• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enjang Wahyuningrum Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati Krismi Diah Ambarwati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Enjang Wahyuningrum Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati Krismi Diah Ambarwati"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Efektifitas Pelatihan Identifikasi Gangguan Perkembangan Anak Usia Dini

dengan Model ICARE pada Kader Pos PAUD Berpendidikan Rendah

di Kopeng Kabupaten Semarang

Enjang Wahyuningrum ewahyuningrum@gmail.com

Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati ratriana@gmail.com

Krismi Diah Ambarwati k_ambarwati@hotmail.com

Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader pos Pendidikan Anak Usia Dini (Pos PAUD) yang berpendidikan rendah. Adapun target khusus yang akan dicapai adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengenai identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader Pos Pendidikan Anak Usia Dini berpendidikan rendah. Target khusus lainnya adalah penerapan ilmu psikologi perkembangan dalam bentuk modul identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader pos Pendidikan Anak Usia Dini yang berpendidikan rendah. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan pre-experimental design. Desain ini menggunakan satu kelompok yang memiliki satu evaluasi pre-experimental, kemudian diberikan perlakuan tertentu, dan selanjutnya dievaluasi setelah diberikan perlakuan tersebut. Model Pelatihan yang digunakan adalah Pendekatan ICARE yaitu Introduction, Connection, Aplication, Reflextion dan Extention. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan pada kader Pos PAUD yang berpendidikan rendah mengenai gangguan perkembangan anak usia dini. Kata Kunci : Anak Usia Dini, Kader Pos PAUD, Pelatihan, Identifikasi Gangguan

Perkembangan Anak Usia Dini Pendahuluan

Usia dini merupakan masa emas perkembangan, Montessori (dalam Sujiono, 2009) menyebutkan masa usia dini juga merupakan periode sensitif (sensitive period). Periode sensitif merupakan masa dimana anak mudah menerima stimulasi, salah satunya melalui bentuk stimulasi adalah layanan pendidikan di luar rumah yang dilakukan oleh lingkungan maupun lembaga pendidikan anak usia dini atau PAUD (Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2010). Dalam dua dasa warsa terakhir, Haugaard (2008) mengatakan bahwa jumlah anak yang mengalami gangguan perkembangan semakin meningkat. Departemen

(2)

2

berusia di bawah 5 (lima) tahun (Balita) mengalami gangguan perkembangan syaraf dan otak mulai dari ringan sampai berat.

Identifikasi pada anak usia dini dapat dilakukan oleh orang tua, guru pada pendidikan anak usia dini maupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Upaya identifikasi merupakan proses penjaringan terhadap anak-anak yang beresiko mengalami gangguan

perkembangan. Bagaskorowati (2010) menyebutkan bahwa identifikasi adalah upaya menemukenali. Proses identifikasi pada anak yang mengalami gangguan perkembangan adalah proses awal mengenali suatu gejala atau ciri-ciri yang ada pada anak yang berkaitan dengan gangguan dalam tumbuh kembangnya. Identifikasi dapat dilakukan berdasarkan gejala-gejala yang dapat diamati yaitu gejala fisik, gejala perilaku dan hasil belajarnya.

Pendidik di Pos Pendidikan Anak Usia Dini (Pos PAUD) sering disebut sebagai guru pamong, pendidik, kader atau sebutan yang lain yang sesuai dengan kebiasaan setempat. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (2010) menyebutkan bahwa persyaratan kader pos pendidikan anak usia dini adalah memiliki latar belakang pendidikan minimal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Persyaratan yang lainnya adalah menyayangi anak kecil, bersedia bekerja secara sukarela, memiliki waktu untuk melaksanakan tugas, serta dapat menjalin kerjasama dengan orang tua dan sesama kader. Sujiono (2009) menambahkan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki pendidik di pendidikan anak usia dini adalah menguasai konsep teori perkembangan dan aspek-aspek perkembangan anak. Pengetahuan ini salah satunya berguna untuk mengenali gejala-gejala awal gangguan perkembangan yang terjadi pada anak.

Salah satu tugas pendidik atau kader di pos pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah melakukan pemeriksaan deteksi dini tumbuh kembang pada anak serta melakukan tabulasi dan pencatatan hasil pemeriksaannya (Direktorat PAUD, 2010). Pemeriksaan deteksi tumbuh kembang anak usia dini membutuhkan pengetahuan mengenai perkembangan dan gangguan anak usia dini. Pengetahuan ini salah satunya dapat diperoleh dari pelatihan, namun menurut Jalal (2008) program pelatihan bagi tenaga pendidik anak usia dini sangat terbatas dan jarang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga swasta.

