• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2007

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOJOKERTO,

Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka retribusi Pelayanan Ketenagakerjaan merupakan jenis retribusi Daerah ; b. bahwa untuk memungut retribusi sebagaimana dimaksud huruf a,

maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Staatsblad Tahun 1930 Nomor 225) ; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730) ;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918) ; 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201) ;

(2)

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687) ;

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengeloaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ;

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ;

10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) ; 11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;

12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356) ;

(3)

13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ;

15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ;

16. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; 17. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445) ;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1991 tentang Latihan

Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3458);

(4)

20. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139) ;

21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) ;

22. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ;

23. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002 tentang Pengesahan ILO Convention No. 88 Concerning the Organization of the Employment Service (Konvensi ILO MO. 88 mengenai Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 62) ;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ;

25. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah ;

26. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 1 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Mojokerto (Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 1988 Nomor 2 Seri C) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO dan

BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN.

(5)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Mojokerto.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Mojokerto. 3. Bupati adalah Bupati Mojokerto.

4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Mojokerto.

5. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

6. Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, orgasisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk usaha lainnya.

7. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari keuntungan, baik milik swasta, Daerah maupun milik Negara.

8. Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa dengan menggunakan keterampilan tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

9. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

10. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri yang selanjutnya disebut penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja yang dilakukan dalam rangka mekanisme antar kerja, untuk mempertemukan persediaan TKI dengan permintaan pasar kerja di luar negeri.

(6)

11. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disingkat TKI adalah Warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja.

12. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya disingkat PPTKIS adalah badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas yang mendapat Surat Ijin Pelaksana Penempatan TKI dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

13. Pengguna Tenaga Kerja adalah orang atau badan hukum yang menggunakan tenaga kerja dengan imbalan upah.

14. Pejanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja/ serikat Buruh yang telah tercatat pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan pihak Pengusaha atau beberapa Pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak, masa berlakunya maksimal 2 (dua) tahun dan atas kesepakatan tertulis kedua belah pihak dapat diperpanjang maksimal 1 (satu) tahun.

15. Perusahaan Penyedia Jasa adalah perusahaan yang berbadan hukum yang di dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja atau buruh untuk dikerjakan diperusahaan pemberi pekerjaan.

16. Peraturan Perusahaan yang selanjutnya disingkat PP adalah peraturan yang wajib dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang mempekerjakan sejumlah 10 orang buruh atau lebih yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan, berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan disyahkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

17. Lembaga Latihan Swasta yang selanjutnya disingkat LLS adalah suatu, organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan latihan kerja bagi angkatan kerja dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

18. Lembaga Latihan Perusahaan yang selanjutnya disingkat LLP adalah suatu badan, organisasi, yang menyelenggarakan latihan bagi karyawan perusahaan sendiri, karyawan perusahaan lain, maupun masyarakat umum.

19. Pembinaan Keterampilan Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat PKTK adalah suatu sistem pengelolaan keterampilan kerja yang wajib diikuti oleh perusahaan yang memiliki tenaga kerja minimal 25 orang, diselenggarakan oleh Pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil.

20. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

(7)

21. Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta yang selanjutnya disingkat LPTKS adalah lembaga pelatihan berbadan hukum yang melakukan pelayanan penempatan tenaga kerja dengan memberikan informasi, pendaftaran, pelatihan, bimbingan dan penyuluhan jabatan untuk penempatan serta tindak lanjut penempatan.

22. Antar Kerja Antar Negara yang selanjutnya disingkat AKAN adalah mekanisme antar kerja yang diselenggarakan antar Negara.

23. Pengawasan, adalah kegiatan pemeriksaan dan/ atau pengujian secara langsung yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terhadap syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

24. Pemeriksaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan untuk melihat dan mendengar guna memperoleh data tentang keadaan tempat kerja, tenaga kerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja.

25. Pemeriksaan dan/ atau pengujian pertama adalah pemeriksaan dan/ atau pengujian terhadap obyek pengawasan yang baru atau yang belum pernah diperiksa.

