Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Ariani Soleha NIM: 109013000103
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Mama..
Setiap doamu adalah kekuatanku
Bapak..
Setiap keringatmu adalah semangatku
Nenek..
Setiap ucapanmu adalah inspirasiku
Adik-adikku..
Senyum kalian adalah harapanku
A-J..
Tangis dan tawa melahirkan kedewasaan
Sepatah kata menjadi ilmu, seuntai motivasi menjadi
guru. Terima kasih
Sahabat Seperjuangan..
Kerikil yang menghampar di setiap langkah
Canda, tawa, dan kebersamaan
Hitam putih dunia kita
Kini telah menjadi sejarah
Sejarah terindah dalam lembar kehidupanku..
i
ABSTRAK
Ariani Soleha, NIM: 109013000103, 2014, “Campur kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Dr. Darsita, S.M.Hum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui campur kode dan mendeskripsikan gejala bahasa yang muncul dalam kata yang berasal dari campur kode pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode observasi dan pengamatan langsung dengan teknik simak dan mencatat. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menganalisis data cerpen siswa.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada hasil tulisan cerpen siswa, ditemukan bentuk campur kode intern dan ekstern yang meliputi delapan bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasaBetawi, bahasa Belanda, bahasa Jawa, bahasa slang, dan bahasa Batak. Campur kode yang ditemukan berupa kata, frasa, dan reduplikasi. Sementara gejala bahasa yang muncul dari bahasa yang terdapat dalam campur kode berupa protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, kontraksi, dan monoftongisasi.
ii
Ariani Soleha, NIM: 109013000103, 2014, "Code mixing and Language Symptoms in the Short Story Class X Islamic Senior High School of 19 Jakarta (MAN 19 Jakarta) Academic Periode 2012/2013", Department of Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. Supervisor: Dr. Darsita, S.M.Hum.
This research aims to find out describe the code mixing and language symptoms that appear in the language that the word is derived from code mixing on the short story class X Islamic Senior High School of 19 Jakarta (Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta). The method usedin this study is the observation method and direct observation techniques and refer to notes. This study belongs to the qualitative descriptive researchby analyzing the data of short stories students.
Based on the analysis and discussion of the results of short story writing student, found forms of internal and external code mixing. Which includes eight languages, namely Indonesian, Arabic, English, Dutch, Betawi, Javanese, slang, and Batak. Mix the code found in the form of words, phrases, and reduplication. While the language of symptoms that appear from the language contained in the form of code mixing namely, protesis, epentesis, paragos, aferesis, syncope, apokop, contraction, andmonoftongisasi.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam, karena dengan karunia-Nya skripsi ini dengan judul “Campur Kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Tahun Pelajaran 2012/2013” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhamad SAW yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.
Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Selama proses penulisan skripsi ini tidak luput dari berbagai bentuk kesalahan, namun berkat usaha penulis dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa‟i, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat memotivasi penulis.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi hingga selesai.
3. Dr. Darsita S., M. Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang luar biasa sampai selesainya penulisan skripsi ini dan memberikan ilmu yang baru bagi penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan.
iv
7. Seluruh keluarga besar penulis yang tak henti-henti memberikan motivasi dan doa kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Teman-teman sepermainan, teman-teman mengajar, serta murid-murid
tercinta yang selalu memberikan motivasi sampai selesainya skripsi ini.
Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah diberikan mendapat balasan kebaikan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.
Jakarta, 23 Maret 2014 Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAHLEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORETIS ... 6
A. Sosiolinguistik…….. ... 6
B. Campur Kode ... 7
C. Gejala Bahasa ... 8
1. Pengertian Gejala Bahasa ... 8
2. Macam-macam Gejala Bahasa ... 9
D. Diksi ... 12
E. Tinjauan Pustaka ... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
vi
F. Pengumpulan Data ... 18
G. Jenis Data ... 20
H. Analisis Data ... 20
I. Pelaksanaan Penelitian ... 20
J. Fokus Penelitian ... 21
BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 22
A. HASIL PENELITIAN ... 22
1. Identitas MAN 19 Jakarta ... 22
2. Sejarah Singkat... 22
3. Visi, Misi, dan Tujuan ... 23
4. Tenaga pendidik ... 24
B. PEMBAHASAN ... 35
1. Hasil Analisis Data Penelitian ... 27
a. Campur Kode ... 27
b. Gejala Bahasa ... 32
2. Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian ... 40
a. Campur Kode ... 40
b. Gejala Bahasa ... 52
BAB V PENUTUP ... 64
A. Simpulan ... 64
B. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Analisis Keunikan Diksi dalam Alih Kode 2. Hasil Tulisan Cerpen Siswa Kelas X
3. Uji Referensi
1
A.
Latar Belakang
Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari bahasa. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Untuk menyampaikan dan mengetahui maksud antar sesamanya, manusia memerlukan bahasa. Berkaitan dengan hal komunikasi, bahasa yang baik dan benar tidak selalu harus digunakan di setiap waktu dan tempat, melainkan tergantung pada keperluan tertentu.
Indonesia merupakan masyarakat multilingual, di mana terdapat berbagai macam bahasa daerah dalam setiap wilayah. Umumnya, ketika berbicara orang menggunakan lebih dari satu bahasa, secara disadari maupun tanpa disadari. Baik dari satu bahasa daerah ke dalam bahasa daerah lain, maupun dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing ataupun sebaliknya. Penggunaan bahasa tersebut jika dilihat dari sudut pandang sosiolinguistik dinamakan campur kode dan campur kode. Peristiwa campur kode dan campur kode bukan hanya terjadi dalam satu bahasa ke dalam bahasa lain, tetapi juga bisa terjadi dari ragam resmi ke dalam ragam santai ataupun sebaliknya. Membicarakan masalah bahasa tidak terlepas dari unsur inti bahasa itu sendiri, yakni kata.
2
baik oleh mitra tuturnya. Sama halnya dengan menulis, melalui tulisannya, seseorang hendak menyampaikan pesan kepada pembaca. Menulis membutuhkan penguasaan kosa kata yang banyak dan tepat. Sebab, bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan, apabila pilihan kata yang digunakan tidak tepat maka pembaca sulit untuk memahaminya. Bahkan bisa menimbulkan makna yang ambigu, sehingga apa yang ingin disampaikan penulis tidak tersampaikan kepada pembaca.
