• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Pada Penanganan Korban Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Pada Penanganan Korban Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Safe Community

Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Ditingkat nasional ditetapkan BNPB, BPBD Propinsi dan BPBD dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung didalamnya.

(2)

tujuan dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh.

Hamurwono(2002) menyatakan bahwa Safe Community, (SC) adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina. Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat. Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada HKN 36 ( Hari Kesehatan Nasional ) di Makasar adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO.

Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral terutama jajaran non kesehatan untuk menata perilaku dan lingkungan di masyarakat untuk mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan. Cure adalah peran utama sektor kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya melakukan penanganan keadaan dan kasus-kasus gadar. Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.

(3)

dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.

Syaiful (2002) menjelaskan bahwa sasaran yang ingin dicapai adalah:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi kese

hatan dalam kewaspadaan dini kegadaran.

2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan dan ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS, Puskesmas, ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan PSC.

3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam satu sistem, SPGDT.

Fasilitas dan Peralatan yang diperlukan adalah:

1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam. 2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard

yang ditetapkan Depkes.

3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans dan keselamatan kerja.

(4)

2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan). 3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan

dengan keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari.

2.2 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

Menurut Depkes tahun 2006 dalam buku pedoman PPGD menyatakan sistem Penanggulangan Gawat Terpadu adalah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari. pelayanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS dan memiliki 8 komponen yaitu (Wirjoatmodjo, 2002):

1. Komponen/ Fase Deteksi 2. Komponen/ Fase Supresi

3. Komponen/ Fase Pra Rumah Sakit 4. Komponen / Fase Rumah Sakit 5. Komponen/Fase Rehabilitasi

(5)

SPGDT bertujuan untuk tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi (Depkes, 2006)..

Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi : a. Penanggulangan penderita ditempat kejadian;

b. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke sarana kesehatan yang lebih memadai;

c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat;

d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.

e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat ditempat rujukan (unit gawat darurat dan ICU).

f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat. 2.2.1 Fase Deteksi

(6)

2.2.2 Fase Supresi

Kalau kita dapat mendeteksi apa yang menyebabkan kecelakaan atau diaman dapat terjadi bencana/korban missal mak kita dapat melakukan supresi :

Perbaikan konstruksi jalan (Engineering)

Pengetahuan peraturan lalu lintas (Enforcement)  Perbaikan kualitas helm

 Pengetahuan undang-undang lalu lintas  Pengetahuan peraturan keselamatan kerja  Pengetatan peraturan keselamatan kerja  Peningkatan patrol keamanan

Membuat “Disaster Mapping”  Dll

2.2.3 Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit

Rosita,(2002) menjelaskan komponen Pra Rumah Sakit ( Luar Rumah Sakit ) meliputi:

1) Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub-Sistem Ketenagaan)

(7)

a. Klasifikasi orang awam

Ditinjau dari segi peranan dalam masyarakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan :

1. Golongan awam biasa antara lain seperti, guru, pelajar, ibu rumah tangga, petugas hotel dan lain-lain.

2. Golongan awam khusus antara lain : a). Anggota polisi

b). Petugas Dinas Pemadam Kebakaran c). Satpam/hansip

d). Petugas DLLAJR

e). Petugas SAR (Search and Rescue) f). Anggota pramuka (PMR)

Kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat (Basic LifeSupport) yang harus dimiliki oleh orang awam adalah:

a). Cara meminta pertolongan

b). Resusitasi kardiopulmoner sederhana c). Cara menghentikan perdarahan d). Cara memasang balut/bidai

(8)

Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh prawat, mereka memperoleh tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Suport) untuk melanjutkan pertolongan yang sudah diberikan.

b. Tenaga Medis (Dokter Umum)

Disamping pengetahuan medis yang telah dikuasai, dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan keterampilan tambahan agar mampu menanggulangi penderita gawat darurat.

Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita gawat darurat yang penting adalah :

a. Semua pusat pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat mempunyai kurikulum yang sama

b. Mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang sama

Dengan demikian instansi manapun yang menyelenggarakan pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat, para siswa akan mempunyai kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari-hari maupun bila ada bencana.

