• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Kecerdasan Kinestetik Jasmani Melalui Terapi Bermain Terhadap Pikiran dan Perilaku Anak Autis T2 753013003 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Kecerdasan Kinestetik Jasmani Melalui Terapi Bermain Terhadap Pikiran dan Perilaku Anak Autis T2 753013003 BAB II"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1.Tentang Autis

Sejarah munculnya terminologi autistik pertama kali dicetuskan oleh Eugen

Bleuler seorang psikiotrik Swiss pada tahun 1911. Dimana terminology ini digunakan

pada penderita schizophrenia anak remaja.1Pada tahun 1943, Dr. Leo Kanner dari Johns Hopkins University mendeskripsikan tentang autistik pada awal masa

kanak-kanak. Penemuannya didasarkan pada hasil observasi dari 11 anak-anak dari tahun

1938-1943. Penemuan Leo Kanner ini diyakini menjadi penemuan pertama tentang

apa itu autis.

Kata autis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘autos’ yang

berarti ‘Aku’.2 Dalam pengertian non-ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua

anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut autistik. Berk dalam buku yang

sama menyebutkan autis dengan istilah “Absorbed in the self “.3 Dengan demikian autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asyik dengan

dirinya sendiri. Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal

bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan

1Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

Bandung, hal. 8

2 Monks dkk 1998 dalam Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan

Empirik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hal. 24

(2)

perilaku mereka. Ini tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia

mereka.Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya

sudah terlihat sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil, gejalanya sudah

ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari

kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak

fungsi-fungsi, antara lain persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling).4

Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran

sistematis (sistematic reasoning). Dalam suatu analisis ‘microsociological’ tentang logika pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain.Sunu mengatakan bahwa

anak autis selektif terhadap stimulasi rangsangan dari lingkungan sehingga seringkali

kesulitan menangkap informasi secara maksimal dari sekitarnya.5 Anak autis

memiliki kekurangan pada ‘creative induction’ atau membuat penalaran induksi yaitu

penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor) menuju kesimpulan umum. Namun memiliki kelebihan di dalam deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan

khusus dari premis-premis (khusus) dan kuat di dalam abduksi yaitu peletakan

premis-premis umum pada kesimpulan khusus. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

kemampuan kognitif anak autis. Sebagai informasi terdapat sekitar 40% anak autis

4Aquirre.Blaise. MD., Anjaly Sastry., (2012) : Parenting Anak Dengan Autisme. Solusi, Strategi dan

Saran Praktis Untuk Membantu Keluarga Anda, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 24.

5Sunu. Christoper.,( 2012) : Unlocking Autism,Panduan Memecahkan Masalah Autism, Griya Taman

(3)

dengan IQ dibawah 50 dan 30% dengan IQ di antara 70.6Namun lebih dari hal itu kognitif yang dimaksud diatas adalah kemampuan yang mencakup aktifitas

mengamati, menafsirkan, memperkirakan, mengingat, menilai dan lain sebagainya.7

Diagnostic Statistical Manual (DSM IV) yang dikembangkan oleh para psikiater dari Amerika8 mendefinisikan anak autis melalui keadaan yang ada pada diri seseorang seperti di bawah ini.

Melalui konsep bahwa keadaan anak tersebut mewakili paling sedikit enam

pokok dari kelompok a, b dan c di bawah ini yang meliputi :

a. Gangguan interaksi sosial yang meliputi (paling sedikit dua diantaranya) :

1. Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku nonverbal seperti,

kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh dan bahasa tubuh lainnya yang

mengatur interaksi sosial.

2. Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya

atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

3. Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara

spontan dengan orang lain (seperti, kurang tampak adanya perilaku

memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).

6Safaria. Triantoro., (2005) : Autisme, Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua,

Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 7

7Yanuarita. Franc.Andri. S.Psi., (2014) :Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak, Teranova Books,

Yogyakarta, hal. 66

8Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

(4)

4. Ketidakmampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal

balik.

b. Gangguan dalam berkomunikasi yang meliputi (paling sedikit satu diantaranya) :

1. Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak mampu

(bukan disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui

cara-cara komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya).

2. Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai

pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain.

3. Pemakaian bahasa yang stereotip atau berulang-ulang atau bahasa yang aneh

(idiosyncantric).

4. Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara

spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap

perkembangan mentalnya.

c. Gangguan minat perilaku yang terbatas, repetatif, dan stereotip yang meliputi

(paling tidak satu diantaranya) :

1. Keasyikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotip

baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.

2. Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus,

atau yang tidak memiliki manfaat.

3. Perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti, memukul-mukul

atau menggerak-gerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukkan jarinya, atau

(5)

4. Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda tanpa menyenangi

bagian yang lain yang tidak dikenal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak-anak yang

mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak

fungsi-fungsi otak. Keadaan ini terjadi sebelum mereka berusia tiga tahun dengan

dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan

terobsesi pada satu kegiatan atau obyek yang mana mereka memerlukan layanan

pedidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.

2.2. Faktor Penyebab Autis

2.2.1. Faktor Genetik

Berdasarkan kompleksitas dan keragaman serta jumlah gen yang

bertanggungjawab atas pembentukannya, autis melibatkan banyak gen. Dari

perspektif genetika, jika seorang anak menderita autism maka anak yang lain yang

lahir dari ibu yang sama mempunyai risiko juga.9

Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.

Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile-X(20-30%). Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile-X merupakan

(6)

penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).10

2.2.2. Ganguan pada Sistem Syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada

hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak

kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye diotak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal. Sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati.11 Otak

kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit

yang mengatur perhatian dan penginderaan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu

maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya

sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.

2.2.3. Ketidakseimbangan Kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan

dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan

(7)

tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula,

bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan

pernyataan tersebut, selama tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan

terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM

IV. Rentang umur antara 1-10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan

23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak- anak

ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan

pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa, 100 anak

(83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi

terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan

makanan lain.12

Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal,

peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.

2.3. Perilaku dan Hambatan Anak Autis

2.3.1. Perilaku Sosial

Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan

berinteraksi dalam seting interaksi sosial. Anak-anak autis yang nonverbal telah

diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan masalah umum dalam bergaul dengan orang lain secara sosial. Hal ini senada dengan apa yang

(8)

disebut oleh Yuwono13 bahwa perilaku sosial anak autis yang muncul sering sekali tidak sinkron dengan nilai-nilai sosial di lingkungannya. Ekspresi sosial mereka

terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit, menangis atau

tertawa yang sedalam-dalamnya. Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial

atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap

sama. Apabila terjadi perubahan, mereka cenderung lebih mudah marah, contohnya

mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari

yang biasa dilewati, atau posisi furniture di dalam kelas berubah dari semula. Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri ( self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping), mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk, kadang sampai terluka dan menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri lebih sering

terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial

berbeda. Safaria,14 menyebut ini sebagai perilaku ritualistik yang pada beberapa anak memaksakan terlaksananya urutan peristiwa tertentu sebelum tidur.

13Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

Bandung, hal. 53

14Safaria. Triantoro., (2005) : Autisme, Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua,

(9)

2.3.2. Perilaku Komunikasi

Anak autis sangat berbeda dengan anak yang lain dalam berbahasa dan

berkomunikasi karena mereka kesulitan memproses dan memahami bahasa.15 Hal ini menjadi perilaku komunikasi yang menghambat perkembangan anak autis. Dalam

meningkatkan perkembangan kecerdasan anak autis, peran bahasa atau komunikasi

itu sangatlah penting. Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan

untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu

alasan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abstrak. Pemahaman

bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi pendengaran yang

baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan penerjemahan (interpreting) dan penggunaan bahasa dalam konteks sosial, fisik (physical) dan konteks linguistik. Pragmatis dan komunikasi berhubungan erat, untuk menjadi seorang komunikator

yang berhasil, seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang bahasa yang

dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia dan dimensi

dunia yang bukan manusia. Bahasa meliputi ujaran, tulisan, symbol dan gesture tubuh

yang semuanya dilihat dalam konteks dan setting. Bagi anak yang sulit menyerap,

memproses dan mengintegrasikan informasi indra maka akan mengalami tantangan

bagaimana komunikasi nonverbal bisa cocok dengan kata-kata.16

15Thompson. Jenny., (2012) : Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (terj), Esensi Erlangga

Indonesia, hal. 88.

(10)

Komunikasi adalah kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa

yang diinginkan individu, menjelaskan tentang suatu kejadian kepada orang lain,

untuk menggambarkan tindakan dan untuk mengakui keberadaan atau kehadiran

orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi

dapat dijalin melalui gerakan tubuh, melalui isyarat atau dengan menunjukkan

gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung komunikasi menyatakan suatu situasi

sosial antara dua individu atau lebih. Dalam komunikasi, orang yang membawa pesan

disebut pemrakarsa (initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut penerima pesan. Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk

memenuhi kemampuan (competent) dalam keterampilan pragmatis anak harus mengetahui, memahami dan mengerti kedua peran tersebut, sebagai pemrakarsa dan

sebagai penerima pesan. Seorang ahli bedah otak bernama Penfield17 berkesimpulan,

orang merasakan lagi emosi yang pada mulanya dihasilkan oleh keadaan dalam

dirinya. Dia sadar akan interpretasi yang sama, benar atau salah, yang dia berikan

terhadap pengalaman itu pada saat-saat pertama. Jadi, ingatan yang timbul bukanlah

reproduksi fotografis atau fonografis adegan atau peristiwa masa lampau. Tepatnya,

ingatan itu adalah reproduksi dari apa yang dilihat, didengar, dirasa dan dimengerti.18

Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer,

dalam hal ini terutama anak autis mengalami kegagalan menerima isi pesan.

Komunikasi juga dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan dan kehangatan

17Harris, (1987) hal. 21

18Rakhmat.Jalaluddin., ( 2008 ) : Psikologi Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdekarya,Yogyakarta, hal.

(11)

hubungan, namun pada kasus anak autis, kesenangan terhadap benda maupun

manusia ditunjukkan dengan emosi yang mendalam.

Faisal Yatim19 mengatakan kualitas komunikasi pada anak autis sangat buruk, mereka tidak mampu menganalisis dan memahami sistem komunikasi manusia.

Kemampuan bicara mengalami keterlambatan, bahasa yang tidak lazim selalu

diulang-ulang, dan tidak nampak usaha dari si anak untuk berkomunikasi dengan

lingkungan sekitar. Mereka juga tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang

sekitar dalam hubungan antar teman sepergaulan serta perilaku berkomunikasi.

Menurut Hovland dalam Blake Haroldsenkomunikasi antarpribadi sebagai

Interpersonalcommunication as interacting situation in whichan individual (the comunicator) transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicates) in face to face setting.20 Hovland berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi sebagai suatu situasi interaksi, dimana individu

(komunikator) mengirim stimulus (perangsang) berupa simbol verbal untuk

mengubah perilaku individu-individu lain dalam situasi tatap muka.

Wood21, berpendapat bahwa, Skill interpersonal communication is directly linked to the quality of our lives. Interpersonal communication help us seek our personal goals, the prosess of intrapersonal communication is the basis of our relationships”.

19Yatim. Faisal., (2003) : Autisme : Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, Pustaka Populer Obor,

Jakarta, hal. 24.

(12)

Kemampuan komunikasi antar pribadi itu memberi pengaruh langsung

terhadap kualitas hidup seseorang, dan membantu dalam bentuk suatu kesamaan dan

menyesuaikan dengan yang lain. Kemampuan komunikasi antar pribadi

memungkinkan seseorang mengatur perilaku sosial dalam usaha pencapaian dasar

dari hubungan yang dilakukannya. Dengan memahami perilaku yang ada pada anak

autis diatas maka anak autis sangat membutuhkan orang dewasa sebagai pemrakarsa.

Pemrakarsa memberikan kesempatan anak autis untuk memberi respon atas apa yang

diajukan oleh pemrakarsa tersebut. Respon yang dimaksud adalah baik itu melalui

kata-kata yang bisa diucapkan atau juga respon secara nonverbal. Kemungkinan yang

lebih biasa dengan keadaan anak autis adalah merespon dengan nonverbal. Yang

harus dikuatkan adalah bagaimana agar anak autis merespon secara nonverbal dan

mampu mengatakannya dengan gerakan. Memahami kesulitan diatas dan untuk

memberikan efek terbaik dalam program pengembangan kecerdasan kinestetik

jasmani anak autis sangat dibutuhkan peranan orang lain (orang dewasa, pekerja

sosial, guru dan orangtua). Sangat sulit diharapkan inisiatif dari anak autis itu sendiri.

Kalaupun ide itu ada namun sulit sekali mengkomunikasikannya. Dalam hal inilah

peranan orang dewasa sangat dibutuhkan untuk dapat mencapai peningkatan yang

maksimal.

2.3.3. Hambatan Anak Autis

Anak autis termasuk salah satu tipe anak yang mengalami gangguan

(13)

perilaku dan emosi yang tidak berkembang secara optimal. Akibat gangguan

perkembangan ini anak menjadi kurang memperhatikan lingkungannya dan asyik

dengan dunianya sendiri. Gangguan tersebut bersumber pada gangguan otak yang

terdapat pada bagian interaksi dan komunikasi sehingga para penyandang autism

mengalami kesulitan pada komunikasi verbal dan nonverbal, interaksi sosial, aktivitas

bermain. Kesulitan ini menyebabkan anak autis kesulitan melakukan interaksi dengan

orang lain dan dunia luar.

Kondisi anak autis tidak hanya mempengaruhi kehidupan anak itu sendiri

namun juga berdampak pada orang tua dan anggota keluarganya serta lingkungan

sosial dimana anak itu berada. Permasalahan yang utama yaitu ketidakmampuan anak

untuk memahami informasi dan komunikasi.