Berbeda halnya ketika seseorang menulis sebuah cerpen. Dalam menulis cerpen, penulis bebas mengekspresikan perasaannya. Salah satunya yaitu dalam memilih kata yang diinginkan. Semakin bervariasi kata yang digunakan maka akan semakin menarik cerpen tersebut untuk dibaca. Pembaca tidak akan merasa bosan dengan kosa kata yang monoton. Cerpen bukanlah jenis tulisan yang resmi, cerpen berfungsi untuk menghibur pembaca. Oleh sebab itu, diksi yang digunakan tidak hanya sekadar tepat tetapi juga menarik. Setiap penulis memiliki gaya masing-masing dalam memilih kata untuk karyanya. Biasanya penulis memilih kata yang berkaitan erat dengan lingkungannya.
Cerpen merupakan salah satu karya sastra fiksi yang diajarkan di sekolah. Cerpen tidak terlepas dari diksi atau pilihan kata. Setiap penulis memiliki gaya masing-masing dalam memilih kata untuk karyanya. Namun, penggunaan pilihan kata tidak hanya mengutamakan ketepatan kaidah bahasa Indonesia, tetapi juga harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan di mana bahasa itu digunakan. Biasanya penulis memilih kata yang berkaitan erat dengan lingkungannya. Cerpen bukanlah jenis tulisan yang resmi, cerpen berfungsi untuk menghibur pembaca. Oleh sebab itu, diksi yang digunakan tidak hanya sekadar tepat tetapi juga menarik.
yang menggunakan percampuran bahasa suatu daerah dengan bahasa daerah lain. Selain percampuran antar bahasa daerah dan bahasa asing, terdapat pula percampuran dalam bahaha resmi dengan bahasa pergaulan sehari-hari. Cerpen tersebut merupakan karya siswa-siswi kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri Jakarata. Selain peralihan dan percampuran bahasa, terdapat juga gejala-gejala bahasa yang unik pada cerpen tersebut. Gejala bahasa seperti hilang dan bertambahnnya suatu fonem atau pun suku kata pada kata yang dipilih oleh siswa. Peristiwa gejala bahasa tersebut terjadi pada kata yang tercatat sebagai campur kode.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian ”Campur Kode dan Gejala Bahasa pada Cerpen Siswa Kelas X
Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta Tahun Pelajaran 2012/2013.”
Judul tersebut menjadi semakin kuat ketika penulis membaca pernyataan Nababan (1984) yang senada dengan pernyataan Haliday, yaitu
“sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.” Kemudian dikuatkan oleh
Sumarsono bahwa “seorang penutur bahasa adalah anggota masyarakat
tutur.”1
Berangkat dari pernyataan tersebut, ternyata peneliti menemukan hal yang berbeda pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Pada cerpen tersebut, seorang penutur dari suatu anggota masyarakat menggunakan bahasa anggota masyarakat lain. Hal tersebut semakin menarik hati peneliti untuk menemukan keunikan-keunikan diksi pada cerpen tersebut.
1
4
B.
Identifikasi Masalah
1. Siswa menggunakan beragam bahasa pada cerpen yang ditulisnya.
2. Terdapat percampuran bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Asing dalam satu kalimat.
3. Terdapat percampuran bahasa dari satu bahasa daerah ke dalam bahasa daerah lainnya.
4. Terdapat percampuran bahasa dari ragam resmi ke dalam ragam santai. 5. Terdapat berbagai gejala bahasa pada kata yang mengalami campur kode.
C.
Pembatasan Masalah
Berangkat dari identifikasi masalah di atas, masalah pada penelitian ini dibatasi atas:
1. Keunikan diksi berdasarkan campur kode. 2. Keunikan diksi berdasarkan gejala bahasa.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana campur kode yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013?
2. Bagaimana gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013?
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui campur kode yang terdapat pada cerpen siswa kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta tahun pelajaran 2012/2013.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah bahan bagi
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh: a. Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru agar tidak hanya fokus pada kesalahan yang dibuat oleh siswa. Karena di sisi lain, ada keunikan-keunikan pada hasil kerja siswa yang jarang diperhatikan.
b. Siswa
Hasil penelitian ini dapat membantu siswa memahami bahwa bahasa cerpen bukanlah bahasa yang resmi. Bahasa cerpen mementingkan keindahan dan memiliki ciri khas bagi penulisnya.
c. Peneliti
Untuk peneliti sendiri, penelitian ini sangat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dalam memahami keunikan diksi pada sebuah kalimat, mengetahui berbagai gejala bahasa dan asal kata, sehingga menambah wawasan.
d. Peneliti lain
6
BAB II
LANDASAN TEORETIS
Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik sebagai berikut.
A.
Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan gabungan ilmu sosiologi dan linguistik, ada juga yang menyebutnya dengan sosiologi bahasa. Perbedaan keduanya yaitu terdapat pada titik pusat kajiannya. Sosiologi bahasa menitikberatkan kajiannya pada masyarakatnya sedangkan sosiolinguistik menitikberatkan kajiannya pada bahasanya. Sosiolingistik membahas beragam bahasa dan gejala bahasa yang ada di masyarakat, kapan dan dalam situasi seperti apa suatu ragam bahasa digunakan. Trudgill menyatakan bahwa sociolinguistics is that part of linguistics which is concerned with language as a social and cultural phenomenom.2Sementara itu, Wardhaugh dalam bukunya An Introduction To Sociolinguistics menyatakan bahwa sociolinguistics is concerned with investigating the relationships between language and society with the goal being a better understanding of the structure
of language and of how languages function in communication.
