• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana (Kb) Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana (Kb) Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Kualitas Pelayanan Publik

Sebenarnya tidaklah mudah mendefinisikan kualitas secara akurat. Akan

tetapi, pada umumnya kualitas dapat dirinci. Beberapa istilah yang dianggap

sebagai definisi kualitas misalnya keandalan, kelayakan pakai, pelayanan yang

memuaskan, dan kemudahan pemeliharaannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas didefinisikan sebagai

tingkat baik buruknya sesuatu. Kualitas dapat juga didefinisikan sebagai tingkat

keunggulan, sehingga kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan. Menurut

Wijaya (2011), kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya,

kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap

produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu.

Sedangkan Wahyuni dkk, (2015) mengatakan bahwa kualitas adalah

memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas merupakan suatu standart yang harus

dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau organisasi mengenai

kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau

produk yang berupa barang dan jasa. Dengan demikian, berkualitas mempunyai

arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti

optimal pemenuhan atas tuntutan atau persyaratan pelanggan atau masyarakat.

Sachdev dan Verma (2004) menyatakan bahwa perspektif pengukuran

kualitas bisa dikelompokkan menjadi dua jenis : internal dan eksternal. Kualitas

berdasarkan perspektif internal diartikan sebagai zero defect (“doing it right the

first time” atau kesesuaian dengan persyaratan, sedangkan perspektif eksternal

memahami kualitas berdasarkan persepsi pelanggan, ekspektasi pelanggan,

kepuasan pelanggan, sikap pelanggan, dan customer delight.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam

interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

menyediakan kepuasan pelanggan. Sedangkan pelayanan publik atau pelayanan

umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik

maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan

(2)

Badan Usaha Milik Negara ataupun Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Lembaga Administrasi Negara, 1998).

Sinambela et al, (2011) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha

untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.

Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Pada dasarnya pelayanan adalah sesuatu yang tidak

berwujud tetapi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat.

Pelayanan tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan dan terdapat

interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.

Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan.

Supriatna (2000) menjelaskan bahwa pelayanan publik merupakan setiap

kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang dilakukan guna memenuhi

kepentingan orang banyak. Pihak lain disini merupakan suatu organisasi yang

memiliki kewajiban dalam suatu proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan.

Kepentingan orang banyak atau kepentingan umum adalah himpunan kepentingan

pribadi yang telah disublimasikan dan tidak bertentangan dengan norma

masyarakat serta aturan yang berlaku.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan

pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara

pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan

penerima pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Surbakti (2001) mengklasifikasi pelayanan publik menjadi empat kategori,

yaitu :

a. Pelayanan administrasi, seperti pemberian berbagai perizinan dan identitas

(3)

b. Pelayanan infrastruktur, seperti jalan raya, jaringan irigasi, transportasi dan

lain-lain.

c. Pelayanan kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, air minum, kesehatan,

pendidikan, pekerjaan, rasa aman dan lingkungan bersih.

d. Pelayanan penerimaan daerah, seperti Pendapatan Asli daerah.

Menurut Pamudji (2000), konsep pelayanan publik (publik service)

merupakan berbagai kegiatan pemerintah yang bertujuan memenuhi kebutuhan

masyarakat akan barang dan jasa. Penjelasan yang diberikan Pamudji ini

menegaskan bahwa konsepsi pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan

upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Saefullah

(2012), pelayanan umum (publik service) merupakan pelayanan yang diberikan

pada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi

penduduk yang bersangkutan.

Program KB merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang

dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan KBPP. Pelayanan ini diberikan

kepada penduduk Padang Lawas Utara secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Berbagai program kerja telah dilaksanakan demi tercapainya standar pencapaian

KB yang ideal berdasarkan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Triguno (2004), kualitas pelayanan menunjuk pada pengertian

melayani setiap saat secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan

menolong, serta professional dan mampu. Konsep kualitas pelayanan publik

terkait dengan upaya untuk memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang

dituntut atau yang diinginkan oleh pelanggan atau masyarakat. Semakin tinggi

tingkat kemampuan pemenuhan harapan tersebut, semakin tinggi pula tingkat

kualitas pelayanan yang diberikan, dan sebaliknya, semakin tidak memenuhi

harapan pelanggan berarti semakin tidak berkualitas pelayanan yang diberikan

tersebut.

Gronroos (2000) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai

kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria.