Dengan memperhatikan keterangan yang disebut diatas kita bisa melihat

beberapa hal yang dikategorikan menjadi hambatan anak-anak autis. Hal ini mungkin

belum mencakup keseluruhan secara sempurna namun cukup mewakili hambatan

yang pada umumnya dimiliki anak autis. Lorna Wing22 mengelompokkannya dalam dua hal yaitu masalah dalam memahami lingkungan (problem in understanding the world) dan masalah gangguan perilaku dan emosi (difficult behaviour and emotional problems). Kalau kita jabarkan kedua hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi perhatian kita tentang hambatan pada anak autis23yakni,

22Wing. Lorna., ( 1974) : Autistic Children a Guide For Parents and Proffesionals, The Citadel Press,

New Jersey, hal.

23 Konsep ini dipadu dengan data yang ada di id.wikipedia.org/wiki/Autisme dan

(14)

1. Sulit dalam memahami pembicaraan (difficulties in understanding speech).

Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraanmemiliki makna, tidak

dapat mengikuti perintah verbal, mendengar peringatan atau paham apabila

dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak anak autis yang mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan. Beberapa anak autis

tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan sedikit

kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain.

Mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata sambung, tidak dapat

menggunakan kata-kata secara fleksibel atau mengungkapkan ide.

2. Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (poor pronounciation and voice control). Beberapa anak autis memiliki kesulitan untuk membedakan suara tertentu yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yang

hampir sama, dan memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit.

Mereka biasanya memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara.

3. Masalah dalam memahami benda yang dilihat (problems in understanding things that are seen).Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat terang, seperti cahaya lampu kamera (blitz).Anak autis mengenali orang atau benda dengan gambaran mereka yang umum tanpa melihat detil yang tampak.

4. Indra peraba, perasa dan pembau (the senses of touch, taste and smell). Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa dan pembau

(15)

5. Sikap menyendiri dan menarik diri (aloofness and withdrawal).Banyak anak autis yang berperilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis tidak

merespon ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada orang yang

berbicara padanya, hal itu terlihat dari ekspresi mukanya yang kosong.

6. Menentang perubahan (resistance to change).Banyak anak autis yang menuntut pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki rutinitas mereka

sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk, atau menempatkan objek

dalam garis yang panjang.

7. Ketakutan khusus (Special fears).Anak-anak autis tidak menyadari bahaya yang sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan

konsekuensinya.

8. Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play).Banyak anak autis bermain dengan air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak dapat bermain

pura-pura. Anak-anak autis kurang dalam bahasa dan imajinasi, mereka tidak

(16)

Hambatan-hambatan diatas harus mendapat perhatian dalam memberikan

pendidikan atau pelatihan agar hasil yang akandicapai dapat maksimal. Bentuk

hambatan yang telah disebut memberikan pengaruh besar dalam pembentukan

kecerdasan kinestetik anak autis. Tentu sangat sulit karena adanya hambatan

komunikasi dan hambatan berperan secara bersama. Kesulitan itu bukan berarti tidak

mungkin, karena dengan kesungguhan dan kesabaran, sebesar apapun tantangannya

tetap bisa diatasi.

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Terapi autis.

Untuk membantu anak autis menjadi lebih “normal” dibutuhkan bantuan pengobatan dan terapi. Handojo dalam bukunya Autisma,24 menjelaskan metode terapi mempunyai tujuan untuk membantu anak autis dalam hal (1) Komunikasi dua

arah yang efektif, (2) Sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum, (3)

Menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar,(4) Mengajarkan

materi akademik (5) Kemampuan Bantu/Bina Diri dan Ketrampilan lain. Ada

beberapa jenis terapi untuk membantu anak autis menjadi lebih baik, antara lain.

1. Terapi wicara

Terapi wicara wajib diberikan kepada anak autis karena sebagian besar mereka

tidak dapat berbicara atau berbahasa. Kecenderungan mereka tidak dapat berbicara

bukan karena bisu, namun karena mereka tidak dapat merespon lingkungan sehingga

(17)

tidak peduli dan tidak mau belajar apa-apa. Terapi ini perlu dilakukan secara intensif

dan kontinyu dalam ruang yang aman, tenang dan dapat meningkatkan perhatian anak

autis. Dalam berbagai artikel mengenai autisme, banyak dijelaskan bahwa gangguan

berbahasa dan bicara pada autisme mempunyai gradasi dari yang terparah, tidak bisa

bicara, hingga yang bisa bicara dengan baik. Hal ini juga tergantung dari

perkembangan kognitif si penyandang. Mulai dari intelegensia rendah hingga yang

tinggi.25 Latihan PECS (Picture Exchange Communication Sistem) dan Compic

(Computerized Pictograph) atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan untuk anak autis. Selain bahasa gambar dapat dipakai bahasa isyarat dan bahasa tulisan atau ketika

dengan mesin ketik atau komputer. Gangguan bahasa merupakan salah satu jenis

kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi seseorang mengalami

kesulitan atau gangguan dalam proses simbolis. Kesulitan atau gangguan simbolis

mengakibatkan seseorang tidak mampu mengubah konsep pengertian menjadi

simbol-simbol atau lambang-lambang yang dapat dimengerti oleh orang lain. Terapi

wicara (speech therapy) adalah pengobatan atau penyembuhan kekurangan atau kesalahan yang berhubungan dengan pengekspresian ide-ide atau pikiran,

mengucapkan bunyi atau suara yang mempunyai arti sebagai hasil penglihatan,

pendengaran, pengalaman melalui gerakan-gerakan mulut, bibir serta organ bicara

lain yang merupakan obyek belajar serta menarik perhatian. Tujuan yang hendak

dicapai dalam terapi wicara (speech therapy) agar supaya anak dapat diajak bicara,

25 Van Tiel, Julia Maria (2008), Anakku Terlambat Bicara, http://Katulistiwa.net, tanggal 24

(18)

dapat mengembangkan kemampuan bicara/bahasanya secara baik sesuai dengan

normabahasa yang berada dalam lingkungannya, serta dapat diterima oleh

masyarakat. Demikian juga supaya anak dapat mengekspresikan perasaan serta

kemauannya secara baik, dapat berkomunikasi dengan lingkungannya, baik secara

lisan maupun tertulis.

2. Terapi Okupasi

Terapi ini diberikan kepada anak autis yang mengalami gangguan pada sensori

halusnya untuk memperbaiki kekuatan koordinasi dan ketrampilannya. Hal ini

memberi pengaruh amat besar bagi otot halus jari tangan agar dapat menulis. Terapi

okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut penelitian, hampir

semua kasus anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik

halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang

benda dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuapkan

makanan ke dalam mulutnya, dsb. Dengan terapi ini anak dilatih untuk membuat

semua otot dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.

3. Terapi Sosialisasi.

Terapi sosialisasi dilakukan dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar,

dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, tata krama,dsb. Banyak anak autis

memerlukan bantuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan

dengan teman yang baru dan bahkan mengenali tempat bermainnya. Terapi

kemampuan sosial ini membantu anak menciptakan atau memfasilitasi terjadinya

(19)

4. Terapi Biomedik

Terapi ini menggunakan obat-obatan, vitamin, mineral dan food supplements.

Setiap individu membutuhkan terapi medis yang berbeda. Dasar pemikirannya yaitu

gangguan dalam tubuh akan memunculkan gangguan perilaku sehingga bila

gangguan dalam tubuh dapat diatasi maka gangguan perilaku yang ditampilkannya

pun akan berkurang.

