• Tidak ada hasil yang ditemukan

JKA.2016;3(1): ARTIKEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JKA.2016;3(1): ARTIKEL PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI POSYANDU DAHLIA B WILAYAH KERJA

PUSKESMAS CIBEBER KELURAHAN CIBEBER KOTA CIMAHI

Septian Andriyani1, Devita Viatika2, Dadang Darmawan2 ABSTRAK

Toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia toddler dan dibutuhkan perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi. Toilet training perlu dilakukan selama anak berada dalam periode optimal untuk menghindari efek jangka panjang seperti inkontinesia dan infeksi saluran kemih (ISK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training pada anak usia 1-3. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di Posyandu Dahlia B yang berjumlah 59 orang ibu dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training hampir setengahnya (49,2%) berpengetahuan baik dan sebagian besar dari responden (57,6%) bersikap negatif. Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toillet training pada anak usia 1-3 tahun (nilai p value = 0,013 < 0,05). Saran bagi puskesmas untuk merencanakan dan mengadakan penyuluhan mengenai pentingnya toilet training pada anak.

Kata kunci: pengetahuan, sikap, toilet training

Abstract

Toilet training is an important aspect of children development during the toddler age for controling urination and defecation. Toilet training is one of development tasks in preschooler whom needed to be given to the children for avoid problem in urinating such as incontinence urine infection in urinary tract.This study aims to determine the relationship between knowledge and mother attitude about toilet training in children aged 1-3. Design of this reseach is quantitative descriptif cross sectional approach. ThePopulation is all mothers of children aged 1-3 years in Posyandu Dahlia B totaling 59 mothers using total sampling tehnique. Data collected using a questionnare. The survey results the level of knowledge of mothers about toilet training almost half (49,2%) good knowledgeable and most of the respondents(57,6%) being negative. Based on the chi square test results is (p value= 0,013<0,05) that any corelation between knowledge with attitude mothers about toilet training in children aged 1-3 years. Advice for health centers to planning and action health promotion about importance toilet training for childrens.

Keyword: knowledge, attitude, toilet training

1 Prodi D3 Keperawatan FPOK -UPI 2 Akper RS. Dustira

LATAR BELAKANG

Anak adalah aset bangsa yang paling berharga. Anak merupakan penerus masa depan sebuah bangsa. Bila saat ini anak tidak berkualitas maka dapat dipastikan masa depan

sebuah bangsa akan mengalami kehancuran, oleh karena itu penting sekali untuk memperhatikan dan memprioritaskan perkembangan seorang anak (Adriany, 2005 dalam Lestari, 2013). Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang dimulai sejak konsepsi

(2)

sampai berakhirnya masa remaja, hal ini yang membedakan anak dengan dewasa karena anak bukanlah dewasa kecil. Anak akan menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya (Rusmil, 2006 dalam jurnal Lestari, 2013). Pertumbuhan pada anak berbeda setiap tahap perkembangannya, per tumbuhan anak pada masa toddler (1-3 tahun) relatif lebih lambat dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berja lan lebih cepat. Pada anak usia toddler akan melewati tahap anal yaitu ketertarikan selama tahun kedua kehidupan berpusat pada bagian anal saat otot-otot sfingter berkembang dan anak-anak mampu menahan atau mengeluarkan feses sesuai keinginan (Wong, 2008).

Pada usia toddler keberhasilan menguasai tugas-tugas perkembangan membutuhkan dasar yang kuat dan selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan bimbingan dari orang lain (Whaley & Wong, 2007). Tugas perkembangan anak di usia toddler dihadapkan pada penguasaan beberapa tugas penting khususnya meliputi deferensiasi diri dari orang lain terutama ibunya, toleransi terhadap perpisahan dengan orang tua, kemampuan untuk menunda pencapaian kepuasan, pengontrolan fungsi tubuh, penguasaan perilaku yang dapat diterima sacara sosial, komunikasi memiliki makna verbal, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak terlalu egosentris (Wong, 2008).

Salah satu tugas mayor masa toddler adalah toilet training (Keen, (2007), Wald, (2009) dalam jurnal Musfiroh 2014). Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air be sar. Toilet training secara umum dapat dilak sanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak, kontrol volunter sfringter anal dan uretra

terkadang dicapai kira-kira setelah anak berjalan, mungkin antara usia 18 dan 24 bulan (Keen, (2007), Wald, (2009) dalam jurnal Musfiroh, 2014).

Toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia toddler dan dibutuhkan per hatian dari orang tua dalam berkemih dan defekasi. Melatih anak untuk BAK dan BAB bukan pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa BAK atau BAB sesuai waktu dan tempatnya (Mufattahah, 2008 dalam jurnal Subagyo 2010). Mengenali keinginan untuk buang air kecil dan defekasi sangat penting untuk menentukan kesiapan mental anak. Anak harus dimotivasi untuk menahan dorongan untuk menyenangkan dirinya sendiri agar toilet training dapat berhasil (Hockenberry dan Wilson, 2007 dalam jurnal Lestari, 2013). Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar atau kecil secara sendiri (Hidayat, 2008). Keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet training secara baik dan benar, sehingga anak dapat melaku kan dengan baik dan benar hingga besar kelak (Warner, (2007), Barone, (2009) dalam jurnal Musfiroh, 2014).

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak BAK dan BAB

(3)

saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih lega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008).

Kegagalan dalam mengontrol proses berkemih dapat mengakibatkan mengompol pada anak, keadaan demikian apabila ber langsung lama dan panjang akan mengganggu tugas perkembangan anak (Horn, 2006; Kroeger, 2010 dalam jurnal Musfiroh, 2014). Selain itu dampak jangka panjang dari tidak dilakukannya toilet training adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK). Anak-anak yang belum pernah dilatih dengan benar tentang toilet training dapat mengakibatkan enuresis, ISK, disfungsi berkemih, sembelit, encopresis dan penolakan untuk pergi ke toilet lebih sering (Mota 2008 dalam jurnal Andriyani, 2014).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dan dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2005 diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol buang air besar dan buang air kecil (mengompol) di usia toddler sampai usia pra sekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih buang air kecil dan buang air besar, pemakaian popok (pampers) sekali pakai dan hadirnya saudara baru (Riblat cit., Pusparini, (2010) dalam jurnal Lestari, 2013). Pada anak usia dini, anak sering sulit buang air di toilet karena terbiasa mengompol, bila orang tua tidak tanggap dan menganggap hal itu biasa bukan tidak mungkin kebiasaan mengompol berlangsung hingga anak anak besar sehingga mengajarkan anak keterampilan untuk menjaga kebersihan diri

seperti pipis dan buang air besar di toilet butuh latihan juga kesiapan dari anak perlu diperhatikan orang tua sebaiknya tidak menunda terlalu lama mengajarkan anak toilet training. Banyak dari orang tua membiasakan anak-anak terlalu lama menggunakan popok sekali pakai merupakan hal yang tidak baik karena menjadi salah satu penghambat toilet training yang akibatnya anak akan terbiasa buang air di celana (Prabowowati, 2013).

Hasil penelitian Puji Lestari (2013), tentang Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Praktik Ibu Dalam Penggunaan Diapers Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Kelurahan Putat Purwodadi. Populasi dalam penelitian ini adalah 123 dan sampel sebanyak 94 responden dengan teknik Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training dengan praktik ibu dalam penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 tahun). Disarankan agar ibu dapat menambah pengetahuan tentang toilet training pada anaknya untuk mengatasi mengompol sehingga dapat mengurangi praktik ibu dalam penggunaan diapers.

Salah satu kota yang ada di Jawa Barat yaitu Kota Cimahi yang memiliki 13 Puskesmas. Data dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi di Puskesmas Cibeber didapatkan data anak usia 1-4 tahun yang mengalami Infeksi Saluran Kemih (sistitis) sebanyak 6 orang dari bulan Januari – Desember 2014. Salah satu posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cibeber yang memiliki anak usia 1-3 tahun dengan jumlah anak terbanyak diantara posyandu lainnya yang berjumlah 59 anak adalah posyandu Dahlia B. Posyandu Dahlia B terletak di RW IV Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi.