Bappenas (2008) mengungkapkan bahwa salah satu hambatan dalam pengembangan anak usia dini adalah kualitas pendidik anak usia dini yang masih belum memadai. Kenyataan yang terjadi di lapangan, menurut Jalal (2009) pada umumnya kader pada pos pendidikan anak usia dini memiliki latar belakang pendidikan yang rendah yaitu banyak yang tidak lulus sekolah lanjutan tingkat atas dan tidak memiliki pengalaman sebagai tenaga pendidik. Rendahnya kualitas kader pos pendidikan anak usia dini adalah karena sulitnya

memperoleh tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan, terutama di desa-desa yang jauh dari pusat kota. Selain itu, Jalal (2009) juga menjelaskan bahwa proses penerimaan calon kader pos pendidikan anak usia dini yang dilakukan oleh lembaga pada umumnya

(3)

3

berdasarkan atas kebutuhan sesaat atau mendesak, sehingga kurang memperhatikan kemampuan, keterampilan, keahlian dan latar belakang pendidikan mereka.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader pos Pendidikan Anak Usia Dini (Pos PAUD) yang berpendidikan rendah. Adapun target khusus yang akan dicapai adalah peningkatan

pengetahuan dan keterampilan mengenai identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader Pos Pendidikan Anak Usia Dini berpendidikan rendah. Target khusus lainnya adalah penerapan ilmu psikologi perkembangan dalam bentuk modul identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada kader pos Pendidikan Anak Usia Dini yang

berpendidikan rendah.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan pre-experimental design. Desain ini menggunakan satu kelompok yang memiliki satu evaluasi pre-experimental, kemudian diberikan perlakuan tertentu, dan selanjutnya dievaluasi setelah diberikan perlakuan tersebut. Model Pelatihan yang digunakan adalah Pendekatan ICARE yaitu Introduction, Connection, Aplication, Reflextion dan Extention. Pendekatan ICARE (Hoffman & Ritchie, 1998) adalah singkatan dari Introduction (tahap Pengenalan), Connection (tahap menghubungkan), Aplication (tahap penerapan), Reflection (tahap refleksi)dan Extention (tahap Perluasan).

Analisa Data

Analitis data kuantitatif yaitu berupa skor pengetahuan tentang deteksi dini gangguan perkembangan anak usia dini dengan dilakukan dengan uji t. Uji t digunakan untuk

mengetahui ada atau tidak perbedaan skor pengetahuan mengenai pengetahuan tentang identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini antara sebelum dan sesudah pemberian materi mengenai identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini. Metode analisis data yang digunakan adalah paired sample T-test. Paired sample T-test adalah pengujian yang dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan. Sampel yang berpasangan dapat diartikan sebagai sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua pengukuran (Triton, 2006).

Subjek Penelitian

(4)

4

Kopeng, Kabupaten Semarang, dengan latar belakang pendidikan maksimal lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai kader Pos PAUD lebih dari 1 tahun di Lingkungan Kopeng, Kabupaten Semarang. Lokasi penelitian berada di Desa Kopeng, Kabupaten Semarang.

Adapun jumlah peserta adalah 25 kader Pos PAUD. Pelaksanaan penelitian selama 7 kali yaitu pada 3 Mei 2013, 7 Mei 2013, 8 Mei 2013, 14 Mei 2013, 16 Mei 2013, 21 Mei 2013 dan 23 Mei 2013.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil uji beda menunjukkan ada perbedaan pengetahuan tentang identifikasi

gangguan perkembangan anak usia dini pada kader Pos PAUD yang berpendidikan rendah, dengan ditunjukkan dari perbedaan mean yang signifikan yaitu mean pretest = 32,75 dan mean posttest = 38,25 dengan p<0.05.

Pada awal pelaksanaan pelatihan, para kader Pos PAUD, memiliki pengetahuan yang minim mengenai gangguan perkembangan yang dapat terjadi pada anak usia dini. Bahkan beberapa dari para kader juga memiliki pengetahuan yang minim tentang perkembangan anak usia dini secara umum. Kondisi ini dapat terlihat dari skor pre-test yang mereka hasilkan. Pada saat trainer kemudian memberikan materi mengenai perkembangan anak usia dini disertai dengan materi gangguan perkembangan (sebagai komponen dari tahap introduction pada model ICARE) para kader pos PAUD terlihat mempergunakan

kesempatan tersebut sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mereka. Beberapa perilaku yang mereka tunjukkan terkait hal ini adalah, para kader pos PAUD tersebut memanfaatkan waktu untuk tanya jawab dan berdiskusi, dengan seefektif mungkin. Pelaksanaan penelitian mengacu pada pembelajaran orang dewasa.