5. Terapi Applied Behavior Analysis (ABA)

ABA sering digunakan untuk penanganan anak autistik. Terapi ini sangat

representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autisme. Terapi ABA

memiliki prinsip yang terukur, terarah dan sistematis,termasuk variasi yang diajarkan

sangat luas sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan

motorik halus maupun kasar. Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang

berkembang sejak puluhan tahun yang ditemukan oleh psikolog Amerika yang

bernama Ivar. O. Lovaas dari Universitas California Los Angeles, Amerika

Serikat.26Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah yaitu memecah keterampilan anak autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Pertama,

terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah, yakni

ada kurikulum yang jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur,

yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur

dengan berbagai cara, tergantung pada kebutuhan. Pada tataran praktis, menurut Ing

(20)

Darta R Wijaya, dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA27, terapi Applied Behavior Analysis (ABA) menggunakan teknik “discrete trials”, yaitu seluruh tugas (target-target perilaku) dipecah dalam tahap kecil. Belajar “diskret” berarti memerinci keterampilan ke dalam komponen kecil, mengajarnya sampai terkuasai, memberi

pengulangan, menyediakan prompt (bantuan), menghilangkan ketergantungan dan pemberian pujian (reinforcerment).

6. Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini diberikan kepada anak autis yang mengalami gangguan dalam

memproses impuls yang diterima dari berbagai indera secara simultan. Terapi ini

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sensoris dan kemampuan merespon

terhadap stimulus sensori tersebut. Untuk itu digunakan stimulus yang bervariasi

antara lain ayunan, bola trampolin, sikat dan baju yang lembut, parfum, lampu

berwarna-warni, pemijatan dan tekstur bervariasi.

7. Terapi Bermain

Merupakan usaha penyembuhan untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual,

emosi dan sosial anak secara optimal. Suasana untuk terapi bermain suasana yang

tidak membuat anak merasa tertekan, takut atau terpaksa bermain. Catron dan

Allen28berpendapat bahwa tujuan bermain yang utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif.

27 Wijaya. Ing Darta R., (2005) : di dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA , hal. 57

28 Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

(21)

Dalam tulisan ini akan diteliti bagaimana melalui terapi bermain kecerdasan

kinestetik anak autis meningkat. Dengan meningkatnya kecerdasan kinestetik jasmani

anak autis diyakini mampu menyelaraskan pikiran dan perilaku mereka.

2.5. Kecerdasan Kinestetik Jasmani

2.5.1. Pengertian Kecerdasan Majemuk

Pembahasan tentang kecerdasan telah banyak dikemukakan oleh pakarpsikologi

dan kesehatan. Menurut Gunawan, diantaranya adalah Charles Spearman dengan teori

General Intelligence, Raymond Cattel dan John Horn dengan teori Fluidand Crystalized Intelligence, dan Stenberg dengan teori

TriarchicIntelligence.29Berikutnya Gardner dengan teori Multiple Intelligence, sedangkan Armstrong menyebutkan dengan Kinds of Smart, Multiple Intelligence.30

Pada perkembangan selanjutnya muncul pakar kecerdasan, antara lain Goleman

dengan teori Emotional Intelligence.31 Masing-masing pakar mengemukakan definisi kecerdasan. Dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut diketahui bahwa

kecerdasan dinyatakan sebagai potensi yang perlu dikembangkan. Seiring dengan

perkembangan teori kecerdasaan, perhatian orang terhadap pengertian kecerdasan

telah bergeser dari kecerdasan sebagai kemampuan umum (g faktor) beralih kepada kecerdasan beberapa dan bahkan banyak domain. Peralihan perhatian tersebut juga

29 Gunawan. Adi. W., (2003) :Genius Learning Strategy, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.

218-222.

30 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) :Kinds Of Smart, Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan

Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, Gramedia, Jakarta, hal. 3

(22)

menurut Semiawan terlihat dalam pengembangan individu yang mengacu kepada

pendapat yang menunjukkan bahwa perkembangan manusia diwujudkan melalui

beragam aspek yang berbeda.32 Hal tersebut merupakan pertanda bahwa teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences) mulai mendapat perhatian untuk digunakan sebagai acuan dalam berbagai aktivitas untuk memacu perkembangan

manusia termasuk aktivitas pembelajaran di sekolah-sekolah.

Teori kecerdasan majemuk pertama kali dikemukakan oleh Howard Gardner

dalam bukunya Frames of Mind.33 Gardner mengembangkan teori kecerdasan majemuk berdasarkan kriteria yang terdiri dari delapan faktor, yaitu,

1. Adanya pembagian wilayah kecerdasan pada struktur otak, seperti central core, sistem limbik dan hemisfer serebral

2. Terdapat kecerdasan yang menonjol pada orang tertentu (savant dan genius) 3. Kecerdasan berkaitan dengan kebudayaan dan berkembang mengikuti pola

perkembangan tertentu

4. Memiliki konteks historis

5. Memiliki hubungan dengan temuan psikometrik

6. Memiliki hubungan dengan hasil penelitian psikologi eksperimental

32 Semiawan. Conny. R., (2004) :“Perkembangan Anak Usia Dini”, makalah disampaikan pada

Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Kerjasama Dirjen PLSP Depdiknas dengan UNJ, 9 – 11 Oktober 2004, Jakarta, hal. 9.

33 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences,

(23)

7. Cara kerja atau rangkaian cara kerja dasar dapat diidentifikasi

8. Memiliki sistem penandaan atau simbol khas sendiri.

Kriteria yang dikemukakan Gardner tersebut sebagai bukti bahwa teori

kecerdasan majemuk tidak hanya dikembangkan berdasarkan hasil kajiannya sendiri,

tetapi juga menggunakan dasar dan hasil kerja para pakar teori perkembangan dan

kecerdasan yang muncul lebih dahulu. Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan

adalah kemampuan yang berkaitan dengan tiga hal, yaitu kemampuan untuk,

1. Memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.

3. Menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan memberikan

penghargaan dalam budaya setempat.34

Dalam bukunya yang lain Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi

biopsikologi yang digunakan sebagai pengolah informasi yang dapat dikembangkan sesuai dengan lingkungan budaya untuk memecahkan permasalahan atau

menciptakan sesuatu (karya) yang bermanfaat bagi lingkungannya.35 Amstrong mengatakan bahwa kecerdasan itu merupakan kemampuan untuk menangkap situasi

baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang.36

34Ibid., hal. 66. 35Ibid., Hal. 45.