J.A Fishman menyatakan sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.3 Sedangkan Appel, dkk. menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan.4
Senada dengan Appel, sebagaimana dikutip oleh Agustina dan Chaer, Kridalaksana menyatakan bahwa sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat
2 Jendra, Made Iwan Indrawan,Sociolinguistics: The Study Of Societies’ Languages (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), ed. Pertama, h. 10
3
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), ed. Revisi, h. 3
bahasa. Sementara itu, Nancy Parrot Hickerson, yang juga dikutip oleh Agustina dan Chaer menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa‟.5
Berdasarkan beberapa pendapat dari ahli linguistik di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik yaitu ilmu bahasa yang mengkaji tentang variasi fungsi-fungsi bahasa yang terdapat dalam suatu masyarakat.
B.
Campur Kode
Chaer dan Agustina menyatakan bahwa dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang telibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Thelander, sebagaimana dikutip dalam Agustina, menyatakan bahwa campur kode yaitu apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.
Pendapat lain tentang campur kode yaitu dari Muysken, yang menyatakan I am using the term code-mixing to refer to all cases where lexical items and
grammatical features from two languages appear in one sentence. „Saya menggunakan istilah campur kode untuk mengacu pada semua kasus di manaunsur leksikal dan fitur gramatikal dari dua bahasam uncul dalam satu kalimat.‟
Sementara itu, Gumperz menyatakan, In code-mixing, pieces of one language are used while a speaker is basically using another language.„Dalam campur kode, potongan satu bahasa yang digunakan sesekali oleh pembicara pada dasarnya menggunakan bahasa lain.‟ Sedangkan Pfaff mengatakan, Coversational code-mixing involves the deliberate mixing of two languages without an
5
8
associated topic or situation change. „Percakapan campur kode melibatkan pencampuran sengaja dua bahasa tanpa topik terkait atau perubahan situasi.
Dari beberapa pendapat ahli linguistik yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih secara tidak sengaja dalam satu kalimat yang berupa serpihan dan tidak memiliki keotonomian sebagai sebuah kode.
C.
Gejala Bahasa
1. Pengertian Gejala Bahasa
Ngajenan menyatakan bahwa gejala bahasa adalah peristiwa yang mengakibatkan perubahan bentuk suatu kata.6 Sementara itu Chaer dan Agustina, menyatakan bahwa perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.7
Senada dengan Ngajenan, Muslich menyatakan bahwa perubahan-perubahan bentuk kata apa pun dalam suatu bahasa lazim disebut gejala bahasa. Selanjutnya, Badudu dalam bukunya Pelik-pelik Bahasa Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Muslich, menjelaskan bahwa gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.8
Wardhaught, sebagaimana dikutip oleh Chaer dan Agustina, membedakan adanya dua macam perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal terjadi dari dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, sistem morfologi, dan sistem sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya pengaruh dari luar, seperti
6
Mohamad Ngajenan, Kamus Etimologi Bahasa Indonesia, (Semarang: Dahara Prize, 1990), h. 10
7
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, h. 136 8
peminjaman atau penyerapan kosakata, penambahan fonem dari bahasa lain, dan sebagainya.9
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan suatu bentuk bahasa berupa hilang dan bertambahnya suatu kaidah bahasa dalam tataran linguistik.
2. Macam-macam Gejala Bahasa
Notosudirjo mengemukakan gejala bahasa meliputi protesis, epentesis, paragos, aferesis, singkop apokop, metatesis, desimilasi, asimilasi, kontraksi, reduplikasi.10 Lebih lengkapnya, Ngajenan, menjelaskan gejala bahasa sebagai berikut:
a. Aferesis, yaitu gejala bahasa yang berupa hilangnya suatu fonem pada awal kata, misalnya: empunyapunya, tathapi tapi.
b. Apokope, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya fonem pada akhir kata, misalnya: riangria, ularula.
c. Asimilasi, yaitu gejala bahasa berupa penyamaan fonem yang semula berbeda, misalnya: alsalamassalam, asalam.
d. Desimilasi, yaitu gejala bahasa berupa penidaksamaan dua fonem yang semula sama, misalnya: sajjanasarjana, cittacinta, cipta.
e. Epentesis, yaitu gejala bahasa berupa penambahan fonem di tengah kata, misalnya: akasaangkasa, makinmangkin, jeneral jenderal, upama
umpama.
f. Hiplologi, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya suku kata di tengah suku kata, misalnya: merdehekamerdeka.
g. Kontaminasi, yaitu gejala bahasa berupa perancuan dua bentuk menjadi bentuk baru yang salah, misalnya: musna + punahmusnah.
h. Kontraksi, yaitu gejala bahasa berupa pemendekan satu bentuk, misalnya: praja-muda-karanapramuka.
9
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, h. 142 10
10
i. Metatesis, yaitu gejala bahasa berupa pertukaran tempat suatu fonem dalam kata, misalnya: kerikil kelikir, lainlian, rontallontar.
j. Paragoge, yaitu gejala bahasa berupa penambahan fonem pada akhir kata, misalnya: hulubalahulubalang, book buku, lamplampu, bankbangku.
k. Protesis, yaitu gejala bahasa penambahan fonem pada awal kata, misalnya: stri istri, smara asmara, langelang, mpu empu.
l. Reduplikasi, yaitu gejala bahasa berupa pengulangan kata, misalnya: tontonton, tuntuntun.
m. Sinkope, yaitu gejala bahasa berupa hilangnya fonem di tengah kata, misalnya: tahadi tadi, baharu, sahajasaja.
n. Hibridis, yaitu gejala perpaduan atau percampuran bahasa yang membentuk satu kata baru, misalnya: akal budi.
Muslich dalam bukunya Tata Bentuk Bahasa Indonesia, menguraikan gejala bahasa sebagai berikut:
a. Analogi, yaitu salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu bahasa, yang disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Misalnya: saudara-saudari, pemuda-pemudi.
b. Adaptasi, yaitu perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan peneriamaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Misalnya: fadhuli (Arab) peduli, prahara (Sansekerta) perkara.
c. Kontaminasi, dalam bahasa Indonesia, kata kontaminasisama dengan kerancuan. Kata rancu berarti „campur aduk‟, „tumpang tindih‟, „kacau‟. Dalam bidang bahasa, kata rancu (kerancuan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa (imbuhan, kata, frase, atau kallimat) yang tidak wajar. Misalnya: dinasionalisirkan.
d. Hiperkorek, yaitu proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah menjadi salah. Misalnya: sehat syehat.
f. Asimilasi, gejala asimilasi berarti proses penyamaan atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama. Misalnya: alsalamassalamasalam.
g. Disimilasi, yaitu proses berubahnyadua buah fonem yang sama menjadi tidak sama. Misalnya: sajjana sarjana.
h. Adisi, yaitu perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan atas protesis, epentesis, dan paragog.