2) Upaya Pelayaan Transportasi Penderita Gawat Darurat (Sub-Sistem Transportasi)

(9)

1. Sebelum diangkat

a) Gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi b) Perdarahan telah dihentikan

c) Luka-luka telah ditutup d) Patah tulang telah difiksasi

2. Selama perjalanan, harus dimonitor kesadaran, pernapasan, tekanan darah, denyut nadi dan keadaan luka

c. Ambulans

Ambulans gawat darurat harus mencapai tempat kejadian 6-8 menit supaya dapat mencegah kematian karena sumbatan jalan napas, henti napas, henti jantung, dan perdarahan massif.

3) Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (Sub-Sistem Komunikasi)

Pada dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari: a. Komunikasi Kesehatan

Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang administratif.

b. Komunikasi Medis

Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang teknis-medis.

(10)

2. Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat a) Untuk memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan ke sarana

kesehatan (akses kedalam sistem gawat darurat).

b) Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di tempat kejadian dan selama perjaanan ke sarana kesehatan yang lebih memadai.

c) Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dari puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.

d) Untuk mengkoordinir penanggulangan medis korban bencana. Jenis Komunikasi yang digunakan adalah:

1. Komunikasi tradisionil, seperti kentongan, beduk, trompet dll

2. Komunikasi modern, seperti telepon/ telepon genggam, radio, computer dll

Sarana komunikasi yang digunakan adalah berupa Sentral komunikasi (pusat komunikasi). Fungsi Pusat komunikasi adalah untuk mengkoordinir penanggulangan penderita gawat darurat mulai dari tempat kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai yaitu dengan:

(1) Menerima dan menganalisa permintaan pertolongan (2) Mengatur ambulans terdekat ke tempat kejadian

(3) Menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu

(11)

b) Menjadi pusat komando dan mengkoordinir penanggulangan medis korban bencana

Syarat-syarat sentral komunikasi antara lain : harus mempunyai nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit), mudah dihubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari, dilayani oleh tnaga medis yang trampil dan berpengalaman. Syarat alat sentral komunikasi, yaitu telepon, radio komunikasi, faksimile, komputer (bila diperlukan), tenaga yang trampil dan komunikatif, dan konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.

Sistem pelayanan medic pra Rumah Sakit dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi dan dilakukan pada pelayanan sehari-hari. - PSC (Public Safety Care)

Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan gadar.

- BSB (Barisan Siaga Bencana)

(12)

- Pelayanan Ambulans Terpadu

Dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.

- Komunikasi.

Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.

- Pembinaan

Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam. Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal.

- Koordinasi dan komando

Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama.

- Eskalasi dan mobilisasi sumber daya

Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.

- Simulasi

(13)

- Pelaporan, monitoring, evaluasi.

Penanganan bencana didokumentasikan dalam bentuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data digunakan untuk monitoring dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan, hingga kegiatan selanjutnya lebih baik.

Sistem Pelayanan Medik di RS perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll. Selain itu diperlukan Hospital Disaster Plan untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS, transport intra RS. Selain itu dibutuhkan kegiatan pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan ke mampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.

Sistem Pelayanan Medik Antar RS terdiri dari:

1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas. 2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.

3. Sistem Informasi Manajemen, SIM. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan penunjang termasuk keuangan.

4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS tujuan.

Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan yaitu:

(14)

3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.

Keberhasilan PPGD pada fase ini bergantung pada beberapa komponen :  Akses dari masyarakat ke dalam SPGDT

 Komunikasi  Orang Awam  Orang awam khusus

 Ambulan gawat darurat 118 (AGD 118)

2.2.4 Fase Rumah Sakit

Di Indonesia terdapat sekitar 982 Rumah Sakit dengan UGD nya dengan kualitas yang bebeda-beda dan tidak ada kerjasama/koordinasi dalam penanggulanagn pendderita gawat darurat maupun penanggulangan bencana. Di suatu daerah sebaiknya kerja sama antar rumah sakit dilakukan dengan “”Regionalisasi”, seperti urban, Trauma Center Level I sebaiknya hanya satu dan biasanya adalah “Teaching Hospital” dimana ada pendidikan specialis yang merupakan Recidency