Knowles (dalam Lieb, 1991) mengungkapkan orang dewasa menghubungkan pengalamannya dalam proses belajar. Salah satu metode yang dilakukan dalam pelatihan ini adalah menggunakan metode sharing yaitu peserta diminta untuk menceritakan

pengalamannya yang berkaitan dengan materi pelatihan. Metode ini bertujuan supaya peserta mampu menghubungkan pengalaman yang dimilikinya dengan pembelajaran yang dipelajar (komponen connection pada model ICARE). Praktek berupa role play kemudian diberikan kepada para kader pos PAUD supaya mereka dapat mengaplikasikan

pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya (komponen application pada model ICARE). Kesempatan untuk role play juga digunakan dengan efektif oleh para kader. Melalui role play juga, para kader dapat mengevaluasi dirinya sendiri maupun kader lain, mengenai

pengetahuan atau ketrampilan mereka yang berkaitan dengan anak usia dini. Hasil evaluasi tersebut ditengarai dapat menambah pengetahuan maupun keterampilan kepada para kader. Kondisi ini kemudian diperkuat melalui hasil post-test yang memiliki perbedaan mean

(5)

5

signifikan dengan hasil pre-test, bahwa memang terdapat peningkatan pengetahuan serta ketrampilan pada kader pos PAUD mengenai perkembangan anak usia dini dan gangguan penyerta.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan pengetahuan pada kader Pos PAUD yang berpendidikan rendah mengenai gangguan perkembangan anak usia dini, dan adanya peningkatan dalam melakukan identifikasi gangguan perkembangan anak usia dini pada Kader Pos PAUD yang berpendidikan rendah. Modul pelatihan atau bahan ajar mengenai Identifikasi Gangguan Perkembangan Anak Usia Dini bagi Kader Pos PAUD yang berpendidikan rendah menjadi acuan untuk melakukan penelitian pada daerah lain yang memiliki karakteristik populasi sejenis.

Saran dalam penelitian ini adalah bagi kader Pos PAUD, perlu mengikuti pelatihan sejenis yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mendidik anak-anak PAUD. Sedangkan saran bagi bagi peneliti selanjutnya, mengadakan Training for Trainer (TOT) bagi kader Pos PAUD agar mereka juga dapat menularkan kemampuannya kepada kelompok lain ataupun kader yang lain. Selain itu, membuat materi yang

memasukkan unsur kearifan lokal, terutama karena subjek dan lokasi penelitian adalah daerah pedesaan yang memiliki ciri khas tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Bagaskorowati, R. (2006). Anak Beresiko : Identifikasi, Assessment & Intervensi Dini. Bogor : Ghalia Indonesia.

BAPPENAS. (2008). Strategi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. (2010). Pedoman Teknis Penyelenggaraan PAUD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Kementrian Pendidikan Nasional.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). 16 Persen Balita di Indonesia Alami Gangguan Perkembangan Syaraf. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press- release/1007-16-persen-balita-di-indonesia-alami-gangguan-perkembangan-syaraf-html. 17 Februari 2016. diunduh pada tanggal 5 Desember 2010

Haugaard, J.J. (2008). Child Psychopathology. Boston : McGraw.Hill. International

Hoffman, B. & Ritchie, D.C., (1998). Teaching and learning online : Tools, templates and

training. Technology and Teacher Educational Annual, 1998 (CD ROM).

(6)

6

Jalal, F. (2009). Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga kependidikan. Buletin PAUD : Jurnal Ilmiah Usia Dini. Vol.08.N0.2. Juni 2009.

Laird, D. (1993). Approaches to Training and Development. 2nd edition. Massachusetts: Addition-Wesley Publishing Company.

Lieb, S. (1991). Principles of Adult Learning. http:/honolulu.hawaii.edu/intranet/committees /FacDevCom.guidebk/teachtip/adult-2.htm. diunduh 11 Juli 2013.

Sujiono, Y.N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hubungan antara ukuran – ukuran tubuh ternak dengan bobot badan telah diketahui pada sapi potong, kambing lokal dan domba, untuk itu diharapkan dapat ditemukan juga pada

1) Penyiapan laman pendaftaran di alamat beasiswa.dikti.go.id/pmdsu. Promotor-promotor yang telah lolos pada tahap 1 akan mendapat jatah dan akun tersendiri.

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga

Halaman lihat data waktu berhalangan mengajar merupakan halaman yang diakses oleh koordinator tata usaha untuk melihat data waktu dimana dosen berhalangan

Keterbatasan kemampuan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan hasil pertanian, diberdayakan melalui program desa mandiri pangan. Penelitian

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga

creature that each represents the thrown flaw. He does this because an individual with inferiority complex is uncomfortable with his flaws. If other people see