• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Dalam Penyelenggaraan Demokrasi Di Indonesia (Studi Pada Kpud Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Ketatanegaraan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Dalam Penyelenggaraan Demokrasi Di Indonesia (Studi Pada Kpud Kabupaten Karo)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Arbas, Cakra, 2012, Jalan Terjal Calon Independen pada Pemilukada di Provinsi Aceh, PT. Sofmedia, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, BIP, Jakarta.

_________, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Bachrul, Elmi, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin, 2002, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Budiardjo, Miriam, 2003, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gadjong, Agussalim Andi, 2007, Pemda (Kajian Politik Dan Hukum), PT. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Gaffar, Janedri M., 2012, Politik Hukum Pemilu, Kontpress, Jakarta.

Hadjon, Philipus., dkk, 2005, Pengantar Hukum Adminsitrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Adminstrative Law), Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Huda, Ni’matul, 2011, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Ikhsan, Edy dan Mahmul Siregar, 2009, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan

Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung.

Juliardi, Budi, 2015, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, PT. Rajawali Pers, Jakarta.

(2)

103

Lubis, Solly, 1971, Asas-asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung.

Nasution, Faisal Akbar, 2003, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Nasution, Mirza, 2011, Pertanggungjawaban Gubernur dalam Negara Kesatuan Indonesia, PT. Sofmedia, Medan.

Prihatmoko, Joko J., 2005, Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia, Pustaka Pelajar, Semarang.

Purba, Hasim, Nurlisa Ginting, Afrizon Alwi, 2004, Hubungan Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota, PT. Mentari Persada, Medan.

Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat, 2010, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung.

Salossa, Daniel S, 2005, Mekanisme, Persyaratan dan Tata Cara Pilkada Langsung, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. ___________dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Soemantri, Sri, 1993, Susunan Ketatanegaraan Menurut Undang-Undang Dasar 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta.

Suharizal , 2011, Pemilukada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,.

________, 2012, Pemilukada Regulasi, dan Konsep Mendatang, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sukardja , Ahmad, 2012, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah, PT. Sinar Grafika, Jakarta.

Syafei, Inu Kencana, 2002, Sistem Pemerintahan Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Thaib, Dahlan, 2009, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional, PT. Total Media, Yogyakarta.

_________, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2003, Teori dan Hukum Konstitusi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

(3)

Tim Penyusun Kamus, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Jakarta.

Tutik, Titik Triwulan, 2005, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945, Prestasi Pustaka Pelajar, Jakarta.

__________, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta.

Usfunan, Johanes, 2002, Perbuatan Pemerintah yang Dapat Digugat, Djambatan, Surabaya.

Wahidin, Samsul, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Widjaja, HAW, 2014, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT. Rajawali Pers, Jakarta.

Wignjosobroto, Soetandyo, 2004, Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda Kebijakan dan Upaya Sepanjang Babak Akhir Kekuasaan Kolonial di Indonesia (1900-1940), Bayu Media, Malang,.

Zuriah, Nurul, 2006, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Putusan MK. No. 072-073/PUU-II/2004.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia 2004 Nomor 125.

Pasal 5 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5588. Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 41 ayat (1) dan (2) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

(4)

105

2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 26 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 25 dan Pasal 26 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587.

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 201 ayat (6).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 65 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 66 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 67 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 68 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 69 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 76 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

(5)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 204, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 203 ayat 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 175, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

WEBSITE

Andryan, Menyongsong Pemilukada Serentak,

________, Menyongsong Pemilukada Serentak

tanggal 16 Oktober 2015).

Antara, Mendagri Tugaskan Erry Plt Gubsu,

tanggal 1 September 2015)

Arief, Tujuan Pilkada Serentak Untuk Terciptanya Efektivitas dan Efisiensi

Anggaran,

Aurora Rara, Pemerintah Pusat dan Daerah,

Belda, Materi Pemerintahan Daerah,

(6)

107

Biro Pemerintahan Setda Provinsi Gorontalo, Latar Belakang, http://www.biropemerintahangorontalo.com/ (diakses pada tanggal 13 November 2015).

Budi Santoso, Pilkada Serentak 2015 bagi Partai-Partai Terbelah,

Damang, Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah,

Dian Chocho, Pengertian, Fungsi, dan Asas Pemerintahan Daerah,

Didyid, MK Putuskan 2,5 Tahun Menjabat Sama Dengan 1 Periode,

http://news.detik.com/berita/1243616/mk-putuskan-25-tahun-menjabat-sama-dengan-1-periode (diakses pada tanggal 22 Oktober 2015).

Gebril Daulai, Pilkada Serentak Tahun 2015,

Gus Priyono, Asas-Asas Pemerintahan Daerah,

Lovely, Hukum Pemerintahan Daerah,

Miranda Laurensi, Asas Pemerintahan Daerah, (diakses pada tanggal 05 November 2015)

Muhammad Fahri, Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan,

November 2015).

Rio Handrio, Tugas PKN pada tanggal 10 November 2015).

Syafran Sofyan, Permasalahan dan Solusi Pemilukada,

Lemhannas.go.id/portal/daftar-artikel/1634-permasalahan-dan-solusi-pemilukada.html (diakses pada tanggal 20 Mei 2015).

(7)

Syahrir Karim, Pemilukada Demokrasi, Implementasi Demokrasi, Penegakan Hukum dalam Sistem Pemilihan Kepala Daerah, http://sahrirka.blogspot.com/2010/07/pemilukada-demokrasi.html (diakses pada tanggal 12 Oktober 2015).

Syamsuddin Haris, dkk, Pemilu Nasional Serentak 2019, Oktober 2015).

Tim Psikologi, Kementerian, Lembaga dan Daerah, 2015).

Wikipedia, Pemerintahan Daerah di Indonesia,

http://www.id.m.wikipedia.org/wiki/pemerintahan_daerah_di_indonesia.ht ml (diakses pada tanggal 13 November 2015).

Yeni, Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang

Pemerintah Daerah,

10 November 2015).

JURNAL

Aurel Croissant dalam Aurel Croissant et.al., “Pendahuluan”, Politik Pemilu di Asia Tenggara dan Asia Timur, Pensil-324 dan Friedrich Ebert Stiftung, 2003.

Syamsul Wahidin, Silang Tafsir Akomodasi Calon Independen, Jawa Pos, Jumat 9 Mei 2008.