1) Protesis ialah proses penambahan fonem pada awal kata. Contoh: langelang, mas emas
2) Epentesis ialah proses penambahan fonem di tengah kata. Contoh: upama umpama, kapakkampak
3) Paragog ialah proses penambahan fonem pada akhir kata. Contoh: lamplampu, hulubala hulubalang
i. Reduksi, yaitu peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan atas aferesis, singkop, dan apokop.
1) Aferesis ialah proses penghilangan fonem pada awal kata. Contoh: telentang tentang, tatapi tetapitapi 2) Singkop ialah penghilangan fonem di tengah-tengah kata.
Contoh: sahaya saya
3) Apokop ialah proses penghilangan fonem pada akhir kata. Contoh: pelangit pelangi
j. Metatesis, yaitu perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya.Misalnya: rontal lontar.
k. Diftongisasi, yaitu proses perubahan suatu monoftong jadi diftong.Misalnya: sodara saudara.
l. Monoftongisasi, yaitu proses perubahan suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Misalnya: gurauguro, bakaubako.
m. Anaptiksis, yaitu proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya. Misalnya: putra putera, srigala serigala.
12
o. Kontraksi, yaitu gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem. Misalnya: tidak adatiada, bahagianda baginda.
D.
Diksi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (peperti yang diharapkan). Sedangkan dalam Kamus Linguistik karya Harimuti Kridalaksana, edisi keempat, diksi (diction) adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang.
Gorys Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa mengemukakan tiga pernyataan mengenai diksi atau pilihan kata. Pertama pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
E.
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan pustaka yang peneliti lakukan, penelitian yang terkait dengan alih kode dan gejala bahasa bukan pertama kalinya dilakukan. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Dedi Rohmadi, mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Jurusan Sastra Indonesia. Dedi
melakukan penelitian yang berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Rubrik Celathu
Butet pada Surat Kabar Suara Merdeka: Suatu Tinjauan Sosiolinguistik”. Dedi
sebuah surat kabar yang berupa alih kode, campur kode, interferensi, interjeksi, pelesapan dan penambahan fonem. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian lain dilakukan oleh Siti Rohmani, mahasiswi Universitas Sebelas Maret tahun 2013. Siti melakukan penelitian yang berjudul Analisis “Alih Kode dan Campur Kode pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi”. Penelitian tersebut membahas tentang bentuk alih kode dan campur kode, faktor penyebab alih kode dan campur kode, dan fungsi alih kode dan campur kode. Sama halnya dengan Dedi, penelitian yang dilakukan Siti pun merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Djajasudarma, metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang metode. Metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb.); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.15
Bidang linguistik yang berhubungan dengan pemakaian bahasa merupakan salah satu bagian dari bidang studi sosio-linguistik. dengan demikian, penelitian pemakaian bahasa masuk ke dalam penelitian sosiolinguistik, terutama jika yang dibicarakan adalah pemakaian bahasa menurut konteks sosial penggunaannya.16 Unsur-unsur pada penelitian ini digambarkan pada tabel berikut.
15
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Lingustik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), cet. 2, h. 1
16
Skema Konseptual
Sumber (Mahsun, 2012) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti.
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai campur kode dan gejala bahasa dalam penulisan cerpen siswa kelas X, dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta. Berlokasi di Jalan H. Jaelani III, H. Muchtar Raya, Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Waktu yang digunakan dalam proses penelitian ini dimulai tanggal 1 Juni 2013 sampai dengan 4 April 2014.
B.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah metodologi penelitian, yaitu aspek aksiologi dari satu paradigma aspek itu merupakan aspek nyata yang menunjukan cara melaksanakan penelitian yang terdiri dari:
M E T O D O L O G I
P E N E L I T I A N
Ancangan
Metode
Teknik
Sosiolinguistik yang berfokus pada campur kode dan gejala
bahasa
Kualitatif
Bebas Libat Cakap
Catat
16
ancangan, metode, dan teknik. Ancangan merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir yaitu ilmu sosiolinguistik dengan fokus kajian campur kode dan gejala bahasa.
C.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pengamatan langsung dengan teknik simak dan mencatat. Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis.17 Penelitian ini dimulai dengan menganalisis cerpen siswa, yaitu membaca dan mencatat kata-kata yang unik dalam cerpen. Kata-kata yang dikatakan unik dalam cerpen tersebut yaitu kata-kata yang mengalami campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa lain.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menganalisis data cerpen siswa. Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data.18
D.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Campur kode, yaitu penggunaan lebih dari satu ragam bahasa dalam suatu komunikasi sesuai dengan siatuasi di mana komunikasi itu terjadi. Pada penelitian ini yaitu campur kode yang terjadi dalam teks cerpen siswa.
2. Gejala bahasa, yaitu perubahan-perubahan bentuk yang terjadi pada suatu kata. Gejala bahasa terdiri dari beberapa macam, namun ruang lingkup pada
17
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Stategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 92
18
penelitian ini yaitu terbatas pada protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, disimilasi, kontraksi, monoftongisasi.
E.
Objek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.19 Sevilla dkk. (1993) sebagaimana dikutip oleh Mahsun (2012), mendefinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Dalam hubungan dengan penelitian bahasa, pengertian populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan territorial.
Pada penelitian ini, populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh teks cerpen siswa kelas X IPS 1 yang berjumlah 31 lembar.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi.20 Pemilihan sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang disebut sampel penelitian.21
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 7 teks cerpen. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik
19
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 80.
20Ibid, h. 86
21
18
sampling. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel, untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian.22 Terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan dalam sebuah penelitian, dalam penelitian ini menggunakan probability sampling.