Service dan juga mempunyai tanggung jawab melakukan (PPKK, 2003) : • “Quality Assurance/Control

• Penelitian dalam bidang trauma maupun gawat darurat • Melaksanakan Pelatihan ACLS dan ATLS

(15)

Sedangkan untuk daerah rural maka yang berperan sebagai Level I dapat juga “Trauma Center Level III atau IV dengan “Transfer Agreement” dengan “Trauma Center Level II atau I” yang terdekat.

1) Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (Sub-Sistem Pelayanan Gawat Darurat)

Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan dalam menanggulangi penderita sebelum memperoleh penanganan yang memadai di rumah sakit. Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah tertentu harus buka selama 24 jam dan mampu dalam melakukan hal-hal dibawah ini :

a. Melakukan resusitasi dan “life support”

b. Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan c. Menampung dan menanggulangi korban bencana

d. Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan e. Menanggulangi “false emergency” baik medical dan surgical (bedah minor)

Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan laboratorium untuk menunjang diagnostic.

Seperti : Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah. Tenaga yang harus dimiliki adalah : 1 dokter umum dan paramedis (2-3 orang paramedis yang sudah mendapatkan pendidikan tertentu dalam PPGD).

(16)

dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (“to save life and limd”).

Unit gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang perlu diorganisir. Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai san peralatan canggih, karena dengan demikian akan terjadi peghamburan dana dan sarana.

Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu:

a. Sistem rujukan penderita gawat darurat.

b. Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat darurat

Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersasngkutan. Rumah sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas rumah sakit tersebut.

2) Unit Pelayanan Intensif / ICU

(17)

2.2.5 Fase Rehabilitasi

Semua penderita yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana harus dilakukan rehabilitasi secara mental maupun fisik sehingga mereka dapat kemabli berfungsi di dalam kehidupan masyarakat.

2.2.6 SPGDT dalam Penanggulangan Bencana

Dalam penanggulangan bencana ada beberapa prinsip yang harus disepakati (Sudrajat, 2006):

 Penanggulangan bencana adalah eskalasi penanggulangan gawat darurat

sehari-hari

 Penanggulangan bencana tidak akan berhasil kalau penanggulanagn gawat

darurat sehari-hari buruk

 Bencana dapat terjadi di daerah “Urban” atau daerah “Rural”

Bencana dapat terjadi :

 Di rumah sakitnya sendiri

 Korban bencana di bawa ke UGD/RS  Bencana dalam kota (Urban)

 Bencana di luar (Rural)

 Bencana di luar pulau (Regional)  Bencana Nasional

 Bencana Huru-hara/Perang

(18)

Untuk daerah “Rural” tau diluar pulau maka sebaiknya didatangkan bantuan dari daerah “Urban” jika :

 Tingkat Penanggulangan gawat darurat sehari-hari di bawah standar nasional

(Ada/tidaknya spesialis Empat Besar/Ahli Bedah)  Jumlah korban melebihi kemampuan petugas/ahli bedah

 Bnatuan yang didatangkan adalah dengan memindahkan sarana:

- PRA RS (AGD 118)

 AGD 188 dalam keadaan bencana dapat berfungsi sebagai :

- Pengganti Puskesmas - Kamar operasi bedah minor

- Unit AGD 118 dapat berfungsi sebagi RS lapangan

 RS (UGD, Kamar Operasi, ICU, Farmasi, Rontgen, Laboratorium,

Dapaur, Satpam, dll)

 Masalah yang dapat dihadapi di tempat bencana tergantung pada kapan kita

tiba.

Sistem SPGDT Pra Rumah Sakit ( Pre Hospital Emergency Medical Servise) merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk membawa penderita GD ke suatu tempat penanganan yang definitf. Konsep AGD 118 adalah mendekatkan sarana GD ke penderita dan bukan penderita ke sarana GD.

