• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kematangan Emosional Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Remaja PPA IO935 “Air Hidup” Surakarta T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kematangan Emosional Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Remaja PPA IO935 “Air Hidup” Surakarta T1 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIK

2.1 Kematangan Emosional

2.1.1 Pengertian Kematangan Emosional

Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga

untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock,1999).

Chaplin (2002) mengatakan bahwa kematangan emosional merupakan suatu keadaan untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional

dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang pantas bagi anak-anak. Istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa

mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi

sosial.

Menurut Katkovsky dan Gorlow (dalam Yuni Anto, 2014), kematangan emosional adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai

(2)

ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik utnuk mengkaji tentang emosional dari pada unsur-unsur perasaan.

Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosional adalah kemampuan individu untuk mengelola emosinya

dengan baik dalam berperilaku, sehingga dapat bergaul dan dapat di terima dalam kelompok masyarakat.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosional

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosional seseorang (Astuti,2000) antara lain :

a. Pola asuh orang tua, keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai mahluk

sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini menentukan pula perilaku anak.

b. Pengalaman traumatis, kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosional seseorang. Kejadian-kejadian

traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga.

c. Temperamen, temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang

mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masing-masing individu memiliki kisaran emosional sendiri-sendiri, dimana

(3)

d. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran

jenis maupun tuntutan sosial berpengaruh terhadap adanya perbedaan karakteristik emosional diantara keduanya.

e. Usia, perkembangan kematangan emosional yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematan fisiologis seseorang.

2.1.3 Karakteristik Kematangan Emosional

Menurut Hurlock (1999), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu :

a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat

diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

b. Pemahaman diri individu yang matang. Belajar memahami seberapa banyak

kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.

c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

Dari karakteristik kematangan emosional di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa individu bisa dikatakan matang emosinya jika memiliki tiga karakteristik

(4)

2.1.4 Aspek Kematangan Emosional

Aspek-aspek kematangan emosional menurut Katkovsky dan Gorlow

(dalam Yuni Anto, 2014), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan emosional yaitu :

a. Kemandirian

Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.

b. Kemampuan menerima kenyataan

Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang

lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

c. Kemampuan beradaptasi

Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.

d. Kemampuan merespon dengan tepat

Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap

kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan.

e. Merasa aman

Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa sebagai mahkluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.

(5)

Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.

g. Kemampuan menguasai amarah

Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat

membuatnya marah maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.

Berdasarkan aspek-aspek kematangan emosional di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang matang emosinya harus memliki berbagai aspek yaitu:

kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan cepat, merasa aman, kemampuan berempati dan

kemampuan menguasai amarah sehingga seseorang yang sudah memiliki berbagai aspek di atas maka dapat dikatakan matang emosinya.

2.2Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada sekelompok individu yang berjumlahkan 10-15 orang yang dipimpin oleh

konselor atau pemimpin kelompok dimana membahas masalah yang bersifat umum dan aktual yang menjadi kepeduliaan para anggota kelompok untuk mengembangkan dinamika kelompok, pengembangan kepribadian, sosial, belajar

dan karier. Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam kelompok (Prayitno, 1999).

(6)

menggali dan mengembangkan potensi diri individu. Dalam kelompok ini semua anggota kelompok bebas mengeluarkan pendapat. Semua yang dibicarakan

bermanfaat bagi semua anggota kelompok. Bimbingan kelompok sangat tepat bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan,

permasalahan, perasaan.

Menurut Sukardi (2002) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan

dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang berguna unuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar,

anggota kelompok, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Menurut Romlah (2001)

bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bimbingan kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan

bantuan kepada peserta didik atau siswa yang dilakukan oleh seorang pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak remaja PPA IO-935 “Air Hidup” Surakarta.

2.2.2 Teknik Bimbingan Kelompok

(7)

tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana terbangun dan membuat siswa tidak bosan dalam mengikuti kegiatan. Seperti yang dikemukakan oleh Tatiek Romlah (2001) “Bahwa teknik merupakan bukan tujuan tetapi sebagai

alat untuk mencapai tujuan. Pemilihan dan penggunaan masing-masing teknik tidak dapat lepas dari kepribadian konselor, guru atau pemimpin kelompok.”

