PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN
KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA DI KOTA KISARAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
SYAHRIANI SIRAIT (81161710120)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
SYAHRIANI SIRAIT. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Matematik Siswa SMA Di Kota Kisaran.Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI, Kemampuan Pemahaman Konsep dan KemampuaKomunikasi Matematik siswa
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. (2) Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional., (3)Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik siswa (4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa (5) Bagaimana proses penyelesaian soal-soal yang terkait dengan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa pada pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri di kota kisaran. Pemilihan sampel dilakukan secara acak yaitu SMA Negeri 1 Kisaran. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik dengan materi trigonometri (2) Lembar Pertanyaan. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, analisis dan statistik parametrik. Analisis statistik data dilakukan dengan analisis uji t dan anava 2 jalur.
ABSTRACT
SYAHRIANI SIRAIT. The Effect of Cooperative Group Investigation (GI) Learning Model Towards Conceptual Understanding and Mathematical Communication ability of Senior High School Students in Kisaran City. Thesis. Medan: Posgraduate Program of Study Mathematics Education State University of Medan, 2013
Key Words: Cooperative Group Investigation (GI) Learning Model, Conceptual Understanding and Mathematical Communication
This research was aimed to investigate (1) whether improvement of abilities of understanding mathematical concept of students taught by using cooperative learning type GI is higher than those taught by using conventional teaching learning; (2) whether improvement of abilities of understanding mathematical communication of students taught by using cooperative learning type GI is higher than those taught by using conventional teaching learning; (3) whether there is interaction between teaching learning used and students’ initial abilities to mathematical concept understanding; (4) whether there is interaction between teaching learning used and students’ initial abilities of mathematical communication understanding; (5) how process of problems solving is related to abilities of students’ understanding of mathematical concept and communication in cooperative learning type GI and conventional learning.
This research is quasi-experimental research with all students at grade X in State Senior High Schools in Kisaran as research population. Sample was chosen randomly that is SMA Negeri 1 Kisaran. Instruments used consist of: (1) achievement test of mathematical concept and communication with trigonometry as the material, (2) Question sheets. The data in this research were analyzed by using descriptive statistical analysis, analysis and statistical parametric. Statistical data analysis was done by analyzing t-test and two ways ANAVA.
The results of the research show that (1) Improvement of understanding mathematical concept abilities of students taught by using cooperative learning type GI is higher than those taught by using conventional teaching learning; (2) Improvement of understanding mathematical communication abilities of students taught by using cooperative learning type GI is higher than those taught by using conventional teaching learning; (3) There is no interaction between teaching learning used and initial students’ abilities to abilities of understanding mathematical concept of students; (4) There is no interaction between teaching learning used and initial students to abilities of understanding mathematical communication of students (5) Process of problem solving by students taught by using cooperative learning type GI is better than those taught by using conventional teaching learning.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya serta sholawat dan salam kita sanjung sajikan kehadirat Nabi
besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat beliau sekalian.
Sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ” Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe group investigation (GI) Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Matematik Siswa SMA di Kota Kisaran” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran
matematika dengan model pembelajaran koopertif tipe GI. Sejak mulai persiapan
sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan,
dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung sampai
terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal
atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti
sampaikan kepada :
1. Kepada Ayahanda Idris Sirait, AmPd dan Ibunda tercinta Rusmi ananda
ii
dan ibu berikan tak tertingga banyaknya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr. W.Rajagukguk, M.Pd dan Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS,
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan berupa panduan
ringkas dan padat, dukungan moral, motivasi dan penuh kepercayaan kepada
penulis untuk menyempurnakan kajian ini.
3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi
Pendidikan Matematika.
4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd , Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, dan Ibu Dr.
Izwita Dewi, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan
masukan demi kesempurnaan tesis ini.
5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
6. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kisaran yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
7. Ibu Mariana selaku guru kelas X SMA Negeri 1 Kisaran yang telah banyak
memberi masukan kepada penulis.