(8)

58

BAB III

KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEPALA DAERAH

DALAM PENYELENGGARAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

A. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Undang-Undang yang Pernah

Berlaku di Indonesia

Desentralisasi pemerintahan di masa Hindia Belanda bermula dengan diundangkannya De Wet Houndende Decentralisatie van Het Bestuur in Nederlands Indie pada tanggal 23 Juli 1903 selanjutnya dikenal dengan Decentralisatie Wet 1903 menyerahkan implementasi ketentuan-ketentuan untuk pengaturannya lebih lanjut kepada pejabat yang berwenang membuat ordonansi di Hindia Belanda, yakni Gubernur Jenderal dan Raad van Indie -nya. Dalam retorikanya, desentralisasi saat itu adalah kehendak untuk mengalihkan setidak-tidaknya sebagian dari kekuasaan dan kewenangan (authority of devolution) pemerintahan kepada daerah-daerah. Namun realisasinya, hanya berupa pengalihan dari kewenangan pembuat wet dan koninkljk besluit s’Gravenhage ke pembuat ordonansi di Batavia. Untuk ke Geveston’ masih menunggu pertimbangan yang berkuasa Hogere Regering te Batavia dan para Bestuurmenenn-nya yang bertempat di Bogor. 79

Dengan dasar kekuatan yuridis Decentralisatie Wet 1903, lahirlah Koninklijk Besluit tanggal 20 Desember 1904. Decentralisatie Besluuit 1904 memberikan arahan kepada upaya pembentukan raden; pemilihan anggota Raad

79

Joko J. Prihatmoko, Op. Cit., hlm 37-38.

(9)

(Dewan Rakyat Semacam DPRD) setempat, hak dan kewajiban anggota dan ketua serta serta sekretarisnya, serta kewenangan dan cara kerja badan itu. Selanjutnya diikuti disahkannya di local raden ordonatie 1905 (dikenal dengan Local Raden Cordantie 1905 atau besluuit 1905).80

Secara sederhana pada zaman Hindia Belanda pengaturan tentang pemerintahan di daerah dibedakan antara daerah Jawa dan Madura dengan daerah luar Jawa dan Madura. Pemerintah pangrehpraja saat itu bersifat hirarkis dan sentralistis mulai dari gewest (provinsi) yang dipimpin gubernur; Karesidenan yang dipimpinan residen; afdeling (asisten residen). Pada tingkat pamong praja, terdapat kabupaten (bupati), district atau kawedanan (wedana), dan onder district kecamatan (camat). Jabatan-jabatan gubernur, residen dan asisten residen dan kontrolir dijabat oleh orang-orang Belanda selain untuk jabatan-jabatan lainnya dipegang oleh pribumi bangsa Indonesia.81

Masa kolonial Jepang, setelah jalan setengah tahun menguasai seluruh kawasan Hindia Belanda melalui peperangan, pemerintah militer Jepang memaklumatkan 3 (tiga) osamu sirei, yang teks bahasa Indonesia Undang-Undang. Ketiga Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang No. 27 tentang Perubahan Pemerintahan (tertanggal 5-8-2602) ; Undang-Undang No. 28 Tentang Pemerintahan Syuu (tertanggal 7-8-2602); dan Undang-Undang No. 30 tentang Nama Negeri dan Nama Daerah (tertanggal 1-9-2062).82

80

Ibid., hlm. 39. 81

J. Kaloh, Kepala Daerah-Pola Kegiatan, Kekuasan, dan Perilaku Kepala Daerah,

dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 26. 82

Joko J. Prihatmoko, Op.Cit., hlm. 42.

(10)

60

Menurut Soetandyo Wignjosobroto, Oendang-oendang No. 28 harus dipandang sebagai produk hukum pemerintah militer yang berkonsekuensi dan konsekuensi berumur paling panjang. Dengan Undang-Undang tersebut, tatanan pemerintah kolonial yang didasarkan pada asas desentralisasi (sebagaimana diupayakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda) menjadi akhir pembagian pulau jawa atas 3 (tiga) provinsi tidak lagi diteruskan dan sebagai gantinya pembagian daerah karesidenan dihidupkan, seperti model sebelum diundangkannya Bestuurshervorming Ordonantire 1922. Karesidenan baru itu berjumlah 17, disebut I dan residennya disebut Syutyoo. Sementara itu, eksistensi regentchappen dan stadsgemeenten dipertahankan kecuali Batavia seperti para Syuutyookan, jabatan Tokubetu-sityoo tidak bisa dipercayakan kepada siapapun kecuali kepala perwira Jepang.83

Komite Nasional daerah menjadi badan perwakilan rakyat daerah yang bersama-sama dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan dan Pemilihan Kepala Daerah masa kemerdekaan, masa orde lama Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah pengangkatan pusat untuk mengubah status quo. Produk perundangan pertama yang menyinggung kedudukan Kepala Daerah adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah. Undang-Undang itu digunakan pada tanggal 23 November 1945 atau 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan sebagai Undang-Undang-Undang-Undang Dasar.

83

Soetandyo Wignjosobroto, Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan Kolonial

Hindia-Belanda Kebijakan dan Upaya Sepanjang Babak Akhir Kekuasaan Kolonial di Indonesia (1900-1940), Bayu Media, Malang, 2004, hlm 76.

(11)

mengatur rumah tangganya, asal tidak bertentang dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang lebih luas daripadanya.84

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah introduksi pemilihan perwakilan. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 berusia 3 (tiga). Pada tahun 1948, lahir penggantinya yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang merujuk pada Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya. Undang-Undang ini lebih lengkap dan rinci termasuk mencantumkan ketentuan mengenai Kepala Daerah yang mencakup sistem pengisian, tugas dan tanggung jawab. Sesuai dengan susunan pemerintah daerah, yang dimaksud dengan Kepala Daerah dalam ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 adalah Kepala Daerah provinsi, kabupaten (kota besar) dan desa (kota kecil), dan sebagainya. Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah diangkat oleh presiden atas usul DPRD. Kepala Daerah provinsi atau gubernur diangkat oleh presiden hal itu tertuang dalam Pasal 18 ayat 1 berbunyi bahwa Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh presiden dari sedikit-dikitnya 2 (dua) atau sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang calon yang diajukan oleh DPRD provinsi. Presiden juga berwenang mengangkat Kepala Daerah istimewa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa Kepala Daerah istimewa diangkat oleh presiden dari keturunan yang berkuasa di jaman Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat istiadat

84

(12)

62

daerah itu. 85

Adapun Kepala Daerah desa atau kota kecil diangkat oleh gubernur. Dalam Pasal 18 ayat (3) disebutkan Kepala Daerah Desa (kota kecil) diangkat oleh Kepala Daerah provinsi dari sedikit-dikitnya 2 (dua) dan sebanyak-banyak 4 (empat) orang calon yang diajukan DPRD Desa (kota Kecil). Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tidak tercantum aturan mengenai persyaratan Kepala Daerah.