(4)

Tabel 1. Jumlah Anak Usia 1-3 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kota Cimahi Bulan Maret, April, Mei 2015

No RW Posyandu Maret BulanApril Mei

1 I Melati A 28 30 30

2 I Melati B 36 36 36

3 II Karya Budi Asih A 49 43 47

4 II Karya Budi Asih B 16 12 14

5 III Kamboja A 51 51 51 6 III Kamboja B 42 44 42 7 IV Dahlia A 58 58 57 8 IV Dahlia B 68 60 59 9 V Anggrek A 35 34 37 10 V Anggrek B 24 28 21 11 VI Cempaka A 25 27 25 12 VI Cempaka B 33 27 30 13 VII Mawar A 38 28 31 14 VII Mawar B 30 34 30 15 VIII Rose A 45 43 47 16 VIII Rose B 31 31 30

17 IX Fajar Melati Purnama 35 27 27

18 X Lestari 28 23 24

19 XI Lestari 2 8 8 10

20 XII Teratai 26 26 26

21 XIII Flamboyan 25 25 27

22 XIV Anyelir 35 37 41

Sumber : Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi, 2015 Hasil studi pendahuluan tanggal 7

April 2015 di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi melalui wawancara kepada 10 orang ibu yang memiliki anak usia toddler bahwa 2 orang ibu mengatakan tidak mengetahui apa istilah toilet training , 4 orang ibu mengatakan belum mengetahui dampak yang akan terjadi jika tidak dilakukan toilet training dan masih sering menggunakan diapers karena dianggap lebih praktis, 2 orang ibu mengatakan selalu mengantar anaknya ke toilet jika anak ingin BAK atau BAB, 2 orang ibu mengatakan mencoba melatih anaknya untuk tidak menggunakan diapers. Selain itu sebagian besar orang tua

menggunakan diapers pada anaknya saat

melakukan pemeriksaan di posyandu, belum ada penyuluhan kesehatan tentang toilet training sehingga orang tua menerapkan toilet training berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi.

METODOLOGI

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross

(5)

sectional. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber dengan jumlah 59 orang ibu dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner yang telah disediakan pilihan jawaban sehingga responden memilih jawaban yang menurut responden paling benar yang telah tersedia di lembar kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada kepustakaan yang ada. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber. Pengumpulan data dilakukan selama 5 hari mulai 24 - 28 Juli 2015.

Variabel pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan yang berjumlah 22 soal, responden hanya menjawab pertanyaan yang disediakan dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar. Jawaban benar diberi nilai 1, jawaban salah diberi nilai 0. Sedangkan variabel sikap menggunakan kuesioner dalam bentuk pernyataan tertutup yang berjumlah 17 soal,

dengan cara memberi tanda ceklis (√) pada salah

satu pilihan jawaban yang dianggap benar oleh responden, dengan bobot pernyataan dibedakan menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan di Posyandu Dahlia A Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi yang memiliki karakteristik yang sama yakni tempat yang berdekatan, berada di satu RW yang sama, merupakan penduduk asli, dan jumlah anak usia 1-3 tahun terbanyak kedua dengan tempat penelitian yaitu Posyandu Dahlia B juga termasuk

dalam Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber.

Hasil uji validitas didapatkan bahwa dari 45 soal terdiri dari 25 soal tentang pengetahuan dan 20 soal tentang sikap. Dari 25 soal tentang pengetahuan terdapat 22 soal yang valid dengan nilai r tabel > 0,444, dan 3 soal yang tidak valid dengan nilai r tabel < 0,444 yaitu soal nomor 2 (-0,132), 12 (0,074), 22 (0,187). Adapun 3 soal yang tidak valid dibuang dengan alasan nilai r tabel jauh dari nilai minimum yaitu 0,444 dan bila dilihat dari indikator soal, soal yang tidak valid tersebut sudah terwakili oleh soal lain. Dari 20 soal tentang sikap terdapat 17 soal yang valid dengan nilai r tabel > 0,444, dan 3 soal yang tidak valid dengan niali r tabel < 0,444 yaitu soal nomor 4 (0,067), 6 (0,277), 9 (0,144). Dari 3 soal yang tidak valid tersebut, 3 soal tersebut dibuang dengan alasan nilai r tabel jauh dari nilai minimum yaitu 0,444 dan bila dilihat dari indikator soal, soal yang tidak valid tersebut sudah terwakili oleh soal lain. Uji reliabilitas instrumen Nilai Cronbach’s Alpha dalam penelitian ini terdapat 2 nilai Cronbach’s Alpha diantaranya nilai Cronbach’s Alpha pengetahuan 0,899 dan nilai Cronbach’s Alpha sikap 0,874 yang berarti pertanyaan realiable.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Toilet Training

di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi Tahun

2015

Kategori Frekuensi Persentase %

Baik Cukup Kurang 29 27 3 49,2 45,8 5,1 Total 59 100

(6)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Responden berdasarkan Kategori tentang Toilet Training di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas

Cibeber Kota Cimahi Tahun 2015

Kategori Frekuensi Persentase %

Negatif

Positif 3425 57,642,4

Total 59 100

Tabel 4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden tentang Toilet Training di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi Tahun 2015

Pengetahuan

Responden Negatif Sikap Responden% Positif % Total P Value

Baik 7 24,1 22 75,9 29 0,013 Cukup 17 63,0 10 37,0 27 Kurang 1 33,3 2 66,7 3 Total 42,4 57,6 100 PEMBAHASAN

1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia 1-3 tahun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 59 responden, terdapat 29 responden (49,2 %) memiliki pengetahuan baik, 27 responden (45,8 %) memiliki pengetahuan cukup, dan 3 responden (5,1 %) memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa hampir setengahnya dari responden yang ada di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi berpengetahuan baik tentang toilet training. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat diperoleh baik secara internal maupun eksternal.

Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari diri sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan

dan umur. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan dan social budaya. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan A, Dewi, 2010).Faktor lain yang dapat menambah pengetahuan ibu dalam menerapkan toiet training adalah tayangan dari media massa. Iklan yang sering ditayangkan maka iklan itulah sumber pengetahuan untuk ibu, tayangan di media masa lebih populer di kalangan ibu dan membuat ibu lebih tertarik meskipun pasti ada efek baik atau kurang baik jika digunakan ditandai dengan maraknya iklan diapers sehingga membuat ibu beranggapan bahwa menggunakkan diapers lebih praktis dan efektif.

Diapers adalah popok sekali pakai yang dibuat dari plastik dan campuran bahan kimia mempunyai daya serap yang

(7)

tinggi untuk menampung air seni dan feses (Diena (2009) dalam jurnal indanah, 2014). Orangtua membiasakan anak memakai diapers karena hanya melihat dari sudut pandang kepraktisan dan kenyamanan saja. Padahal menggunakan diapers yang terlalu sering dapat menimbulkan iritasi kulit dan anak tidak terbiasa ke toilet untuk buang air (Listyanti (2012) dalam jurnal Indanah, 2014).

Anak yang terbiasa memakai diapers dari bayi hingga agak besar atau usia balita, akan mengalami beberapa perbedaan dari anak – anak yang lain, seperti anak kesulitan untuk mengontrol keinginan untuk buang air kecil atau buang air besar, anak tidak memberitahu orang tuanya ketika buang air kecil atau buang air besar, anak malas ke kamar mandi, bahkan sikap anak cenderung ceroboh maupun keras kepala (Hidayat, 2005). Pemakaian diapers yang terlalu lama serta sering mampu menghambat keberhasilan dalam toilet training.

Toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia toddler dan dibutuhkan per-hatian dari orang tua dalam berkemih dan defekasi. Melatih anak untuk BAK dan BAB bukan pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa BAK atau BAB sesuai waktu dan tempatnya (Mufattahah, 2008, dalam jurnal Subagyo 2010). Mengenali keinginan untuk buang air kecil dan defekasi sangat penting untuk menentukan kesiapan mental anak. Anak harus dimotivasi untuk menahan dorongan untuk menyenangkan dirinya sendiri agar toilet training dapat berhasil (Hockenberry dan Wilson, 2007 dalam

jurnal Lestari, 2013). Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar atau kecil secara sendiri (Hidayat, 2008). Keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet training secara baik dan benar, sehingga anak dapat melaku-kan dengan baik dan benar hingga besar kelak (Warner, (2007), Barone, (2009) dalam jurnal Musfiroh, 2014).

Selain itu, pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dalam hal ini peran orang tua terutama ibu untuk mengajarkan anak dalam melakukan toilet training cukup besar seperti membiasakan anak untuk buang air di toilet, mengurangi

penggunaan diapers sehingga harus

konsisten dalam melakukan toilet training pada anak. Ibu dengan pengetahuan luas tentang toilet training dan ditunjang dengan pendidikan yang tinggi, maka dalam memilih dan menentukan anak untuk menerapkan toilet training kepada anaknya semakin baik. Namun, pendidikan seorang ibu tidak menjadi suatu patokan terhadap pengetahuan seorang ibu karena di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi ini rata-rata pendidikan orang tua siswa berpendidikan SMA dan jarang sekali orang tua siswa yang

(8)

berpendidikan Perguruan Tinggi. Sebagian besar ibu yang berpengetahuan baik bisa juga dikarenakan pengalaman ibu dalam melatih anak yang sebelumnya.