Ketiga kriteria ini kemudian dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu :

1. Professionalism and Skill : merupakan outcome-related criteria, dimana

(4)

sistem operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan

secara professional.

2. Attitudes and Behavior : merupakan process-related criteria. Pelanggan

merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personnel) menaruh perhatian

terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah

mereka secara spontan dan senang hati.

3. Accessibility and Flexibility : termasuk ke dalam process-related criteria.

Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan

sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa

sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga

dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan

permintaan dan keinginan pelanggan.

4. Reliability and Trustworthiness : kriteria ini juga masuk ke dalam

process-related criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka

bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta

karyawan dan sistemnya.

5. Recovery : termasuk ke dalam process-related criteria. Pelanggan

menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak

diharapkan, maka penyedia jasa akan mengambil tindakan untuk

mengendalikan situasi dan segera mencari pemecahan yang tepat.

6. Reputation and Credibility : criteria ini merupakan image-related criteria.

Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jada dapat dipercaya dan

memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

Sedangkan menurut Murgatroyd dan Morgan (1993), ada sepuluh kriteria

persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan, yaitu:

1. Reliability yaitu kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang telah

dijanjikan dengan tepat waktu.

2. Responsiveness yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan dengan

menyediakan pelayanan yang cocok seperti yang mereka harapkan.

3. Competence yaitu menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang

(5)

4. Access yaitu kemudahan untuk kontak dengan lembaga penyedia jasa.

5. Courtesy yaitu sikap sopan, menghargai orang lain, penuh pertimbangan dan

penuh persahabatan.

6. Communication yaitu selalu memberikan informasi yang tepat kepada

pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, mau mendengarkan mereka

yang berarti menjelaskan tentang pelayanan, kemungkinan pilihan, biaya,

jaminan pada pelanggan bahwa masalah mereka akan ditangani.

7. Credibility artinya dapat dipercaya, jujur, dan mengutamakan kepentingan

pelanggan.

8. Security artinya bebas dari risiko, bahaya, dan keragu-raguan

9. Understanding the customer artinya berusaha untuk mengenal dan

memahami kebutuhan pelanggan dan menaruh perhatian pada mereka secara

individual.

10.Appearance presentation yaitu penampilan dari fasilitas fisik, penampilan

personil, dan peralatan yang dipergunakan.

Stamatis (1996) menyatakan bahwa ada tujuh dimensi kualitas yang bisa

diterapkan dalam industri jasa, yaitu :

1. Fungsi (function) : kinerja primer yang dituntut dari suatu jasa.

2. Karakteristik atau cirri tambahan (features) : kinerja yang diharapkan

atau karakteristik pelengkap.

3. Kesesuaian (conformance) : kepuasan yang didasarkan pada

pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan.

4. Keandalan (reliability) : kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya

dengan waktu.

5. Kemampuan layanan (service ability) : kemampuan untuk melakukan

perbaikan apabila terjadi kekeliruan.

6. Estetika (aesthetics) : pengalaman pelanggan yang berkaitan dengan

perasaan dan panca indera.

7. Persepsi (perception) : reputasi kualitas.

Model kualitas pelayanan yang dikembangkan Parasuraman et al. (1990)

(6)

Assurances, Tangible, Empathy, dan Reliability yang kemudian disebut dengan

RATER.

1. Reliability (Kehandalan)

Dimensi reliability adalah dimensi kualitas pelayanan yang mengukur

kehandalan produsen dalam melayani pelanggan. Reliability merujuk pada

kemampuan untuk menghantarkan layanan sesuai seperti yang telah

dijanjikan tanpa suatu kesalahan (konsisten) serta akurat.

Aspek dari dimensi reliability meliputi : kemampuan produsen untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan; dan kemampuan

produsen untuk memberikan pelayanan secara akurat atau tanpa kesalahan.

Untuk meningkatkan kehandalan dalam memberikan pelayanan, produsen

dapat melakukan : membangun budaya kerja tanpa kesalahan, memberikan

pelatihan kepada karyawan, dan melakukan tes atau uji coba sebelum

layanan dilancarkan ke pelanggan.

2. Assurances (Jaminan/Kepercayaan)

Assurances adalah dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan

kemampuan produsen untuk membangun rasa percaya (trust) dan

keyakinan (confidence) kepada pelanggannya. Ada empat aspek dari

dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan.

