Hal. V - 1
BAB
V
PERLINDUNGAN SOSIAL
DAN LINGKUNGAN
Petunjuk Umum
Safeguard Lingkungan
Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali Rencana PengelolaanSafeguard Sosial dan Lingkungan Rencana PemantauanSafeguard Sosial dan Lingkungan
Erlindungan sosial dan lingkungan di wilayah Kabupaten Brebes, terkait kegiatan Penyusunan Review RPIJM Kabupaten Brebes tahun anggaran 2010 akan diuraikan sebagai berikut.
5.1 Petunjuk Umum
Safeguard atau perlindungan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki
program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera
dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud
adalah air limbah permukiman (municipial wastewater) yang terdiri dari atas air limbah domestik (rumah
tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman
serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air
limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan
dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan
lain-lain.
5.1.1 Prinsip Dasar Perlindungan
Prinsi-prinsip dasar perlindungan adalah sebagai berikut ini:
1. Semua pihak terkait RPIJM wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik
dan konsisten kerangka perlindungan lingkungan dan sosial. Bupati secara formal perlu
menyepakati isi kerangka safeguard lingkungan dan sosial yang disusun. Kerangka
safeguard perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh stakeholder Kabupaten Brebes,
Hal. V - 2
tidak hanya dari perangkat pemerintah daerah, namun dari DPRD, LSM, dan perguruan
tinggi dan masyarakat.
2. Perkuatan kapasitas lembaga pelaksana diperlukan agar pelaksanaan kerangka
perlindungan dapat dilakukan secara lebih efektif. Fokus penguatan kapasitas mencakup
kemampuan fasilitasi, penciptaan wadah multi stakeholder dan pengetahuan teknis dari
pihak-pihak terkait.
3. Kerangka perlindungan harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas
kaitannnya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam
kerangka proyek.
4. Prinsip utama perlindungan adalah untuk menjamin program investasi infrastruktur tidak
mengakibatkan dampak negatif yang serius. Bila terjadi dampak negatif maka perlu
dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik
pada tahap perencanaanm persiapan maupun tahapan pelaksanaannya.
5. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal tertentu
tidak memungkinkan terjadinya konsultasi perlindungan dengan warga yang secara
potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP-Potentially Affected People) warga
terasing dan rentan (IVP-Isolated and Vlnerable People) atau warga yang terkena dampak
pemindahan (DP-Displaced People), secara memadai.
6. Untuk memastikan bahwa perlindungan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
Identifikasi, penyaringan dan pengelompokkan (kategorisasi) dampak.
Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat
yang sama, juga perlu didiseminasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif rencana
tindak penanganannya.
Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak
Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses safeguard
Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan yang cepat dan efektif.
7. Setiap keputusan, laporan dan draft perencanaan final yang berkaitan denag kerangka
perlindungan harus dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas terutama kepada
warga yang berpotensi terkena dampak, harus mendapatkan kesempatan untuk ikut
mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana
investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif tau tidak diinginkan bagi
Hal. V - 3 5.1.2 Lingkup Kerangka Perlindungan
Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi
infrastruktur, kerangka perlindungan RPIJM infrastruktur bidang PU / Cipta Karya terdiri dari
dua komponen yakni:
1. Perlindungan Sosial
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu Kabupaten Brebes untuk dapat melakukan
evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko
sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial dan pelaksanaan keterbukaan serta
konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau DP (Displaced People).
2. Perlindungan Lingkungan
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu Kabupaten Brebes untuk dapat melakukan
evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko
lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan dan pelaksanaan
keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau PAP
(Potentially Affected People).
5.1.3 Pembiayaan
Pembiayaan rencana perlindungan sosial dan lingkungan dapat dilaksanakan melalui APBN,
APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten Brebes.
5.1.4 Komponen Safeguard
A. Komponen Sosial Ekonomi
Komponen sosial ekonomi yang akan dikaji dalam Rencana Program Investasi Jangka
Menengah (RPIJM) Bidang Keciptakaryaan Kabupaten Brebes berdasarkan kompensasi
pembiayaan (ganti rugi) yang harus diterima oleh masyarakat yang diakibatkan oleh
realisasi program. Program perluasan dan revitalisasi TPA yang pembebasan lahannya
harus ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Brebes dengan mengganti rugi dari harga
tanah per m2. Pengembangan TPA akan lebih efisien apabila menggunakan lahan
Pemerintah Kabupaten Brebes.