(19)

Dalam SPGDT pada fase pra rumash sakit ini juga termasuk pendiidkan, pelatihan dan pemberian sertifikat bagi personil yang terlibat dalam sistem.

Konsep utama SPGDT pra RS difokuskan pada kerangka waktu penanggulangan pra RS yang dikenal sebagai “RESPONSE TIME” (waktu tanggap).

SPGDT Pra RS dibagi dalam beberapa sub-sistem: 1. Akses

2. Komunikasi

3. Penanggulangan di temapt kejadian a. Ekstrikasi

b. Resusitasi c. Stabilitasi

4. Transportasi yang cepat ke Rumah Sakit yang sesuai

5. Pembentukan triase dan RS lapangan bila terjadi “Mass Casualties:, bencana atau peperangan

6. Pengaturan Personil

(20)

2.3 Pedoman Pengembangan Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit 2.3.1 Tujuan

Tujuan suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut. Interpretasi nya adalah harus mampu:

a. Mencegah kematian dan cacat b. Melakukan rujukan

c. Menanggulangi korban bencana Kriteria :

a. Unit Gawat Darurat harus buka 24 jam

b. Unit Gawat Darurat juga harus melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak boleh mengganggu/ mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita gawat darurat.

c. Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan “primary care”.

Sedangkan “definitive care” dilakukan di tempat lain dengan kerjasama yang baik.

d. Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat. Interpretasi nya, mengadakan kursus-kursus untuk personalianya sendiri maupun penyuluhan kepada masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD). e. Unit Gawat Darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas

(21)

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi SPGDT

Ada beberapa hal yang mempengaruhi SPGDT pada penanggulangan bencana di Rumah Sakit, yaitu:

1. Akses

• Telepon 118 untuk pertolongan GD Medik .

• Telepon 110 dan 113 untuk pertolongan kepolisian dan kebakaran.

Ketiga akses ini merupakan panduan yang dapat memberikan respons bersama, baik untuk sehari-hari maupun bila terjadi bencana karena itu akses ketiga nomor ini harus ditempatkan di dalam suatu ruangan. Adapun tempatnya dapat dipilih di suatu RS, Polda/Polres, Pemda, dll. Sedangkan untuk daerah rurai di Puskesmas, Polsek dll.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah saran hubungan antara : 1. Masyarakat (minta tolong) ke system/akses 2. Komunikasi antar lembaga/unit dalam SPGDT

• “Alarm Center” yang bertugas sebagai pusat komunikasi operasional SPGDT • Mempunyai kemampuan secara local, nasional maupun internasional

• Design dari alarm center

• Jenis alat komunikasi berupa radio, telpon, internet, dll • Bahasa menggunakan “Ten Code”

(22)

“Outside Command:” “Onsite Command”

Kedua sistem komando ini mempunyai komunikasi dengan frekuensi yang berbeda tetapi terkoordinasi.

Secara nasional dikenal Crisis Center yang berada di DEPKES dapat mempunyai fungsi di bawah koordinasi “Outside Command” .

3. Penaggulangan di Tempat Kejadian 1. Awam/Awam Khusus

Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat dapat dikategorikan sebagai awam (guru sekolah, orang tua, supir sekretaris dll) atau awam khusus (petugas pemadam kebakaran, pramuka, polisi, satpam dll)

Kemampuan awam dan awam khusus dalam hal :  Cara meminta tolong

 Bantuan Hidup Dasar (BLS)  Mengkontrol pendarahan  Memasang pembalut dan bidai  Transportasi

2. Paramedik I, II, III

Keberhasilan Paramedik AGD 118 sangat ditentukan oleh waktu tanggap (Response Time). Penanggulangan terdiri atas assessment, resusitasi, ekstrikasi,

(23)

Pengamanan “Airway” dan “C-Spine” serta memberikan “High Flow” 02, mengatur posisi kepala penderita, penggunaan “Oropharyngeal Tube”, “Endotraceal Tube”, serta tindakan “Cricothyroidotomy” sambil tetap menjaga “C-Spine”. Pada kasus cedera toraks, paramedic dapat melakukan :Needlethoracocenthesis: sampai pemasangan “Chest Tube”. Mengontrol pendarahan, mengatasi syok hipovolemik dengan pemasangan jalur intravena, pemasangan PASG pada frkatur pelvis, pembalut tekan, stabilisasi frkatur dengan traction splint, air splint.