Sementara, Menteri Dalam Negeri berwenang mengangkat Kepala Daerah kabupaten atau kota besar. Calon Kepala Daerah diusulkan oleh DPRD dalam Pasal 18 ayat (2) disebutkan Kepala Daerah kabupaten (kota besar) diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari sedikit-dikitnya 2 (dua) dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang calon yang diajukan oleh DPRD kabupaten (kota besar).

86

1. Presiden apabila mengenai Kepala Daerah tingkat I;

Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Introduksi Sistem Pemilihan Langsung mulai berlaku sejak tanggal 18 Januari 1957 dalam pembentukan pemerintah otonom tidak diadakan perincian, tetapi secara luas pengurusan rumah tangga diserahkan kepada daerah itu dan pemerintah pusat hanya mempunyai wewenang dalam hal-hal oleh Undang-Undang ditetapkan masih termasuk kekuasaan pemerintah pusat. Menurut Pasal 24 ditegaskan oleh Kepala Daerah tidak diangkat oleh pemerintah pusat melainkan harus menurut aturan yang ditetapkan Undang-Undang.

Sebelum Undang-Undangnya ada menurut Pasal 24, Kepala Daerah dipilih oleh DPR dengan disahkan terlebih dahulu oleh:

85

Ibid., hlm 48. 86

Ibid., hlm 49.

(13)

2. Menteri dalam negeri atau seorang penguasa yang ditunjuk olehnya apabila mengenai Kepala Daerah Tingkat II dan III.87

Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan berlaku pada tanggal 7 November 1959. Penpres ini bertitik berat pada efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru yaitu pemusatan kepemimpinan pemerintahan di tangan Kepala Daerah.88

1. Presiden bagi daerah tingkat I;

Menurut Undang-Undang ini Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri, dari calon yang diusulkan DPRD. Tertulis dalam Pasal 4 ayat (4) bahwa Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh:

2. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Daerah Tingkat II.

Dibandingkan ketentuan perundangan terdahulu, persyaratan calon Kepala Daerah dalam Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah lebih berkembang. Pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan merupakan persyaratan khusus yang diatur dan harus dipenuhi oleh Kepala Daerah. Persyaratan Kepala Daerah dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (4) yang berbunyi:

“Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ayat (1) Pasal ini dilakukan dengan mengingat syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.”

87

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

2011, hlm 326-328. 88

(14)

64

Peran DPRD dalam perundangan ini sangat terbatas. DPRD hanya berwenang mengajukan calon Kepala Daerah. Mekanisme pengajuan pencalonan oleh DPRD tidak diatur, apakah melalui pemilihan atau permufakatan. Bahkan, DPRD tidak memiliki akses untuk meminta penjelasan manakala calon yang diajukan ditolak presiden atau Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.89

Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah, merupakan Undang-Undang pemerintahan daerah yang lahir pada demokrasi terpimpin. Meskipun Undang-Undang No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 dikeluarkan untuk merespon dan menyesuaikan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kurun waktu kedua, secara formal Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemerintahan daerah diatur dengan Undang-Undang. Untuk itu diundangkanlah Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah, tanggal 1 September 1965. Selanjutnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 hampir seluruhnya meneruskan atau memindahkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 karena Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 yang notabene mengandung unsur-unsur progresif dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1948, Undang-Undang-Undang-Undang No. 1 Tahun 1957, Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960.

90

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah mulai berlaku tanggal 23 Juli 1974. Undang-Undang ini dinamakan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah karena di dalam

89

Joko J. Prihatmoko, Op.Cit, hlm 56-57.

90

Mirza Nasution, Op.Cit., hlm 93.

(15)

Undang-Undang ini diatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah, yang berarti bahwa dalam Undang-Undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah.91

Sejalan dengan kontruksi Kepala Daerah otonom, di dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah , prinsip pemberian otonomi yang seluas-luasnya telah ditinggalkan dan diubah menjadi prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah, yang dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. Asas dekonsentrasi bukan sekedar pelengkap terhadap asas desentralisasi, tetapi sama pentingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

92

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kritik terhadap kebijakan otonomi daerah dimasa orde baru sesungguhnya tidak hanya kelemahan konsep dan aturan sebagai mana yang terlihat dalam uu No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah tetapi juga karena otonomi itu sendiri tidak pernah dilaksanakan.

93

91

Ni’Matul Huda, Op.Cit., hlm 336.

92

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara

DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hlm 180. 93

Mirza Nasution, Op.cit, hlm 100

(16)

66

daerah yang sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah, pemerintah pusat tinggal mengesahkannya. Keempat, DPRD dapat mengusulkan pemecatan kepala daerah kepada presiden apabila terbukti telah melakukan penyimpangan dalam tugas dan kewenangannya sebagai kepala daerah. Kelima, dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang dan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyakarat dan masing-masing daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Dengan kewenangan kepada DPRD, diharapkan demokrasi di daerah akan berjalan lebih baik. Anggota-anggota DPRD dituntut memiliki kepekaan yang tinggi dan aspiratif terhadap tuntutan masyarakat di daerah.94

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan landasan yuridis pelaksanaan Pilkada langsung dalam sejarah politik Indonesia. Sesungguhnya Pilkada langsung telah diintrodusir dalam penjelasan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

95

94

Himatul Huda, Op.cit., hlm 343 95

Joko J. Prihatmoko, Op.Cit., hlm 170

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 No. 125 disahkan tanggal 15 Oktober 2004, dan berlaku mulai tanggal diundangkannya. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini

(17)

menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.96 DPR periode 1999 sampai 2004 telah menyetujui rancangan undang-undang tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yakni UU No. 32 Tahun 2004 pada tanggal 29 September 2004. Dari sisi operasional, UU sebelumnya didominasi pusat lebih besar dibandingkan dengan kewenangan daerah, sehingga dalam kaitannya ini bermuara pada dua hal yakni pelimpahan kewenangan secara riil kepada daerah dan akan adanya aspek pengawasan atas kebijakan yang dibuat oleh daerah. Salah satu materi yang menarik dan merupakan hal yang sangat prinsipil adalah mengenai pemilukada secara langsung yang dimuat dalam BAB IV tentang penyelenggara pemerintah. BAB IV ini tersusun dibagian 8 (delapan) yang terdiri dari Pasal 56 hingga Pasal 119. Pada pokoknya pasal-pasal tersebut mengatur tentang Pemilukada secara langsung dan menurut ketentuan peralihan Pasal 233 ayat (1) dilaksanakan Juli 2005.97

Mengenai pemilukada secara langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon dan dilaksanakan secara demokratis oleh rakyat dan yang berhak mengajukan pasangan calon ini adalah partai atau gabungan partai politik. Berdasarkan undang-undang ini KPUD provinsi, Kabupaten/Kota telah diberikan kewenangan sebagai penyelenggaraan pemilukada secara langsung.

98

96

Titik Triwulan Tutik, Konsktruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2010, hlm 253 97

Cakra Arbas, Jalan Terjal Calon Independen pada Pemilukada di Provinsi Aceh, PT. Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm 62

98

(18)

68

B. Tugas dan Wewenang Kepala Daerah

Daya tarik terpenting dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah ditetapkannya metode pemilihan langsung untuk memilih Kepala Daerah. Pasal 24 ayat 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Kepala Daerah terpilih, akan memikul tanggung jawab kekuasaaan dengan melandaskan diri pada asas-asas penyelenggaraan negara.99

Pasal 20 ayat (1) menegaskan sembilan asas penyelenggara negara yang terdiri dari:100

1. Asas kepastian hukum

2. Asas tertib penyelenggara negara 3. Asas kepentingan umum

4. Asas keterbukaan 5. Asas proporsionalitas 6. Asas profesionalitas 7. Asas akuntablilitas 8. Asas efesiensi 9. Asas efektivitas

Suksesnya pelaksana penyelenggara daerah tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah yang baik (local good governance) yang terkait dengan tata pemerintahan yang baik (good governance) secara nasional. Good governance merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan apabila kita benar-benar mempunyai komitmen yang kuat dan kemauan yang bulat untuk mengangkat kehidupan bangsa ini dari keterpurukan dan sekaligus membawa kepada tata kehidupan

99

Damang, Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah,

(diakses

pada tanggal 10 November 2015). 100

Ibid.

(19)

Indonesia yang demokratis, berwibawa, bermartabat tinggi dan bebas dari praktek-praktek KKN.101

Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menegaskan bahwa penyelenggara pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Memilih Kepala Daerah secara langsung merupakan satu dari delapan hak yang dipunyai daerah. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan adanya 8 (delapan) hak yang dipunyai daerah dalam menyelenggarakan otonomi yaitu:

102 1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.

2. Memilih pimpinan daerah. 3. Mengelola aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah.

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain hak, daerah mempunyai kewajiban yang diatur dalam Pasal 2, terdapat 15 (lima belas) kewajiban yang dimilki oleh daerah yaitu:103

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi.

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan. 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial.

101

Hasim Purba, Nurlisa Ginting, Afrizon Alwi, Hubungan Pemerintah Provinsi dengan

Kabupaten/Kota, Mentari Persada, Medan, 2004, hlm 21. 102

Aurora Rara, Pemerintah Pusat dan Daerah,

tanggal 12 November 2015).

103

(20)

70

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. 10.Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. 11.Melestarikan lingkungan hidup.

12.Mengelolah administrasi kependudukan. 13.Melestarikan nilai sosial budaya.

14.Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.

15.Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan.104

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Kepala Daerah mempunyai tugas dan kewenangan sebagai berikut:105

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

2. Mengajukan rancangan Perda.

3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD. 4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada

DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama. 5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.

6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

104

Tim Psikologi, Kementerian, Lembaga dan Daerah,

105

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 26 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587.

(21)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menggariskan tugas-tugas wakil Kepala Daerah secara lebih spesifik. Pasal 26 ayat (1) menjelaskan rincian tugas seorang wakil Kepala Daerah, yaitu:106

1. Membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah.

2. Membantu Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup.

3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah kabupaten dan bagi wakil Kepala Daerah provinsi.

4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan/dan atau desa bagi wakil Kepala Daerah kabupaten/kota.

5. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah.

6. Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah.

7. Melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.

Pasal 26 ayat (2) mengatur ketentuan mengenai pertanggungjawaban tugas seorang wakil Kepala Daerah. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya seperti dirinci di atas, wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Prosedur seperti itu berarti bahwa tugas-tugas seoarang wakil Kepala Daerah berada dalam satu kesatuan yang utuh dan sinergis dengan tugas-tugas Kepala Daerah, yang kelak dipertanggungjawabkan bersama kepada DPRD. Jika Kepala Daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajiban selama enam bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya, maka wakil Kepala Daerah akan menggantikan kepala daearh sampai habis masa

106

(22)

72

jabatannya. Ketentuan ini diatur dalam ayat 3 Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut:107

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia.

2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. 4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

5. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. 6. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. 7. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.

8. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.

9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah.

10.Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.

11.Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan rapat paripurna DPRD.

Selain itu, Kepala Daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah disampaikan kepada presiden melaui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan

107

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 25 dan Pasal 26 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587.

(23)

kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Walikota satu kali dalam satu tahun.108

Laporan pertanggungjawaban tersebut digunakan pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan tentang laporan penyelenggaraan pemerintah daerah ini tidak menutup adanya laporan lain baik atas kehendak Kepala Daerah atau atas permintaan pemerintah.109

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah dibedakan atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Provinsi merupakan urusan dalam skala Provinsi. Urusan pemerintahan Provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

108

Wikipedia, Pemerintahan Daerah di Indonesia,

http://www.id.m.wikipedia.org/wiki/pemerintahan_daerah_di_indonesia.html (diakses pada tanggal 13 November 2015).