3. Tangible (Tampilan)

Tangible merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang

diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Dimensi ini merupakan

aspek kualitas pelayanan yang dinikmati, dirasakan, dan dinilai oleh

pelanggan dengan menggunakan indra manusia. Tangible merujuk pada

fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan para personil seperti kemegahan

gedung, kebersihan kantor, kerapihan kantor dan karyawan, kenyamanan

kantor, kecanggihan peralatan, dan lain-lain.

4. Empathy (Empati)

Dimensi ini merujuk pada sejauh mana tingkat pemahaman/simpati

(caring) serta perhatian secara individual yang diberikan oleh perusahaan

kepada para pelanggannya. Pelanggan akan merasa puas dan bahagia bila

(7)

membutuhkan sentuhan pribadi. Sentuhan pribadi hanya akan optimal bila

produsen memiliki sistem data base pelanggan dengan baik.

5. Responsiveness (Ketanggapan)

Responsiveness dapat diartikan sebagai kecepatan pelayanan, dan

merupakan dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Dimensi yang

merujuk kepada kemauan untuk menolong para pelanggan dan

menyediakan suatu layanan dengan segera/tepat waktu. Harapan

pelanggan terhadap kecepatan pelayanan akan berubah dari waktu ke

waktu. Pengalaman pelanggan atas pelayanan di masa lalu akan

mempengaruhi harapan pelanggan. Setiap orang memiliki harga dan

toleransi yang berbeda-beda terhadap waktu.

Persepsi pelanggan atas kecepatan pelayanan biasanya dipengaruhi oleh

faktor sosial dan ekonomi, komunikasi serta situasi, dan kondisi fisik

lingkungan dimana pelayanan diberikan.

Di dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus

memenuhi beberapa prinsip, yaitu :

1. Kesederhanaan.

Prosedur tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan.

 Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik

 Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa.

 Rincian biaya dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu.

Pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

4. Akurasi.

Produk layanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

5. Keamanan.

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

(8)

6. Tanggung jawab.

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggung jawab atas pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana.

Sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai

termasuk sistem TI dan telekomunikasi.

8. Kemudahan akses.

Tempat dan lokasi pelayanan mudah dijangkau dan mudah dalam

memanfaatkan sistem TI dan telekomunikasi.

9. Kedisiplinan.

Pemberi pelayanan harus disiplin, sopan dan ramah.

10.Kenyamanan.

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman yang dilengkapi sarana pendukung pelayanan seperti parkir,

kamar mandi, dll.

Baik atau buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan

penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir

pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah

berdasarkan sudut pandang penyelenggara, tetapi harus dilihat dari sudut pandang

atau persepsi pelanggan.

2.1.1. Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan kesehatan merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Azwar (2003),

pelayanan kesehatan (health service) merupakan salah satu komponen penentu

derajat kesehatan masyarakat, disamping faktor lingkungan, perilaku dan

keturunan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, ataupun masyarakat.

Pelayanan kesehatan adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang

(9)

(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Jenis pelayanan kesehatan

dapat dibedakan atas dua, yaitu :

(1) Pelayanan kedokteran (medical services), ditandai dengan cara

pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara

bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaran

utamanya untuk perseorangan atau keluarga.

(2) Pelayanan kesehatan masyarakat (publik health services), ditandai dengan

cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu

organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan

masyarakat.

Pelayanan KB adalah bagian dari implementasi pendekatan siklus hidup

dan prinsip continuum of care dalam upaya peningkatan derajat Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA). Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dimulai sejak remaja,

wanita usia subur hingga masa pra-hamil, kehamilan, persalinan dan nifas, bayi,

dan Balita. Pelayanan KB merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan promotif

dan preventif perorangan. Implementasi pendekatan life cycle dan prinsip

continuum of care dalam Pelayanan KB terlihat dari jenis pelayanan dan sasaran

yang dituju. (RAN Pelayanan KB, 2013).

2.1.2. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Program Keluarga Berencana

Pelayanan publik harus diberikan berdasarkan standar tertentu. Standar

adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam

melakukan kegiatan. Dengan demikian, standar pelayanan publik adalah suatu

tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan

acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari

penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang

berkualita (Daryanto dan Ismanto, 2014).

Daryanto dan Ismanto (2014) menambahkan bahwa Standar Pelayanan

Minimal (SPM) adalah suatu nilai acuan terendah yang harus dilampaui dalam

(10)

persyaratan dan kepuasan/kelayakan yang diinginkan atau agar fungsi pelayanan

dapat berlangsung sebagaimana mestinya. SPM dijadikan sebagai alat untuk

mengukur kinerja penyelenggara kewenangan wajib daerah yang berkaitan

dengan pelayanan.