Terhadap gangguan neurologis, paramedic dapat menilai pupil, tingkat kesadaran dengan AVPU/Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score. Penggunaan obat-obatan sesuai dengan protocol tetap. Stabilisasi penderita sampai siap untuk di transportasi dengan prissip kerja “Do Not Further Harm”.

4. Transportasi

 Prinsip transportasi pra RS ialah untuk mengangkut penderita GD dengan

cepat dan aman ke RS/sarana yang sesuai, tercepat dan terdekat. Sarana angkutan umum ialah kedaraan darat:

- Tradisional - Modern

- Khusus/medic disebut sebagi ambulan darat, terdiri atas ambulan gawat darurat, ambulan transportasi dan ambulan mobile unit (pelayanan medik bergerak).

Kendaraan laut/air

(24)

- Modern

- Khusus/medic disebut sebagai ambulan laut sungai  Kendaraan udara

- “Fixed Wing”

- Helikopter (“Rotary Wing”)

 Kendaraan ambulan darat/khusus dapat difungsikan sebagia ambulan RS

lapangan dan triase lapangan pada keadaan korban masal atau bencana.  Ambulan sepeda motor:

Merupakan kedaran khusus bagi paramedic penolong yang menuju ke lokasi penderita GD mendahului roda empat. Ambulan sepeda motor ini harus dilengkapi perlatan resusitasi dan stabilisasi yang “Portable” sesuia kemampuan/daya angkut sepeda motor. Peralatan tersebut terutama ialah “Airway” dan :Breathing” box, tabung oksigen kecil, bidai pneumatic atau vakum, :Neck Collar”, peralatan bedah minor, kotak obat-obatan dan infuse, EKG, peralatan “DC Shock” dengan batr ringan.

 Puskesmas keliling dapat ditingkatkan menjadi ambulan untuk pelayanan

“Rural” AGD 188.

Dalam menjalankan tugas fungsi transportasi, ambulan harus memenuhi persyaratan :

- Kelayakan jalan kendaraan

(25)

- Personal Paramedik yang mempunyai SIM dan mentaati tata tertib operasionla yang dibuat oleh lembaga AGD 118. Dalam keadaan tertentu dimana terjadi bencana atau korban massal, diperlukan pembentukan RS lapangan darurat yang dapat dibuat dengan menggabung-gabungkan beberapa ambulan sejenis ataupun berbeda jenis. RS lapangan ini dapat berfungsi untuk Triase lapangan dan unit gawat darurat sementara. RS lapangan yang lebih ideal adalah yang terbuat dari tenda/”Bivouac Pneumatic” yang dapat digunakan sebagai karma operasi atau tindakan lainnya; dengan demikian berlakulah prisnsip “Sarana kesehatan ke tempat bencana dan bukan korban bencana ke sarana kesehatan”.

Ambulan juga berfungsi sebagi alat transfer antar-RS, biasanya dari fasilitas kesehatan yang lebih rendah kemampuannya ke RS yang lebih tinggi kemampuannya (misalnya dari Trauma Cente Level III ke Trauma Center Level I)

Sistem rujukan/transfer ini dipandu oleh protocol yang berlaku. Dibutuhkan satu buah ambulan siap jalan untuk setiap 50.000 penduduk, sehingga dapat memenuhi waktu tanggap kurang dari 10 menit.

Dalam keadaan luar biasa atau gawat maka jumlah ini sebaiknya ditambah menjadi kira-kira 1 ½ kali (150%).

5. Personil

Jenis personil yang diikutsertakan adalah: Dokter

(26)

Perawat

Non Medik: Administrator, mekanik, pekarya dll. Paramedik

Merupakan personil mutlak harus mempunyai keterampilan dalam penanggulangan penderita GD pra RS (dan kadang-kadang di UGD).

