• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PELAKSANAAN PEMILUKADA SERENTAK DALAM

A. Keefektifan Pemilukada Serentak di Indonesia dari Segi Biaya

Penyempurnaan presidensialisme memerlukan peninjauan kembali format sistem perwakilan, skema penyelenggaraan dan sistem pemilu, serta sistem kepartaian. Dalam konteks pemilu, penataan tak hanya terkait urgensi perubahan sistem pemilu, khususnya sistem pileg, melainkan juga penataan skema penyelenggaraannya ke arah pemilu secara simultan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden. Penataan tersebut mengarah pada dua skema pemilu, yakni pemilu nasional serentak (untuk memilih Presiden/Wapres, DPR dan DPD) dan pemilu lokal/daerah serentak (untuk memilih anggota DPRD dan kepala-kepala daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi).119

Masalah efektif dan efisiensi pilkada langsung tidak semata dipandang karena biaya. Efisiensi perlu pula menjawab persoalan rendahnya kepercayaan (trust) dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari kinerja Kepala Daerah terpilih. Pelaksanaan demokrasi yang dinilai mahal, dapat diefisiensikan dengan berbagai cara, sepanjang tidak merusak nilai-nilai demokrasi. Sehingga pasca pilkada akan terbentuk sebuah pemerintahan daerah yang efektif (effective

119

Syamsuddin Haris, dkk, Pemilu Nasional Serentak 2019,

government). 120

Dalam perkembangannya, efisiensi dan efektivitas mulai disebut sebagai bagian terpenting dalam penyelenggaraan pilkada langsung. Hal ini dapat dibaca pada bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan Memang tidak ada yang menyangkal bahwa demokrasi memerlukan biaya, termasuk dalam menyelenggarakan pilkada, tetapi kalau biayanya terlalu mahal maka harus dicari yang lebih murah. Bukankah salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah efisien, karena itu faktor biaya menjadi pertimbangan yang sangat penting. Meskipun pelaksanaan pemilukada serentak dapat menghemat biaya tinggi dan mengurangi tenaga dalam mencari pemimpin bangsa, tetapi tidak dapat kita pungkiri pula pelaksanaan pemilukada serentak yang baru pertama kali ini dapat menimbulkan berbagai macam problematika. Adapun problematika yang diprediksi menjadi salah satu krikil tajam penyelenggaraan pemilukada tersebut yakni sengketa massal pemilukada. Bukan menjadi rahasia apabila selama ini pelaksanaan pemilukada di setiap daerah selalu memunculkan sengketa pemilukada karena sebagian besar calon Kepala Daerah tidak siap untuk kalah.

Kaitannya dengan pilkada langsung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak menjelaskan makna, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pilkada langsung. Efisiensi dan efektivitas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 32 Tahun 2004 baru diletakkan sebagai 2 (dua) asas dari 9 (Sembilan) asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

120

82

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang berbunyi sebagai berikut:

“Di samping itu penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah perlu dilakukan dengan menetapkan prinsip efisiensi dan efektivitas baik yang berkaitan dengan pemanfaatan dana, perlengkapan, personel dengan memerhatikan kondisi wilayah pemilihan.

Dalam regulasi berikutnya, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pilkada menjadi salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dibaca pada huruf f konsideran “menimbang” yang berbunyi:

“Bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, perlu adanya pengaturan untuk mengintegritasikan jadwal penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu diubah.”

Pasal 2 Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur bahwa pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan tentang asas-asas pemilu ini sebelumnya pernah dijelaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang 22 Tahun 2007 yang berbunyi :

Penyelenggaraan Pemilu berpedoman kepada asas: 121 1. Mandiri

2. Jujur 3. Adil

4. Kepastian hukum

5. Tertib penyelenggaraan pemilu 6. Kepentingan umum 7. Keterbukaan 8. Proporsionalitas 9. Profesionalitas 10.Akuntabilitas 11.Efisiensi 12.Efektivitas

Konsolidasi demokrasi merupakan upaya dinamis yang perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Setidaknya, saat ini dihadapkan pada tiga fenomena sosial yang mengharuskan adanya evaluasi atau sistem, kultur dan aturan berdemokrasi.

1. Sistem demokrasi yang mengagungkan kedaulatan rakyat ternyata tidak selalu menghasilkan wakil rakyat yang bertindak sesuai dengan aspirasi rakyat.

2. Penyelenggaraan pemerintahan cenderung tidak stabil dan lebih disibukkan dengan agenda politik kekuasaan.

3. Berjalannya demokrasi tidak berbanding harus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Adapun tujuan dilaksanakannya pemilukada serentak adalah terciptanya efektivitas dan efisiensi. Pada pemilihan gubernur, bupati, walikota itu dilaksanakan bersamaan, itu tentu bisa menghemat anggaran.122

121

Ibid. hlm 199.

