• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan beberapa hasil penelitian sebelumnya dan beberapa teori yang berkaitan dengan topik permasalahan penelitian ini untuk digunakan sebagai perbandingan dengan apa yang terjadi secara nyata ditemukan dalam penelitian ini.

2.1Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Thalib pada tahun 2009 tentang studi pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton, bahwa pelaksanaan Jamkesmas di RSUD Kab. Buton yang ditinjau dari berbagai aspek diperoleh hasil yaitu untuk aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan dan pendanaan di RSUD Kab. Buton sudah terlaksana sesuai dengan pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat namun dalam pelaksanaannya belum maksimal dan masih terdapat masalah dalam pelaksanaannya baik dari pihak rumah sakit, pemerintah setempat maupun dari pemerintah pusat.

Hasil penelitian Dewi pada tahun 2010 menunjukkan efektivitas program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandra) di Kecamatan Gianyar sebesar 93,75% yang berarti tingkat efektivitas Program JKBM di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar masuk dalam kategori sangat efektif. Selain itu keberhasilan Program JKBM dapat disimpulkan bahwa Program JKBM dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kecamatan Gianyar. Manfaat paling besar yang

(2)

dirasakan pengguna JKBM adalah mengurangi pengeluaran biaya kesehatan mereka. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan persepsinya terhadap manfaat Program JKBM.

Penelitian yang dilakukan Rivany pada tahun 2010 tentang Quo Vadis Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dengan hasil menunjukkan bahwa Undang-Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) mengenai mutu layanan dan efektivitas-efisiensi biaya layanan kesehatan ternyata masih belum jelas tata kerjanya, yaitu bagaimana penatalaksanaan pasien mulai dari pendaftaran sampai pulang (clinical pathway) dan berapa besarnya biaya atau tarif maupun kapitasi yang akan disepakati sebagai cost of treatment antara BPJS dengan fasilitas kesehatan/rumah sakit yang ada agar prinsip fairness dan win-win solution dapat disepakati bersama.

2.2Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.2.1 Pengertian JKN

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah sebuah sistem jaminan sosial yang diberlakukan di Indonesia. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952 (Kemenkes RI, 2012).

(3)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013).

2.2.2 Manfaat JKN

Manfaat JKN adalah manfaat dasar atau standar yang bertujuan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan setiap penduduk. Manfaat tambahan (top up/suplemen) memenuhi demand ( permintaan atau selera) penduduk. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan minimum seseorang untuk bisa berfungsi secara fungsional normal (Thabrany, 2014).

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

(4)

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General check up, pengobatan alternatif

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g. Pasien bunuh diri/penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunuh diri/narkoba.

2.2.3 Prinsip JKN

Menurut Thabrany (2014) dalam menyelenggarakan JKN berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(5)

a. Prinsip kegotongroyongan

Prinsip ini harus terjadi antara peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu, yang berisiko rendah membantu yang beresiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit secara nasional.

b. Prinsip nirlaba

Prinsip ini bukan untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang-orang atau badan hukum yang biasa disebut pemegang saham. Dalam UU SJSN, dana yang terkumpul dari transaksi wajib disebut dana amanat yang akan digunakan untuk membayar biaya berobat peserta yang sakit. Indikator kinerja BPJS harus diukur dengan seberapa baik peserta mendapat perlindungan.

c. Prinsip tata kelola yang baik (good governance)

Prinsip ini terdiri dari keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip tata kelola yang baik juga berlaku atas dana amanat. Prinsip tata kelola yang baik merupakan konsekuensi dari transaksi wajib kepada pemegang amanat (Direksi), Dewan Pengawas, dan seluruh pegawai BPJS.

d. Prinsip portabilitas

Prinsip ini berlaku bagi jaminan, manfaat (benefit) baik berupa uang atau layanan yang menjadi hak peserta. Portabel artinya selalu dibawa, selalu berlaku di tanah air, selalu mengikuti kebutuhan peserta dari lahir sampai mati. Karena prinsipnya peserta harus selalu terjamin atau terlindungi kapan dan di manapun dia berada di dalam yurisdiksi Indonesia.