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel meliputi teknik simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak dan hanya mengambil teks cerpen yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Secara konten atau isi, cerpen mengandung enam unsur, yakni tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, sudut pandang, amanat.
b. Penggunaan bahasa dilihat dari aspek campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa lain (bahasa daerah dan bahasa asing).
c. Gejala bahasa, yaitu jumlah gejala atau perubahan bentuk kata yang banyak dilakukan dari bahasa Indonesia ke bahasa lain (bahasa daerah dan bahasa asing).
F.
Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode simak (Pengamatan/Observasi) menggunakan pengamatan langsung dengan teknik simak bebas libat cakap catat.
Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Dalam ilmu sosial, metode ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi.23 Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk
22
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B, h. 86 23
memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara terulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap.24
Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan penyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Perlu ditekankan bahwa penyadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan menyangkut penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis.25 Sadap merupakan kegiatan permulaan untuk menyediakan data. Untuk itu, diperlukan langkah atau aktivitas berikutnya dengan teknik tertentu. Metode simak memiliki beberapa teknik lanjutan. Pada penelitian ini teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.
1. Teknik simak bebas libat cakap
Untuk mejalankan metode simak atau teknik sadap, peneliti hanya menjadi pengamat atau penyimak. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya. Tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan yang bahasanya sedang diteliti.26 Peneliti tidak ikut angkat bicara sama sekali dengan mitranya. Teknik ini sangat mungkin dilakukan bila data penelitiannya adalah data tertulis atau dokumen.
2. Teknik catat
Selain menggunakan teknik simak bebas cakap untuk menjalankan metode simak, peneliti dapat menggunakan teknik catat. Pencatatan dapat dilakukan pada kartu data yang telah disediakan atau akan disediakan. Setelah pencatatan dilakukan, peneliti melakukan klasifikasi atau pengelompokkan penggunaan
24Ibid
, h. 92
25Ibid , h. 92
26
20
teknik catat ini sangat fleksibel. Bila teknik sadap sebagai teknik lanjutan digunakan, peneliti dapat langsung mencacat data yang diperoleh. Wujud data yang disediakan melalui metode simak adalah transkrip fonetik, fonemik, atau ortografis. Dalam pencatatan, peneliti dapat menandai data yang disediakan tersebut sesuai dengan kiat masing-masing peneliti.27
G.
Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data berupa, teks tertulis berupa teks cerpen sebagai data kualitatif.
H.
Analisis Data
Hubungan konsep dengan cara menganalisis data, semua data yang telah dikumpulkan melalui metode observasi dengan tenik catat, dianalisis dengan sifat data dan tujuan penelitian. Data yang diperoleh lewat teknik catat yang berupa teks yang dianggap sebagai data kualitatif dianalsis melalui konsep campur kode dan gejala bahasa untuk mengetahui setiap keunikan kata yang ditulis oleh siswa dan menemukan gejala-gejala bahasa berdasarkan data campur kode yang telah terkumpul.
I.
Pelakasanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap orientasi yaitu tahap merumuskan masalah berdasarkan realitas empatik di lapangan.
2. Mengidentifikasi dan mendeskripsi fokus terhadap masalah berdasarkan ide-ide pokok dalam rumusan masalah.
3. Merancang kegiatan penelitian berupa pengambilan data dengan cara
27
mengumpulkan teks cerpen siswa atas izin dari guru bidang studi yang bersangkutan.
4. Mengidentifikasi dan menentukan sumber data teks cerpen siswa kelas X IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta.
5. Menyusun dan menyimpulkan data yang sudah dianalisis menjadi sebuah laporan.
J.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini terbatas pada: a. Campur kode
Peristiwa campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia dalam bahasa asing dan bahasa daerah pada cerpen siswa.
b. Gejala bahasa
22
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
1. Identitas MAN 19 Jakarta
a. Nama Madrasah : MANegeri 19 Jakarta
b. Alamat Madrasah : Jl. H. Muchtar Raya H. Jaelani III RT.05/01Petukangan Utara Jakarta Selatan, Kel. Petukangan Utara, Kec. Pesangrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 12260
c. No. Telepon, Fax. : (021) 7362836, (021) 7362987
d. Status Madrasah : Negeri
e. Akreditasi Madrasah : A
f. Standar Madrasah : Rintisan MSN
g. Keadaan Gedung : Permanen
h. Nomor Statistik Madrasah (NSM): 311317131013 i. Tahun Didirikan/Dibangun : 2008/2009
j. Tahun Beroperasi : 2009/2010
2. Sejarah Singkat
MOTO “INOVATIF, TERAMPIL DAN CERDAS”
Agama Provinsi DKI Jakarta Bapak H. Fauzan Harun, SH. Selaku kepala madrasah yang pertama, Bapak Drs. Barkat Guna Harahap, dengan kepemimpinannya yang berwibawa mampu membawa madrasah ini ke level yang lebih bergengsi di antara madrasah yang ada di DKI Jakarta. Guna meraih cita-cita dan harapan yang tinggi, kami dari segenap Civitas
Akademika MAN 19 Jakarta memiliki visi “Mewujudkan MAN 19 Jakarta sebagai wadah pembentukan insan mandiri untuk masa depan Bangsa, Negara dan Agama”.
3. Visi, Misi, dan Tujuan
a. Visi
Terwujudnya MA Negeri 19 Jakarta sebagai wadah pembentukan insane mandiri untuk masa depan bangsa, Negara, dan agama.
b. Misi
1) Menyempurnakan sarana prasarana MA Negeri 19 Jakarta sesuai perkembangan teknologi dan tuntutan akademik.
2) Meningkatkan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan MA Negeri 19 Jakarta.
3) Mengembangkan kemandirian, inovasi, dan kreativitas peserta didik MA Negeri 19 Jakarta melalui proses pembelajaran.
4) Menciptakan lingkungan MA Negeri 19 Jakarta yang islamik, baik dalam pergaulan maupun penataan.
5) Mengikutsertakan peran masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu hasil pendidikan dan pembelajaran di MA Negeri 19 Jakarta.
c. Tujuan
24
2) Inovasi pembelajaran bervariasi sesuai kompetensi (Problem Based Learning, Inquiry Based Learning, Project Based Learning, Contextual Teaching and Learning) dengan pendekatan Team Learning.