(24)

Sebagai potensi biologis kecerdasan akanmeningkat sesuai dengan

pertambahan usia dan mencapai puncaknya pada saat dewasa dan menurun pada saat

tua, sedang kecerdasan sebagai potensi psikologis, kecerdasan akan berkembang

akibat terjadinya proses belajar dan terbentuknya pengalaman hidup pada diri

individu.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa kecerdasan sebagai

suatu kemampuan yang dimiliki individu yang dapat berkembang secara alami dan

dapat pula dikembangkan melalui pembelajaran dan pengalaman. Ini berarti

lingkungan dapat berperan dalam membantu individu untuk mengembangkan

kemampuannya. Samples mengemukakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan

melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam masyarakat di lingkungan sekitar.37 Sedangkan Gottfredson yang dikutip Elliott, dkk mengemukakan bahwa kecerdasan

merupakan kemampuan mental yang bersifat umum, yang diantaranya sebagai

kemampuan untuk menelaah (toreason),merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, mengemukakan ide-ide, belajar cepat dan belajar dari pengalaman.38

Dua pendapat tersebut menegaskan bahwa kecerdasan sebagai suatu

kemampuan. Kemampuan tersebut berfungsi untuk menelaah, merencanakan,

memecahkan masalah, berpikir abstrak, mengemukakan ide ide serta yang terpenting

adalah kemampuan tersebut berkaitan dengan belajar.

37 Bob. Sampels.,(2002) : Revolusi Belajar untuk Anak Panduan Belajar Sambil Bermain untuk

Membuka Pikiran Anak-Anak Anda, alih bahasa Rahmani Astuti, Penerbit Kaifa, Bandung, hal. 149.

38 Elliott. Stephen. N., dkk., (2000) : Educational Psychology Effective Learning Third Editor,

(25)

Pendapat lain tentang kecerdasan dikemukakan oleh Lazear yang menyatakan

bahwa seseorang yang cerdas adalah :

1. Mereka yang dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam

hidupnya

2. Mereka yang dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan kreatif

3. Mereka yang dapat menghasilkan berbagai hal bermanfaat bagi dirinya dan

orang lain.39

Pendapat ini menunjukkan bahwa kecerdasan berkaitan dengan kemampuan untuk

mengupayakan sesuatu, yaitu memecahkan masalah, menghadapi tantangan, dan

menghasilkan sesuatu. Selanjutnya Lazear menambahkan dari definisi awal Gardner,

bahwa kecerdasan itu adalah jalan atau cara yang dapat digunakan untuk mengetahui

hal-hal apa yang kita ketahui, pahami, pelajari, bagaimana memproses informasi, dan

memperoleh knowledge.40 Pendapat ini lebih memerinci bahwa kecerdasan berkaitan dengan kemampuan untuk mengetahui hal-hal apa yang sudah dimiliki individu

sebagai suatu bentuk kemampuan.

Berkaitan dengan kemampuan, Gagne, Leslie dan Wager menyatakan bahwa

kemampuan merupakan suatu daya atau kekuatan sebagai hasil belajar yang dapat

diketahui.41 Kemampuan dapat diperoleh setelah seseorang menyelesaikan kegiatan belajar. Kemampuan tersebut sebagai bentuk hasil belajar yang dapat ditingkatkan

39 Lazear. David., ( 2000) : Pathways of Learning Teaching Students and Parents About Multiple

Intelligences, Zephyr Press, Arizona, Tucson, hal. 18

40Ibid., hal. 18.

41 Wager. William.W.,dkk., ( 1992 ) : Principles of Instructional Design, Harcourt Brace Jovanovich,

(26)

dan diketahui. Ini berarti, ada proses yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan

menentukan kemampuan yang dimiliki seseorang. Berdasarkan uraian yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengertian kecerdasan majemuk

dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan yang dikembangkan melalui kegiatan

pembelajaran. Pembatasan ini dilakukan dengan mengacu kepada Armstrong yang

mengemukakan bahwa berbagai kegiatan dapat membantu anak untuk

mengembangkan kecerdasan majemuk42 dan Gardner menegaskan bahwa kecerdasan

majemuk dapat digunakan sebagai pendekatan dan tujuan (goal) dalam pembelajaran.43 Selanjutnya Gogri dkk mengemukakan bahwa kecerdasan majemuk dapat digunakan untuk membantu anak belajar dengan lebih baik.44 Dengan demikian, rancangan kegiatan belajar di Rumah Pintar Autis yang memperhatikan

indikator setiap aspek kecerdasan majemuk dapat mengembangkan kemampuan anak

sesuai dengan indikator pada setiap aspek kecerdasan majemuk. Gardner

berkeyakinan bahwa semua manusia memiliki bukan hanya satu kecerdasan

(inteligensi) melainkan groupabilities.45 Salah satu bentuk kecerdasan majemuk yang dimaksud diatas adalah kecerdasan kinestetik jasmani. Yaitu kecerdasan yang

mengacu kepada kecerdasan olah tubuh manusia.

42 Amstrong. Thomas., (2004 ) : Menerapkan Multiple Intelligences Di Sekolah, alih bahasa Yudhi,

hal. 46.

43 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences,

Tenth-Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal. 188

44 Gogri.Purvi, Reeta Sonawat., (2008) :Multiple Intelligences for Preschool Children, Multi-tech

Publishing Co, Mumbai, hal. 5.

(27)

2.5.2. Kecerdasan Kinestetik Jasmani

Menurut Gardner kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan yang

berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh secara terampil untuk

mengungkapkan suatu ide, pemikiran dan perasaan, mampu bekerja sama dengan

baik dalam menangani dan memanipulasi objek.46 Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan,

kelenturan dan kecepatan. Kecerdasan ini sangat menonjol pada diri seorang penari,

atlet, pematung, pemusik, aktor, mekanik atau dokter bedah.

Kecerdasan kinestetik jasmani berkaitan dengan kemampuan menggunakan

gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan

menggunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu.47 Hal ini sebenarnya senada dengan apa yang diutarakan oleh Gardner bahwa kecerdasan ini meliputi

kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan,

kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima rangsang, sentuhan, dan

tekstur. Kecerdasan kinestetikJasmani artinya kecerdasan melakukan gerakan tubuh

dan atau anggota badan termasuk menggunakan gerakan tubuh sebagai ekspresi

emosi. Kecerdasan ini menggunakan keahlian seluruh tubuh untuk mengekspresikan

ide dan perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau

mengubah sesuatu.

46Gardner (1999), op.cit., hal. 16.

47Musfiroh.Tadkiroatun., (2008) : Cerdas Melalui Bermain, Cara Pengasuh Multiple Intellegences

(28)

Pergerakan tubuh kita banyak terkait dengan sistem saraf dan struktur tubuh

kita. Pada dasarnya terdapat dua macam pergerakan dalam tubuh kita yaitu

pergerakan tidak sadar dan pergerakan sadar. Pergerakan tidak sadar adalah

pergerakan yang dilakukan di luar kesadaran atau dengan kata lain kita tidak dapat

mengatur pergerakan tersebut sesuai keinginan kita. Sebaliknya, pada pergerakan

sadar kita dapat mengatur dan mengoordinasikan gerakan kita, seperti saat kita berlari

atau saat menulis. Pada kecerdasan kinestetik pergerakannnya adalah sadar karena

berkaitan dengan kemampuan fisik untuk mengkoordinasikan gerakan tubuh serta

kemampuan menerima rangsangan.