SPM Program KB di kabupaten/kota telah ditetapkan oleh Kepala

BKKBN pada tanggal 29 Januari 2010. Maksud dan tujuan SPM ini ditetapkan

adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan program KB di

kabupaten dan kota, dapat dijadikan arah dan alat ukur pemerintah daerah dalam

menyelenggarakan program KB di wilayahnya.SPM adalah tolok ukur kinerja

pelayanan KB yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang

meliputi jenis pelayanan dasar beserta indikator target kinerja.

Untuk Kabupaten Padang Lawas Utara, SPM KB dikeluarkan berdasarkan

Peraturan Bupati Padang Lawas Utara No. 16 Tahun 2012. Dimana, SPM tersebut

dibuat sebagai acuan target pencapaian akseptor (pengguna KB). Adapun

indikator yang terdapat dalam SPM tersebut diantaranya adalah cakupan PUS

menjadi peserta KB aktif adalah sebesar 75%.

2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dipengaruhi oleh

banyaknya faktor, baik faktor-faktor yang berasal dari dalam pihak pemerintah

selaku penyelenggara layanan, maupun faktor-faktor dari pihak masyarakat

sebagai penerima layanan. Menurut Thoha (2003), ada dua faktor penting yang

mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:

1. Faktor Individual, menunjuk pada sumber daya manusia yang ada dalam

organisasi. Semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam

organisasi tentu semakin besar kemungkinan organisasi yang bersangkutan

untuk menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.

2. Faktor Sistem yang digunakan untuk menunjuk pada mekanisme dan

prosedur pelayanan yang digunakan. Dalam hal ini pada umumnya semakin

rumit dan berbelit-belit prosedur mekanisme penyelenggaraan pelayanan

publik (publik service), justru semakin sulit mewujudkan pelayanan publik

(11)

prosedur yang digunakan, maka semakin besar kemungkinan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Djaenuri (2002) menyatakan bahwa terdapat empat aspek penting yang

mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:

1. Aspek organisasi;

2. Aspek personil;

3. Aspek keuangan; dan

4. Aspek sarana dan prasarana pelayanan.

Sedangkan Kristiadi (2004) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang

mempengaruhi kualitas pelayanan publik, yaitu:

1. Faktor Organisasi;

2. Faktor Aparat, dan

3. Faktor Sistem Pelayanan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Istianto (2011), dimana kualitas

pelayanan dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1. Kepemimpinan;

2. Organisasi Pemerintahan Daerah;

3. Pelaksanaan Good Governance.

Dan berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka peneliti akan mengkaji

lebih dalam tiga faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :

1. Organisasi;

2. Sistem Pelayanan;

3. Pelaksanaan Good Governance.

2.2.1. Organisasi

Robbins (2001) mendefinisikan organisasi sebagai suatu kesatuan (entity)

sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relative

dapat diidentifikasi, bekerja atas dasar yang relative terus menerus untuk

mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, organisasi adalah suatu unit yang terdiri

dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi

orang-orang yang berada dalam organisasi tidak timbul begitu saja, namun telah

dipikirkan terlebih dahulu. Dalam organisasi diperlukan suatu kebutuhan untuk

(12)

Organisasi dibentuk untuk melayani manusia, dan bukan sebaliknya

manusia melayani organisasi. Dalam pelayanannya organisasi tidak terlepas dari

pelaksanaan manajemen karena manajemen merupakan suatu proses, yaitu

serangkaian tindakan, kegiatan atau operasi yang mengarah pada sasaran tertentu.

Prosesnya dilaksanakan lebih dari satu orang.

Secara umum, esensi organisasi apa saja akan sama, baik organisasi bisnis,

organisasi profesi, organisasi masyarakat, termasuk juga organisasi pemerintahan.

Akan tetapi yang membedakan dari aspek tujuan, organisasi pemerintahan sudah

barang tentu tujuannya adalah memnuhi kepentingan seluruh warga Negara tanpa

kecuali, sedangkan organisasi bisnis atau organisasi lainnya tujuannya hanya

memenuhi terhadap kepentingan para anggotanya atau para pelannganya, jadi

rung lingkupnya lebih sempit (Istianto, 2011).