(6)

2.2.4 Pelayanan JKN

a. Jenis pelayanan JKN

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diberikan kepada peserta JKN, yaitu pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).

b. Prosedur pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

c. Kompensasi pelayanan

Bila di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

d. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik

(7)

pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

2.2.5 Kepesertaan

Prinsip kepesertaan JKN bersifat wajib, agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindung (UU No. 40 pasal 4).

1. UU No. 40 Tahun 2004 huruf g menentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan prinsip wajib.

2. Penjelasan pasal 4 mengatur bahwa prinsip wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.

Kepesertaan dan iuran antara lain diatur sebagai berikut:

1. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

2. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.

3. BPJS wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

4. Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.

(8)

5. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.

6. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

2.2.6 Tarif Pelayanan Program JKN a. Jenis Tarif Pelayanan

Tarif pelayanan program JKN didasarkan pada tarif Indonesian-Case Based Group (INA-CBGs) yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit (Kepmenkes RI, 2013). Tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama meliputi:

1. Tarif kapitasi yaitu rentang nilai yang besarannya untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama ditetapkan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tarif kapitasi diberlakukan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan komprehensif kepada peserta program jaminan kesehatan berupa rawat jalan tingkat pertama.

(9)

2. Tarif non kapitasi yaitu nilai besaran yang sama bagi seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan berupa rawat inap tingkat pertama dan pelayanan kebidanan dan neonatal (Kepmenkes RI, 2013).

Pembiayaan untuk pelayanan ambulans, pelayanan obat, rujuk balik, pelayanan skrining kesehatan tertentu, dan/atau pelayanan kesehatan pada daerah terpencil dan kepulauan dibayar oleh BPJS Kesehatan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan BPJS Kesehatan (Kepmenkes RI, 2013).

b. Iuran

Berdasarkan pedoman program JKN, dijelaskan bahwa iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayaran iuran dalam program ini adalah bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran dibayar oleh Pemerintah. Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan. Besarnya iuran JKN ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

(10)

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan di awal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan.

c. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan kapitasi. Untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s. Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu

(11)

daerah tidak memungkinkan pembayaran bedasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna (Kemenkes RI, 2013).

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut (Kemenkes RI, 2013).

2.2.7 Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan antara BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas besaran program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Kemenkes RI, 2013).

Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas

(12)

perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya kelas perawatan, yang disebut dengan iuran biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI (Kemenkes RI, 2013).

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada SJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat 31 Juli tahun berikutnya (Kemenkes RI, 2013).

2.3 Rumah Sakit

2.3.1 Definisi Rumah Sakit

Dalam buku Azwar (2010) ditemukan beberapa definisi rumah sakit di antaranya yaitu:

1. Menurut American Hospital Association (1974), rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan

(13)

keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

2. Menurut Wolper dan Pena (1978), rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

3. Menurut Association of Hospital Care (1947), rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 1 bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2008), rumah sakit adalah gedung tempat merawat orang sakit, gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan.

Rumah sakit adalah suatu tempat yang teroganisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan. World Health Organization (WHO) memberikan pengertian mengenai rumah sakit dan peranannya: “The hospital is an

(14)

integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for population complete health care both curatie and preventive, and whose out patient services reach out to the family and its home environment; the training of health workers and for bio-social research” (Adisasmito, 2009).

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, dan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga ahli selama 24 jam.

2.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4

(15)

(empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.

2.3.3 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (berdasarkan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit):

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat.

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

(16)

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin. f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan

pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

h. Menyelenggarakan rekam medis.

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia.

j. Melaksanakan sistem rujukan.

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien.

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien. n. Melaksanakan etika Rumah Sakit.

(17)

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws). s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit

dalam melaksanakan tugas.

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa :

a. Teguran

b. Teguran tertulis

c. Denda dan pencabutan izin Rumah Sakit. Setiap Rumah Sakit mempunyai hak :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan.

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(18)

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

2.3.4 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Disamping itu rumah sakit juga mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis. Pelayanan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

(19)

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Penapisan teknologi yang dimaksud untuk perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.

2.4Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dinyatakan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

Perencanaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan adalah proses estimasi terhadap jumlah SDM berdasarkan tempat, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, diramal dan

(20)

diperkirakan siapa mengerjakan apa, dengan keahlian apa, kapan dibutuhkan dan berapa jumlahnya (Ilyas, 2012).