Jasmine mengemukakan bahwa kecerdasan kinestetik sangat berhubungan

dengan tubuh anak.48 Tubuh anak akan terlihat kelenturannya apabila sering melakukan gerak tubuh. Hal tersebut sangatlah diperlukan oleh manusia pada

umumnya supaya gerak tubuhnya tidak terlihat kaku. Perkembangan pada tubuh

manusia pada dasarnya akanmengembangkan kecerdasan kinestetik. Latihan-latihan

anggota tubuh perlu dilakukan sejak usia dini, baik kekuatannya maupun

kelenturannya yang akan terwujud melalui latihan dan kebiasaan sejak usia

dini.Kebiasaan diperoleh melalui latihan-latihan menirukan dan melakukan

pengulangan, peniruan dan segalanya akan berlangsung secara otomatis.

(29)

Einon menyatakan bentuk kecerdasan kinestetik memungkinkan terjadinya

kecerdasan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan dalam aktifitas seperti menari,

olah raga dan drama.49 Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan untuk mengolah tubuh serta melakukan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan anggota tubuh

tertentu. Pada hakikatnya sejak lahir seorang anak telah mempunyai kemampuan

untuk bergerak, oleh sebab itu pendidik haruslah memberi kebebasan pada anak

untuk bergerak. Perlu adanya suatu pembelajaran yang khusus untuk mengatasi

ketidakaturan dalam proses gerak anak sehingga bisa mengarahkan anak untuk

mengembangkan kecerdasan kinestetiknya.

Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang

baik. Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan. Mereka cepat

menguasai tugas-tugas motorik halus seperti menggunting, melipat, menjahit,

menempel, merajut, menyambung, mengecat dan menulis. Secara artistik mereka

mempunyai kemampuan menari dan menggerakan tubuh mereka dengan luwes dan

lentur. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan dinamis.

Menurut Gardner, kecerdasan gerak kinestetik mempunyai lokasi di otak

serebeum (otak kecil), basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada

komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta dominan seperti tari dan olahraga.

49 Einon. Dorothy. Dr., (2010): Permainan Cerdas Jilid I Untuk Anak Usia 2-6 Tahun, Erlangga,

(30)

Lebih lanjut Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani

adalah kemampuan menggunakan seluruh tubuh dan komponennya untuk

memecahkan permasalahan, membuat sesuatu atau menggunakan beberapa macam

produksi, dan koordinasi anggota tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan

penampilan fisik.50

Sedangkan Lazear menjelaskan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani

berkaitan dengan aktivitas fisik dan dapat dilihat seperti dalam kegiatan mengenderai

sepeda, memarkir mobil, menangkap sesuatu benda yang dilemparkan, dan mengatur

keseimbangan tubuh saat bergerak atau berjalan.51 Dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani terdiri dari beberapa kemampuan

yang berkaitan dengan jasmani dan gerak.

Penjelasan lain tentang kecerdasan kinestetik jasmani dikemukakan oleh

Armstrong yang menyatakan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani berkaitan dengan

keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta

keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.52 Pendapat tersebut menekankan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani meliputi

kemampuan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan tubuh yang spesifik,

kesanggupan memanipulasi objek dan memiliki keterampilan fisik seperti koordinasi,

keseimbangan, kekuatan, kelenturan dan keterampilan. Anak-anak yang memiliki

kecerdasan ini sering tidak mau diam saat sedang duduk, belajar atau atau sedang

50 Gardner, (1999), op.cit., hal. 206. 51 Lazear. David., ( 2000), op.cit., hal. 2

(31)

makan, dan biasanya merekalah yang nomor satu minta izin ke luar untuk bermain.

Mereka memproses pengetahuan melalui sensasi tubuh. Mereka butuh kesempatan

untuk belajar dengan bergerak atau memperagakan sesuatu.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa

kecerdasan kinestetik jasmani adalah kemampuan yang berkaitan dengan fisik dan

gerak yang dapat digambarkan melalui ciri-ciri antara lain :

1. Mudah bergerak dengan daya kontrol tubuh yang baik, seperti berjalan, lari,

lompat, menangkap, melempar

2. Menyentuh objek disekitarnya

3. Memanipulasi benda, seperti kursi digunakan sebagai mobil

4. Responsif terhadap lingkungan, misalnya menggerakkan tubuh atau tangan

saat merasakan angin bertiup

5. Berpikir mekanis

6. Mengingat apa yang dilakukan

7. Membuat kerajinan tangan

8. Berolah raga.

Dengan delapan gambaran yang dikemukakan diatas sebagai ciri-ciri berjalannya

kecerdasan kinestetik dengan baik begitu besar harapan keselarasan pikiran dan

perilaku anak autis dapat terwujud. Banyak hal yang ada pada diri anak autis akan

berubah menjadi lebih baik dengan terciptanya peningkatan kecerdasan kinestetik

yang dimaksud. Hal ini jugalah yang mendasari pemikiran peneliti dalam melakukan

(32)

2.5.3. Pengenalan Tentang Otak

Sejak lahir semua kecerdasan telah ada di otak manusia. Meskipun demikian,

bagaimanakah kecerdasan manusia itu dapat dikembangkan? Setiap otak manusia

terbagi atas tiga bagian, yang disebut sebagai otak triune. Tiap-tiap bagian otak berkembang pada waktu yang berbeda, mempunyai syaraf tertentu, dan mengatur

tugas tertentu pula. Yang pertama, Otak reptil atau batang otak merupakan bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi motor-sensor, yakni pengetahuan

tentang realitas fisik yang berasal dari panca indera. Disebut otak reptil karena otak

ini berkaitan dengan insting mempertahankan hidup.53 Jika anak merasa tidak aman, otak reptil ini spontan bangkit dan bersiaga.Yang kedua adalah sistem limbik, yang terletak dibagian tengah otak. Bagian otak ini mempunyai fungsi emosi dan kognitif.

Bagian ini disebut otak mamalia, karena sistem limbik yang sangat canggih ini juga

merupakan bagian otak yang dimiliki mamalia. Otak ini menyimpan perasaan

manusia, pengalaman yang menyenangkan, memori, dan kemampuan belajar.54Yang ketiga adalah neokorteks, merupakan materi otak terbesar (80% dari seluruh materi otak). Pada otak neokorteks inilah kecerdasan-kecerdasan manusia berada.

Neokorteks mengatur proses bernalar, berfikir intelektual, membuat keputusan,

bahasa, kendali motorik sadar, dan ciptakan gagasan nonverbal.55

53 Yanuarita. Franc.Andri. S.Psi., (2014) :Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak, Teranova Books,

Yogyakarta, hal. 39.

(33)

Ketika anak berusia 4-6 tahun, otak reptil dan otak mamalianya telah

berkembang sekitar 80%. Pada saat itulah berbagai kecerdasan anak terbuka. Jika

hingga usia 4-6 tahun anak diperlakukan dengan baik, terstimulasi dengan berbagai

aktivitas jasmani yang menyenangkan dan berolah pikir, maka ketiga bagian otak

akan berkembang dengan baik. Nutrisi yang baik, derajat kesehatan yang baik dan

stimulasi yang memadai melaui aktivitas pendidikan jasmani yang baik membantu

perkembangan otak reptil dan otak mamalia. Bahkan, karena aktivitas pendidikan

jasmani mampu menggerakkan gagasan, memecahkan masalah, mendatangkan

kegembiraan sekaligus, maka neokorteks anak pun semakin terangsang. Semakin

terangsang otak anak dengan aktivitas intelektual dan interaksi lingkungan, semakin

banyak jalinan yang terbentuk antarsel di dalam neokorteks.