3) Peningkatan prestasi akademik (OSN, computer/TIK, kebumian, debat bahasa Inggris, layanan anak berbakat/keterbakatan majemuk
“Multiple Intelegence”) dan non-akademik (sanggar seni, marching band, klub OR, dan lain-lain).
4) Peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan menyongsong sertifikasi pendidik (guru) serta penataan administrasi madrasah berbasis komputer/TIK.
5) Pemantapan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
6) Lingkungan madrasah yang menyenangkan “hidup sehat ramah
lingkungan” yang menunjang “Joyfull Learning” yang dinamis.
7) Penerapan manajemen berbasis sekolah (School Based Management) dalam berbagai aspek kehidupan warga madrasah serta pemberdayaan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.
8) Tercipta hubungan antarwarga madrasah yang santun dan ramah. 9) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam penguasaan teknologi
baik intra maupun ekstra.
4. Tenaga Pendidik
No Nama J/K Jabatan Mata Pelajaran
1. H. Ismail Nur,
Lc. M. Ag. L Kepala Madrasah
2. Bahrullah, S. Pd. L Wakabid.
Kurikulum Matematika
3. Dra. Septidewi,
M. Si. P
Wakabid.
4. Dra. Zainah P Wakabid. Humas
& Sarpras Bahasa Inggris
5. Dra. Hj. Tri
Suciati P Staf Kurikulum Kimia
6. Mariatul Kibtiah,
S.Si P Staf Kurikulum Kimia
7. Ramdan Fauzi,
S.Pd L Staf Kesiswaan Ekonomi
8. Heri Siswanto,
S.Pd.I L
Staf Humas & Sarpras
PKN, Al-Qur‟an
Hadits, Ilmu
Kalam
9. Drs. H. M.
Masruri H, M.Si L Guru
Akhlak, Aqidah Akhlak
10. Sri Hidayati,
S.Pd P Guru
BimbinganKonseli ng
11. H. Ahmad
Ansori, S.Ag L Guru Fiqih
12. Drs. H.
FasyaniHata L Guru
Tafsir, Bahasa Arab
13. Drs. H. Abdullah L Kaprog Keagamaan
Bahasa Arab,
hadits, Al-Qur‟an Hadits
14. Syarifuddin HA,
S.Ag L Guru Bahasa Indonesia
15. Muhamad Bakir,
S.Pd L Guu Matematika
16. Dian Hadiyani
Sundari, S. Pd P Kaprog Bahasa Bahasa Inggris
17. Ariyanti Puspita
26
18. Rasunah, S.Pd P Kaprog IPA Biologi
19. Alfira Firnanda,
S.Pd P Guru Geografi
20. Lafifah Resti
Aulia, S.S P Guru Sejarah
21. Arfan Fitriyadi,
S.Si L Guru Fisika
22. Dwiana Puji
Rahayu, S.Pd P Kaprog IPS Geografi
23. Nur Shoimah,
S.Pd P Guru Bahasa Jepang
24. Habiybah
Hanum, S.Ag P Guru SKI
25. Mujahar
Randanu, S.Pd L Guru Matematika
26. Achmad Fauzi,
S. Kom L Guru TIK, Desain Grafis
27. Hendi Irawan,
S.Pd L Guru Sosiologi
28. Muhammad
Khaddafi, S. Pd L Guru Penjas Orkes
29. Ekawati, S.Pd P Guru Al-Qur‟an Hadits
30. Wahidatul
Hanifah, S.Pd P Guru
Bahasa Indonesia, Seni Budaya
31. DiyahWidiHartat
i, S.Pd P Guru Bahasa Indonesia
32. Munjiyah, S.Pd P Guru Bahasa Inggris
33. Khairul Fajri,
34. Heru Wibowo,
S.Pd.I L Guru
Bimbingan Konseling
35. Frida Agusta,
S.Pd P Guru
Bimbingan Konseling
B.
PEMBAHASAN
Berangkat dari analisis campur kode yang dibuat dalam bentuk tabel, pada bagian ini dikemukakan data yang telah dianalisis. Hasil analisis tersebut dibagi menjadi dua, yaitu hasil dianalisis data melalui konsep campur kode dan hasil analisis data dengan konsep gejala bahasa. Analisis dibuat beradasarkan tabel yang berupa lampiran. Setelah hasil analisis data selesai dilakukan, kemudian peneliti melakukan pembahasan berdasarkan hasil analisis data. Sama halnya seperti analisis, pembahasan pun dibagi menjadi dua, yakni pembahasan hasil analisis data melalui campur kode dan pembahasan hasil analisis data gejala bahasa. Analisis dan pembahasan pada penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:
1.
Hasil Analisis Data Penelitian
a. Campur kodeBerangkat dari penelitian ini, diperoleh hasil analisis data dari cerpen siswa berupa campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa asing dan bahasa daerah. Hasil data yang berupa campur kode tersebut dianalisis per kalimat dan menggunakan tabel agar lebih mudah dipahami. Satu judul cerpen yang dibuat oleh satu orang siswa dibagi ke dalam beberapa tabel. Setiap tabel terdiri dari nomor urut, kutipan per kalimat, campur kode yang terjadi, dan asal data. Nomor urut tabel, nama penulis cerpen dan judul cerpen berada di atas tabel. Hasil analisis yang berupa campur kode tersebut sebegai berikut:
1) Analisis Data 1
28
penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ)
Rumusan pola: BI BJ
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB)
Rumusan pola: BI BB
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: BI BE
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Muhammad Ridwan Audhityas dengan judul
cerpen “Serba Serbi LDKS” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa dan bahasa Betawi. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
2) Analisis Data 2
Bertumpu pada tabel 5-15 (lihat lampiran 1), artinya, penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: (BI) (BE)
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI) (BB)
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Slang (BS) Rumusan pola: (BI) (BS)
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Arab (BA) Rumusan pola: (BI) (BA)
Ceritaku, Apa Ceritamu” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi dan bahasa Jawa. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan bahasa Arab.