Program-program yang diusulkan dalam RPIJM Bidang PU / Ciptakarya oleh Pemerintah
Kabupaten Brebes dikategorikan program yang tidak menimbulkan dampak negatif bagi
masyarakat. Namun realisasi program tersebut harus memuat sharing dari masyarakat
terutama pembebasan lahan yang akan ditanggung oleh pemerintah daerah, terutama
Hal. V - 4
B. Komponen Sosial Budaya
Komponen sosial budaya yang akan dikaji dalam penyusunan Rencana Program Investasi
Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Ciptakarya adalah pelaksanaan dari program yang
telah disusun tersebut yang kemudian berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting
bagi masyarakat atau tidak.
Secara teknis program-program yang akan dilaksanakan tidak akan merubah karakteristik
masyarakat, terutama dari segi mata pencaharian. Namun realisasi program tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan merubah perilaku
masyarakat menjadi lebih baik, terutama perilaku hidup sehat. Program-program yang akan
menyentuh langsung dalam kehidupan masyarakat adalah penyediaan sarana dan
prasarana air minum dan penyehatan lingkungan.
C. Komponen Lingkungan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang terkait dengan komponen
lingkungan adalah pengembangan TPA yang secara langsung berdampak terhadap
lingkungan, antara lain: air tanah, lahan, dan vegetasi. Sedangkan program lain yang
diprediksikan dapat menimbulkan dampak besar dan penting apabila tidak dikaji
penanganannya adalah rencana pembangunan IPLT dan MCK. Realisasi program tersebut
apabila tidak dikaji secara teknis dapat menimbulkan pencemaran air tanah.
5.1.5 Metode Pendugaan Dampak
Metode pendugaan dampak digunakan untuk menentukan perubahan kuantitatif yang meliputi:
dimensi waktu dan ruang yang akan terjadi pada suatu kegiatan investasi bidang
keciptakaryaan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Brebes. Metode pendugaan dampak
berdasarkan cara dampak ditetapkan dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Metode Ad Hoc
a. Sangat sedikit memberikan pedoman cara melakukan pendugaan bagi anggota
timnya;
b. Anggota tim bebas menggunakan keahliannya dalam melakukan pendugaan;
c. Komponen lingkungan yang digunakan biasanya merupakan bidang yang luas,
contoh: dampak pada hutan, danau dll.
2. Metode Overlays
a. Menggunakan sejumlah peta di lokasi kegiatan yang akan dibangun dan daerah di
Hal. V - 5
b. Tiap peta menggambarkan komponen lingkungan yang meliputi aspek fisika-kimia,
biologi, sosial ekonomi dan sosial budaya;
c. Penggabungan dalam bentuk overlays akan menunjukkan kumpulan/susunan
keadaan lingkungan secara keseluruhan;
d. Kelemahannya dalam penyajian dampak secara kuantitatif dan aliran dampak dari
komponen lingkungan.
3. Metode Checklist
a. Metode ini berbentuk daftar komponen lingkungan yang kemudian digunakan untuk
menentukan komponen mana yang terkena dampak;
b. Awalnya metode ini sangat sederhana, tetapi kemudian berkembang terus dan hingga
dapat mencari pemecahan masalah metode lain;
c. Berdasarkan perkembangannya metode ini dapat dibagi menjadi :
1) Checklist sederhana;
2) Checklist dengan uraian;
3) Checklist berskala
4) Checklist berskala dengan pembobotan
4. Metode Matrices
a. Merupakan bentuk checklist dua dimensi yang menggunakan satu lajur untuk
komponen dan satu lajur lagi untuk daftar aktivitas proyek/kegiatan;
b. Metode ini tidak dapat menunjukkan aliran dampak atau hubungan antar komponen.
5. Metode Networks
a. Disebut juga skema aliran atau aliran dampak;
b. Disusun berdasarkan daftar aktivitas yang saling berhubungan dan komponen
lingkungan yang terkena dampak;
c. Penyusunan aliran dampak ini dapat menggambarkan dampak langsung dan tidak
langsung serta hubungan antar komponen sehingga dalam evaluasi keseluruhan
dapat dicari aktivitas utama yang perlu dikendalikan
6. Metode Modifikasi dan Kombinasi
Menyadari kelemahan masing-masing metode maka dapat dilakukan modifikasi atau
Hal. V - 6 5.1.6 Pemilihan Alternatif
A. Proses Pemilihan Alternatif
Pemilihan alternatif sangat terkait dengan metode pendugaan dampak RPIJM bidang
keciptakaryaan di Kabupaten Brebes disesuaikan dengan usulan program maupun
kebutuhan per kegiatan. Kajian pendugaan dampak dapat diimplementasikan dengan
memperhatikan rencana kegiatan per bidang ciptakarya yang wajib didukung dengan
dokumen Analisis Manajemen Dampak Lingkungan maupun kegiatan yang hanya
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Pembangunan fisik yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting namun
memberikan manfaat kepada masyarakat, terutama pembangunan sarana dan prasarana
air bersih tidak didukung dengan dokumen AMDAL ataupun UKL-UPL.