Ada beberapa alasan mengapa manusia sebagai makhluk zoon politicon

(makhluk berkelompok) membentuk organisasi. Menurut Winardi (2006), ada dua

alasan untuk membentuk organisasi, yaitu :

1. Alasan sosial (social reason)

Organisasi seperti ini dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk

pergaulan. Hal yang sama terlihat pada organisasi-organisasi yang

memiliki sasaran intelektual ekonom.

2. Alasan material

Melalui organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak

dapat dilakukannya sendiri : a) ia dapat memperbesar kemampuannya, b)

ia dapat menghemat waktu yang diperlakukan untuk mencapai suatu

sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi, dan c) ia dapat menarik

manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelum yang telah dihimpun.

Lubis dan Martani (2009) menggambarkan bahwa organisasi memiliki

sifat yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya. Organisasi

merupakan suatu alat yang diciptakan manusia untuk mencapai atau mewujudkan

berbagai macam tujuan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Atau secara

konkrit, organisasi adalah suatu kesatuan yang memungkinkan masyarakat untuk

(13)

Organisasi dapat dibedakan berdasarkan pendekatan analisisnya, yaitu

pendekatan structural dan pendekatan behavioral atau perilaku. Pendekatan

strukturan menyoroti organisasi sebagai wadah sehingga dapat dikatakan sebagai

tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas

tentang hirarki kedudukan, jabatan, serta jaringan saluran wewenang dan

pertanggungjawaban. Pendekatan perilaku menyoroti organisasi sebagai sebuah

organisasi yang bersifat dinamis yang dapat juga dikatakan bahwa organisasi

merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang di dalam perwadahan

yang sistematis, formal, dan hierarkhial yang berfikir dan bertindak seirama demi

tercapainya tujuan secara efektif dan efisien (Istianto, 2011).

Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa organisasi merupakan satu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang

saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi

memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, mempunyai tujuan tertentu dan

mempunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dengan

lingkungannya.

Lubis dan Martani (2009) menyatakan bahwa dimensi organisasi terbagi

atas dua kelompok besar, yaitu :

1. Dimensi struktural, menggambarkan karakteristik internal suatu

organisasi yang terdiri dari :

a) Formalisasi : menunjukkan tingkat penggunaan dokumen tertulis

dalam organisasi yang menggambarkan perilaku serta kegiatan

organisasi.

b) Spesialisasi : menunjukkan derajat pembagian pekerjaan dalam

organisasi.

c) Standarisasi : menggambarkan kesamaan dalam pelaksanaan kerja.

d) Sentralisasi : menunjukkan pembagian kekuasaan menurut

tingkatan (hierarki) dalam organisasi, antara lain ditunjukkan

dengan jenis dan jumlah keputusan yang boleh ditetapkan pada

setiap tingkatan.

e) Hierarki kekuasaan (otoritas) : menggambarkan pola pembagian

(14)

f) Kompleksitas : menunjukkan banyaknya kegiatan (subsistem)

dalam organisasi.

g) Profesionalisme : menunjukkan tingkat pendidikan formal ataupun

tidak formal rata-rata yang dimiliki oleh angggota organisasi.

h) Konfigurasi : menunjukkan bentuk pembagian anggota organisasi

ke dalam bagian-bagian, bagik secara vertical maupun horizontal.

2. Dimensi kontekstual, menggambarkan karakteristik keseluruhan suatu

organisasi yang mencakup lingkungannya, dan terdiri dari beberapa

karakteristik, antara lain :

a) Ukuran organisasi : menunjukkan jumlah anggota (personil)

organisasi.

b) Teknologi organisasi : menunjukkan jenis dan tingkatan teknologi

dari sistem produksi suatu organisasi.

c) Lingkungan : menggambarkan keadaan semua elemen lingkungan

yang terdapat di luar batas-batas organisasi, terutama

elemen-elemen yang berpengaruh langsung terhadap organisasi.

2.2.2. Sistem Pelayanan

Sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut

skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam

suatu usaha atau urusan. Publik berarti umum, masyarakat, negara, atau dengan

kata lain manusia atau masyarakat yang memiliki kebersamaan dalam pemikiran

berdasarkan peraturan-peraturan (Sinambela et al, 2011).

Sedangkan pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah,

pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,

dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan

masyarakat. Dengan demikian, sistem pelayanan publik adalah suatu kesatuan

faktor yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan publik (Daryanto

dan Ismanto, 2014).

Menurut Istianto (2011), sistem pelayanan publik terdiri atas empat faktor,

(15)

1. Sistem, prosedur, dan metode

Dalam pelayanan publik perlu adanya sistem informasi, prosedur dan

metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan.