26. Pemeriksaaan dan/ atau pengujian berkala adalah pemeriksaan dan/ atau pengujian yang dilakukan secara periodik untuk mengetahui dipenuhinya syarat keselamatan dan kesehatan kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

27. Pengujian adalah kegiatan penilaian terhadap objek pengawasan yang bersifat teknis dan mempunyai resiko bahaya dengan cara memberi beban atau dengan teknis pengujian lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

28. Pemeriksaan atau pengujian ulang adalah pemeriksaan atau pengujian kembali oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih senior atas permintaan pengusaha.

29. Perusahaan jasa pemeriksaan dan pengujian teknik keselamatan dan kesehatan kerja adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bergerak di bidang jasa pemeriksaan dan pengujian teknik keselamatan dan kesehatan kerja.

30. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

31. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang tentang Keselamatan Kerja.

(8)

32. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber bahaya. 33. Retribusi Jasa umum adalah Retribusi atas jasa yang disediakan atau yang

diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

34. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi Daerah.

35. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan di bidang ketenagakerjaan.

36. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah. 37. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selajutnya disingkat SKRD adalah surat

keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.

38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.

39. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

40. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda.

41. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT, SKRDLB atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib retribusi.

42. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah.

43. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta, menentukan tersangkanya.

(9)

BAB II

SUBYEK DAN OBYEK RETRIBUSI Pasal 2

(1) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan ketenagakerjaan.

(2) Objek Retribusi adalah pelayanan ketenagakerjaan meliputi : a. Pembinaan Keterampilan Tenaga Kerja (PKTK) ;

b. Perijinan Lembaga Latihan Swasta/ Perusahaan ; c. Pendaftaran Perjanjian Pemagangan ;

d. Pengesahan Peraturan Perusahaan (PP) ; e. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ;

f. Ijin Operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/ Buruh (Outsourcing) ; g. Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ;

h. Rekomendasi Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS), AKAD, AKL ;

i. Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 3

Retribusi pelayanan di bidang Ketenagakerjaan termasuk golongan retribusi jasa umum dan retribusi perijinan tertentu.

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 4

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas klasifikasi, jenis, tempat, luas dan jangka waktu.

(10)

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 5

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk mengganti biaya administrasi, pembinaan, pengawasan, pengendalian dengan memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan kerja.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

Pasal 6

(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi Pelayanan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a sampai dengan i, sebagai berikut :

NO JENIS OBJEK KLASIFIKASI BESARNYA TARIF (Rp.) KET.

1 2 3 4 5

1 Pembinaan Keterampilan Tenaga 0,25 % x UMK x 12 bln 1 tahun sekali Kerja (PKTK) x jumlah tenaga kerja

2 Lembaga Latihan Swasta/Perusahaan a. Ijin Pendirian Per ijin 75.000

b. Perpanjangan Per ijin 50.000 3 tahun sekali

3 Pendaftaran Perjanjian Pemagangan Setiap pencatatan 2.500

4 Pengesahan Peraturan Perusahaan (PP)

a. Jumlah TK kurang dari 50 orang Per PP 50.000 2 tahun sekali b. Jumlah TK 50 s/d 100 orang Per PP 75.000 2 tahun sekali c. Jumlah TK diatas 100 orang Per PP 100.000 2 tahun sekali

5 Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

a. Jumlah TK kurang dari 50 orang Per PKB 50.000 2 tahun sekali b. Jumlah TK 50 s/d 100 orang Per PKB 75.000 2 tahun sekali c. Jumlah TK diatas 100 orang Per PKB 100.000 2 tahun sekali

(11)

NO JENIS OBJEK KLASIFIKASI BESARNYA TARIF (Rp.) KET.

1 2 3 4 5

Pekerja/ Buruh (Outsourcing)

7 Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu Setiap pencatatan 2.500 Tertentu (PKWT)

8 Rekomendasi Lembaga Penempatan Tenaga Setiap Rekom 75.000 Kerja Swasta (LPTKS), AKAD, AKL.

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi Pelayanan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf k, sebagai berikut :

BESARNYA TARIF (Rp.)