Sehingga dapat dikatakan jika selain sebagai alat untuk mencapai tujuan, teknik pemilihan juga harus disesuaikan dengan karakteristik konselor atau pemimpin

kelompok. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam bimbingan kelompok antara lain diskusi, ceramah, psikodrama, sosiodrama, games, kerja kelompok,

karya wisata (field trip), pemberian informasi, pemecahan masalah (problem solving), permainan peran (role playing). Dari bermacam-macam teknik yang ada,

untuk bimbingan kelompok dalam upaya peningkatan kematangan emosi pada remaja PPA “Air Hidup” IO-935 Surakarta. tidak semua digunakan, oleh sebab itu akan dipilih teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu

peningkatan Kematangan Emosional Teknik tersebut antara lain : a. Teknik pemberian informasi

Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah yaitu pemberian penejelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi

mencakup tiga hal yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian. b. Diskusi kelompok

(8)

tindakan-tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan. Diskusi diawali dengan penguraian materi yang terkait oleh seseorang atau beberapa

orang. Setelah itu dibuka sesi tanggapan atau pertanyaan yang berfungsi untuk memperdalam pemahaman kelompok mengenai

materi itu.

c. Permainan peran (role play)

Bennet (Dalam Tatiek Romlah, 2001) mengemukakan bahwa

permainan peran adalah suatu alat belajar yang menggambarkan ketrampilan-ketrampilan dan pengertian-pengertian tentang

hungungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang pararel dengan yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya.

d. Games

Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu.

Namun, sejatinya, dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan

belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut dari sosialisasi.

2.2.3 Tahap–Tahap Bimbingan Kelompok

Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut (Prayitno,1996) ada empat

(9)

a. Tahap I Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap

memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga

mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota

akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan

diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara

menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

b. Tahap II Peralihan

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada

kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh

dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan

(10)

dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para

anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5)

Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama. c. Tahap III Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang

menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok.

ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi

tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:

1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik

bahasan.

2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.

3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas. 4. Kegiatan selingan.

5. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya

masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara

(11)

dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

d. Tahap IV Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama

bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan

kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti

melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. 2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil

kegiatan.

3. Membahas kegiatan lanjutan. 4. Mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari

(dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan

(12)

perencanaan karir siswa, siswa akan lebih aktif dan mandiri mengungkapkan pendapatnya serta sebuah ungkapan yang akan dilaksanakan kedepanya nanti.

2.3 Penelitian yang Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Septia Ningsih, Elni Yakub dan Tri Umari

(2013) dengan judul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan Kematangan Emosi Anak Bungsu Kelas XII IPS SMA Muhammadiyah Satu Pekanbaru T.A 2012/2013”. Penelitian ini menunjukkan perbedaan rata-rata skor

kematangan emosi anak bungsu sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok yaitu sebesar 87,25 ternyata lebih besar dari rata-rata skor kematangan emosi anak

bungsu sebelum diberikan bimbingan kelompok yaitu sebesar 81,94 dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bimbingan kelompok terhadap peningkatan

kematangan emosi anak bungsu maka peneliti mencari koefisien korelasi (r) terlebih dahulu. Adapun koefisien korelasi yang diperoleh adalah r= 0,79 maka koefisien determinannya adalah (r2)=0,62 yang berati terdapat 62% sumbangan

bimbingan kelompok terhadap peningkatan kematangan emosi anak bungsu kelas XII IPS SMA Muhammadiyah Satu Pekanbaru.

Penelitian Yuni Anto (2014) yang berjudul “Meningkatkan Kematangan Emosional dengan Teknik Role Play siswa Kelas X teknik Mesin SMK Saraswati Salatiga semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014” penelitian ini mengatakan

bahwa ada perbedaan yang signifikan kematangan emosional siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil menunjukkan mean rank post-test

(13)

0,004<0,01 artinya ada perbedaan yang signifikan. Dengan demikian ada peningkatan kematangan emosional siswa kelas X Teknik Mesin SMK Saraswati

Salatiga setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok teknik role play.

2.4 Hipotesis

Hopotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil yang akan dilakukan oleh peneliti. Dengan mengajukan hipotesis maka penelitian akan menjadi jelas arah pengujiannya. Dengan pengertian diatas maka peneliti mengajukan hipotesis

sebagai berikut:

“Kematangan Emosi remaja PPA “Air Hidup” IO-935 Surakarta meningkat

Referensi

Dokumen terkait

sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) berbantuan alat peraga lebih efektif dari pembelajaran konvensional

Selama memahami materi Limit Fungsi, mahasiswa dengan kecenderungan kecerdasan linguistik dan matematik menggunakan kombinasi dari ketiga gaya belajar, yaitu gaya belajar

menurunkan kadar NH 3 dan BOD 5 limbah cair tahu, tetapi belum efektiv dalam menurunkan.

Sebagai pusat penyebaran agama islam di tanah Jawa, Kerajaan Demak atau.. Kesultanan Demak merupakan kerajaan berbasis Islam pertama di pulau

Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik mahasiswa yang mengikuti pembelajaran melalui model Problem

serta untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik yaitu guru harusc. meninggalkan peran otoriternya di dalam proses belajar dan peserta

kesalahan konsep, kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah sebesar 39% dengan penyebab kesalahan berupa siswa salah dalam penggunaan rumus dan rendahnya

Sementara itu, 71% siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dan 52% siswa menunjukkan