109

Biro Pemerintahan Setda Provinsi Gorontalo, Latar Belakang,

(24)

74

bersangkutan. Urusan pemerintahan tersebut antara lain, pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata.110

Di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.111

Daerah provinsi melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi sebagai manifestasi dari konsekuensi wilayah administratif yang merupakan perpanjangan tangan dari wilayah administratif pemerintah pusat. Hal ini dimaksudkan agar provinsi menjadi sarana untuk mengikat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyelesaikan masalah lintas daerah kabupaten/kota dan berbagai tugas yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten

Kepala Daerah provinsi adalah gubernur, Kepala Daerah kabupaten adalah bupati, Kepala Daerah kota adalah walikota. Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Sebagai wakil pemerintah pusat bertanggungjawab kepada presiden.

110

Lovely, Hukum Pemerintahan Daerah,

(diakses

pada tanggal 13 November 2015). 111

Agussalim Andi Gadjong, Pemda (Kajian Politik Dan Hukum), Ghalia Indonesia,

Jakarta, 2007, hlm 168.

(25)

/kota sehingga alasan pelaksanaan otonomi secara penuh hanya diterapkan di kabupaten kota.112

Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia, pengaturan otonomi daerah telah mengalami kemajuan, di mana selain melaksanakan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab tetapi juga mengatur (secara hukum) otonomi khusus yang diberikan kepada dua daerah provinsi, yaitu Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya seperti tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, yang dinyatakan bahwa dalam rangka pengembangan otonomi daerah di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta untuk menyelesaikan secara adil dan menyeluruh permasalahan di daerah yang memerlukan penanganan segera dan sungguh-sungguh maka perlu ditempuh langkah-langkah seperti mempertahankan integritas bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh dan Irian Jaya melalui Konsep otonomi diberikan dengan tujuan mengatur dan mengurus urusan (rumah tangga) sendiri dengan dasar kemandirian untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Selain itu, ada lagi konsep otonomi khusus yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangga) sendiri yang bersifat khusus dan berbeda dengan pelaksanaan otonomi daerah pada umumnya.

112

Mirza Nasution, Pertanggungjawaban Gubernur dalam Negara Kesatuan Indonesia,

(26)

76

penetapan Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya sebagai daerah otonomi khusus yang diatur dengan Undang-Undang.

C. Peran Kepala Daerah dalam Menyelenggarakan Demokrasi di Indonesia

Peran penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak terlepas dari penyelenggaraan pemerintahan pusat, karena pemerintahan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan demikian asas penyelenggaraan pemerintahan pusat berlaku juga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk asas-asas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehingga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Negara Indonesia yang besar dan luas dari segi geografis serta terdiri dari beribu-ribu pulau yang dibatasi dengan laut, akan tidak mungkin dapat melaksanakan demokrasi secara terpusat. Oleh karena itu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur pemerintahan daerah. Sebagai konsekwensi yuridis konstitusional, maka dibentuklah pemerintahan daerah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Keberadaan pemerintah daerah secara konstitusional, dimana wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten

(27)

dan kota mempunyai pemerintahan daerah serta bentuk susunan pemerintahannya diatur dengan Undang-Undang. Pemerintahan negara membagi-bagi pemerintahan menjadi pemerintah daerah, yang bertujuan mempercepat dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kuncoro Purbopranoto yang mengutip dari pendapat R. Crince Le Raoy dalam Philipus M Hadjon, menyebutkan asas-asas umum pemerintahan yang baik terdiri atas 11 (sebelas) asas, yaitu:113

1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);

2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);

3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan (principle of equality); 4. Asas bertindak cermat ( principle of carefullness);

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation);

6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan (principle of non misuse of competence);

7. Asas permainan yang layak (principle of fair play);

8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness);

9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);

10.Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision);

11.Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi (principle of protecting the personal way of life);

Bentuk-bentuk konkret dari perbuatan nyata (feitelijkehandelingen), dapat dicontohkan perbuatan nyata pemerintah dapat dibedakan sesuai dengan obyeknya, seperti bidang pembangunan adalah pembangunan jembatan dalam rangka memperlancar komunikasi, pengukuran tanah swasta guna pembangunan

113

Hadjon, Philipus M., dkk, Pengantar Hukum Adminsitrasi Indonesia (Introduction to

(28)

78

gedung-gedung pemerintah, sedangkan pada bidang penegakkan hukum adalah tindakan paksaan pemerintah (bestuursdwang).114

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.115 Desentralisasi merupakan penyerahan segala urusan,baik pengaturan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, maupun penyelenggaraan pemerintah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk selanjutnya menjadi urusan rumah tangga sendiri. Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaan diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah, di dalam meningkatkan daerah-daerah mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian daerah perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki pendapatan daerah.116

Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah. Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi daerah, menyangkut pengalihan

114

Johanes Usfunan, Perbuatan Pemerintah yang Dapat Digugat, Djambatan, Surabaya,

2002, hlm 139. 115

Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm 1. 116

Inu Kencana Syafei, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm

85-86.

(29)

kewenangan dari pemerintahan ke masyarakat, yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang keprakarsaan dan kemandiriannya dalam iklim demokrasi dewasa ini.117

Bachrul Elmi, memberikan penjelasan lebih lanjut tentang governance bahwa kewenangan yang diamanatkan kepada pemerintahan daerah, dilaksanakan untuk mengelola sumber daya sosial dan ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah setelah reformasi merupakan persoalan yang sangat penting untuk menciptakan pemerintahan daerah yang efisien, efektif dan bertanggungjawab dalam kerangka demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai hukum yang berkeadilan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah diberikan kebebasan wewenang dalam mengatur dan mengurus untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebebasan tindakan pemerintahan daerah bukan kebebasan tanpa dibatasi dengan ketentuan perundang-undangan, tetapi kebebasan dalam menjalankan tindakan pemerintah (vrij bestuur) dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

118

117

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta, 2010, hlm 224. 118

Elmi Bachrul, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas

(30)

80

BAB IV

PELAKSANAAN PEMILUKADA SERENTAK DALAM

PENYELENGGARAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

(STUDI PADA KPUD KABUPATEN KARO)