No Jenis Objek Pengawasan Klasifikasi

Pengesahan Gubernur Rencana Setiap Permohonan, Lantai Bangunan, Jaringan Pemeriksaan I Pemeriksaan Berkala per Tahun 1 2 3 4 5 6 1. Mesin/pesawat/instalasi/ bahan

1.1 Bejana Uap/pemanas air atau Dengan luas pemanasan : 50.000 ekonomiser yg berdiri sendiri/ a. s/d 20 m2 30.000 25.000

penguap b. 21 - 50 m2 50.000 35.000 c. 51 - 100 m2 75.000 50.000

d. 101 - 500 m2 125.000 100.000 e. > 501 m2 200.000 150.000 Atau dengan volume

a. s/d 500 liter 20.000 15.000 b. 501 - 1000 liter 25.000 20.000 c. 1001 - 5000 liter 40.000 30.000 d. 5001 - 10.000 liter 60.000 45.000 e. 10.001 - 50.000 liter 80.000 60.000 f. > 50.000 liter 100.000 75.000

1.2 Pengering uap (super Dengan luas pemanasan 25.000

headtler) yang berdiri sendiri a. S/d 50 m2 50.000 37.500

b. 51 s/d 100 m2 75.000 56.500 c. 101 s/d 500 m2 125.000 95.000

d. > 500 m2 200.000 150.000

1.3 a. Botol baja Dengan unit : 25.000

a. 1 s/d 10 buah 10.000 7.500 b. 11 s/d 100 buah 40.000 30.000 c. 101 s/d 500 buah 75.000 37.500 d. 501 s/d 1.000 buah 100.000 75.000 e. > 1.000 buah 150.000 125.000

(12)

1 2 3 4 5 6 b. Bejana Transport/ unit 25.000 20.000 c. Bejana Stasioner/ unit 25.000 20.000 d. Bejana Pendingin/ unit 25.000 20.000

1.4 Instalasi Pemipaan Jaringan Pemipaan 25.000

a. Jaringan Pipa Uap 25.000 20.000 b. Jaringan Pipa Air 35.000 20.000 c. Jaringan Pipa Minyak 25.000 20.000 d. Jaringan Pipa Gas 25.000 20.000

1.5 Dapur atau Tanur Dengan Kapasitas :

a. s/d 25 Ton 30.000 25.000 b. > 25 - 100 Ton 50.000 40.000 c. 100 s/d 200 Ton 75.000 60.000 d. > 200 Ton 100.000 75.000

1.6 Pesawat Pembangkit Dengan kapasitas Gas Karbit pengisian : 25.000

a. s/d 10 Kg 10.000 7.500 b. 10 s/d 50 Kg 15.000 12.500 c. 50 s/d 100 Kg 25.000 20.000 d. > 100 Kg 50.000 40.000

1.7 Pesawat Pembangkit Listrik Dengan daya : 50.000

(generator) yang digerakkan a. s/d 100 Tk 30.000 25.000 turbin (uap, air,gas atau b. 100 s/d 500 Tk 50.000 40.000 motor diesel) c. 501 s/d 1.000 Tk 75.000 60.000 d. 1.001 s/d 10.000 TK 125.000 100.000 e. > 10.000 Tk 200.000 150.000

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 7

Retribusi Pelayanan Ketenagakerjaan dipungut diwilayah Kabupaten Mojokerto.

BAB VIII

MASA RETRIBUSI DAN RETRIBUSI TERUTANG Pasal 8

(1) Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sebagaimana ditetapkan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Retribusi terutang terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(13)

BAB IX

SURAT PENDAFTARAN Pasal 9

(1) Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD.

(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.

(3) Bentuk, isi serta Tata Cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB X

PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 10

(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan/ atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka SKRDKBT dikeluarkan.

(3) Bentuk, isi dan Tata Cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XI

TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 11

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dan SKRDKBT.

(14)

BAB XII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 12

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB XIII

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 13

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD, SKRD Jabatan dan SKRD tambahan.

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(3) Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dengan menerbitkan STRD.

Pasal 14

(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/ lunas.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberi ijin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Tata cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

(15)

(4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengijinkan Wajib Retribusi untuk menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 15

(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran.

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

(3) Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan oleh Bupati.

BAB XIV

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat bayar/ penyetoran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/ peringatan/ surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Surat Teguran/ penyetoran atau surat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

Pasal 17

Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan Penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) oleh Bupati.

(16)

BAB XV KEBERATAN

Pasal 18

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib

retribusi harus dapat membuktikan ketidak kebenaran ketetapan retribusi tersebut.

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 19

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan tersebut harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi terutang.

(17)

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

BAB XVI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 21

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :

(18)

b. Masa Retribusi ;

c. Besarnya Kelebihan Pembayaran ; d. Alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui Pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau pengiriman Pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 22

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 23

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan, keringan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dengan memperhatikan kemampuan retribusi.

(3) Tata Cara pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(19)

BAB XVIII

KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 24

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran ; atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XIX

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah.

(2) Wewenang Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah tersebut ;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana bidang retribusi daerah ;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;

(20)

g. Menyuruh berhenti dan/ atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah ; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi ; j. Menghentikan penyidikan ;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XX

KETENTUAN PIDANA Pasal 26

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar retribusi sehingga merugikan keuangan daerah dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 27

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 28

(21)

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto.

Ditetapkan di Mojokerto

pada tanggal 28 Pebruari 2007

BUPATI MOJOKERTO,

A C H M A D Y

Diundangkan di Mojokerto pada tanggal 28 Pebruari 2007

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO,

R. SOEPRAPTO

(22)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2007

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

I. UMUM

Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pelayanan Ketenagakerjaan merupakan urusan yang diserahkan kepada Daerah untuk itu dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang ketenagakerjaan perlu dilakukan pembinaan/pengendalian dan perlindungan terhadap tenagakerja di daerah, serta guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Sehubungan dengan itu, untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka untuk memberikan penegasan bagi Pemerintah Daerah dalam pelayanan ketenagakerjaan dengan sistematika subyek dan obyek retribusi, golongan retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa, prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi, struktur dan besarnya tarif retribusi pelayanan ketenagakerjaan, wilayah pemungutan retribusi, masa retribusi dan retribusi terutang, surat pendaftaran, penetapan retribusi, tata cara pemungutan retribusi, sanksi administrasi, tata cara pembayaran retribusi, tata cara penagihan, keberatan, pengembalian kelebihan pembayaran, pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi, kadaluwarsa penagihan, ketentuan penyidikan, ketentuan pidana dan ketentuan penutup, maka perlu dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

(23)

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dokumen lain yang dipersamakan” antara lain berupa surat tanda terima telah membayar retribusi.

Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1)

Yang dimaksud “tidak dapat diborongkan” adalah, bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini tidak berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama Badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara lebih efisien. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 12

(24)

Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Yang dimaksud “keadaan di luar kekuasaannya”, adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan wajib retribusi misalnya : karena wajib retribusi sakit atau terkena musibah bencana alam. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas.

(25)

Pasal 23

Ayat (1)

Dasar pemberian pengurangan dan keringanan dikaitkan dengan kemampuan wajib retribusi, sedangkan pembebasan retribusi dikaitkan dengan fungsi obyek retribusi.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1)

Dengan adanya sanksi pidana diharapkan timbul kesadaran dari wajib retribusi untuk memenuhi kewajibannya.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan statistik didapatkan hasil signifikansi variabel secara simultan adalah 0,018 dimana hasil tersebut menunjukkan nilai yang lebih kecil

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya dan mengacu kepada Dokumen Pengadaan serta berdasarkan Berita Acara

Unduh audio pelajaran gratis di NHK

Selama proses persalinan di Rs Arofah terdapat penyulit yaitu selama kala I kontraksi tidak teratur dan lemah sehingga dilakukan Oksitosin Drip dan pada saat proses

(3) Persetujuan Prinsip dan Izin Tetap bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Dalam tingkatan ini, tipe sistem yang digunakan dinamakan sistem pendukung bagi eksekutif (ESS) atau seringkali disebut dengan Sistem Informasi Eksekutif (EIS), yaitu sistem

Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa pemasaran adalah proses yang melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang mencakup barang dan jasa,

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam Pada Hutan