Selain teori otak triune di atas, otak manusia juga dibagi berdasarkan teori

belahan otak, yakni otak kanan dan otak kiri. Cara berpikir otak kanan adalah acak,

tidak teratur, holistik, dan intuitif. Otak kanan berkaitan dengan aspek perasaan,

emosi, spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, humor, warna, imajinasi, dan

kreativitas. Otak kiri bercara pikir logis, urut, sistematis, dan rasional. Otak kiri

berkaitan dengan ekspresi bahasa, dan berpikir simbolis. Walaupun otak memiliki

bagian-bagian yang diidentifikasi dari sudut bentuk dan fungsinya, kesemuanya

merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, kesemuanya

harus dipelihara dengan baik, melalui perawatan, stimulasi yang terus menerus, dan

(34)

Masalah utama mengapa anak harus dirangsang melalui permainan yang

mengasah semua kecerdasannya adalah karena tidak satu pun bagian otak yang

bekerja secara sempurna tanpa adanya rangsang dari bagian yang lain. Howard

Gardner melalui teori multiple intelligences menyatakan bahwa sembilan kecerdasan

manusia berkaitan dengan semua bagian otak, terutama otak bagian kanan dan otak

kiri.56 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecerdasan dapat berkembang dengan baik apabila terpenuhi syarat berikut, struktur saraf bagian bawah harus

cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi, anak

harus merasa aman secara fisik dan emosional, harus ada model pemberian

rangsangan yang wajar.

2.5.4. Stimulasi Terhadap Kecerdasan Kinestetik

Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga

hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu juga dalam

suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk

melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya. Anak bebas

mengekspresikan gagasannya melalui khayalan, drama, bermain konstruktif dan

sebagainya.57 Dalam hal ini anak dimungkinkan untuk mengembangkan perasaan

56 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences,

Tenth-Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal.

(35)

bebas secara psikologis. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk

meningkatkan keterampilan dan kecerdasan tertentu pada anak.

Stimulasi kecerdasan kinestetik terjadi pada saat bermain. Pada saat bermain

itulah anak berusaha melatih koordinasi otot dan gerak. Pada saat kegiatan bermain

berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat terstimulasi dan

berkembang dengan baik termasuk didalamnya perkembangan kreativitas. Hal senada

sejalan dengan apa yang disebut oleh Catron dan Allen yang mengemukakan bahwa

bermain dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap semua area

perkembangan.58 Anak-anak dapat belajar tentang dirinya sendiri dan lingkungan, serta kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi dan menciptakan suatu bentuk

kreativitas.

Dalam hal yang dimaksud diatas stimulasi kinestetik terjadi dalam

wilayah-wilayah berikut:

1. koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis,

memanipulasi objek, menaksir secara visual, melempar, menendang,

menangkap

2. keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak

3. keterampilan nonlokomotor, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, berjongkok, duduk, berdiri

58 Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

(36)

4. kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan

kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan,

kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak,

dan mengubah arah.

Dunia anak adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia

dini, anak melakukan kegiatan dengan bermain, mulai dari bayi, balita hingga masa

kanak-kanak. Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau

tanpa mempergunakan alat. Bermain menghasilkan pengertian dan memberikan

informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan imajinasi spontan anak dan

tanpa beban. Kebutuhan atau dorongan internal (terutama tumbuhnya sel saraf di

otak) sangat memungkinkan anak melakukan berbagai aktivitas bermain tanpa

mengenal lelah. Selama ini jika anak sudah bersekolah, orangtua kebanyakan

membebani anak dengan tuntutan yang berat. Seperti anak harus pandai menulis,

berhitung dan membaca. Padahal anak masih dalam usia dini yaitu 0-6 tahun. Begitu

juga dengan pihak sekolah, ada sebagian sekolah yang dalam kegiatan

pembelajarannya tidak menggunakan konsep bermain dengan tepat, sehingga tujuan

bermain bagi anak tidak tercapai. Seharusnya dalam aktivitas belajar benar-benar

diterapkan konsep "bermain sambil belajar". Dengan demikian, anak benar-benar

merasakan dunianya dengan sempurna, berkesempatan mengembangkan segala aspek

kecerdasan yang ada pada dirinya. Ketika bermain, secara fisik anak juga belajar

memahami bagaimana kerja tubuhnya, memperkuat dan mengembangkan otot dan

(37)

menggunting kertas, menggambar, mengutak-atik benda, dan lain sebagainya. Begitu

juga dengan motorik kasar dan keseimbangannya, seperti memanjat, berlari,

melompat, berjalan dan lain-lain. Kegiatan tersebut mungkin saja akan tercipta pada

anak apabila adanya suatu rangsangan atau pembelajaran khusus yang mengacu ke

arah pengembangan kecerdasan kinestetik.

Cara mendidik dan mengajar anak-anak, baik di rumah, maupun di sekolah

masih kurang efektif. Pada dasarnya kemauan dan perasaan anak berbeda dengan

orang dewasa. Oleh sebab itu, seorang anak harus dilatih dan dibiasakan melakukan

segala sesuatu yang nantinya dapat dipergunakan sebagai bekal hidup di masa yang

akan datang. Dengan demikian, pendidikan bagi anak usia dini harus dimulai dari

dalam pikiran dan jiwa anak, dan harus berdasarkan kegiatan anak itu sendiri. Untuk

itu, perlu motivasi bagi anak untuk berbuat sendiri dan bukan hanya menerima saja.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, walaupun

pengembangan kecerdasan kinestetik khususnya dalam gerak tubuh sudah

dilaksanakan disekolah, akan tetapi dalam pelaksanaannya kurang optimal.

Permainan hanya sekedar bermain, tanpa melakukan tindak lanjut pada olah gerak

anak yang perlu untuk dikembangkan lagi seperti keterampilan tangan dan

pembelajaran gerak tubuh. Dengan demikian aspek psikomotorik anak berkembang

dengan optimaldan dapat merangsang kreativitas, imajinasi, dan olah pikir anak yang

(38)

Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh

yang baik dan mampu atau terampil menggunakan anggota tubuhnya.59

Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan. Mereka cepat menguasai

tugas-tugas motorik halus dan secara artistik kemampuan menari dan menggerakkan

tubuh mereka luwes dan lentur.

Guru dapat memfasilitasi anak-anak yang memiliki kecerdasan ini dengan

memberi kesempatan pada mereka untuk bergerak. Pembelajaran dirancang

sedemikian rupa sehingga anak-anak leluasa bergerak dan memiliki peluang untuk

mengaktualisasikan dirinya secara bebas. Pembelajaran dapat dilakukan di luar

ruangan seperti di ataspapan titian, berjalan satu kaki, senam irama, merayap, dan

lari jarak pendek.60 Permainan yang bermuatan akademis sangat membantu anak-anak menyalurkan kebutuhan mereka untuk bergerak. Rangsangan terhadap

kecerdasan kinestetik membantu perkembangan dan pertumbuhan anak. Sesuai

dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses belajar hendaklah memperhatikan

kecenderungan ini. Anak-anak dengan kecenderungan kecerdasan ini belajar dengan

menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang

bersifat kinestetik dan dinamis. Mereka membutuhkan akses ke lapangan bermain,

lapangan rintangan, kolam renang, dan ruang olah raga. Oleh karena itu, proses

59 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) , op.cit., hal. 4.

