang unsurnya WNI, dan WNA, dan dengan menggabungkan

kaidah Hukum Perdata Indonesia dengan peristiwa konkrit yang terjadi

dalam masyarakat dalam hal ini perceraian antar WNA yang diajukan

gugatan ke pengadilan Indonesia, tidak selalu dapat diselesaikan dengan

jalan menghadapkan fakta dengan peraturannya saja melalui interpretasi,

tetapi lebih jauh dari itu kadangkala hakim terpaksa mencari dan

membentuk hukumnya sendirinya.

(16)

memenuhi syarat pendaftaran pernikahan setahun sebelum menikah yang di terapkan di Indonesia, Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur bahwa “dalam waktu 1

(satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat

bukti perka winan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatata n

Perka winan tempat tinggal mereka.” Keharusan pendaftaran perkawinan

pada Pencatatan Sipil juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang untuk perkawinan yang dilangsungkan di luar wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 37.

Meskipun Indonesia tidak menjadi pihak dalam konvensi Den Haag 1968 HPI Indonesia menganut asas habitual resisdence sesuai dengan Konvensi Den Haag 1968, serta domisili tergugat (forum rei), domisili tergugat (forum actoris), dan tempat diajukan perkara dalam memutus perceraian WNA yang telah menikah di luar negeri, sehingga asas lain seperti lex loci celebrationis yang dapat di jadikan acuan putusan luar negeri, tidak dapat belaku di Indonesia karena perbedaan sistem hukum di bidang HPI. Dari beberapa putusan KITAS dalam Hukum Indonesia dapat dijadikan acuan domisili berdasarkan juga habitual resisdence dalam Konvensi Den Haag 1968 yang dalam ketentuannya ada syarat telah 2 tahun mendiami suatu negara.

(17)
(18)

Putusan/Yuriprudensi yang dapat dijadikan acuan hukum perceraian WNA yang telah menikah di luar negeri yaitu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 2640K/Pdt/2009, putusan nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel, putusan nomor 141/Pdt/2009/PT.DKI, dan putusan nomor 172/Pdt.G/2014/Pn.Dps karena telah sesuai ketentuan di Indonesia.

3. Domisili

Kategori Penduduk dalam KITAS sebagai acuan menetapkan domisili berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 1 ayat 2 sebagai berikut “...Warga Negara Indonesia, dan Asing yang bertempat tinggal di Indonesia” Kemudian

sesuai juga dalam pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Tuntutan perceraian perka winan, harus dima jukan kepada pengadilan negeri, yang mana dalam daerah hukumnya, tatkala surat permintaan termaksud dalam pasal 921 Reglemen Hukum Acara Perdata dimajukan, si suami mempunyai tempat tinggalnya, atau dalam hal tak adanya tempat tinggal yang demikian, tempat tinggalnya, atau dalam hal tak adanya tempat tinggalnya, atau tempat kediaman sebenarnya di Indonesia, maka tuntutan harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kediaman si istri sebenarnya”

(19)

adalah penggolongan rakyat.” (Sudargo Gautama, Hukum Perdata

Internasional, Jilid III Bagian 2 buku kedelapan penerbit Alumni, 1987, Bandung, hal 218). Kemudian apa yang di kutip dari Sudargo Gautama diatas, sejalan dengan Buku Ke satu Tentang Orang, Bab ke Satu Tentang Menikmati dan Kehilangan Hak-Hak Kewargaan, Pasal 1

KUHPerdata yang menyatakan “menikmati hak perdata tidaklah

tergantung pada hak kenegaraan.”

Dalam acuan domisili (habitual residence) perceraian WNA di Indonesia juga menganut konvensi Den Haag 1968 dalam pasal 1 dan 2 yaitu:

1) Pihak tergugat mempunyai “habitual residence” di negara tersebut.

2) Pihak penggugat mempunyai “habitual residence” di negara tersebut, di samping itu memenuhi salah satu syarat di bawah ini :

a. “habitual residence” tersebut telah berlangsung tidak kurang

dari setahun sebelum dimulainya perkara

b. “habitual residence” terakhir suami-isteri adalah negara

tersebut.

Dalam hal ini berati apabila terjadi perbuatan hukum, mengenai

pelaksanaan akibat putusnya perkawinan akibat perceraian berdasarkan

ketentuan jumlah pembagian harta perkawinan, jumlah nafkah, waris,

hubungan orang tua, dan anak dalam perceraian WNA dalam Hukum

Perdata Internasional diselesaikan berdasarkan domisili asal tergugat,

(20)

hukum Indonesia. Menurut pasal 18 AB, cara orang melakukan

perbuatan hukum dikuasai oleh hukum dari Negara di mana perbuatan

hukum itu dilakukan (lex loci regit actum). Apabila dikaitkan dengan

banyaknya perbedaan penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim

khususnya terkait perceraian WNA di Indoneisa dikaitkan hakim

memiliki kekuasaan untuk menemukan dan merumuskan suatu hukum

yang di ajukan, asalkan hukum yang diterapkan adanya kekosongan

hukum yang terjadi. Apabila dikaitkan dengan putusan yang telah di

putuskan di Indonesia, maka harus di gunakan sistem hukum Indonesia.