3) Analisis Data 3
Bertumpu pada tabel 17-22 (lihat lampiran 1), artinya, penulis cerpen menggunakan campur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB)
Rumusan pola: (BI) (BB)
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: (BI) (BJ)
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Anne Rifaidah dengan judul cerpen “Mancing di Kolam Orang”menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi dan bahasaJawa. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan bahasa Arab.
4) Analisis Data 4
Bertumpu pada tabel 24-29(lihat lampiran 1), artinya penuliscerpen menggunakancampur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: (BI) (BB)
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Desvia Nursita dengan judul cerpen
30
menggunakan campur kode intern.Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Betawi.
5) Analisis Data 5
Bertumpu pada tabel 31-39 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kode kosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ)
Rumusan pola: (BI) (BJ)
Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Betawi (BB)
Rumusan pola: (BI) (BB)
Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Inggris (BE)
Rumusan pola: (BI) (BE)
Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Arab (BA)
Rumusan pola: (BI) (BA)
Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Belanda (Bld) Rumusan pola: (BI) (Bld)
Bahasa Indonesia (BI)ke Batak (Btk)
Rumusan pola: (BI) (Btk)
Bahasa Indonesia (BI)ke bahasa Slang (Slg)
Rumusan pola: (BI) (Slg)
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Annisa Rachmayanti dengan judul cerpen
6) Analisis Data 6
Bertumpu pada tabel 41-52 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE) Rumusan pola: BI BE
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) Rumusan pola: BI BJ
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB) Rumusan pola: BI BB
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Siti Rafidah dengan judul cerpen “Me And My Best Friend” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaJawa dan bahasaBetawi. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaInggris.
7) Analisis Data 7
Bertumpu pada tabel 54-61 (lihat lampiran 1), artinya penulis cerpen menggunakan campur kodekosakata untuk menunjukkan keunikan penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan terjadinya campur kode, dengan pola campur kode sebagai berikut:
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ)
Rumusan pola: BI BJ
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Betawi (BB)
Rumusan pola: BI BB
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BE)
32
Bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Inggris (BS)
Rumusan pola: BI BS
Berdasarkan rumusan pola, di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh Amallia Apinah dengan judul cerpen “Pelajaran
yang Menguras Ongkos” menggunakan campur kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaJawa, bahasa Betawi, dan bahasa Slang. Sementara campur kode ekstern terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasaInggris.
b. Gejala Bahasa
[image:44.595.124.409.562.756.2]Berangkat darihasil analisis data melaluicampur kode, selanjutnya dilakukan analisis ke-2 yaitu analisis gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa. Gejala bahasa yang ditemukan pada penelitian ini diambil dari hasil analisis data yang berupa campur kode. Jadi, setiap gejala bahasa yang dianalisis berasal dari analisis pertama, yakni analisis campur kode. Bentuk-bentuk gejala bahasa yang terdapat pada cerpen siswa tersebut dapat diketahui pada tabel berikut.Bentuk-bentuk gejala bahasa yang tertera di dalam tabel kemudian diuraikan satu persatu berdasarkan data yang ditemukan pada analisis campur kode. Berikut tabel dan penguraiannya.
Tabel. 62
Keunikan Diksi dalam Gejala Bahasa
Gejala Bahasa DATA
1 3 7 9 10 11 15
Protesis √ √ √ √
Epentesis √ √ √ √ √
Paragos √ √ √ √
Aferesis √ √ √ √ √ √ √
Sinkope √ √ √ √ √ √ √
Apokop √ √ √ √ √
Kontraksi √ √ √ √ √
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui gejala bahasa yang muncul dari campur kode pada setiap data yaitu gejala bahasa berupa protesis, epentesis, paragos, aferesis, sinkope, apokop, kontraksi, dan monoftongisasi. Gejala-gejala tersebut diijelaskan sebagai berikut:
1) Analisis Protesis
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi Pengen
Pengen berasal dari kata ingin, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf
awal pada kata tersebut, yakni huruf “p”.
Gitu
Gitu berasal dari kata itu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf awal pada kata
tersebut, yakni huruf “g”.
Gini
Gini berasal dari kata ini, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf awal pada kata tersebut, yakni huruf “g”.
2) Analisis Epentesis
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi Sangking
Sangking berasal dari kata saking, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan bunyi di tengah kata tersebut, yakni bunyi “ng”.
Semenjak
Semenjak berasal dari kata sejak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan bunyi di
34
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Slang Gaswat
Gaswat berasal dari kata gawat, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penyisipan huruf di
tengah kata tersebut, yakni huruf “s”.
3) Analisis Paragos
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi
Cuman
Cuman berasal dari kata cuma, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan huruf
akhir pada kata tersebut, yakni huruf “n”.
Apaan
Apaan berasal dari kata apa, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan bunyi di
akhir kata tersebut, yakni bunyi “an”.
Pantesan
Pantesan memiliki asal kata pantas, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh penambahan bunyi di
akhir kata tersebut, yakni bunyi “an”.
4) Analisis Aferesis
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi Abis
Abis berasal dari kata habis, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal
pada kata tersebut, yakni huruf “h”.
Udah
Udah berasal dari kata sudah, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal
Gak
Gak berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal
yakni bunyi “eng”.
Aja
Aja berasal dari kata saja, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf
“s”.
Gitu
Gitu berasal dari kata begitu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal
yakni bunyi “be”.
Gimana
Gimana berasal dari kata bagaimana, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal
yakni bunyi “ba”.
Entar
Entar berasal dari kata sebentar.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal
yakni bunyi “seb”.
Emangnya
Emangnya memiliki kata dasar emang, berasal dari kata memang.Dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang
ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf “m”.
Ni
Ni berasal dari kata ini, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf
36
Moga
Moga berasal dari kata semoga, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal
yakni huruf “s”.
Tu
Tu berasal dari kata itu, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf awal yakni huruf
“i”.
Ama
Ama berasal dari kata sama, kata tersebut merupakan kosakata bahasa Betawi. Ama mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh
hilangnya huruf awal yakni huruf “s”.
Ngantuk
Kata yang seharusnya adalah mengantuk, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya
morfem awal yakni “me-”.