Faktor lain seperti faktor umur ibu juga mempengaruhi pengetahuan ibu. Hal ini dapat dilihat dari 59 responden, 57 ibu yang berumur 20-35 tahun lebih banyak menjawab pertanyaan yang benar tentang indikator definisi toilet training, usia dapat dilakukannya toilet training, prinsip dilakukannya toilet training, tanda kesiapan melakukan toilet training, dampak tidak dilakukan toilet training, keberhasilan toilet training dibandingkan dengan ibu lainnya yang berumur kurang dari 20 tahun yang kurang dalam menjawab pertanyaan tentang indikator tersebut, namun rata-rata ibu-ibu tersebut lebih banyak yang kurang dalam menjawab pertanyaan tentang dampak tidak melakukan toilet training. Hal ini dapat disebabkan karena semakin cukup umur, maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Wawan A, Dewi, 2010).

Jumlah anak yang banyak mempengaruhi intensitas perhatian orang tua, yaitu perhatian terhadap anak-anak menjadi berkurang. Jumlah anak yang sedikit akan menyebabkan perhatian orang tua kepada anak semakin optimal. Namun, jumlah anak yang sedikit juga mempengaruhi pengalaman ibu dalam memberikan toilet training. Ibu yang memiliki anak <2 akan memiliki keterbatasan pengalaman dalam memberikan toilet training. Pengalaman seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa dapat dijadikan sebagai

sumber pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran dari pengetahuan atau informasi dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh (Musfiroh, 2014). Pengetahuan ibu juga dipengaruhi oleh lingkungan, Hal ini disebabkan karena lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan A, Dewi, 2010).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu dapat disebabkan dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, dimana faktor- faktor tersebut dapat menjadikan ibu berpengetahuan baik ataupun berpengetahuan kurang tergantung dari bagaimana ibu tersebut menyikapinya dengan akal budinya untuk mengenal benda atau sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan baik karena pengetahuan yang diperolehnya dari media dan pengalaman sebelumnya mempunyai anak dan juga faktor di lingkungan rumahnya dimanfaatkan dan diterapkan dengan baik juga dibandingkan ibu yang berpengetahuan kurang yang tidak memperhatikan dan memanfaatkannya dengan baik.

2. Gambaran Sikap Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia 1-3 tahun

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 59 responden terdapat 34 responden (57,6 %) memiliki sikap negatif dan 25 responden (42,4 %) memiliki sikap positif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa

(9)

sebagian besar dari responden memiliki sikap yang negatif. Hal ini disebabkan sikap negatif yang timbul dari responden adalah merupakan hasil olah pikir dari pengetahuan yang dimiliki oleh setiap responden yang sebagian besar dari responden memiliki pengetahuan yang baik tentang toilet training.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap obyek sikap adalah pengalaman pribadi, dimana sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting, kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan yang memberikan corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya (Wawan A, Dewi, 2010).

Selanjutnya faktor media massa, dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. Dan faktor emosional, dimana suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk (Wawan A, Dewi, 2010).

Berdasarkan hal tersebut bahwa sikap seseorang akan mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Responden yang memiliki sikap positif kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang toilet training dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap negatif. Sikap dapat menggambarkan cerminan perasaan seseorang yang berupa nilai positif maupun negatif terhadap suatu obyek tertentu, dimana sikap tersebut berpengaruh terhadap jalan seseorang untuk mencapai tujuannya. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Wawan, 2011).

Hasil penelitian sikap ibu tentang toilet training di Posyandu Dahlia B sebagian besar dari responden memiliki sikap negatif dalam melakukan toilet training, terlihat dari banyaknya ibu yang menjawab soal dengan kurang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman pribadinya masing masing yang telah dialami dalam melakukan toilet training. Sikap dalam

(10)

melakukan toilet training selain terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki, juga dipengaruhi oleh pemahaman ibu dari pengalaman sebelumnya dan faktor lingkungan.