Sehingga putusannya dapat dianggap berkekuatan hukum tetap dan

mengikat para pihak dimanapun ia berada. Karena apabila digunakan

sistem hukum asal penggungat pada perbuatan hukum di Indonesia, akan

terjadi kerancuan hukum.

4. Syarat Formil Perceraian WNA yang Mengajukan Perceraian di Indonesia

Perceraian WNA harus terdapat alasan perceraian yang sesuai dengan hukum perkawinan Indonesia dan mengajukan gugatan perceraian di pengadilan wilayah hukum Indonesia. Dalam perceraian WNA ada keharusan adanya pendaftaran Akta Perkawinan yang telah dicatatkan

Perkawinan dalam hukum Indonesia merupakan hal yang harus dipenuhi

dalam prakteknya, dalam pasal 100 dan pasal 101 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menentukan seperti berikut17:

(21)

1. Akta Perkawinan yang telah dibukukan dalam register Catatan

Sipil

2. Kalau register itu tidak pernah ada atau hilang, atau akta

perkawinan tidak terdapat dalam register tadi maka terserah hakim

untuk menetapkan ada tidak suatu perkawinan.

Dalam point 2 maka terserah hakim menentapkan ada tidak suatu perkawinan maka adalah mutlak menjadi keputusan hakim meyakini perkawinan tersebut apabila belum, atau hilang akta perkawinan dalam catatan sipil tentu melihat dari beban pembuktian. Hal ini juga sesuai dengan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang -undangan yang berlaku.”

5. Akibat Perceraian

(22)

sitae). Bagi benda-benda lepas, atau benda bergerak dapat berdasarkan

asas mobilia personam sequntur yaitu mengikuti dimana status orang menguasainya. Dapat juga dengan menggunakan teori of declaration atau teori pernyataan, yaitu berdasarkan hukum dimana para pihak menyetujui untuk diselesaikannya sengketa harta bersama perkawinan. Hak asuh terhadap anak apabila dalam perkawinan tersebut di karuniai anak maka hakim dapat mempertimbangkan siapa berhak menjadi wali dari anak, tanpa mengurahi hak alimentasi anak dari kedua orang tuanya.

6. Perbedaan antara putusan Nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps dan putusan Nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel

Putusan nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps yang diputuskan Pengadilan Negeri Denpasar dalam pertimbangan hakim, proses, dan isi putusan berbeda dengan putusan nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel yang akan dibagi menjadi sebagai berikut:

a. Dalam putusan nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps diputus secara verstek dikarenakan pihak tergugat tidak hadir selama persidangan atau tidak juga mengirimkan orang lain untuk mewakilinya secara sah selama peradilan berlangsung serta sudah dipanggil secara patut dan sah, berbeda dengan putusan nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel yang dihadiri oleh pihak tergugat.

(23)

172/Pdt.G/2014/PN.Dps telah mendaftarkan perkawinannya sesuai hukum perkawinan Indonesia serta dilakukan pemeriksaan saksi perkawinan guna meyakinkan majelis hakim akan adanya perkawinan tersebut berlangsung.

c. Dalam putusan nomor 47/Pdt.G/2008/PN.Jak.Sel lebih menjelaskan secara mendetail mengenai kewenangan mengadili pengadilan di Indonesia terhadap hukum asal tergugat dan penggugat dalam yaitu Pennsylvania Consolidated Statutes Title 23, Domestic Relation Part IV Divorce Code warga Pennsylvania, Amerika, sedangkan putusan nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps tidak menjelaskan peraturan negara asal penggugat warga Afrika Selatan terhadap hukum Indonesia.

d. Adanya proses persidangan berupa eksepsi, rekonvensi karena adanya pihak tergugat hadir sedangkan tidak adanya proses persidangan dalam putusan nomor 172/Pdt.G/2014/PN.Dps karena tidak hadirnya tergugat sehingga majelis hanya mempertimbangkan serta membuktikan dalil penggugat.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 23 UUPK sebagai aturan khusus, menyimpangkan aturan umum yang diatur dalam Pasal 118 HIR.Sehingga eksepsi tergugat yang menyatakan gugatan dari penggugat actor

Dasar hukum majelis hakim Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dalam mengabulkan dan memutus perkara perceraian namun tidak menerima kumulasi gugatan gugatannya dengan perkara

Hal ini berarti bahwa, bila upaya administrasi belum ditempuh maka Pengadilan Militer Tinggi tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Kewenangan Pengadilan