A. Keefektifan Pemilukada Serentak di Indonesia dari Segi Biaya dan

Kinerja Penyelenggaranya

Penyempurnaan presidensialisme memerlukan peninjauan kembali format sistem perwakilan, skema penyelenggaraan dan sistem pemilu, serta sistem kepartaian. Dalam konteks pemilu, penataan tak hanya terkait urgensi perubahan sistem pemilu, khususnya sistem pileg, melainkan juga penataan skema penyelenggaraannya ke arah pemilu secara simultan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden. Penataan tersebut mengarah pada dua skema pemilu, yakni pemilu nasional serentak (untuk memilih Presiden/Wapres, DPR dan DPD) dan pemilu lokal/daerah serentak (untuk memilih anggota DPRD dan kepala-kepala daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi).119

Masalah efektif dan efisiensi pilkada langsung tidak semata dipandang karena biaya. Efisiensi perlu pula menjawab persoalan rendahnya kepercayaan (trust) dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari kinerja Kepala Daerah terpilih. Pelaksanaan demokrasi yang dinilai mahal, dapat diefisiensikan dengan berbagai cara, sepanjang tidak merusak nilai-nilai demokrasi. Sehingga pasca pilkada akan terbentuk sebuah pemerintahan daerah yang efektif (effective

119

Syamsuddin Haris, dkk, Pemilu Nasional Serentak 2019,

(31)

government). 120

Dalam perkembangannya, efisiensi dan efektivitas mulai disebut sebagai bagian terpenting dalam penyelenggaraan pilkada langsung. Hal ini dapat dibaca pada bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan Memang tidak ada yang menyangkal bahwa demokrasi memerlukan biaya, termasuk dalam menyelenggarakan pilkada, tetapi kalau biayanya terlalu mahal maka harus dicari yang lebih murah. Bukankah salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah efisien, karena itu faktor biaya menjadi pertimbangan yang sangat penting. Meskipun pelaksanaan pemilukada serentak dapat menghemat biaya tinggi dan mengurangi tenaga dalam mencari pemimpin bangsa, tetapi tidak dapat kita pungkiri pula pelaksanaan pemilukada serentak yang baru pertama kali ini dapat menimbulkan berbagai macam problematika. Adapun problematika yang diprediksi menjadi salah satu krikil tajam penyelenggaraan pemilukada tersebut yakni sengketa massal pemilukada. Bukan menjadi rahasia apabila selama ini pelaksanaan pemilukada di setiap daerah selalu memunculkan sengketa pemilukada karena sebagian besar calon Kepala Daerah tidak siap untuk kalah.

Kaitannya dengan pilkada langsung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak menjelaskan makna, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pilkada langsung. Efisiensi dan efektivitas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 32 Tahun 2004 baru diletakkan sebagai 2 (dua) asas dari 9 (Sembilan) asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

120

(32)

82

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang berbunyi sebagai berikut:

“Di samping itu penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah perlu dilakukan dengan menetapkan prinsip efisiensi dan efektivitas baik yang berkaitan dengan pemanfaatan dana, perlengkapan, personel dengan memerhatikan kondisi wilayah pemilihan.

Dalam regulasi berikutnya, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pilkada menjadi salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dibaca pada huruf f konsideran “menimbang” yang berbunyi:

“Bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, perlu adanya pengaturan untuk mengintegritasikan jadwal penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu diubah.”

Pasal 2 Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur bahwa pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan tentang asas-asas pemilu ini sebelumnya pernah dijelaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang 22 Tahun 2007 yang berbunyi :

(33)

Penyelenggaraan Pemilu berpedoman kepada asas: 121 1. Mandiri

2. Jujur 3. Adil

4. Kepastian hukum

5. Tertib penyelenggaraan pemilu 6. Kepentingan umum

Konsolidasi demokrasi merupakan upaya dinamis yang perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Setidaknya, saat ini dihadapkan pada tiga fenomena sosial yang mengharuskan adanya evaluasi atau sistem, kultur dan aturan berdemokrasi.

1. Sistem demokrasi yang mengagungkan kedaulatan rakyat ternyata tidak selalu menghasilkan wakil rakyat yang bertindak sesuai dengan aspirasi rakyat.

2. Penyelenggaraan pemerintahan cenderung tidak stabil dan lebih disibukkan dengan agenda politik kekuasaan.

3. Berjalannya demokrasi tidak berbanding harus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Adapun tujuan dilaksanakannya pemilukada serentak adalah terciptanya efektivitas dan efisiensi. Pada pemilihan gubernur, bupati, walikota itu dilaksanakan bersamaan, itu tentu bisa menghemat anggaran.122

121

Ibid. hlm 199.

Penghematan anggaran muncul pada saat KPU membiayai honor petugas TPS, misal pada pemilihan Gubernur Jawa Barat yang bersamaan dengan pemilihan Bupati atau Walikota, pembiayaan atas petugas TPS hanya perlu dibayarkan satu kali

122

Arief, Tujuan Pilkada Serentak Untuk Terciptanya Efektivitas dan Efisiensi Anggaran,

(34)

84

termasuk biaya bimbingan teknis, biaya sosialisasi, dan biaya-biaya lain untuk pembiayaan satu kali pemilihan.

Misal Pemilihan Gubernur Jawa Barat, bersamaan dengan 8 (delapan) kabupaten/kota, hal-hal yang bisa dihemat adalah pembiayaan honorarium petugas. Jadi petugas di TPS itu sekali kerja dia mengerjakan dua hal, proses rekapitulasi pemilihan gubernur, proses pemungutan dan penghitungan suara bupati, walikota. Jika tidak mendapatkan jawaban atas sistem pendanaan yang tepat, dikhawatirkan KPU akan mengalami kesulitan besar. Ini juga harus dipahami oleh semua pihak karena kekhususan KPU sebagai penyelenggara pemilu memang berbeda dengan lembaga-lembaga yang lain, beban yang ditanggung Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pilkada serentak. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan semangat untuk memperbaiki kualitas pemilihan Kepala Daerah. Salah satunya, menguatkan penegakan hukum dan mengurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan.123

123

Ibid.

Sebagai pelaksana amanat Undang- Undang tentu saja Bawaslu harus siap. Melaksanakan aturan perppu, dan sebenarnya setelah pileg dan pilpres sudah mulai mempersiapkan diri. Menurut catatan KPU, pilkada akan digelar di 8 (delapan) provinsi dan 196 (seratus sembilan puluh enam) kabupaten/kota. Meski belum memastikan tanggal pemungutan suara, KPU telah membuat beberapa alternatif rangkaian tahapan. Ada tiga simulasi hari pemungutan suara, tanggal 9 September, 7 Oktober, dan 11 November. Tapi paling memungkinkan, minggu kedua atau tanggal 11 November 2015. Bagi Bawaslu, setidaknya terdapat dua isu

(35)

besar pada pelaksanaan pilkada serentak tahun depan. Pertama, perintah perppu tentang pengadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Kedua, kemungkinan dilakukannya pemilihan dan pemungutan suara secara elektronik. Pada Pasal 89 ayat 6 Perppu 1/2014 menyebutkan keberadaan petugas pengawas di setiap TPS. Pilkada serentak akan diawasi oleh pengawas yang dilembagakan Bawaslu di setiap TPS. Lalu, pada Pasal 85 ayat (1) disebutkan, pemberian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat (3) dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik.

Efisiensi akan dapat tercipta pada tiga hal, yaitu:

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses penyelenggaraan tahapan pemilu akan dapat dilakukan secara efisien tidak hanya karena Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal tetapi juga karena hasil evaluasi atas kelemahan pada penyelenggaraan Pemilu Nasional dapat digunakan untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu Lokal. Demikian pula sebaliknya.

2. Biaya penyelenggaraan pemilu, khususnya honorarium panitia pelaksana lokal akan dapat dihemat secara signifikan. Penghematan dapat dilakukan secara signifikan karena dua hal. Pertama, karena jumlah petugas KPPS, PPS dan PPK seluruh Indonesia mencapai lebih dari 4 juta orang. Dan kedua, karena honorarium petugas sebelum Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal dibayar untuk tiga kali Pemilu (Pemilu Anggota DPRD, Pemilu Bupati atau Wali Kota, dan Pemilu Gubernur) dan akan menjadi satu kali Pemilu (Pemilu Lokal) setelah Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal.

(36)

86

pemisahan Pemilu Nasional dari Pemilu Lokal, maka anggota dan staf Sekretariat Jendral KPU akan bekerja sepanjang tahun.

Dilihat dari segi anggaran biaya Pilkada tahun 2015 di Kabupaten Karo rancangan anggaran biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah periode ini diperoleh dari dana APBD Kabupaten Karo begitu juga dengan Kabupaten/Kota masing-masing daerah, Pilkada diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota masing-masing.124

Anggaran Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010 pastinya berbeda dengan anggaran tahun 2015 dimana anggaran tahun 2010 berkisar antara Rp. 8.479.796.300,- dalam putaran pertama sedangkan pada putaran kedua sebesar Rp. 2.434.807.900,- sedangkan untuk tahun 2015 rancangan anggaran pemilihan kepala daerah lebih besar yakni berkisar Rp. 21.725.261.000,- dibandingkan dengan periode tahun 2010 lebih kecil dibandingkan tahun 2015, tetapi anggaran tahun 2015 tidaklah sepenuhnya dihabiskan jika anggaran ini bersisa maka akan dikembalikan. Anggaran 2015 sangat besar karena adanya peraturan baru dimana dana alat peraga kampanye ditanggung oleh pihak KPUD sehingga, KPUD memerlukan anggarang yang besar. Untuk honorarium penyelenggara tidak jauh berbeda dengan periode yang lalu hanya saja karena peraturan baru. Anggaran tersebut bersifat fleksibel tapi dana anggaran sekarang ini lebih besar bukan berarti untuk dihabiskan pastinya akan dikembalikan. 125

Peraturan alat peraga kampanye yang disediakan oleh pihak KPUD belum ada pada tahun 2010 sehingga dana untuk APK ditanggung oleh calon

124

Hasil wawancara dengan Ahmad Jhon Sikumbang, selaku Kasubbag Umum, KPUD Kabupaten Karo, tanggal 19 Oktober 2015.

125 Ibid.

(37)

masing bupati, berhubung keluarnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Pasal 65 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 : (1) kampanye dapat dilaksanakan melalui :

a. Pertemuan terbatas;

b. Pertemuan tatap muka dan dialog ;

c. Debat publik/debat terbuka antar pasangan calon ; d. Penyebaran bahan kampanye kepada umum ; e. Pemasangan alat peraga ;

f. Iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau

g. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU provinsi dan KPU Kabupaten/kota yang didanai APBD.

Dengan demikian biaya anggaran tahun ini lebih besar dengan anggaran periode tahun lalu dikarenakan pihak KPUD di masing masing daerah harus menanggung segala biaya APK dari para calon bupati yang mencalonkan diri.

(38)

88

mereka yang memilih maka pastinya mereka memilih tempat-tempat yang strategis pastinya bagi mereka. Maka pihak KPUD yang menentukan tempat tempatnya, sedangkan spanduk akan dipampang bersamaan antara calon satu dengan yang lainnya.

Jika calon membuat APK lain dari pada yang telah disediakan pihak KPUD maka peraga itu akan disterilkan, karna kami bekerja sama dengan bawaslu kemudian panwas juga yang akan mengawasi, kemungkinan apa bila terdapat hal yang diluar ketentuan bersama maka akan di bongkar peraga itu atau dicabut dan disterilkan. Jadi 1 (satu) titik tempat peraga atau poster harus diletakkan sama dalam artian sederet dengan nomor urut pasangan bupati dan wakilnya masing masing.

Dengan adanya peraturan ini maka yang lebih hemat dari segi anggaran biaya adalah pihak calon bupatinya. Tujuan pemerintah sebenarnya menghilangkan money politics sehingga calon-calon itu tidak lagi mengeluarkan biaya, dimana sebelumnya mayoritas calon menghamburkan dana kampanye demi tim sukses mereka masing-masing. Apalagi jika ada sponsor-sponsor para calon, dengan adanya sponsor mungkin lebih menguntungkan para calon. Dengan demikian pasti akan terjadi hubungan timbal balik diantara keduanya jika calon tersebut naik menjabat sebagai kepala daerah tidak dipungkiri balas jasapun akan terjadi, maka dari itu pemerintah ingin menghilangkan kebiasaan yang berbau money politics, makanya dana APK pihak KPUD yang menanggungnya.