8. Adikku Sri Dahliana Sirait, Wildan Syauki Sirait, Mutia Sahira Sirat, Nanda Alamsyah serta bg faisal yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian
dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam
iii
9. Kepada sahabat-sahabatku satu angkatan kelas A-Reguler angkatan 2011 dari
Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan
bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis
ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat
memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi
inspirasi untuk penelitian lebih lanjut
Medan, Juli 2013
iv
2.1.8. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI 47 2.1.9. Pembelajaran Konvensional ... 48
v
3.4. Variabel Penelitian ... 69
3.5. Desain Penelitian ... 70
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 74
3.7. Hasil Validasi dan Uji Coba ... 75
3.7.1 Validitas Butir Soal ... 88
3.7.2 Reliabillitas Tes ... 89
3.7.3 Daya Pembeda ... 91
3.7.4 Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 92
3.8. Teknik Analisis Data ... 95
3.9. Prosedur Penelitian ... 103
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Data ... 106
4.1.1. Deskripsi Kemampuan Awal Matematik Siswa ... 107
4.1.2. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 112
4.1.3. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi ... 121
4.1.4. Uji Hipotesis ... 129
4.1.5. Deskripsi Proses Penyelesaian Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa ... 139
4.1.6. Deskripsi Proses Penyelesaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 155
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 168
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 179
BAB.V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 181
5.2. Saran ... 182
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 42
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Konvensional ... 45
Tabel 2.3. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar ... 52
Tabel 3.1. Rekaputulasi SMA Negeri Di Kota Kisaran T.A 2012/2013 ... 68
Tabel 3.2. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan antara variable bebas Variabel Terikat dan Kontrol ... 72
Tabel 3.3. Rangkuman Perhitungan Peningkatan kemampuan pemahaman Konsep Berdasarkan kemampuan Awal Siswa ... 73
Tabel 3.4. Rangkuman Perhitungan Peningkatan kemampuan pemahaman Konsep Berdasarkan kemampuan Awal Siswa ... 73
Tabel 3.5. Kisi-kisi Tes kemampuan Pemahaman Konsep ... 74
Tabel 3.6. Penskoran Kemampuan Pemahaman Konsep ... 78
Tabel 3.7. Kisi-kisi tes kemampuan Komunikasi Siswa ... 80
Tabel 3.8. Tabel Penyekoran Kemampuan Komunikasi ... 81
Tabel 3.9. Kriteria Proses Penyelesaian Kemampuan PK ... 83
Tabel 3.10 Kriteria Proses Penyelesaian Kemampuan KM ... 83
Tabel 3.11. Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban kelas Eksperimen Lebih Baik daripada kelas Kontrol………. 84
Tabel 3.12. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 84
Tabel 3.13. Hasil Kesimpulan Dari Validasi Kemampuan PK ... 87
Tabel 3.14. Hasil Kesimpulan Dari Validasi Kemampuan KM ... 88
Tabel 3.15. Interprestasi Koefisien Korelasi Validitas ... 90
Tabel 3.16. Interprestasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 92
Tabel 3.16 Klasifikasi Daya Pembeda ... 93
Tabel 3.17. Kriterian Tingkat Kesukaran ... 94
Tabel 3.18 Karakteristik Dari Tes Kemampuan PK ... 95
Tabel 3.19 Karakteristik Dari Tes Komunikasi Matematik ... 95
Tabel 3.20 Kriteria Skor Gain Ternomalisasi ... 97
Tabel 3.21. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 100
Tabel 4.1 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Awal Siswa Tiap Kelas ... 107
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematik Siswa 108 Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Homogenitas Kemampuan Awal Matematik 109 Tabel 4.4. Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Hasil KAM Siswa ... 111
Tabel 4.5. Sebaran Sampel Penelitian ... 112
Tabel 4.6. Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Kelas Ekspeimen ... 113
Tabel 4.7. Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Kelas Kontrol ... 114
Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Pretes ... 116
Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Postes ... 116
Tabel 4.10. Hasil N-Gain Kemampuan Pemahaman konsep Matematika Pada Kedua Kelas Sampel ... 117
vii
Tabel 4.12. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ... 120 Tabel 4.13. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas
Eksperimen ... 121 Tabel 4.14. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol .. 123 Tabel 4.15. Rekapitulasi Hasil Pretes KM ... 124 Tabel 4.16. Rekapitulasi Hasil Postes KM ... 124 Tabel 4.17 Hasil N-Gain Kemampuan Pemahaman konsep Matematika Pada
Kedua Kelas Sampel ... 125 Tabel 4.18. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol (Tests of Normality) ... 127 Tabel 4.19. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ... 128 Tabel 4.20. Hasil Uji t Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik ... 130 Tabel 4.21. Hasil Uji t Kemampuan Komunikasi Matematik ... 132 Tabel 4.22. Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM 133 Tabel 4.23. Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM 136 Tabel 4.24. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Pemahaman konsep Matematika dan Komunikasi Matematik
Siswa ... 138 Tabel 4.25. Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematik Siswa Ditinjau dari Model Pembelajaran ... 140 Tabel 4.26. Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Mahasiswa perindikator
pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 154 Tabel 4.27. Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa Ditinjau dari Model Pembelajaran ... 155 Tabel 4.28. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Pemahaman konsep Matematika dan Komunikasi Matematik
Siswa ... 138 Tabel 4.29. Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Mahasiswa perindikator
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jawaban Siswa Pada Soal 1……….…… 7
Gambar 1.2 Jawaban Siswa Pada Soal 2………. 8
Gambar 2.1 Skema Kemampuan Komunikasi Matematik……… 28
Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian……… 71
Gambar 4.1. Diagram Batang Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 107
Gambar 4.2. Diagram Batang Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Kelas Eksperimen ... 113
Gambar 4.3. Diagram Batang Tes Kemampuan Pemahaman konsepMatematika Kelas Kontrol ... 115
Gambar 4.4. Diagram Batang N-Gain Kemampuan Pemahaman konsep Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 117
Gambar 4.5. Diagram Batang Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 123
Gambar 4.6. Diagram Batang Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 123
Gambar 4.7. Diagram Batang N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 126
ix
Gambar 4.9. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan KAM
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa ... 137
Gambar 4.10. Rata-rata Postes Setiap Aspek Kemampuan Pemahaman
Konsep ... 142
Gambar 4.11. (a,b); Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Pemahaman konsep matematika Butir Soal Nomor 1 ... 143
Gambar 4.12. (a,b,c); Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Pemahaman konsep matematika Butir Soal Nomor 2 ... 146
Gambar 4.13. (a,b,c); Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Pemahaman konsep matematika Butir Soal Nomor 3 ... 149
Gambar 4.14. (a,b); Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Pemahaman konsep matematika Butir Soal Nomor 4 ... 151
Gambar 4.15. (a,b,c); Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Pemahaman konsep matematika Butir Soal Nomor 5 ... 153
Gambar 4.16. (a,b) Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Komunikasi matematika Butir Soal Nomor 1 ... 157
Gambar 4.17. (a,b) Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Komunikasi matematika Butir Soal Nomor 2 ... 160
Gambar 4.18. (a,b,c) Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Komunikasi matematika Butir Soal Nomor 3 ... 163
Gambar 4.19. (a,b) Variasi Proses Penyelesaian Jawaban kemampuan
Komunikasi matematika Butir Soal Nomor 4 ... 166
x
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A (INSTRUMEN PENELITIAN) Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Konse
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
LAMPIRAN B (PERANGKAT PEMBELAJARAN) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lembar Aktivitas Siswa (LAS)
LAMPIRAN C (VALIDASI INSTRUMEN)
Lembar Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)
Lembar Validasi Lembar Aktivitas
Lembar Validasi Tes
LAMPIRAN D (HASIL PENELITIAN) Nilai Kemampuan Awal Matematik Siswa
Nilai Kemamampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa
xi LAMPIRAN E
Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen
LAMPIRAN F Jadwal Penelitian
LAMPIRAN G
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya. Mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik ini adalah
kunci penting dari diselenggarakannya sebuah proses pendidikan. Di sinilah
sesungguhnya kita semua dapat mengambil peran untuk turut serta menyukseskan
pendidikan di Indonesia.
Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan persekolahan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD)
sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan jenjang Perguruan Tinggi.
Karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju
mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia
sebagai subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil
pendidikan itu sendiri. Khusus untuk mata pelajaran matematika, selain
mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting
karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman
konsep sebelumnya. Dalam pembelajaran di kelas terdapat keterkaitan yang erat
antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 ( KTSP ) mata
2
matematika pada jenjang pendidikan dasar agar peserta didik memiliki
kemampuan, yaitu : (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisai,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3)
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
(4) mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Menyadari penting peranannya, pendidikan matematika perlu
mengantisipasi tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Karena
itu pendidikan matematika harus mampu membekali siswa keterampilan yang
dapat menjawab permasalahan mendatang. Berbagai daya dan upaya dalam
meningkatkan kemampuan matematika siswa telah dilakukan oleh berbagai pihak.
Namun pada kenyataanya hasil pembelajaran matematika masih
memprihatinkan. Hal tersebut, sesuai dengan fakta dari Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil
pendidikan di dunia melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa pada tahun
2007 kita berada diurutan 38 dari 49 negara (Balitbang, 2011). Hal ini juga
3
tahun 2012. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) (dalam
http://edukasi.kompas.com) bahwa Siswa yang mengikuti ujian nasional 2012
tingkat SMA dan sederajat yang tidak lulus terbanyak dalam mata pelajaran
Matematika, kemudian diikuti Bahasa Indonesia”.
Beberapa ahli pendidik matematika seperti Russefendi (1984) mensinyalir
kelemahan matematika pada siswa Indonesia karena pelajaran matematika di
sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Hal tersebut terjadi karena siswa
menganggap matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit sehingga
menimbulkan kebencian pada matematika. Menurut Soejono (1984) bahwa
kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal seperti fisiologi, faktor sosial dan faktor pedagogik.
Seperti halnya situasi kelas yang merupakan lingkungan pendukung lancarnya
proses belajar mengajar.
Salah satu penyebab kesulitan belajar siswa adalah kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi yang akan dipelajarinya. Hal tersebut disebabkan karena
strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru yang masih bersifat tradisional,
yaitu siswa masih diperlakukan sebagai objek belajar dan guru lebih dominan
berperan dalam pembelajaran dengan memberikan konsep-konsep atau
prosedur-prosedur baku, sehingga pada pembelajaran ini hanya terjadi komunikasi satu
arah. Siswa jarang diberi kesempatan untuk menemukan dan merekonstruksi
konsep-konsep atau pengetahuan matematika secara formal, sehingga pemahaman
konsep dan komunikasi dianggap tidak terlalu penting. Hal ini, diperkuat lagi oleh
4
“Siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu di atas kursi dan jarang siswa berinteraksi sesama siswa selama pelajaran berlangsung. Siswa cenderung pasif menerima pengetahuan tanpa ada kesempatan untuk mengolah sendiri pengetahuan yang diperoleh, aktifitas siswa seolah terprogram mengikuti algoritma yang dibuat guru”.
Sejalan dengan itu Ruseffendi (Ansari, 2009) menyatakan bahwa bagian
terbesar dari matematika yang dipelajari siswa disekolah tidak diperoleh melalui
eksplorasi matematik, tetapi melalui pemberitahuan. Ansari (2009) juga
menegaskan bahwa merosotnya pemahaman matematik siswa di kelas antara lain
karena: (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana
menyelesaikan soal; (b) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru
melakukan matematik, kemudian guru mencoba memecahkannya sendiri; (c) pada
saat mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari,
dilanjutkan dengan pemberian contoh, dan soal untuk latihan.
Menurut Ausubel (dalam Isjoni, 2009) bahwa belajar bermakna bila
informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang
dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan
struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara
pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan
memahami. Seorang siswa dikatakan telah memahami suatu konsep apabila siswa
tersebut telah dapat mengkomunikasikan konsep tersebut kepada orang lain. Maka
di dalam mengembangkan pemahaman konsep diperlukan juga kemampuan
komunikasi matematik.
Menurut Sobur (2003) kemampuan manusia menciptakan simbol
5
berkomunikasi. Kemampuan komunikasi matematik merupakan
kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan
gagasan matematik secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada
dalam soal matematik (Depdknas, 2004). diperlukan Komunikasi Matematik yang
bertujuan untuk melatih siswa dalam membahasakan peristiwa di kehidupan
sehari-hari ke dalam bahasa matematik.
Komunikasi dapat terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, misalnya
ketika siswa menjelaskan suatu algoritma untuk memecahkan suatu persamaan,
ketika siswa menyajikan cara unik untuk memecahkan masalah, ketika siswa
mengkonstruksi dan menjelaskan suatu representasi grafik terhadap fenomena
dunia nyata, dan ketika siswa memberikan suatu konjektur tentang gambar-
gambar geometri. Kemampuan komunikasi siswa perlu diperhatikan dalam
pembelajaran matematika karena melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi
dan mengkonsolidasi berpikir matematiknya dan siswa dapat mengeksplorasi
ide-ide matematika National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000a &
2000b). Dalam pembelajaran siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen
setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh
orang lain.
Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah kemampuan awal matematika
siswa. Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan.
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa
sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini
menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan
6
sebelum ia memulai dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat di
ketahui apakah siswa telah mempunyai atau pengetahuan yang merupakan
prasyarat untuk mengikuti pembelajaran. Kemampuan siswa pada kelompok
tinggi akan cenderung memiliki kemampuan belajar yang baik. Kemampuan
siswa pada kelompok rendah akan cenderung memiliki kemampuan belajar yang
rendah. Dengan mengetahui hal tersebut, guru akan dapat merancang
pembelajaran dengan lebih baik. Sebab apabila siswa di beri materi yang telah
diketahui maka akan merasa cepat bosan. Kemampuan awal siswa dapat diukur
melalui tes awal.
Dari pejelasan di atas, menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi
hasil belajar matematika siswa tidak terlepas dari kemampuan pemahaman konsep
dan komunikasi matematik serta kemampuan awal siswa terhadap matematika.
Oleh karena itu, peneliti melakukan observasi di sekolah yang akan diteliti dan
peneliti menemukan beberapa fakta. Hasil belajar siswa masih rendah, hal tersebut
terlihat dari hasil UTS yang baru saja dilakukan oleh sekolah. Nilai rata-rata hasil
UTS kelas X-3 yaitu hanya 6,0 sementara KKM yang di tetapkan sekolah yaitu
7,5.
Untuk memperoleh data akurat peneliti melakukan studi kasus awal
dengan memberikan tes pada siswa kelas X-3 SMA N 1 Kisaran Berikut ini
contoh soal pemahaman konsep yang diberikan:
“Sebuah taman di tengah kota berbentuk persegi panjang. Di tengah taman tersebut terdapat kolam ikan yang berbentuk lingkaran. Panjang taman tersebut lebih 10 meter dari lebarnya, dan luasnya 600 m2. Diameter kolam adalah
15 7
dari panjang taman. Tentukan luas kolam ikan tersebut.
Taman
7
Dari lembar jawaban diperoleh, rata – rata siswa mengetahui untuk
menentukan luas kolam tersebut harus mencari lebar dari taman tersebut, tetapi
keseluruhan siswa dari 38 siswa tidak dapat menyatakan bahwa panjang dari
taman itu adalah (10 + ℓ). Seluruh siswa menyatakan bahwa panjang taman itu
adalah (10.ℓ) hal tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak mampu menyatakan
ulang sebuah konsep sebelumya. Jika lebar dari taman tidak diketahui, maka sulit
menentukan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. Lebih lanjut dalam
menentukan luas kolam siswa harus mampu mengaplikasikan konsep persamaan
kuadrat ke dalam pemecaham masalah. Dalam hal ini, peneliti menyimpulkan
bahwa pada umumnya pemahaman konsep siswa masih rendah. Berikut ini adalah
salah satu lembar jawaban siswa
Gambar 1.1. Jawaban Siswa Pada soal no 1
Sedangkan tes awal kemampuan komunikasi matematik sebagai berikut :
“Sebuah kolam berbentuk persegi panjang. Panjang kolam tersebut lebih 5 m dari lebarnya, dan memiliki luas 300 m2. Di sekeliling kolam tersebut dibuat taman bunga dengan lebar 1 m.
a. Buatlah ilustrasi gambar kolam dan taman bunga yang mengelilingi kolam tersebut, lengkap dengan unsur-unsur yang diketahui.
b. Hitunglah panjang dan lebar kolam tersebut? Jelaskan jawabanmu c. Hitunglah keliling taman bunga? Jelaskan jawabanmu.
Tidak dapat menyatakan ulang sebuah konsep
8
Dari lembar jawaban diperoleh hampir semua siswa mengalami kesulitan
mengubah soal ke dalam model atau kalimat matematika, hanya ada 16 dari 38
siswa dapat mengilustrasikan gambar dengan benar dan menunjukkan unsur-unsur
yang diketahui dengan lengkap. Siswa juga mengalami kesulitan dalam
memahami dan mengkomunikasikan penggunaan rumus keliling persegi panjang
dalam penyelesaian soal tersebut. Ini dikarenakan dalam proses pembelajaran
guru hanya menjelaskan langkah-langkah untuk menghitung tanpa membimbing
siswa untuk mengemukakan ide dalam bentuk tulisan. berikut ini adalah gambar
dari jawaban salah satu siswa
Gambar 1.2. Jawaban Siswa pada soal no 2
Peneliti juga memberikan angket kepada siswa untuk mengetahui
pandangan siswa tentang matematika, cara guru mereka mengajar dan
pembelajaran bagaimana yang mereka inginkan. Dari 38 siswa hanya 9 siswa
yang menyukai matematika selebihnya tidak menyukai dengan alasan matematika
itu sulit dipahami. Selain itu dari angket juga diketahui bahwa KBM (kegiatan
belajar mengajar) di kelas hanya mencatat dan mengerjakan soal kemudian 90%
siswa menginginkan belajar dengan cara berdiskusi/belajar kelompok. Kemudian Tidak dapat menjelaskan informasi soal ke dalam gambar
9
peneliti melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran matematika. Senada
dengan angket siswa hasil wawancara menegaskan juga bahwa pada proses
pembelajaran jarang dilakukan pembelajaran kooperatif apalagi menerapkan
model pembelajaran group investigation (GI). Dengan kata lain, pembelajaran
yang dilakukan guru masih bersifat konvensional. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kurangnya minat siswa dalam belajar matematika,
kurangnya sumber bahan belajar, dan proses pembelajaran yang cenderung pasif.
Dewey (slavin, 2005) menjelaskan bahwa hubungan antar teman dikelas
merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar
tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah
sosial dan antar pribadi. Thelen (Arends, 2001) juga menyatakan bahwa kelas
hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji
masalah-masalah sosial antarpribadi. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang
mampu menumbuhkan sikap sosial yang lebih baik, kemampuan verbal dan
nonverbal dan keseluruhan pembelajaran di kelas yaitu pembelajaran kooperatif
tipe Group investigation
Trianto (2010) menyatakan bahwa bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-kosep yang sulit, dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan baik kepada siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang bekerja menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif
memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk
10
penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama
lain.
Model pembelajaran kooperatif yang paling sesuai yaitu tipe Group
investigation (GI). Model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation (GI)
merupakan model pembelajaran kooperatif yang yang paling kompleks dan sukses
dari metode – metode spesialisasi tugas lainnya. Pembelajaran GI merupakan
perencanaan pengaturan kelas yang umumnya dilakukan dengan cara
pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk para siswa, kemudian mereka
bekerja dalam kelompok kecil menggunakan suatu pertanyaan kooperatif, diskusi
kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Sharan dan Sharan, dalam
Slavin, 2005). Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group
process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota
serta pembelajaran kelompok yang lebih mengasah kemampuan intelektual siswa
dibandingkan belajar secara individual.
Kegiatan dalam pembelajaran GI memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir mandiri, aktif dalam mencari sumber-sumber belajar, menemukan
sendiri konsep-konsep materi pelajaran melalui investigasi, ber-interaksi dengan
teman, dan bekerja sama di dalam kelompok, sedangkan guru hanya bertindak
sebagai pembimbing, fasilitator, dan pemberi kritik yang membangun. Oleh sebab
itu, kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan aktivitas belajar dan
pemahaman konsep matematik siswa.
Menurut Slavin (2005) Dalam melaksanakan pembelajaran GI guru
11
kelompok-kelompok yang ada dan melihat bahwa mereka bisa mengelola
tugasnya, dan membantu tiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi
kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang
berkaitan dengan proyek pembelajaran. Peran guru yang pertama dan terpenting
adalah guru harus membuat model kemampuan komunikasi baik lisan maupun
tulisan serta sosial yang diharapkan dari para siswa.
Dalam pembelajaran GI, siswa dituntut untuk berpikir ilmiah untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi dan kemampuan logisnya.
(Fathoni, 2007) menegaskan bahwa : “Dalam mempelajari matematika bukan
semata-mata hanya menghafal, tetapi siswa harus bisa mengartikan setiap
simbol matematika dan rumus yang terdapat dalam matematika karena
simbol-simbol matematika bersifat “artificial” yang baru memiliki arti setelah sebuah
makna diberikan kepadanya”.
Jadi penelitian ini fokus pada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe GI
untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik
siswa. Apabila siswa telah memiliki kemampuan pemahaman dan komunikasi
matematik yang baik jika siswa dihadapkan dengan situasi masalah, siswa dapat
langsung melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematic
berupa analisis dan dapat dengan mudah mendefinisikan suatu masalah yang
berkaitan pada kehidupan nyata.
Penelitian dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI telah
diteliti oleh Irfan (2009) yang menyatakan: Rata-rata hasil belajar siswa
menggunakan model kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada rata-rata hasil
12
Pramana (2010) dalam penelitiannya pada siswa SMP Negeri 1 Air Putih
berkaitan dengan pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan penalaran
dan komunikasi matematika siswa menyimpulkan rata-rata kemampuan penalaran
dan kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe GI beranggotakan 5 orang tiap kelompok lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe GI beranggotakan 2 orang tiap kelompok.
Dengan demikian berarti ada pengaruh yang positif dan berarti antara model
pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap kemampuan penalaran dan kemampuan
komunikasi matematika siswa. Analisis terhadap penelitiannya mengimplikasikan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat dijadikan
guru sebagai salah satu alternatif untuk menumbuh kembangkan kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa.
Dari uraian diatas, peneliti merasa penerapan strategi pembelajaran pada
setiap proses pembelajaran sangatlah penting, maka peneliti mencoba mengkaji
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan penerpaan model
pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru – guru di sekolah dalam
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi
13
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, maka timbul beberapa masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah
2. Pelajaran matematika di sekolah kurang diminati siswa karena sulit
dipahami.
3. Proses pembelajaran yang kurang menunjang siswa untuk
mengekspresikan kemampuan matematik yang dimiliki siswa
tersebut karena KBM berlangsung dengan hanya mencatat dan
mengerjakan soal dengan kata lain KBM masih bersifat
konvensional.
4. Model pembelajaran kooperatif tipe GI belum diterapkan disekolah
5. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik siswa cenderung
lemah.
6. Kemampuan Komunikasi Matematik siswa khususnya kemampuan
Komunikasi Matematik tulisan masih rendah.
7. Proses penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa dalam
menyelesaikan masalah belum bervariasi.
1.3. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibanding dengan
waktu dan kemampuan yang dimiliki penulis, agar penelitian ini terarah dan dapat
14
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Group investigation.
2. Kemampuan pemahaman konsep yang diukur adalah kemampuan
pemahaman konsep secara tertulis.
3. Kemampuan Komunikasi Matematik yang diukur adalah
kemampuan komunikasi tulisan (writing).
4. Proses penyelesaian jawaban terkait dengan kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas yang menjadi rumusan masalah
adalah :
1. Apakah peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep matematik
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe GI lebih
tinggi daripada yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan Kemampuan Komunikasi matematik siswa yang
diajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada
yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap kemampuan pemahaman konsep
matematik siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik
15
5. Bagaimana proses penyelesaian soal-soal yang terkait dengan
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa pada
pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran konvensional ?
1.5 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan Pemahaman Konsep
Matematik siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif
tipe group investigation(GI ) lebih tinggi dari pada siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah kemampuan Komunikasi Matematik
siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe group
investigation(GI )lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
3. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang
digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematik siswa.
4. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang
digunakan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematik siswa.
5. Untuk mengetahui proses penyelesaian soal-soal yang terkait dengan
16
pada pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran
konvensional
1.6 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini
diharapkan akan memberi hasil sebagai berikut :
1. Kepada peneliti, sebagai bahan acuan untuk dapat menerapkan
model pembelajaran yang paling sesuai dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah dan sebagai bahan acuan untuk penelitian
lanjutan.
2. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
pengembangan profesi guru serta mengubah pola dan sikap guru
dalam mengajar yang semula sebagai pemberi informasi menjadi
fasilitator dan mediator yang dinamis dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe GI sehingga kegiatan belajar mengajar
yang dirancang dan dilaksanakan menjadi lebih efektif, efisien,
kreatif dan inovatif.
3. Kepada siswa, untuk meningkatkan aktifitas, prestasi, dan
kemampuan memecahkan suatu masalah matematika.
4. Sebagai informasi tentang alternatif pembelajaran matematika bagi
17
1.7. Definisi Operasional
1. Pembelajaran Group investigation (GI) adalah model pembelajaran
kooperatif yang menitik beratkan proses pembelajaran kepada siswa
(student-centred) dan memberikan kesempatan kepada siswa
menemukan konsep-konsep materi pelajaran melalui investigasi,
serta memerlukan keterampilan komunikasi dan struktur sosial
kelompok yang baik yang memuat langkah-langkah: (1)
mengidentifikasikan topik dan mengatur ke dalam kelompok -
kelompok penelitian; (2) merencanakan investigasi di dalam
kelompok; (3) melaksanakan investigasi, tahap 4 menyiapkan
laporan akhi; (5) mempresentasikan laporan akhir; (6) evaluasi.
2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik adalah penyerapan
makna dari materi matematika dan pemahaman konsep siswa yang
dilihat dari: 1) Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep 2)
mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu; 3)
Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep 4) menyajikan
konsep dalam berbagai bentuk representasi matematik,
5)Mengembangkan syarat perlu/syarat cukup suatu konsep.
3. Kemampuan Komunikasi Matematik tulisan adalah kemampuan
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara tertulis,
tabel atau grafik bahkan membahasakan kedalam bahasa sehari-hari.
yang di ukur dari aspek : (1) representations, mengubah situasi atau
ide-ide matematika ke dalam gambar (drawing), menjelaskan secara
18
matematika ke dalam model matematika, dan (2) explanations,
menjelaskan prosedur penyelesaian
4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh guru sehari-hari, yaitu pembelajaran secara
tradisional atau klasikal. Proses pembelajaran diawali dengan guru
menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara
menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa,
kemudian guru memberi soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan
(drill)
5. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai
oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan.
Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
6. Proses penyelesaian masalah adalah cara atau prosedur yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah guna untuk melihat
keberagaman jawaban atau penyelesaian yang dihasilkan oleh siswa
181 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analsis data dari lapangan tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif tipe GI terhadap kemampuan pemahaman konsep
dan komunikasi matematik siswa SMA, diperoleh beberapa kesimpulan
yang merupakan jawaban atas petanyaan-pertanyaan pada rumusan
masalah, diataranya:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan
melalui pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada yang diajarkan
melalui pembelajaran konvensional
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan melalui
pembelajaran kooperatif tipe GI lebih tinggi dari pada yang diajarkan melalui
pembelajaran konvensional.
3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan
awal siswa terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan
awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.
5. Proses penyelesaian jawaban siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe GI
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat
terlihat dari lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan
182
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe GI, memberikan beberapa hal untuk perbaikan kedepannya.
Untuk itu peneliti menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang
berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya:
1. Kepada Guru
a. Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi
siswa guru dapat menggunakan pembelajaran koopertif tipe GI terutama
pada materi trigonometri.
b. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif), dan dapat
menerapkannya dalam pembelajaran.
c. Dalam setiap pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka
sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani
berargumentasi, lebih percaya dan kreatif.
2. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Pembelajaran kooperatif umumnya memerlukan waktu yang
banyak dalam pelaksaannya. Jadi, apabila ingin melanjutkan
peneletian ini alokasi waktu harus diperhitungkan agar
183
b. Untuk penelitian lebih lanjut, Perlu diteliti pembelajaran kooperatif
tipe GI pada siswa SMA apakah juga dapat berperan dalam
184
DAFTAR PUSTAKA
Aksela, M. (2005). Disertation: Supporting Meaningful Chemistry Learning and Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A Design Research Approach. Helsinky : Faculty of Science University of Helsinky.
Ansari. (2009). Komunikasi Matematik : Konsep dan Aplikasi, Pena, Banda Aceh.
Arends, R.. (2001). Exploring Teaching: An Introduction to Education,New York, McGraw-Hill Company
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.
. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,Ed Revisi Cet 10, Bumi Aksara, Jakarta.
Dahar .(1996). Model-model Mengajar : CV. Diponegoro
Departemen Pendidikan Nasional (2004) Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Puskur Depdiknas
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Depdiknas. (2006). Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-SMPSMA- SMK-MI-MTs-MA-MAK, BP. Cipta Jaya : Jakarta.
Ester, R .(2007). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think-Pair-Square terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK.Tesis. Medan.PPs UNIMED, Tidak diterbitkan
Em Zul, Fajri dan Ratu Aprilia Senja. (2008). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa: Publisher.
Fathoni, A. (2007). Bahasa Matematika http // rbaryans.worpress.com / 2007/05/30/ komunikasi-dalam- matematika.html (Di akses 9 September 2012).
185
Hasratuddin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecenderungan Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematik Realistik. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan
Herdian. (2010). Kemampuan pemahaman matematis. Tersedia http:// herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/ (Diakses 9 september 2012)
Irfan. (2009). Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Menggunakan Model Kooperatif Tipe GI Dengan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pokok Bahasan Lingkaran Kelas VIII SMP Negeri 1 Sosa Tahun Pelajaran 2009/2010, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, Medan.
Isjoni .( 2009). Pembelajar an Kooper at if. Pustaka Belajar: Yogyak ar ta
Juliantara, K. (2009). Motivasi dan Minat Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com /2010/04/11/ motivasidan minat belajar -siswa.(Diakses 9 September 2012)
Kesumawati, N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika Makalah disampaikan dalam Seminar nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang
Nasution. S. (2008). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar Jakarta. Bumi Aksara
NCTM. (2000). Principles and Standards For School Mathematics. Virginia, The National Council of Teacher Mathematic Inc
Nuh, M.(2010). Hasil Ujian Nasional, http ://edukasi.kompas.com /read/2010/05/06/16552537/Foke.Prihatin..39.179.Siswa.SMP.Gagal.UN
(Diakses 9 september 2012)
Nuraina .(2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments (Tgt) Di Kelas VIII SMP Negeri 1 Gandapura Kabupaten Bireuen. Tesis Pps Unimed. Tidak diterbitkan.
Pramana, D.(2010). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, Medan.
186
Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Unesa University Press, Surabaya.
Roestiyah N.K,(2008). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer Untuk Guru. Bandung : Tarsito
, E.T. (1988). Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito
.(1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Romadhina. (2007). Pengaruh Kemampuan Pemahaman konsep Dan Kemampuan Komunikasi Matematik Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas Ix Smp Negeri 29 Semarang Melalui Model Pembelajaran Pemahaman konsep, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Slavin, Robert. E. (2005). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. (diterjemahkan oleh Narulita Yusron). Penerbit Nusa Media: Bandung
Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sudijono, A. (2007). “Pengantar Evaluasi Pendidikan”. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sukmadinata, N.S.. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Soejono.1984.Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Matematika. Depdikbud. Jakarta
Suherman. (2003). Evaluasi Pembelajaaran Matematika. UPI Bandung : JICA.E.T.
Tanti.(2011). Matematika Modern vs Matematika Tradisomal. Tersediahttp://catatantanti.blogspot.com/2012/08/matematika-tradisional -vs-matematika.html (Diakses 9 September 2012)
187
Tim TIMSS Indonesia. (2011). SurveiInternatsional TIMSS. [Online]. Tersedia:http://litbangkemdiknas.net/detail.php?id=214.[27Desember201]
Tim Pascasarjana Unimed. (2010) Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & disertasi. Pps UNIMED. Medan.
Tishman, et al.,.(1993) dalam Juliantara, Ketut. (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. [9 september 2012].
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana, Jakarta.