Sesuai dengan keterampilannya di bagi menjadi : a. Paramedik

Paramedik Tingkat I mempunyai keterampilan “Basic Life Support” (BLS) paramedic tingkat II mempunyai keterampilan : BLS dan “Advanced Life Support” (ALS), baik dalam bentuk PHTLS maupun PHCLS, namun non-invasif. Paramedik tingkat III mempunyai keterampilan : BLS dan ALS yang invasif.

Secara ideal ambulan yang berfungsi memerlukan 7-10 paramedik yang bekerja sama secara “shift”, 40-50 jam/minggu. Untuk “Alarm Center” (Pusat Komunikasi) diperlukan satu paramedic sebagai “Dispatch Officer” untuk setiap 200.000-250.000 penduduk. Dalma keadaan luar biasa/gawat jumlah ini sebaiknya ditambah menajadi 1 ½ kalinya (150%).

(27)

“Medico Legal” dan sebagai tenaga tambahan/pimpinan dalam keadaan luar biasa (Bencana).

b. Tenaga Administrasi

“Alarm Center” dari suatu SPGDT merupakan lembaga yang dijalankan suatu sistem administrasi oleh tenaga-tenaga administrasi, dibawah pimpinan sirektur administrasi.

c. Tenaga Lain-lain

Markas besar ambulan harus dilengkapi dengan bengkel (“Service Station”) dengan personil beberapa orang mekanik sesuai dengan kebutuhan. Bengkel pemeliharaan adalah untuk sarana non medic dan medic serta juga untuk melayani pemeliharaan markas AGD 118 (Bagian Maintenance).

6. Organisasi

Keberhasilan penanggulangan penderita dengan keadaan yang berat sangat bergantung pada pengembalian dan mempertahankan oksigenisasi jaringan tubuh, sehingga dapat dipengaruhi oleh kecepatan memulai resusitasi.

(28)

Yogyakarta : Dikoordinasi oleh PERSI cabang Yogyakarta dengan “Alarm Center” berpusat di PMI cabang Yogyakarta.

Ujung Pandang : Dikoordinasi oleh RS Islam

Surabaya : Dikoordinasi oleh RS Dr. Soetomo

Jakarta : merupakan yayasan AGD 118 langsung di bawahkoordinasi IKABI Pusat Yayasan AGD 118 merupakan organisasi Tingkat Nasional yang mempunyai fungsi standard yang harus diikuti oleh daerah namun diadaptasi sesuai dengan kondisi setempat. Standard ini juga mencakup struktur organisasi penataan personil, kurikulum pendidikan, standarisasi peralatan (medic dan non-medik), logo, seragam, “badge” dll.

DEPKES RI mempunyai bagian yang disebut “Crisis Center” yang pada dasarnya berfungsi pada kejadian-kejadian luar biasa terutama pada keadaan siaga satu untuk bencana.

Jajaran kelembagaan AGD 118 ialah kepolisian dan pemadam kebakaran pada SPGDT untuk akses dan komuniaksi, serta berada pada suatu ruangan operasional (telepon 110, 113, dan 118)

Dalam kelembagaan AGD 118 disusun organisasi struktural yang terdiri atas : - Administrasi

(29)

7. Pendidikan dan Quality Improvement

Lembaga dari Pendidikan AGD adalah untuk:

 Mendidik petugas paramedic dari lulusan SPK/AKPER untuk menjadi paramedic.

Lama pendidikan 2-3 tahun (120-300 jam ditambah magang).

 Mendidik perawat di bidang P3K, resusitasi, stabilisasi, evakuasi darat, laut,

udara, dan mengemudi.

 Mendidik awam/awam khusus dalam bidang P3K dan cara meminta tolong.

Menjalin hubungan dan “Fellowship” dengan luar negeri untuk pendidikan

“Paramedik”, kursus-kursus dll.

 Membantu pelaksanaan pendidikan ATLS/ACLS bagi dokter-dokter yang bekerja

di UGD atau lembaga-lembaga GD lainnya di seluruh Indonesia.  Menyediakan sarana pendidikan dan perawatnya.