2. Personil

Terutama ditekankan pada perilaku aparatur; dalam pelayanan publik

aparatur pemerintah selaku personel pelayanan harus professional, disiplin

dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat.

3. Sarana dan prasarana.

Dalam pelayanan publik diperlukan peralatan dan ruang kerja serta

fasilitas pelayanan publik misalnya ruang tunggu, tempat parker yang

memadai.

4. Masyarakat sebagai pelanggan.

Dalam pelayanan publik masyarakat sebagai pelanggan sangatlah

heterogen baik tingkat pendidikan maupun perilakunya.

Penjelasan mengenai 4 (empat) faktor sistem kualitas itu makin

menegaskan pengertian bahwa konsep kualitas itu merupakan sebuah sebuah

sistem yang terdiri dari dan ditentukan oleh banyak elemen atau unsur, seperti

partisipasi aktif semua pihak, adanya filosofi kualitas, orientasi kepada pelanggan,

tindakan pencegahan dan lain-lain, yang kesemuanya apabila dilakukan dengan

baik akan menuju pada suatu bentuk kualitas atau sistem kualitas modern.

Konsepsi kualitas sebagai sebuah sistem ini sekaligus menegaskan bahwa masalah

kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat ditentukan

oleh banyak faktor yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga upaya untuk

meningkatkan kualitas juga membutuhkan perbaikan pada berbagai faktor tersebut

secara simultan.

2.2.3. Pelaksanaan Good Governance

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang notabene menyangkut

kepentingan masyarakat, maka akan terkait dengan aspek lingkungan baik

lingkungan internal maupun eksternal. Adanya perubahan lingkungan strategi

(16)

mana tingkat adaptasi atau penyesuaian terhadap perubahan tersebut direspon oleh

pemerintah.

Perubahan kerangka dan sistem tersebut yang disebut paradigma juga

menjadi parameter bagi penyelenggara pemerintahan. Pandangan yang selama ini

terhadap pelaksanaan pemerintahan yang baik (good goverment) atau

pemerintahan yang bersih dan berwibawa dewasa ini sudah mulai bergeser ke arah

good governance” yang diantara keduanya memiliki perbedaan yang sangat prinsip sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini (Wasistiono, 2002) :

Tabel 2.1. Perbedaan Goverment dan Governance

No Unsur

Perbandingan Goverment Governance

1 Pengertian Dapat berarti

badan/lembaga atau fungsi

2 Sifat hubungan Hirearkhi Keterakhis dalam arti ada kesetaraan kedudukan dan

Sektor pemerintahan Semua memegang peran sesuai dengan fungsi masing-masing 5 Efek yang

diharapkan

Kepatuhan warga negara Pertisipasi warga negara

6 Hasil akhir yang

Menurut Hamdi (2002), good governance bermakna tingkat efektivitas

organisasi yang tinggi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan

yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi

(17)

Adapun pengertian good governance menurut UNDP (1997) adalah

proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan publik

goods and service goods. Governance adalah pemerintah atau kepemerintahan,

sedangkan praktek terbaiknya disebut good governance (keperintahan yang baik).

Menurut Tamim (2003), terdapat enam hal yang menunjukkan bahwa

suatu pemerintahan memenuhi kriteria good governance, yaitu :

1. Competence, bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah harus

dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan kompetensi

birokrasi.

2. Transparancy, artinya setiap proses pengambilan kebijakan publik dan

pelaksanaan seluruh fungsi pemerintahan harus diimplementasikan dengan

mengacu pada prinsip keterbukaan.

3. Accountability, artiya bahwa setiap tugas dan tanggung jawab

pemerintahan daerah harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik

dengan pemanfaatan sumber daya efisien demi keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Karena setiap dan tindakan yang

diambil harus dapat dipertanggungjawabkan ke hadapan publik maupun

dari kacamata hukum.

4. Participation, artinya dengan adanya Otonomi Daerah, maka intensitas

kegiatan pada masing-masing daerah menjadi semakin besar.

5. Rule of law, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus

didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang jelas.

6. Social Justice, artinya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam

implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan

keadilan bagi setiap anggota masyarakat.

Sehubungan dengan hal itu, Bappenas dan Biro Pusat Statistik (BPS) yang

disponsori oleh UNDP (1997) merumuskan 10 prinsip good governance yang

penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di

Indonesia, yaitu :

1. Partisipasi, artinya mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak

(18)

yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun

tidak langsung.