Penghematan anggaran muncul pada saat KPU membiayai honor petugas TPS, misal pada pemilihan Gubernur Jawa Barat yang bersamaan dengan pemilihan Bupati atau Walikota, pembiayaan atas petugas TPS hanya perlu dibayarkan satu kali

122

Arief, Tujuan Pilkada Serentak Untuk Terciptanya Efektivitas dan Efisiensi Anggaran,

84

termasuk biaya bimbingan teknis, biaya sosialisasi, dan biaya-biaya lain untuk pembiayaan satu kali pemilihan.

Misal Pemilihan Gubernur Jawa Barat, bersamaan dengan 8 (delapan) kabupaten/kota, hal-hal yang bisa dihemat adalah pembiayaan honorarium petugas. Jadi petugas di TPS itu sekali kerja dia mengerjakan dua hal, proses rekapitulasi pemilihan gubernur, proses pemungutan dan penghitungan suara bupati, walikota. Jika tidak mendapatkan jawaban atas sistem pendanaan yang tepat, dikhawatirkan KPU akan mengalami kesulitan besar. Ini juga harus dipahami oleh semua pihak karena kekhususan KPU sebagai penyelenggara pemilu memang berbeda dengan lembaga-lembaga yang lain, beban yang ditanggung Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pilkada serentak. Bagaimanapun juga, Perppu 1/2014 lahir dengan semangat untuk memperbaiki kualitas pemilihan Kepala Daerah. Salah satunya, menguatkan penegakan hukum dan mengurangi ekses negatif melalui pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan.123

123

Ibid.

Sebagai pelaksana amanat Undang- Undang tentu saja Bawaslu harus siap. Melaksanakan aturan perppu, dan sebenarnya setelah pileg dan pilpres sudah mulai mempersiapkan diri. Menurut catatan KPU, pilkada akan digelar di 8 (delapan) provinsi dan 196 (seratus sembilan puluh enam) kabupaten/kota. Meski belum memastikan tanggal pemungutan suara, KPU telah membuat beberapa alternatif rangkaian tahapan. Ada tiga simulasi hari pemungutan suara, tanggal 9 September, 7 Oktober, dan 11 November. Tapi paling memungkinkan, minggu kedua atau tanggal 11 November 2015. Bagi Bawaslu, setidaknya terdapat dua isu

besar pada pelaksanaan pilkada serentak tahun depan. Pertama, perintah perppu tentang pengadaan petugas pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Kedua, kemungkinan dilakukannya pemilihan dan pemungutan suara secara elektronik. Pada Pasal 89 ayat 6 Perppu 1/2014 menyebutkan keberadaan petugas pengawas di setiap TPS. Pilkada serentak akan diawasi oleh pengawas yang dilembagakan Bawaslu di setiap TPS. Lalu, pada Pasal 85 ayat (1) disebutkan, pemberian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan memberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat (3) dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik.

Efisiensi akan dapat tercipta pada tiga hal, yaitu:

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses penyelenggaraan tahapan pemilu akan dapat dilakukan secara efisien tidak hanya karena Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal tetapi juga karena hasil evaluasi atas kelemahan pada penyelenggaraan Pemilu Nasional dapat digunakan untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu Lokal. Demikian pula sebaliknya.

2. Biaya penyelenggaraan pemilu, khususnya honorarium panitia pelaksana lokal akan dapat dihemat secara signifikan. Penghematan dapat dilakukan secara signifikan karena dua hal. Pertama, karena jumlah petugas KPPS, PPS dan PPK seluruh Indonesia mencapai lebih dari 4 juta orang. Dan kedua, karena honorarium petugas sebelum Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal dibayar untuk tiga kali Pemilu (Pemilu Anggota DPRD, Pemilu Bupati atau Wali Kota, dan Pemilu Gubernur) dan akan menjadi satu kali Pemilu (Pemilu Lokal) setelah Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal.

3. Efisiensi ketiga dapat dilakukan pada pendayagunaan personel secara penuh selama lima tahun baik anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota maupun staf Sekretariat Jendral KPU tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Sebelum Pemilu Nasional dipisahkan dari Pemilu Lokal, baik anggota maupun staf Sekretariat Jendral KPU hanya bekerja efektif tiga tahun dari lima tahun masa kerja. Dengan

86

pemisahan Pemilu Nasional dari Pemilu Lokal, maka anggota dan staf Sekretariat Jendral KPU akan bekerja sepanjang tahun.