 “Quality Improvement” (Gugus Kendali Mutu), merupakan bagian yang khusus

mengikuti perkembangan SPGDT dengan memantau: - Kesulitan-kesulitan

- Kesalahan-kesalahan - Kegagalan-kegagalan

(30)

2.4 Tanggap Darurat Bencana

Tanggap darurat adalah upaya yang di lakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, 2006). Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;

2. Penentuan status keadaan darurat bencana;

3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; 4. Pemenuhan kebutuhan dasar;

5. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi, (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia. Tanpa kerusakan infra struktur.

(31)

dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak, dengan kerusakan infra struktur.

3. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman kea manan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan.

Fase pada Disaster Cycle kegawatdaruratan bencana (Wittiri, 2007):

1. Fase Impact / bencana. Korban jiwa, kerusakan sarana-prasarana, infra struktur, tata- nan sosial sehari-hari.

2. Fase Acute Response / tanggap segera :

a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.

b. Emergency relief. Mamin, tenda untuk korban sehat.

c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk pertolongan korban.

3. Recovery. Pemulihan.

4. Development. Pembangunan. 5. Prevention. Pencegahan.

6. Mitigation. Pelunakan efek bencana.

(32)

b. Safety diri saat respons kelokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya saat mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke bakaran : 30 m, perhatikan arah angin).

c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait, cara mengangkat pasien, proteksi diri.

d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam. - Protokol Safety

1. Khusus. Atribut, tanda pengenal posko-ambulans, perangkat komunikasi khusus tim, jaring kerjasama dengan keamanan, hanya masuk daerah yang dinyatakan aman. Pada daerah konflik hindari menggunakan kendaraan keamanan, ambil jarak dengan petugas keamanan. Utamakan pakai kendaraan kesehatan / PMI. 2. Umum. Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur

penyela matan diri yang hanya diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.

Posko Pelayanan Gadar Bencana

1. Penyediaan posko yankes oleh petugas yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko.

2. Penyediaan dan pengelolaan obat.

3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.

Rapid Health Assessment (RHA) adalah penilaian kesehatan cepat melalui

(33)

penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah kesehatan akibat bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk digunakan dalam pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya. Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah / akan terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya untuk mengatasi masalah, kemampuan respons setempat.

2.5 Landasan Teori

Safe Community, (SC) adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh

dan untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina. Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat. Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada HKN 36 di Makassar adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO.

(34)

awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.

Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mulai dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga mencapai seluruh masyarakat Indonesia. Gerakan ini harus dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.

2.6 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian Input

Fase:

- Sumber Daya Manusia - Pendanaan

- Jejaring/Komponen - Alat Komunikasi dan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hezzel Farm Indonesia belum cukup baik karena laporan penjualan yang dihasilkan sistem aplikasi penjualan belum dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan perusahaan, tidak terdapatnya

Dari data tersebut perolehan nilai anak selama pelaksanaan tindakan pada siklus I yang dilakukan sebanyak empat kali, pertemuan hasil tes anak mengalami peningkatan

Diharapkan dengan dibangunya ”Aplikasi Game Tower Defense ‟Negeri Menara Emas‟” sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa kependudukan Belanda dapat diceritakan

Banyaknya masyarakat Sukoharjo yang menyediakan souvenir hajatan menimbulkan ide melaksanakanwirausaha melalui PKM-K tahun 2011 untuk memanfaatkan limbah plastik

Dari sekian banyak program komputer grafis yang muncul, Adobe Photoshop merupakan satu-satunya program komputer grafis yang dapat diandalkan karena banyak kreasi efek dan tulisan

Bahan makanan yang berasal dari ternak mempunyai peran yang cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat karena mutunya yang tinggi yaitu yang mengandung protein

KESATU : Perubahan Atas Keputusan Bupati Bantul Nomor 40A Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Pelaksanaan Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian Perijinan di Dinas

Desain sistem kontrol kelembaban tanah menggunakan transduser resistivitas dapat dilakukan dengan menggunakan transduser resistivitas konfigurasi Wenner, dan desain