Jika berbicara mengenai efisiensi dan efektivitasnya pilkada serentak pada tahun 2015 ini saya katakan belumlah terjadi, karena ini adalah tahapan awal

(39)

menuju ke efisiensi yang serentak terjadi pada tahun 2022 karena tercantum dalam UU No 8 Tahun 2015. Akan lebih efisiensi lagi karena mungkin diadakan pemilihan secara electric vote, dimana tanpa harus memakai tinta dan kertas seperti sebelumnya. Contohnya Bali sudah memulainya, terdapat kesan dimana sebagian orang berpendapat hal semacam itu akan bisa dilakukan kecurangan terhadap jumlah suara yang dikumpulkan. Pastinya sudah ada pengamanan yang ganda dari pihak ITE, tentunya itu sudah pasti dipikirkan mengenai keamanannya. Tentunya hal ini sangat menghemat dana pengeluaran untuk bahan-bahan logistik yang berupa kertas, tinta, dan sebagainya. Karena semua itu hanya dipakai sekali saja. Begitu juga dengan hasil suara yang diperoleh akan lebih cepat didapatkan dengan menggunakan metode electric vote.

B. Pengaturan Kewenangan Kepala Daerah Sementara Selama Menduduki

Masa Kekosongan Kepala Daerah

Dengan adanya masa transisi Kepala Daerah yang mencalonkan diri kembali, maka sudah tentu di daerah tersebut mengalami kekosongan kepemimpinan. Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, bupati dan walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2016 dan tahun 2017, diangkat pejabat gubernur, pejabat bupati, dan pejabat walikota sampai dengan terpilihnya gubernur, bupati, dan walikota yang definitif pada tahun 2018.126

126

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 201 ayat (6).

(40)

90

walikota sampai dengan terpilihnya gubernur, bupati, dan walikota yang definitif pada tahun 2020. Dalam hal pemilukada yang tidak dapat diselenggarakan karena tidak terdapat calon yang mendaftar maka diangkat pejabat gubernur, pejabat bupati, dan pejabat walikota sampai terpilihnya gubernur, bupati, dan walikota pada tahun 2020.

Perilaku pada tingkat individu yang dapat dipercaya untuk menjalankan suatu lembaga pemerintahan, yakni memiliki itikad baik untuk melaksanakan peraturan organisasi/lembaga melalui ucapan, tindakan, keputusan, mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mengutamakan kepentingan publik. Konsisten, menghindari praktek-praktek yang melanggar peraturan menjalankan kesepakatan bersama. Komitmen, menunjukkan kesadaran yang tinggi untuk mentaati aturan yang berlaku, norma-norma, etika, berusaha bertindak jujur, bertanggungjawab dan menepati janji yang telah dibuat.

Pelaksana tugas sementara walikota memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat di suatu daerah yang dipimpinnya atas kinerja kepemimpinannya selama dia menjabat sebagai pelaksana tugas, hal ini berkenaan dengan fungsinya sebagai Kepala Daerah yang memiliki jabatan tertinggi di daerah tersebut.

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan dan dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu :

1. Atribusi

Pada atribusi (pembagian kekuasan hukum) yang biasa dilakukan untuk melengkapi organ pemerintahan dengan penguasa pemerintah dan wewenangnya,

(41)

dalam hal ini pembentuk undang-undang menentukan penguasa yang baru dan memberikan suatu organ pemerintahan berikut wewenangnya. 127

2. Delegasi

Dalam istilah hukum delegasi adalah penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah. Penyerahan seperti ini dianggap tidak bisa dibenarkan selain dengan atau berdasarkan kekuatan hukum. Dengan delegasi, ada penyerahan wewenang dari badan atau pejabat pemerintah yang satu kepada badan pemerintah lainnya.128

3. Mandat

Wewenang yang di dapat melalui atribusi dan delegasi bisa dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan jika pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. HD. Van Wijk menjelaskan arti mandat adalah satu organ pemerintah mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh orang lain.129

a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

Adapun tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, diatur dalam ketentuan:

Pasal 65

(1) Kepala Daerah mempunyai tugas:

b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda

127

Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit., hlm 101.

128

Ibid., hlm 104. 129

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan

(42)

92

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Mengusulkan pengangkatan wakil Kepala Daerah; dan

g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Daerah berwenang:

a. mengajukan rancangan Perda;

b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c. menetapkan Perkada dan keputusan Kepala Daerah;

d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Dalam hal Kepala Daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau berhalangan sementara, wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah.

(5) Apabila Kepala Daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada wakil Kepala Daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Daerah.

(6) Apabila Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Daerah.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Kepala Daerah oleh wakil Kepala Daerah dan pelaksanaan tugas sehari-hari Kepala Daerah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.130

a. membantu Kepala Daerah dalam: Pasal 66

(1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas:

1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;

130

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 65 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

(43)

2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan; 3. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota;

b. memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah;

c. melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan

d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.131

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Pasal 67, Kewajiban Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah meliputi:

b. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan e. Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;

f. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; g. Melaksanakan program strategis nasional; dan

h. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua Perangkat Daerah.132

131

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 66 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

132

(44)

94

Pasal 68

(1) Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.

(3) Dalam hal Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah.133

Pasal 69

(1) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah.134

Adapun Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, diatur dalam ketentuan:

Pasal 76

(1) Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dilarang:

a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan

meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga

133

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 68 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

134

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,Pasal 69 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244

Referensi

Dokumen terkait

Ketika konsumen hanya mempunyai informasi dimana lokasi suatu produk dihasilkan, maka dalam pengambilan keputusan pembelian akan dipengaruhi oleh persepsi konsumen akan

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (2012) mengenai strategi pengembangan usaha budidaya ikan air tawar, dimana ancaman bagi pengembangan

Selain itu, juga dibahas transisi dalam seni tradisi yang lain seperti relief dan prasi lontar. Transisi gunungan dalam wayang kulit memiliki benang merah dengan pembatas adegan

(3) There is a relationship between nutritional status and quality of physical freshness on the Penjasorkes learning outcomes in fifth grade elementary school students

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana Jawa Pos membingkai berita Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua Umum PSSI pada Surat Kabar Harian Jawa Pos

Wawancara guru mata pelajaran Fisika MAN Model Palangka Raya (tanggal 13/11/2013). Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga diumumkan melalui halaman berita di website LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Panitia