B. Penyajian Pemilihan Alternatif
Program pembangunan RUSUNAWA dan RUSUNAMI harus dikaji analisis dampak
lingkungan dengan didukung dengan adanya Analisis Manajemen Dampak Lingkungan
(AMDAL) karena diindikasikan menimbulkan dampak besar dan penting, sesuai Keputusan
Menteri Nega Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup. Program lain yang membutuhkan adanya dokumen AMDAL adalah pembangunan
IPLT (instalasi Pengolahan Limbah Tinja) karena faktor yang perlu dikaji adalah lokasi dan
jarak dengan perumahan masyarakat ataupun badan sungai.
Program-program dalam RPIJM Kabupaten Brebes perlu mengkaji dukungan AMDAl atau
tidak karena sebagian besar kegiatan masih dalam tahapan rencana dan belum terbangun.
Pembangunan perlu didukung UKL-UPL apabila kegiatan pembangunan tersebut sudah
terealisasikan namun belum didukung dengan AMDAL dan dampak kegiatan mudah
dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan. Kajian
lingkungan ini berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
5.2 SAFEGUARD LINGKUNGAN
5.2.1 Komponen Lingkungan
Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh
Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.
1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub-proyek,
Hal. V - 7
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Standar Operasi Baku (SOP)
Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau
UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial,
kelembagaan dan keuangan sub-proyek.
3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk
dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan
dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak
tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa
harus dilengkapidengan AMDAL.
4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan
mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah,
warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan
sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau
penggunaan:
Bahan-bahan perusak ozon
Bahan-bahan mengandung asbes.
Bahan-bahan mengandung B3
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Pembangunan bendungan.
Perusakan kekuayaan budaya.
Penebangan kayu.
5.2.2 Prosedur Safeguard Lingkungan
Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan utama, yakni: pentapisan awal sub
proyek sesuai dengan kriteria persyaratan perlindungan, evaluasi dampak lingkungan;
pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang diusulkan (lihat tabel
5.2), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL),
Hal. V - 8 Tabel 5.1
Kategori Pendugaan Dampak Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah
A Sub proyek dapat mengakibatkan dampak
lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
ANDAL dan RKL/RPL*
B Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil,
mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
UKL/UPL
C Sub proyek yang tidak memiliki komponen
konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air.
Tidak ada
Catatan:
ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan UKL : Upaya Pengelolaan Lingkunga UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan
* Lihat lampiran bagian III: SK Menteri Lingkungan Hidup No. 17/2001;SK Menteri PU No. 17/KPTS?M/2003; UU No. 23/1997, Pasal 15(1); dan PP No.27/1999, pasal 5(1).
5.2.3 Safeguard Penentuan Lokasi TPA
Penentuan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan antara lain:
1) TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;
2) Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : pertama, Tahap regional yang merupakan tahapan
untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang
terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. kedua, Tahap penyisih yang merupakan
tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang
dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang
merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.
3) Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA
Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah ini dengan kriteria
pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi:
A. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau
tidak layak sebagai berikut ;
tidak berlokasi di zona holocene fault
Hal. V - 9
tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter
tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det
jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran
dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka
harus diadakan masukan teknologi
kemiringan zona harus kurang dari 20 %
jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk
penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode
ulang 25 tahun
B. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu
teridiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
Intensitas hujan rendah
Tersedia utilitas
Daya dukung lahan rendah
Ketersediaan tanah
Status tanah
Kapasitas dan umur TPA
Tidak produktif
C. Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang sebagai
berikut :
Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan
daerah perkotaan (Urbanized Area).
Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong
pengembangannya (Urban Promotion Area)
Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju
perkotaan/daerah padat.
D. Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu
memperhatikan hal sebagai berikut :
Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana
Hal. V - 10
Kemampuan ekonomi pemerintah kabupaten dan masyarakat, untuk
menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara ekonomis,
teknis dan lingkungan.
Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air
sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk menentukan
metode pembuangan akhir sampah.
Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana
jalan masuk TPA.
Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan
terjadinya longsor.
Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.
Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume sampah
sedekat mungkin dengan sumbernya.
Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang
bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.
Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan
model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai.
Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus tersedia guna memudahkan
kendaraan pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya,
kebutuhan lahan yang relative cukup luas disesuaikan dengan konsep
pengelolaan TPA sampah. Selain itu ditetapkan pula Free Zone yang merupakan
zona bebas dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus
merupakan Ruang Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan
merupakan tanaman pangan, dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari
batas luar buffer zone, sehingga TPA sampah dapat difungsikan secara terpadu
dengan pengelolaannya, sistem pengolahan limbah organik dan non organik
dilakukan secara terpisah agar setiap dampak/implikasi limbah dapat disortir
sesuai dengan sifat dan jenisnya sehingga dapat diketahui limbah yang
mengandung B3 disertai penanganannya, pengolahan limbah juga harus
memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air buangan dari limbah
organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur ulang sehingga
Hal. V - 11
dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan sampah yang
berasal dari limbah organik dengan cara diproses menjadi pupuk atau kompos,
merupakan pendekatan yang perlu pula menjadi alternatif pilihan pengelolaan
limbah, karena dapat memberikan nilai tambah baik secara ekologis, psikologis
dan ekonomis
5.3 SAFEGUARD PENGADAAN TANAH DAN PERMUKIMAN KEMBALI
5.3.1 Komponen Pelindungan Sosial
Komponen perlindungan sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan permukiman kebali.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di
atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama
lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang
diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan
standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk
kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
1. Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup,
antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan
terkena dampak.
2. Partisipatif: Warga yang berpotendi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat
dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek jumlah dan
bentuk kompensasi/ganti tugi, serta lokasi tempat permukiman kembali.
3. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut
memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, sepert tanah pengganti dan
/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait
lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh
pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan
tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan
Hal. V - 12 5.3.2 Metoda Pendugaan Dampak Sosial
Metoda pendugaan perlindungan sosial atau pembebasan tanah dan permukiman kembali
dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain sesuai dengan
Keputusan Presiden No 55/1993 tentang Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bagi
Kepentingan Umum.
Prosedur pelaksanaan perlindungan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari
beberapa kegiatan utama yang meliputi: penypisan awal dari usulan kegiatan untuk melihat
apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan
permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan
permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel 5.1; perumusan surat
pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan
Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau
menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Gubernur/Bupati/Walikota.
Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum usulan sub
proyek disampaikan, harus diperiksa kembali dengan tracer study. Tracer study ini
dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar
yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme
penanganan keluhan dilaksanakan denagn baik.
Tabel 5.2
Kategori Pendugaan Dampak Pembebasan Tanah Dan Permukiman Kembali
Kategori Dampak Persyaratan
A Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan
pembebasan tanah
1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah
negara
Surat Pernyataan dari pemrakarsa kegiatan
2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian
menempati tanah yang dihibahkan secara sukarela
Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan
B Pembebasan tanah secara sukarela:
Hal. V - 13
Kategori Dampak Persyaratan
C Pembebasan tanah berdampak pada < 200 oran
atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
RTPTPK sederhana
D Pembebasan tanah berdampak pada > 200
orang atau memindahkan warga > 100 orang
RTPTPK menyeluruh
5.4 Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan
5.4.1 Sistem Pengelolaan
Pelaksanaan pembangunan yang diperkirakan memberi dampak terhadap lingkungan harus
memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. Studi AMDAL wajib dilaksanakan dan
dibahas sebelum suatu proyek/kegiatan dilaksanakan/didirikan atau dibangun. Hasil studi
Analisis Manajemen Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi bahan pertimbangan dalam
pemberian izin usaha atau kegiatan oleh bupati Brebes atau Gubernur atau Menteri.
5.4.2 Pelaksanaan Pengelolaan
Pelaksanaan pengelolaan dari pembangunan yang dilakukan menjadi tanggung jawab
pemrakarsa sebelum proyek tersebut selesai direalisasikan. Pengelolaan dapat dilakukan oleh
swasta maupun pemerintah daerah atau dikelola bersama antara swasta dan pemerintah
daerah.
5.4.3 Pembiayaan pengelolaan
Semua pembiayaan pengelolaan lingkungan menjadi beban pemrakarsa mulai dari pra
konstruksi, konstruksi, maupun pasca konstrukssi.
Pemrakarsa menyampaikan pengumuman tentang kegiatan yang akan dilakukannya studi
AMDAL di wilayah kerja, dan masyarakat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan, saran,
atau masukan. Pengumuman disampaikan melalui media cetak, seperti : surat kabar, majalah,
papan pengumuman di lokasi rencana proyek, atau di kantor pemerintah setempat dan
Hal. V - 14 5.5 Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan
5.5.1 Tipe Pemantauan
Tipe pemantauan yang akan dilakukan terhadap realisasi kegiatan-kegiatan di dalam Rencana
Investasi Jangka Menengah Kabupaten Brebes adalah monitoring yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kabupaten Brebes.
5.5.2 Pelaksanaan Pemantauan
Pemantauan yang akan dilaksanakan terhadap realisasi rencana program tersebut akan
dilaksanakan secara periodik per minggunya ataupun dapat dilakukan dengan waktu yang lebih