2.4.1 Definisi SDM (Tenaga Kesehatan)

Sumber daya manusia kesehatan atau tenaga kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan klinik maupun nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi kesehatan masyarakat. Kinerja dari pelayanan kesehatan sangat tergantung kepada pengetahuan, keterampilan dan motivasi dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan berhubungan erat dengan masing-masing fungsi suatu organisasi kesehatan dan juga berinteraksi diantara fungsi-fungsi tersebut. Untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia yang mampu mendiagnosa permasalahan dan mengintervensi sehingga didapatkan penyelesaian dari setiap permasalahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Sumber daya manusia tersebut juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana kebijakan, strategi, program, dan prosedur suatu kegiatan apabila tidak dikelola dengan baik dan tepat (Depkes RI, 2009).

Pasal 1 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 ini menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

(21)

Dalam Sistim Kesehatan Nasional, paling tidak terdapat 6 (enam) subsistem yang turut menentukan derajat kesehatan secara nasional yang salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM) Kesehatan, disamping subsistem lainnya seperti upaya kesehatan, pembiayaan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan dan manajemen. Tenaga kesehatan. merupakan unsur utama yang mendukung subsistem lainnya. Subsistem sumber daya manusia kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi dengan adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.

2.4.2 Pengelompokan Tenaga Kesehatan

UU RI Nomor 36 Tahun 2014 pada Pasal 11 dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam:

1. Tenaga medis terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.

2. Tenaga psikologi klinis adalah psikologi klinis.

3. Tenaga keperawatan terdiri atas berbagai jenis perawat. 4. Tenaga kebidanan adalah bidan.

(22)

6. Tenaga kesehatan masyarakat terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.

7. Tenaga kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.

8. Tenaga gizi terdiri atas nutrisionis dan dietisien..

9. Tenaga keterapian fisik terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.

10. Tenaga keteknisian medis terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis..

11. Tenaga teknik biomedika terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik..

12. Tenaga kesehatan tradisional. 13. Tenaga kesehatan lain.

2.4.3 Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Kelas B

Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi termasuk rumah sakit. Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif

(23)

dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 32-34 bahwa sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga nonkesehatan. Lebih jelasnya sebagaimana uraian berikut:

1. Tenaga medis untuk rumah sakit kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 paling sedikit terdiri atas:

b. 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar; c. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; e. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang;

f. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain; g. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;

dan

h. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

2. Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 paling sedikit terdiri atas:

(24)

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

e. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

f. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

g. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3. Tenaga keperawatan; jumlahnya sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. 4. Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

(25)

2.5 Infrastruktur Rumah Sakit

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan: 1) mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 2) memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; 3) meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit (Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2012).

2.5.1 Definisi Infrastruktur

Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi baik sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Contohnya rumah sakit (Wikipedia, 2015).

Definisi infrastruktur, menurut Grigg (1988) merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai

(26)

suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Bangunan gedung suatu rumah sakit dapat didefinisikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus (Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2012).

Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005).

Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan atau wilayah. Oleh karenanya penting bagaimana sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur dapat diarahkan untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu kawasan wilayah. Sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur berpengaruh terhadap sistem tata guna lahan yang pada akhirnya membangun suatu kegiatan.

(27)

2.5.2 Infrastruktur di Rumah Sakit Kelas B

Infrastruktur di rumah sakit dapat diartikan adalah segala bangunan fisik baik gedung, transportasi jalan dan fasilitas pendukung lainnya. Sebagaimana menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 35 bahwa khusus untuk rumah sakit kelas B berlaku ketentuan bahwa:

(1) Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

(3) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan, Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar.

(28)

Aspek sarana dan prasarana Rumah Sakit Umum Kelas B harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri, dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi rumah sakit umum kelas B paling sedikit terdiri atas Kepala rumah sakit atau Direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Tata laksana meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), Sistem Informasi rumah sakit (SIMRS), Hospital by laws dan Medical Staff by laws.