Hasil penelitian ini terdapat 17 responden yang bersikap negatif, diantaranya terdapat 5 responden (29 %) memiliki sikap negatif terhadap indikator dampak tidak melakukan toilet training, 6 responden (35 %) memiliki sikap negatif terhadap indikator pengaruh positif dan negatif dilakukan toilet training, dan 7 responden (41 %) memiliki sikap negatif terhadap indikator mengajari toilet training. Sikap ibu yang negatif dalam menerapkan toilet training adalah diantaranya banyak yang lebih memilih menggunakan diapers karena praktis.

Memilih menggunakan diapers agar

praktis saja dan menggantinya sampai diapers benar-benar penuh, tanpa melihat bagaimana dampak yang akan muncul jika terus-terusan menggunakan diapers dan tidak melatih anak untuk melakukan toilet training.

Berdasarkan beberapa hal tersebut,

sikap ibu dalam menerapkan toilet

training bervariasi tergantung faktor yang mempengaruhi terhadap sikap ibu tersebut. Dimana apabila faktor yang mempengaruhinya adalah faktor yang cenderung positif maka ibu tersebut akan memiliki sikap positif namun sebaliknya apabila faktor tersebut cenderung mengarah kearah yang negatif, maka ibu tersebut akan memiliki sikap yang negatif pula.

3. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Ibu tentang Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 tahun di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pola kecenderungan hubungan antara pengetahuan dengan sikap responden tentang toilet training. Hal ini disebabkan oleh terbukti adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training, dimana banyak pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh sikap ibu tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, bukan hanya dari faktor pengetahuan namun dapat juga dari faktor lainnya seperti pengaruh lingkungan. Hal ini diperkuat oleh hasil uji chi-square p value = 0,013 yang nilainya lebih kecil daripada 0,05 menandakan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel dalam penelitian ini.

Pengetahuan dan sikap merupakan salah satu faktor yang berhubungan. Pengetahuan yang baik belum tentu diwujudkan dalam perilaku yang baik. Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif. Dalam arti, subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahui tersebut. Namun, seseorang dapat bertindak atau berperilaku tanpa mengetahui dahulu makna stimulus yang

(11)

diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Bondika, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden yang baik lebih banyak yang bersikap positif, hal ini disebabkan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang toilet training sudah dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah dimiliki dengan konsisten sehingga dapat mencapai sikap yang positif juga. Sedangkan untuk pengetahuan responden yang cukup lebih banyak bersikap negatif, hal ini disebabkan ibu yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang toilet training masih belum dapat menentukan sikap untuk dapat konsisten dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapatkannya dalam melakukan toilet training, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan yang kurang sebagian besar responden tersebut memiliki sikap yang positif juga dalam melakukan toilet training dikarenakan pengaruh oleh lingkungan karena faktor lingkungan baik mempunyai peluang 29 kali untuk keberhasilan dalam melakukan toilet training pada anak dibandingkan dengan lingkungan yang buruk. Faktor lingkungan sangat penting bagi kehidupan manusia karena lingkungan merupakan tempat hidup manusia, tumbuh dan berkembang serta lingkungan juga memberikan sumber-sumber penghidupan manusia. Dan faktor lingkungan adalah faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak (Andriyani, 2014) Oleh karena itu, ibu yang berpengetahuan kurang pun tidak menutup kemungkinan untuk memiliki

sikap positif.

Hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Posyandu Dahlia B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor pendidikan ibu yang memiliki pendidikan tinggi, usia yang matang, dan lingkungan yang baik akan berpengaruh terhadap sikap ibu yang positif. Selain itu, ibu juga dapat bersikap positif dikarenakan pengalaman sebelumnya tentang toilet training. Sebagian besar ibu mengetahui tentang dampak dari tidak dilakukannya toilet training dan dapat berdampak pada proses perkembangan anak. Dari beberapa ibu terdapat juga ibu yang tidak mengetahui dampak tidak dilakukannya toilet training dan dampaknya pada proses perkembangan anak, sehingga ibu masih menggunakan diapers yang dianggap lebih praktis.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training Hampir setengahnya dari responden (49,2%) memiliki pengetahuan baik sebanyak 29 responden, Sikap ibu tentang toilet training sebagian besar dari responden (57,6%) bersikap negatif sebanyak 34 responden dan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet training (nilai p value = 0.013 < 0,05). Diharapkan puskesmas membuat perencanaan dan melakukan penyuluhan tentang pentingnya toilet training pada anak, Melakukan sosialisasi ke posyandu, PAUD yang berada di wilayah kerja puskesmas cibeber serta menyiapkan dan membagikan leaflet kepada orang tua khususnya