2. Penegakan hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang

adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan

memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3. Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

5. Daya tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara

pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

6. Wawasan ke depan, artinya membangun daerah berdasarkan visi dan

strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses

pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung

jawab terhadap kemajuan daerahnya.

7. Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil

keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat

luas.

8. Pengawasan, artinya meningkatkan upaya pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan

keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

9. Efisiensi dan efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada

masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara

optimal dan bertanggung jawab.

10.Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral

penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang

mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

Prinsip yang mendasari tata kepemerintahan yang baik (good governance)

sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain. Menurut Robbins

(2001), terdapat tiga istilah yang menjadi sentral topik dalam terminologi good

(19)

pengaruh dari mereka yang diperintah terhadap orang yang memerintah; 2)

legitimasi, yang berkaitan dengan hak Negara untuk menjalankan kekuasaan

terhadap warga-warganya dan seberapa jauh kekuasaan ini dianggap sah untuk

diterapkan; 3) transparansi, yang didasarkan pada adanya mekanisme untuk

menjamin akses umum kepada pengambilan keputusan.

Krina (2003) menegaskan bahwa good governance dilandasi oleh empat

pilar, yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4)

participation. Sejalan dengan itu, Bappenas (dalam Krina, 2003) menegaskan

bahwa paling tidak ada tiga prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu

(1) akuntabilitas, (2) transparansi, dan (3) pratisipasi masyarakat.

2.3. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.3.1. Hubungan Organisasi dengan Kualitas Pelayanan

Menurut Istianto (2011), jika efektifitas organisasi pemerintahan terwujud,

maka lebih mendorong terhadap peningkatan kapasitas penyelenggaraan

pemerintahan. Dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan

dengan efisien dan efektif dan mampu meningkatkan pelayanan publik di berbagai

sektor sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Gaspersz (2001) menyatakan bahwa dalam pengendalian pelayanan

dibutuhkan prosedur organisasi yang runtut seperti penentuan ukuran, identifikasi,

pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian, penjaminan dan

perlindungan. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pencapaian kualitas

pelayanan. Akan tetapi, apabila organisasi tidak disusun dengan baik maka akan

dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.

2.3.2. Hubungan Organisasi dengan Sistem Pelayanan

Sistem pelayanan publik merupakan satu kesatuan faktor yang dibutuhkan

dalam terselenggaranya suatu pelayanan publik. Salah satunya adalah organisasi,

terutama ditekankan pada perilaku personil/aparatur. Dalam pelayanan publik,

aparatur pemerintah selaku personil organisasi harus professional, disiplin, dan

(20)

Gaspersz (2001) menjelaskan bahwa dalam meningkatkan kualitas

pelayanan, ada beberapa indikator dalam organisasi yang dapat mempengaruhi

sistem pelayanan publik, yaitu : 1) Tingkat pembagian tugas pokok dan fungsi; 2)

Kejelasan pelaksanaan tugas antar instansi; 3) Tingkat hubungan antara atasan

dan bawahan. Sehingga jika indikator-indikator organisasi tersebut dapat

dilakukan dengan baik, maka sistem pelayanan dalam organisasi tersebut juga

akan terlaksana dengan baik dan kualitas pelayanan pun akan tercapai.

2.3.3. Hubungan Organisasi dengan Pelaksanaan Good Governance

Menurut Tajuddin (2008), salah satu faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan good governance adalah organisasi dan manajemen, yang meliputi

fungsi manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).

Agar pencapaian goodgovernance dapat terwujud maka diperlukan adanya

organisasi dan manajemen yang baik pula.

Selanjutnya Istianto (2011) menambahkan, untuk menciptakan

pemerintahan yang dapat mengelola pemerintahan secara baik (good governance),

maka seorang Kepala Daerah perlu memperhatikan kesejahteraan pegawainya.

Hal ini dikarenakan suatu organisasi pemerintahan yang baik hanya akan

terbentuk jika dijalankan oleh orang-orang yang baik, dan jika organisasi

pemerintahan tersebut telah terbentuk dengan baik, maka pelaksanaan good

governance juga akan tercapai.

2.3.4. Hubungan Sistem Pelayanan dengan Kualitas Pelayanan

Menurut Daryanto dan Ismanto (2014), dengan sistem pelayanan yang

baik akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintahan

kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk pengembangan

penyusunan standar pelayanan. Baik pelayan, pelanggan atau stakeholder dalam

kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengapa, kapan, dengan siapa, dimana,

dan bagaimana pelayanan mesti dilakukan.