2.6 Teori Kesiapan

Menurut Balai Pustaka (2008), kesiapan merupakan kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Jadi dapat disimpulkan kesiapan adalah kemampuan atau kesanggupan sekelompok orang di dalam wadah organisasi untuk berbuat sesuatu.

Menurut Desplaces (2005) definisi kesiapan diawali dari kesiapan secara individu yaitu: kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang positif. Beberapa kajian terbaru tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif individu terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan.

(29)

Kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah. Setiap perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan. Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus dibuat.

Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman (2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersediaan sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut.

Menurut Rivai & Mulyadi (2009), sebuah organisasi akan diharapkan pada lingkungan yang dinamis dan berubah yang kemudian menuntut agar organisasi tersebut berubah. Hampir semua organisasi akan menyesuaikan diri dengan lingkungan multibudaya. Salah satu kekuatan untuk perubahan organisasi adalah kekuatan sumber daya manusia. Sumber daya manusia harus berubah dalam mempertahankan angkatan kerja yang beragam. Dalam mengubah sumber daya

(30)

manusia tersebut, suatu perusahaan harus mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk karyawannya.

Dari uraian di atas, maka kesiapan RSU BLUD Tgk Chik Ditiro Sigli di era JKN dapat diartikan segala kondisi rumah sakit ini meliputi ketersediaan sumber daya manusia (tenaga kesehatan dan non kesehatan), infrastruktur/fisik rumah sakit dan segala fasilitas pendukung operasional rumah sakit.

2.7 Landasan Teori

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah. Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan JKN meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

(31)

Rumah sakit sebagai salah satu organisasi kesehatan harus memiliki kesiapan di era JKN sebagaimana menurut Lehman (2005) bahwa kesiapan suatu organisasi antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersediaan sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks rumah sakit, ketersediaan sumber daya dapat dikategorikan antara lain ketersediaan tenaga kesehatan dan infrastruktur.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan atas: tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, dan tenaga kesehatan tradisional.

Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya. Peralatan penunjang pelayanan kesehatan sebagai bagian dari infrastruktur rumah sakit kelas B berlaku ketentuan bahwa: 1)Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2)Peralatan dimaksud paling sedikit terdiri

(32)

dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

2.8 Kerangka Pikir

Berdasarkan permasalahan dan uraian landasan teori yang diajukan, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan berikut ini.

(33)

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Ketersediaan Tenaga Kesehatan untuk kesiapan dalam menghadai era JKN di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli:

1. Dokter Spesialis 2. Dokter Umum 3. Dokter Gigi 4. Perawat/Bidan 5. Apoteker dan tenaga

kefarmasian

6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 7. Tenaga Gizi

8. Tenaga keterapian medis 9. Tenaga keteknisian medis (Permenkes RI Nomor 56 Tahun

2014)

Kesiapan dalam menghadapi era JKN

di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli Kecukupan Infrastruktur untuk

kesiapan dalam menghadai era JKN di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli:

1. Prasarana rumah sakit

2. Sarana Peralatan medis rumah sakit

3. Obat di rumah sakit

(Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir  Ketersediaan  Tenaga  Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan perubahan lay out dari sistem Long Line departemen menjadi sistem Small Group ini mampu memberikan sistem kerja lebih cepat karena proses pembuatan sepatu

Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid,

IOM hadir untuk membantu permasalahan perdagangan manusia yang ada di Indonesia, IOM sendiri merupakan organisasi internasional yang bergerak dibidang imigran yang

Penelitian ini relevan dengan upaya melestarikan kebudayaan daerah yang kelak akan bermanfaat dalam pembinaan kebudayaan bangsa Indonesia. Penelitian tradisi upacara Mane’e ini

dibedakan menjadi dua, yaitu keadaan darurat kecil dan keadaan darurat besar. Keadaan darurat kecil dapat berupa kecelakaan lokal, sedangkan keadaan darurat besar dapat

Upaya untuk meningkatkan Kacang tanah dengan perluasan areal memanfaakan lahan kering yang belum dikelola secara optimal, memanfaatkan limbah pertanian sebagai

2006 Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Antar Daerah Serta Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Di Kabupaten/Kota Di Provinsi

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan penentuan nilai acuan dan ketidakpastian hasil uji banding mikropipet yang diselenggarakan oleh KAN berdasarkan