Ngambek
Kata yang seharusnya adalah mengambek, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh
hilangnya morfem awal yakni “me-”. Nyuruh
Kata yang seharusnya adalah menyuruh, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya
morfem awal yakni “me-”. Maksa
Kata yang seharusnya adalah memaksa, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya
Mancing
Kata yang seharusnya adalah memancing, tetapi dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh
hilangnya morfem awal yakni “me-”.
Gak
Gak berasal dari kata enggak yang mengalami perubahan yang
ditunjukkan oleh hilangnya morfem awal yakni morfem “eng”.
Tapi
Tapi berasal dari kata tetapi, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya bunyi awal
yakni bunyi “te”.
5) Analisis Sinkope
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi Tau
Tau berasal dari kata tahu, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf tengah pada kata
tersebut, yakni huruf “h”.
Sapa
Sapa berasal dari kata siapa, dalam bahasa Betawi katatersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan pada hilangnya huruf tengah pada kata
tersebut, yakni huruf “i”.
Dulu
Dulu berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu rahulu. Kata tersebut mengalami dua jenis perubahan fonem tetapi pada bagian ini peneliti merujuk pada kata sebelumnya, bukan kata asalnya. Perubahan fonem tersebut ditunjukkan oleh hilangnya dua huruf di tengah kata, yakni huruf
38
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Jawa
Malang
Malang berasal dari bahasa Jawa yaitu ma-alang. Kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh pemendekan kata dengan
menghilangkan satu huruf di tengah kata, yakni huruf “a”.
6) Analisis Apokop
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi
Engga
Engga berasal dari kata enggak, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir
pada kata tersebut, yakni huruf “k”.
Ok
Ok berasal dari kata oke, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata
tersebut, yakni huruf “e”.
Ko
Ko berasal dari kata kok, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan oleh hilangnya huruf akhir pada kata
tersebut, yakni huruf “k”.
7) Analisis Kontraksi
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi
Makasih
Makasih berasal dari kata terima kasih, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan beberapa huruf.
Oya
dengan menghilangkan dua huruf, yakni huruf terakhir pada kata pertama
“h” dan huruf pertama pada kata kedua.
Yaudah
Yaudah berasal dari kata ya sudah, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehpemendekan kata dengan menghilangkan satu huruf, yakni huruf pertama pada kata kedua.
8) Analisis Monoftongisasi
Gejala bahasa yang muncul dari bahasa Betawi
Pake
Pake berasal dari kata pakai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di
akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.
Rame
Rame berasal dari kata ramai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di
akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.
Kalo
Kalo berasal dari kata kalau, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di
akhir kata, yakni “au” menjadi “o”.
Sampe
Sampe berasal dari kata sampai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di akhir kata, yakni “ai” menjadi “e”.
Cape
Cape berasal dari kata capai, dalam bahasa Betawi kata tersebut mengalami perubahan fonem yang ditunjukkan olehberubahnya diftong di
40
2.
Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian
a. Campur kodeBerdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat diketahui bahwa cerpen yang ditulis oleh siswa SMA kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan siswa banyak terjadi peristiwa campur kode. Campur kode tersebut melibatkan penggunaan delapan bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jawa, bahasa Betawi, bahasa slang, dan bahasa Batak. Campur kode yang dilakukan oleh setiap siswa menggunakan bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan dalam tulisan masing-masing dengan jumlah yang berbeda pula. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penulis menemukan campur kode yang sering dilakukan oleh siswa yaitu percampuran bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi.
Campur kode dibedakan menjadi dua macam, yaitu campur kode intern dan campur kodeekstern. Campur kode intern yaitu campur kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, sedangkan campur kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing. Campur kode intern pada penelitian ini terdiri dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa,bahasa Betawi,bahasa slang, dan bahasa Batak. Sementara campur kode ekstern terdiri dari bahasa Arab dan bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk mengetahui peristiwa campur kode tersebut, peneliti akan mengambil beberapa contoh campur kode yang terdapat pada bab analisis untuk dijelaskan pada bab pembahasan ini.
1) Campur kode Intern
beberapa bahasa (campuran). Pemaparan lebih jelas akan dikemukakan sebagai berikut.
Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa
Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa pada cerpen siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta cukup dominan. Hal tersebut disebabkan kosakatabaku bahasa Indonesia banyak diambil dari bahasa Jawa. Apabila menengok keadaan penduduk, di mana banyak orang Jawa yang berdatangan ke Jakarta. Mereka yang menjadi pendatang baru, tentu saja masih menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Perhatikan beberapa data berikut!
(1) Anak-anak di kelas pun kerap memanggilnya dengan sebutan
“inyong.” (Data 5, paragraf ke-3, kalimat ke-5)
Campur kode yang terjadi pada tuturan (1) yaitu pada kata “inyong”.
Inyong adalah bahasa Jawa yang artinya “saya”. Kata inyong sudah sangat
popular di kalangan masyarakat luas, bahkan hampir semua orang
megetahui kata tersebut. Penggunaan kata “inyong” pada kutipan cerita di atas dimaksudkan untuk memberi julukan kepada seseorang yang berasal dari Jawa yang logat Jawanya masih sangat terdengar jelas.
(2) Beberapa menit sebelum masuk untuk melaksanakan UN, aku mencatat jawaban di kertas barengteman-temanku juga.(Data 15, paragraf ke-3, kalimat ke-8)
Campur kode yang terjadi pada tuturan (2) yaitu pada kata “bareng”.
Kata “bareng” adalah bahasa Jawa yang memiliki arti “bersama-sama”.
Penggunaan kata “bareng” pada kalimat tersebut dimaksudkan untuk
42
Campur kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Betawi
Campur kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Betawi pada penelitian ini merupakan peritiwa campur kode yang paling dominan. Peristiwa campur kode ke dalam bahasa Betawi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Bahasa Betawi lahir dan berkembang di wilayah Kota Jakarta dan sekitarnya. Perkembangan bahasa Betawi didukung oleh penggunanya. Pengguna bahasa Betawi bukan hanya dari suku Betawi saja, melainkan setiap orang yang tinggal di lingkungan suku Betawi dan bergaul dengan orang-orang yang mayoritas adalah suku Betawi. Dewasa i