Peningkatan sistem pelayanan publik adalah peningkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, tuntutan pelayanan publik yang

cepat dan inovatif terus diupayakan sebagai salah satu program percepatan

(21)

2.3.5. Hubungan Sistem Pelayanan dengan Pelaksanaan Good Governance

Selain faktor organisasi, faktor sistem pelayanan yang terdiri dari manusia

pelaksana (man) dan peralatan (tools) juga akan sangat mempengaruhi proses

pelaksanaan good governance. Jika sistem pelayanan dapat terlaksana dengan baik

maka pelaksanaan good governance pun akan dapat diwujudkan dengan baik pula

(Tajuddin, 2008).

Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance),

pemerintah harus mampu menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih relevan

dengan masyarakat. Hal ini sangat penting untuk diimplementasikan demi

terciptanya good governance dan clean governance (Santosa, 2008).

2.3.6. Hubungan Pelaksanaan Good Governance dengan Kualitas Pelayanan

Penyelenggaraan good governance ditujukan kepada terciptanya fungsi

pelayanan publik. Pentingnya kualitas pelayanan dapat dipengaruhi oleh good

governance. Good governance sendiri memiliki peran penting dalam kemajuan

pelayanan di pemerintahan (Istianto, 2011).

Dwiyanto (2002) mengemukakan, indikator keberhasilan pelaksanaan

good governance dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik, partisipasi

masyarakat, dan kebijakan pemerintah yang ditunjang dengan kualitas dan

kapabilitas publiknya.

2.4. Penelitian Terdahulu

Setyawan (2002) melakukan penelitian pada Kantor Bersama Samsat

Semarang. Penelitian tersebut mengkaji struktur hubungan dan pengaruh antara

dimensi-dimensi pelayanan seperti Reability, Assurance, Tangible, Emphaty, dan

Responsiveness terhadap kualitas jasa pelayanan publik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dimensi-dimensi pelayanan tersebut berhubungan positif

atau terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kualitas jasa pelayanan publik.

Selanjutnya Sudana (2003) melakukan penelitian pada Perusahaan Daerah

Air Minum (PDAM) di Kabupaten Karangasem-Bali dengan menggunakan

variabel Kapabilitas Kerja Pegawai, Prosedur Kerja, dan Budaya Kerja sebagai

(22)

diperoleh menunjukkan adanya hubungan pengaruh yang signifikan antara

kapabilitas kerja pegawai, prosedur kerja, dan budaya kerja terhadap kualitas

pelayanan publik pada PDAM Kabupaten Karangasem-Bali.

Situmorang (2011) melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Perijinan

Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan tiga dimesi kualitas

pelayanan publik, yaitu Struktur Organisasi, Kemampuan Aparatur, dan Sistem

Pelayanan. Dan hasil penelitian menunjukkan dimensi struktur organisasi,

kemampuan aparatur, dan sistem pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kualitas pelayanan.

Istianto (2011) juga melakukan studi kasus pelayanan publik bidang

transportasi perkotaan di DKI Jakarta dengan menggunakan tiga buah variabel

yaitu kepemimpinan, kapasitas organisasi, dan good governance. Hasil

menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap pelayanan publik bidang transportasi perkotaan di DKI

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Goverment dan Governance

Referensi

Dokumen terkait

dapat dientep tasikan bahwa t dapat re er hubungan antara mot ivasi menjadi bidan dengan Hasil belajar Askeb I Ibu hamil pada mahasiswa Program Studi D III

Direkomendasikan kepada rumah sakit untuk membuat standar, dan format khusus, jadwal, dan waktu khusus, supaya adanya keseragaman dalam melaksanakan mentorship, dan bagi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap perubahan densitas zooxanthellae, Mitotic Index (MI), ukuran zooxanthellae dan kandungan klorofil-a

Untuk mempermudah dalam merancang sistem ini, maka akan dibuat sistem komputerisasi pengolahan data yang menggunakan tiga data store pada pembuatan ERD, dan 3 struktur DBF.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

Pembuatan laporan keuangan merupakan salah satu komponen yang sangat penting peranannya dalam sebuah bengkel adalah para karyawan yang bekerja pada bidang pembuatan laporan

Tidak hanya perseorangan saja yang membutuhkan jasa tersebut akan tetapi banyak juga dari perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia ini juga membutuhkan jasa tersebut, terutama

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI