• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PELAKSANAAN PEMILUKADA SERENTAK DALAM

C. Kedudukan Kepala Daerah yang Masa Jabatannya Kurang

Mahkamah Konstitusi memutuskan setengah dari lima tahun masa jabatan yang sudah dijalani oleh Kepala Daerah sudah dihitung satu periode. Jika ada Kepala Daerah yang sudah menjabat dua kali tetapi masih kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) tahun menjabat, pada periode berikutnya dapat mengikuti pilkada kembali. Menyatakan masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan.138

136

Antara, Mendagri Tugaskan Erry Plt Gubsu,

137

Ibid.

138

Didyid, MK Putuskan 2,5 Tahun Menjabat Sama Dengan 1 Periode,

http://news.detik.com/berita/1243616/mk-putuskan-25-tahun-menjabat-sama-dengan-1-periode (diakses pada tanggal 22 Oktober 2015).

Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2019, diangkat pejabat Gubernur, pejabat Bupati, dan pejabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2020.

Menurut Pasal 202, berbunyi sebagai berikut: 139

1. Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada Tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan Tahun 2020 maka masa jabatan tersebut tidak dihitung satu periode.

2. Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada Tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan Tahun 2020 diberikan hak pensiun sebagai mantan Gubernur, Bupati, dan Walikota satu periode.

3. Daerah yang Gubernur, Bupati, dan Walikota berakhir masa jabatannya Tahun 2016, Tahun 2017 dan Tahun 2018, karena sesuatu hal yang mengakibatkan tidak terselesaikannya tahapan pemilihan pada Desember Tahun 2018 maka untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota diangkat pejabat Gubernur, pejabat Bupati, dan pejabat Walikota sampai dengan Tahun 2020.

4. Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatannya pada Tahun 2018 dan masa jabatannya kurang dari 5 (lima) Tahun dikarenakan pelaksanaan Pemilihan serentak maka diberikan kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.

Menurut Pasal 204, berbunyi sebagai berikut: 140

139

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

140

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 204, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

“Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”

98

Menurut Pasal 203 ayat 2, berbunyi sebagai berikut: 141

Menurut Pasal 175, berbunyi sebagai berikut:

“Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.“

142

1. Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Menteri menetapkan pejabat Bupati/Walikota sampai dengan berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota atas usul Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

2. Apabila sisa masa jabatan Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan Pemilihan Bupati/Walikota melalui DPRD Kabupaten/Kota.

3. Bupati/Walikota hasil Pemilihan melalui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan sisa masa jabatan Bupati/Walikota yang berhenti atau yang diberhentikan.

4. Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi maka fraksi atau gabungan fraksi yang mengusung Bupati/Walikota yang berhenti atau yang diberhentikan mengusulkan 2 (dua) orang calon Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk dipilih.

5. Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi atau gabungan fraksi yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten/Kota paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau memiliki paling sedikit 25% (dua

141

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 203 ayat 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

142

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 175, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588.

puluh lima persen) dari suara sah mengusulkan 2 (dua) orang Calon Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk dipilih. 6. Menteri mengesahkan pengangkatan Calon Bupati/Walikota terpilih

sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4)

100

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Tujuan dilaksanakannya pemiluda serentak adalah terciptanya efektivitas dan efisiensi. Efisiensi dapat tercipta pada perencanaan, biaya penyelenggaraan, dan pendayagunaan personel secara penuh selama lima tahun. Hal ini akan menghemat anggaran yang meliputi honor petugas TPS, biaya bimbingan teknis, biaya sosialisasi dan biaya-biaya lain untuk satu kali pemilihan.

2. Pada masa transisi, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, bupati dan walikota maka diangkat pejabat gubernur, pejabat bupati, pejabat walikota sampai terpilih yang definitif. Adapun tugas, wewenang, kewajiban dan hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 65, 66, 67, 68, 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

3. Mahkamah Konstitusi memutuskan setengah dari 5 (lima) tahun masa jabatan yang sudah dijalani oleh Kepala Daerah sudah dihitung satu periode. Jika sudah menjabat 2 (dua) kali tetapi masih kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) tahun menjabat, maka periode berikutnya dapat mengikuti pilkada kembali. Masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan. Hal ini terdapat dalam ketentuan Pasal 202, 203 ayat 2, 204 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.

B. Saran

1. Keefektifan pemilukada serentak di Indonesia dari segi biaya dan kinerja penyelenggaranya, seharusnya akan memiliki nilai efektif bagi Indonesia. Diharapkan kinerja para petugas TPS akan menyukseskan proses demokrasi ini. Diperlukan proses sosialisasi untuk pengenalan kepada masyarakat agar paham mengenai pemilukada serentak yang akan dilaksanakan akhir tahun ini.

2. Pengaturan kewenangan Kepala Daerah Sementara selama menduduki masa kekosongan Kepala Daerah dibuat lebih terperinci untuk menghindari silang sengketa di kemudian hari.

3. Kedudukan Kepala Daerah yang masa jabatannya kurang dari satu periode dan lebih dari satu periode, sebaiknya ketentuan mengenai hal ini lebih banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi kesalahpaham.

39

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMILUKADA DAN PERATURANNYA

A. Pengertian Pemilukada dan Peraturannya

Pemilihan Umum Kepala Daerah atau yang biasa disingkat dengan Pemilukada atau Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat.43

Undang-Undang Dasar 1945 dalam BAB VIIIB tentang Pemilu, memang tidak pernah menyebut mengenai pemilukada. Pada Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi “Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah”. Namun demikian, pengaturan pemilukada seharusnya didasarkan atas pemahaman adanya sistematis antara Pasal-Pasal

Pemilukada menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang “Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 62 dinyatakan bahwa ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah diatur dengan Undang-Undang.

43

Cakra Arbas, Jalan Terjal Calon Independen pada Pemilukada di Provinsi Aceh,

Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm 31.

dalam Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu secara materil, pemilu memang tidak berbeda dengan pemilukada baik dari segi substansi maupun penyelenggaraannya.44

Di sisi lain, karena Amandemen Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 adalah amandemen 2 (kedua), sedangkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 merupakan amandemen 3 (ketiga), maka secara hukum mempunyai makna bahwa pelaksanaan Pasal 18 ayat (4), khususnya lembaga yang melakukan rekrutmen pasangan calon Kepala Daerah harus merujuk pada Pasal 22E. Logika hukumnya, karena kalau oleh pengubah Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 18 dianggap bertentangan dengan Pasal 22E, maka dapat dipastikan dalam amandemen 3 (ketiga) rumusan yang terdapat pada Pasal 18 akan diubah dan disesuaikan dengan Pasal 22E, namun kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi sehingga sampai saat ini yang berlaku tetap merupakan Pasal 18 hasil amandemen 2 (kedua) tersebut.45

Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan instrumen yang sangat penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan prinsip demokrasi di daerah, karena di sinilah wujud bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan menentukan kebijakan kenegaraan. Mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan Negara ada pada rakyat. Melalui Pemilukada, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi pemimpin dan wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang

44

Ibid. 45

Suharizal, Pemilukada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang, PT. RajaGrafindo

41

selanjutnya menentukan arah masa depan sebuah negara.46

Pemilukada menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) dinyatakan bahwa Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasangan calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut pasangan calon adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan.47

Secara normatif, berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi, pemilukada langsung menawarkan sejumlah manfaat dan sekaligus harapan bagi pertumbuhan, pendalaman dan perluasan demokrasi lokal, yaitu:48

1. Sistem demokrasi langsung melalui pemilukada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal dibandingkan sistem demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan kuasa untuk menentukan rekruitmen politik di tangan segelintir orang di DPRD (oligarkis).

2. Kompetensi politik pemilukada langsung memungkinkan munculnya secara lebih lebar preferensi kandidat-kandidat berkompetensi dalam ruang yang lebih terbuka dibandingkan ketertutupan yang sering terjadi dalam demokrasi perwakilan. Pemilukada langsung bisa memberikan sejumlah harapan pada upaya pembalikan “syndrome”

46

Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada)

dan Mekanisme Penyelesaiannya. Jurnal Konstitusi Vol II nomor 2, November 2010, hlm 44. 47

Ibid. 48

Ibid.

dalam demokrasi perwakilan yang ditandai dengan model kompetensi yang tidak fair, seperti; praktik politik uang (money politic).

3. Sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti yang kasat mata muncul dalam sistem demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep demokrasi langsung, warga di area lokal akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik.

4. Pemilukada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif, kompeten dan legitimasi. Karena, melalui pemilukada langsung, Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelintir elite di DPRD. Dengan demikian, Pemilukada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada akhirnya akan mendekatkan Kepala Daerah dengan masyarakat.

5. Kepala Daerah yang terpilih melalui pemilukada langsung akan memiliki legitimasi politik yang kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and balance) di daerah antara Kepala Daerah dengan DPRD. Perimbangan kekuatan ini akan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan seperti yang muncul dalam format politik yang monolitik.

Secara substansial maupun tahapan pelaksanaannya, pemilukada merupakan pemilu dengan argumentasi: 49

1. Pengaturan tentang pemilukada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut disusun berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (1) mengenai asas pemilu dan hampir seluruhnya sama dengan pengaturan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

2. Ketika pembuat Undang-Undang menjabarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4), pada dasarnya melakukan interpretasi dengan merujuk pada ketentuan yang terkandung pada Pasal-Pasal lain dalam Undang- Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 6A, yaitu Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

49

Ramlan Surbakti dalam Titik Triwulan Tutik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945, Prestasi Pustaka Pelajar, Jakarta, 2005, hlm 10.

43

Dilihat dari ciri-cirinya dapat disimpulkan bahwa pemilukada merupakan kegiatan pemilu, hal ini berdasarkan:50

1. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dari sudut asas yang digunakan dalam pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut, adalah asas pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Dilihat dari segi penyelenggaraannya, sebagaimana diatur dalam Pasal

57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD, adalah penyelenggaraan Pemilu Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3. Dilihat dari sisi yang berhak mengikuti pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) Tahun atau sudah menikah mempunyai hak memilih, juga merupakan pemilih dari pemilu baik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 1 angka 10 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Berbeda dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebelumnya oleh Anggaran DPRD.

4. Pembuat Undang-Undang menggunakan standar ganda dalam menerjemahkan Pasal 18 ayat (4), yang termasuk domain pemerintah daerah (Pasal 18) bukan hanya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetapi juga DPRD. Pembuat Undang-Undang melakukan penafsiran untuk Pasal 18.

5. Tetapi dengan sengaja tidak melakukan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

50

Petikan Putusan MK. No. 072-073/PUU-II/2004, hlm 71.

Menelaah esensi dari pemilukada merupakan pemilu, sehingga secara prosedural dan substansial merupakan manifestasi dari prinsip demokrasi dan penegakan kedaulatan, maka pemilukada sebagaimana pemilu lainnya berhak untuk mendapatkan pengaturan khusus, sehingga dapat mencapai derajat akuntabilitas, serta kualitas demokrasinya dapat terpenuhi dengan baik. Pemilukada merupakan suatu instrumen penting bagi demokratisasi di level lokal atau daerah yang menjadi pilar bagi demokratisasi di tingkat nasional.51

B. Tujuan dan Fungsi Pemilukada

Salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah (pemilukada) secara langsung. Pemilukada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat di daerah.

Pemilukada juga memiliki tiga fungsi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu: 52

1. Memilih Kepala Daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah.

2. Melalui pemilukada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada misi, visi, program serta kualitas dan integritas calon Kepala Daerah, yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

3. Pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan control secara politik terhadap seorang Kepala Daerah dan kekuatan politik yang menopang.

51

Ibid., hlm. 109-110. 52

45

Melalui pemilukada masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat seorang Kepala Daerah, juga apakah organisasi politik penopang masih dapat dipercaya atau tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilu, pemilukada harus dilaksanakan secara demokratis sehingga betul-betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Pelanggaran dan kelemahan yang dapat menyesatkan esensi demokrasi dalam pemilukada harus diperbaiki dan dicegah.53

1. Mekanisme dan prosedur pemilihan. Mekanisme ini meliputi seluruh tahapan pemilihan mulai dari penjaringan bakal calon, pencalonan dan pemilihannya. Keterlibatan lembaga legislatif dan masyarakat dalam setiap tahapan tersebut diatur jelas dan tegas.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 JO Perppu Nomor 1 Tahun 2014 JO Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 JO Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 119 berisi prosedur dan mekanisme pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mempersiapkan pemilihan Kepala Daerah secara langsung antara lain:

2. Peranan DPRD dalam pemilihan Kepala Daerah. Dominasi peranan DPRD dalam Pemilukada seperti saat ini, tentu saja akan mengalami degradasi. Peranan DPRD tidak mengurangi fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah.

3. Mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah. Perubahan sistem pemilihan Kepala Daerah akan mempengaruhi mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah.

4. Hubungan Kepala Daerah dengan DPRD. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan berpotensi menimbulkan resistensi terhadap hubungan antara Kepala Daerah dan DPRD.

5. Hubungan pelaksana pemilihan Kepala Daerah dengan pemilihan Presiden, anggota DPR, DPRD dan DPD. Dalam satu Tahun, di suatu Kabupaten/ Kota, mungkin terjadi tiga kali pemilihan, yaitu Pemilu

53

Ibid.

(Presiden, DPR, DPRD), pemilihan Gubernur dan Pemilihan Bupati/ Walikota.

Tujuan dari pemilukada dikutip dari pendapat Prof. Solly Lubis bahwa memandang pemilihan umum dari segi ketatanegaraan merupakan salah satu jalan penting buat mengakhiri situasi temporer dalam ketatanegaraan, termasuk di bidang perlengkapan negara itu. Konsekuensi logisnya, dengan berhasilnya pemilihan umum, diharapkan badan-badan perlengkapan negara yang lama diganti dengan badan-badan negara sebagai produk pemilihan umum.54

Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam pembukaan dan Pasal 1 UUD 1945, Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat, yang dimaksudkan di sini adalah kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat itu antara lain tercermin dilaksanakan pemilihan umum dalam waktu tertentu. Karenanya pemilihan umum adalah dalam rangka untuk memberi kesempatan kepada warga masyarakat untuk melaksanakan haknya, dengan tujuan:55

1. Untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang dimilikinya.

2. Terbuka kemungkinan baginya untuk duduk dalam jabatan pemerintahan sebagai wakil yang dipercayakan oleh pemilihnya.

54

Solly Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1971, hlm 180-181.

55

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

47

C. Sistem Pelaksanaan Pemilukada Serentak di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang

Pelaksanaan awal otonomi daerah yang masih dapat dihitung dengan hitungan hari sudah tentu belum dapat dinilai begitu saja, yang jelas bahwa semua daerah menyambut dengan segala penuh harapan dan dambaan masa depan yang lebih baik dan cerah. Semua daerah telah melaksanakan otonomi daerah dan terus menerus berbenah diri, sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuan masing-masing. Suatu tantangan yang besar pada saat kita berbenah diri dari keterpurukan orde baru untuk membangun Indonesia Baru, pada saat itu pula memasuki era globalisasi dengan segala tantangannya.56

Masalah utama yang dihadapi adalah kebebasan yang muncul setelah ketertindasan di bawah rezim Orde Baru, dapat berkembang menjadi euphoria yang tidak terkendali. Keadaan seperti ini dapat memicu disintegrasi bangsa, padahal kita pada saat seperti ini, kita dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan. Keadaan yang tanpa kendali ini, justru akan menjadi kendala bagi kita.57

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didirikan berdasarkan kontrak sosial dan perjanjian sosial. Teori perjanjian sosial ini mengandung makna bahwa negara adalah suatu masyarakat hukum (legal society) yang dibentuk atas dasar perjanjian antara seluruh perorangan (individu) dalam masyarakat yang bersangkutan. Tokoh-tokoh yang mendukung teori ini adalah

56

HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Rajawali Pers, Jakarta, 2014,

hlm 85. 57

Ibid, hlm 86.

Thomas Hobben (kerajaan mutlak), John Lock (kerajaan konstitusional), Jean Jacques Rousseau (demokrasi), dan Harnold J. Laski.58

Dalam naskah/teks proklamasi disebutkan Soekarno-Hatta mengatakan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia, karenanya NKRI merupakan negara demokrasi konstitusional. Sebagai negara demokrasi konstitusional dinyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR

Dokumen terkait