60 Sujiono. Yuliani .M & Bambang Sujiono., (2010) :Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak, PT

(39)

pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak dalam konteks pasif (duduk tenang di

kelas) hendaklah dikurangi.

Kecerdasan kinestetik dapat dirangsang melalui permainan-permainan yang

memungkinkan anak dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya

melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan karena ketika

bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya.61

Dengan meningkatnya kecerdasan kinestetik maka akan semakin memberi

kemungkinan untuk terjadinya koordinasi antara kognitif dan tindakan gerak.

Semakin sering ini dilakukan dengan pola yang terarah maka koordinasi tadi menjadi

keselarasan antara pikiran dan perilaku anak itu sendiri.

2.6. Manfaat Bermain Dalam Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik

2.6.1. Bermain dan Manfaatnya

Menurut Solehuddin bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang

bersifat volunteer, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara instrinsik,

menyenangkan, aktif dan fleksibel.62 Semakin kuat ciri-ciri tersebut muncul dalam sebuah kegiatan maka semakin jelas bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan

bermain.

Hal yang tidak dipungkiri bahwa bermain merupakan kegiatan yang tidak

terpisahkan pada kehidupan anak. Bermain merupakan aktivitas utama anak ketika ia

61 Ibid, hal. 36.

(40)

dalam keadaan terjaga, sebab melalui bermainlah anak belajar berbagai hal,

memahami kehidupan dan mengumpulan informasi mengenai sesuatu. Sehingga

dalam pendidikan anak, bermain merupakan alat belajar utama dalam mencapai

tujuan pendidikan anak. Selain itu, bermain mempunyai multi fungsi dalam

perkembangan dan pertumbuhan anak. Salah satu tujuan bermain seperti diuraikan

Solehuddin adalah mengembangkan keterampilan-keterampilan motoriknya. Sebab

dalam bermain biasanya mendorong anak untuk bergerak, seperti melompat, berlari,

menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Wiyani menyebut bahwa bentuk

permainan itu ada seperti bentuk permainan fungsional yang merupakan dasar

kecerdasan kinestetik dengan melakukan gerakan otot berulang-ulang.63 Kemudian permainan konstruktif yang melatih keterampilan motorik halus dengan kegiatan

menggambar atau melukis. Syamsuddin lebih tegas mengatakan bahwa ketika

bermain seorang anak sedang belajar atau mengeksplorasi sesuatu, baik itu

mengeksplorasi dirinya maupun sesuatu.64 Oleh karena itu bermain pada masa anak-anak merupakan sesuatu hal yang menyenangkan dan sekaligus saat yang bagus

sekali untuk belajar. Tujuan kegiatan bermain adalah membantu meletakkan dasar ke

arah perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan kreativitas yang diperlukan

63 Wiyani. Novan., (2002) : Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain,Direktorat

Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, hal. 56.

64 Syamsudin. Haeriah., (2014) : Brain Game untuk Balita, Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta,

(41)

oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan

dan perkembangan pada tahapberikutnya.65

Landreth, mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan interpersonal yang

dinamis antara anak dengan terapis. Hubungan itu terlatih dalam prosedur terapi

bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi

perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya

mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan

perilakunya) melalui media bermain.66

Gheart & Leovitt berpendapat bahwa bermain juga memegang peranan untuk

mengembangkan kemampuan intelektual, khususnya merangsang perkembangan

kognitif, membangun struktur kognitif, belajar memecahkan masalah, rasa kompetisi

dan percaya diri, menetralisir emosi negatif, menyelesaikan konflik, menyalurkan

agresivitas secara aman dan mengembangkan konsep diri secara realistik.67 Secara fisik, bermain juga mematangkan kecakapan motorik kasar dan halus, keterampilan

jari jemari, serta koordinasi mata dan tangan. Kepekaan penginderaan juga

berkembang, menguasai keterampilan motorik dan menyalurkan energi fisik.

Pengembangan imajinasi dan kreativitas juga berkembang melalui aktivitas bermain.

65 Sujiono. Yuliani .M & Bambang Sujiono., (2010) , op.cit., hal. 19

(42)

Dari beberapa pendapat para ahli diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan

bermain berperan untuk mengembangkan kemampuan fisik, intelektual, sosial dan

emosional. Kegiatan ini sangat membantu dalam mengembangkan kemampuan anak

autis. Dengan bermain kemampuan fisik anak autis diharapkan dapat dicapai secara

maksimal.Bermain merupakan metode yang paling efektif untuk mematangkan

perkembangan anak.68 Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak. Kegiatan bermain mempengaruhi perkembangan

keenam aspek perkembangan anak, yaitu aspek kesadaran diri, emosional, sosial,

komunikasi, kognisi dan keterampilan motorik.69

Aktivitas-aktivitas di kelas yang diprakarsai dan dirancang guru dapat

dikatakan menggunakan metode bermain apabila menyediakan berbagai pilihan bagi

anak, menyenangkan, dan ada interaksi di antara anak. Sementara bagi guru, suatu

kegiatan dapat dikatakan bermain apabila mengandung unsur eksplorasi,

eksperimentasi, penemuan dan evaluasi.

2.6.2. Bentuk-bentuk Permainan Yang Mendorong Kecerdasan Kinestetik

Dalam dunia anak, proses pembelajaran merupakan kegiatan yang terpadu

dengan tujuan yang integral pula. Artinya, guru tidak akan dapat memisahkan

kegiatan-kegiatan secara spesifik, sebab tujuan-tujuan dalam satu kegiatan pun sangat

68Indriana, Yeniar, (2008)Gorontologi & Progeria, Yogyakarata Pustaka Pelajar, hal.23.

69Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

Gambar

gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung komunikasi menyatakan suatu situasi

Referensi

Dokumen terkait

memasukkan Dokumen Penawaran kedalam Kotak Pelelangan yang telah disediakan oleh.. Panitia hingga batas ak-hir sernasukan penawaran sejumtah { t

Masyarakat di Desa Tunjung Tirto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang sudah sesuai dengan aturan formal yang ada yang kemudian didukung dengan adanya alat informasi atau telepon di

Kegiatan : Kegiatan Penunjang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Pekerjaan : Audit Eksternal Sertifikasi ISO.. Lokasi :

PPP Kota Malang selalu berusaha membenahi partai dari internal partai maupun ekternal partai, sehingga partai bisa memberikan perubahan yang lebih baik bagi ummat melalui

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

[r]

At the same time, students also experience multimedia courseware that are based on VARK learning style model during learning process through activities that can encourage

pada kulit pohon gayam yang menggunakan ekstrak etanol yang dapat. mengikata atau memisahkan senyawa fenol yang bersifat polar,