(12)

ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Septian dkk. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Toilet Training Pada Anak Prasekolah. ISSN: 2338-5324. 2(3). Jurnal Keperawatan Padjajaran

Azwar, Saefuddin. 2009. Sikap Manusia : Teori dan Pengukuannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bondika. (2011). Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan pada Anak Sekolah Dasar [serial online]. Tersedia dari : URL: http://www.eprints. undip.ac.id [Diakses 05 November 2014] Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian

Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika

_________. 2005. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : Salemba Medika

Indanah, dkk. 2014. Pemakaian Diapers Dan Efek Terhadap Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler. JIKK 5(3). 61-68. Tersedia dari : U R L : h t t p % 3 A % 2 F % 2 F e j o u r n a l . stikesmuhkudus.ac.id%2Findex.php%2 Fkarakter%2Farticle%2Fdownload%2F 172%2F115&ei=M9WVY6kC8bkuQTpj b2IAw&usg=AFQjCNHaVk_wcasYpxARc 1Hpjczog3KCTw&bvm=bv.99261572,d. c2E[Diakses 03 Agustus 2015]

Lestari, Puji. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Praktik Ibu Dalam Penggunaan Diapers Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Kelurahan Putat Purwodadi. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 1(3). Tersedia dari: URL: http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/e-journal/index.php/ilmukeperawatan/

article/view/135, [Diakses 22 Januari 2015]

Mardiana. 2013.Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Dengan Penerapan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun.

Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya Mujahidatul, Musfiroh, dkk. 2014. Penyuluhan

Terhadap Sikap Ibu Dalam Memberikan Toilet Training Pada Anak. KEMAS. 9(2). 157-166 Tersedia dari:URL:http:// journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ kemas/article/viewFile/2844/2900, [Diakses 16 Juni 2015].

Natalia Susi. 2006. Selain itu dampak dari tidak dilakukannya toilet training adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) ¶ 8[serial online]. Tersedia dari: URL: http://eprints.undip. ac.id/18739/1/SUSI_NATALIA.pdf, [Diakses 18 Februari 2015]

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

_________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurasalam. 2009. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Subagyo, dkk. 2010. Hubungan Antara Motivasi Stimulasi Toilet Training Oleh Ibu Dengan Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Prasekolah. ISSN. 1(2). 136-140 Tersedia dari: URL: http://suaraforikes.webs.com/ volume1%20nomor2.pdf, [Diakses 18 Februari 2015]

Supartini, yupi. 2004 (cetakan 2012). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC

(13)

Wandasari. 2010. Kerangka Teori Dan Hipotesis [serial online]. Tersedia dari : URL: http:// www.journal.unair.ac.id[Diakses 22 November 2014]

Wawan dan Dewi. 2010. Teori & Pengukuran

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC

(14)

Gambar

Tabel 1. Jumlah Anak Usia 1-3 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kota Cimahi Bulan  Maret, April, Mei 2015
Tabel 4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden tentang Toilet Training di Posyandu Dahlia  B Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kelurahan Cibeber Kota Cimahi Tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tata Bangunan

pengujian stabilitas sediaan krim. Antioksidan dari ekstrak etanol daun sirsak ini tergolong kuat. Kestabilan sediaan krim dipengaruhi oleh formulasinya. Pada penelitian ini

menunjukkan tingkat perputaran karyawan yang tinggi di Hotel Santika Nusa Dua Bali akan membawa dampak negatif dan dapat menurunkan kinerja operasional hotel maka

service sebagai alat bukti Elektronik dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat dan/atau alat bukti petunjuk, Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Berdasarkan hasil penelitian, data menunjukkan manajemen supervisi kepala sekolah, motivasi kerja dan iklim organi- sasi secara bersama-sama mempunyai ™Ž—•Š›ž‘ 1

Agar penerapan model PBL lebih efektif untuk meningkatkan komunikasi matematika, perlu dikembangkan perangkat pembelajaran aljabar berbasis PBL yaitu silabus dan RPP yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis kombinasi na trium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif yang efektif untuk menangani

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek batang ubi jalar (berukuran 30 cm) Varietas Papua Solossa, Varietas Sawentar, Varietas Kidal,