Dilihat dari segi anggaran biaya Pilkada tahun 2015 di Kabupaten Karo rancangan anggaran biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah periode ini diperoleh dari dana APBD Kabupaten Karo begitu juga dengan Kabupaten/Kota masing-masing daerah, Pilkada diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota masing-masing.124

Anggaran Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010 pastinya berbeda dengan anggaran tahun 2015 dimana anggaran tahun 2010 berkisar antara Rp. 8.479.796.300,- dalam putaran pertama sedangkan pada putaran kedua sebesar Rp. 2.434.807.900,- sedangkan untuk tahun 2015 rancangan anggaran pemilihan kepala daerah lebih besar yakni berkisar Rp. 21.725.261.000,- dibandingkan dengan periode tahun 2010 lebih kecil dibandingkan tahun 2015, tetapi anggaran tahun 2015 tidaklah sepenuhnya dihabiskan jika anggaran ini bersisa maka akan dikembalikan. Anggaran 2015 sangat besar karena adanya peraturan baru dimana dana alat peraga kampanye ditanggung oleh pihak KPUD sehingga, KPUD memerlukan anggarang yang besar. Untuk honorarium penyelenggara tidak jauh berbeda dengan periode yang lalu hanya saja karena peraturan baru. Anggaran tersebut bersifat fleksibel tapi dana anggaran sekarang ini lebih besar bukan berarti untuk dihabiskan pastinya akan dikembalikan. 125

Peraturan alat peraga kampanye yang disediakan oleh pihak KPUD belum ada pada tahun 2010 sehingga dana untuk APK ditanggung oleh calon masing-

124

Hasil wawancara dengan Ahmad Jhon Sikumbang, selaku Kasubbag Umum, KPUD Kabupaten Karo, tanggal 19 Oktober 2015.

125 Ibid.

masing bupati, berhubung keluarnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Pasal 65 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 : (1) kampanye dapat dilaksanakan melalui :

a. Pertemuan terbatas;

b. Pertemuan tatap muka dan dialog ;

c. Debat publik/debat terbuka antar pasangan calon ; d. Penyebaran bahan kampanye kepada umum ; e. Pemasangan alat peraga ;

f. Iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau

g. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU provinsi dan KPU Kabupaten/kota yang didanai APBD.

Dengan demikian biaya anggaran tahun ini lebih besar dengan anggaran periode tahun lalu dikarenakan pihak KPUD di masing masing daerah harus menanggung segala biaya APK dari para calon bupati yang mencalonkan diri.

Untuk penempatan atau lokasi APK sendiri akan ditentukan oleh pihak KPUD atau berdasarkan kesepakatan dari pihak KPUD dengan para calon,dan mereka tidak bisa menentukan sendiri lokasi-lokasi mereka, karena jika dari

88

mereka yang memilih maka pastinya mereka memilih tempat-tempat yang strategis pastinya bagi mereka. Maka pihak KPUD yang menentukan tempat tempatnya, sedangkan spanduk akan dipampang bersamaan antara calon satu dengan yang lainnya.

Jika calon membuat APK lain dari pada yang telah disediakan pihak KPUD maka peraga itu akan disterilkan, karna kami bekerja sama dengan bawaslu kemudian panwas juga yang akan mengawasi, kemungkinan apa bila terdapat hal yang diluar ketentuan bersama maka akan di bongkar peraga itu atau dicabut dan disterilkan. Jadi 1 (satu) titik tempat peraga atau poster harus diletakkan sama dalam artian sederet dengan nomor urut pasangan bupati dan wakilnya masing masing.

Dengan adanya peraturan ini maka yang lebih hemat dari segi anggaran biaya adalah pihak calon bupatinya. Tujuan pemerintah sebenarnya menghilangkan money politics sehingga calon-calon itu tidak lagi mengeluarkan biaya, dimana sebelumnya mayoritas calon menghamburkan dana kampanye demi tim sukses mereka masing-masing. Apalagi jika ada sponsor-sponsor para calon, dengan adanya sponsor mungkin lebih menguntungkan para calon. Dengan demikian pasti akan terjadi hubungan timbal balik diantara keduanya jika calon tersebut naik menjabat sebagai kepala daerah tidak dipungkiri balas jasapun akan terjadi, maka dari itu pemerintah ingin menghilangkan kebiasaan yang berbau money politics, makanya dana APK pihak KPUD yang menanggungnya.

Jika berbicara mengenai efisiensi dan efektivitasnya pilkada serentak pada tahun 2015 ini saya katakan belumlah terjadi, karena ini adalah tahapan awal

menuju ke efisiensi yang serentak terjadi pada tahun 2022 karena tercantum dalam UU No 8 Tahun 2015. Akan lebih efisiensi lagi karena mungkin diadakan pemilihan secara electric vote, dimana tanpa harus memakai tinta dan kertas seperti sebelumnya. Contohnya Bali sudah memulainya, terdapat kesan dimana sebagian orang berpendapat hal semacam itu akan bisa dilakukan kecurangan terhadap jumlah suara yang dikumpulkan. Pastinya sudah ada pengamanan yang ganda dari pihak ITE, tentunya itu sudah pasti dipikirkan mengenai keamanannya. Tentunya hal ini sangat menghemat dana pengeluaran untuk bahan-bahan logistik yang berupa kertas, tinta, dan sebagainya. Karena semua itu hanya dipakai sekali saja. Begitu juga dengan hasil suara yang diperoleh akan lebih cepat didapatkan dengan menggunakan metode electric vote.

B. Pengaturan Kewenangan Kepala Daerah Sementara Selama Menduduki

Dokumen terkait