• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of sun flower oil addition (Helianthus annuus) in diet on nutrient intake, growth performance and characteristics of estrous of pre-mating Garut sheep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Effect of sun flower oil addition (Helianthus annuus) in diet on nutrient intake, growth performance and characteristics of estrous of pre-mating Garut sheep"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Suplementasi Minyak Bunga Matahari (

Helianthus annuus

) pada Ransum

Pra Kawin terhadap Konsumsi Nutrien, Penampilan dan Karakteristik

Estrus Domba Garut

Khotijah L, Zulihar R, Setiadi MA, Wiryawan KG, Astuti DA

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Jl. Agathis Kampus IPB Darmaga, Bogor16680

E-mail: lilis.khotijah@gmail.com

(Diterima 17 Desember 2013 ; disetujui 7 Maret 2014)

ABSTRACT

Khotijah L, Zulihar R, Setiadi MA, Wiryawan KG, Astuti DA. 2014. Effect of sun flower oil addition (Helianthus annuus) in diet on nutrient intake, growth performance and characteristics of estrous of pre-mating Garut sheep. JITV 19(1): 9-16. DOI: http://dx.doi.org/10.14334/jitv.v19i1.989

Nutritional status of ewes at pre-breeding phase is critical for good reproductive process. Thirty-two ewes Garut sheep (initial body weight 22.5±2.21 kg) were used in a completely randomized design to evaluate the effects of addition of sunflower oil in the diet on nutrient intake, growth performance and characteristics of estrous of pre-mating garut sheep. Ewes were fed grass and supplemented with one of four isonitrogenous high concentrate diets containing four levels of sunflower oil; they were

(M0) no addition of sunflower oil; (M1) 2% sunflower oil; (M2) 4% sunflower oil and (M3) 6% sunflower oil addition. Results showed that the addition significantly reduced dry matter intake (p < 0.05), highly significantly reduce crude protein, Ca and P intake (p < 0.01), higly significant increased ether extract intake (p < 0.01) and significantly increased long of estrous (p < 0.05). There was no difference in crude fiber intake, TDN intake, body weight gain, length of estrous onset and response of estrous for ewes fed the four experimental diets. Response on estrous of treatments M0, M1, M2 and M3 were 62.50; 50.00; 75,00 and 62.5% respectively. It is concluded that the addition of sunflower oil up to 6% in the pre-matingration affects the nutrient intake without interferering the performance, and it tends to improve the charachteristic estrous of Garut ewes.

Key Words: Nutrient Intake , Estrous, Garut Sheep, Performance, Sunflower Oil

ABSTRAK

Khotijah L, Zulihar R, Setiadi MA, Wiryawan KG, Astuti DA. 2014. Suplementasi minyak bunga matahari (Helianthus annuus) pada ransum pra kawin terhadap konsumsi nutrien, penampilan dan karakteristik estrus domba Garut. JITV 19(1): 9-16. DOI: http://dx.doi.org/10.14334/jitv.v19i1.989

Gizi yang baik pada induk domba fase pra kawin sangat penting untuk keberhasilan reproduksi. Tiga puluh dua ekor domba Garut betina calon induk (bobot badan awal 22,5±2.21 kg) digunakan sebagai hewan percobaan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak lengkap 4 x 8. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh penambahan minyak bunga matahari dalam ransum dengan berbagai level terhadap konsumsi nutrien, performa pertumbuhan dan karakteristik estrus pada domba Garut pra kawin. Domba diberi makan rumput dan disuplementasi dengan salah satu dari empat konsentrat yang mengandung kadar minyak bunga matahari berbeda, yaitu: (M0) 0% minyak bunga matahari; (M1) 2% minyak bunga matahari, (M2) 4% minyak bunga matahari dan (M3) 6% minyak bunga matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak bunga matahari nyata mengurangi konsumsi bahan kering (p < 0,05), sangat nyata menurunkan konsumsi protein kasar, kalsium dan Phosfor (p < 0,01), sangat nyata meningkatkan konsumsi lemak kasar (p < 0,01) dan nyata meningkatkan lama estrus (p < 0,05). Perlakuan tidak mempengaruhi konsumsi serat kasar, TDN, pertambahan bobot badan, periode onset estrous dan respon estrus. Respon estrus masing-masing M0, M1, M2 dan M3 adalah 62,50; 50,00; 75,00 dan 62,50%. Penelitian menyimpulkan bahwa penambahan minyak bunga matahari sampai 6% dalam ransum pra kawin mempengaruhi konsumsi nutrien tanpa mengganggu penampilan, cenderung memperbaiki karakteristik estrus domba Garut calon induk.

Kata Kunci: Onset Estrous, Domba Garut, Konsumsi, Nutrien, Minyak Bunga Matahari

PENDAHULUAN

Domba Garut merupakan salah satu plasma nutfah yang perlu terus dikembangkan tingkat

(2)

energi, terutama glukosa (yang berasal dari propionat, asam amino glukogenik, asam lemak), vitamin dan mineral (Schillo 1992). Defisiensi energi dalam waktu yang lama dapat menunda pubertas, mengganggu siklus estrus dan memperpanjang periode postpartum anestrus.

Kecukupan nutrisi dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung nutrisi menyediakan glukosa, asam amino, vitamin, dan elemen asam lemak, secara tidak langsung nutrisi dapat memodifikasi fungsi hormonal, sehingga dapat membantu dalam proses pematangan sel telur, ovulasi atau terjadinya estrus, perkembangan embrio, pertumbuhan fetus, dan daya tahan anak yang lahir (Freer & Dove 2002; Hess et al. 2005). Schillo (1992) menyatakan bahwa salah satu mekanisme penting kegagalan aktivitas reproduksi akibat kurang gizi adalah terhambatnya kehadiran LH yang diperlukan untuk pertumbuhan folikel ovarium ke tahap preovulatori, makin besar frekwensi kehadiran LH maka makin sering peluang dilepaskannya FSH untuk terjadinya ovulasi. Somchita et al. (2007) menyatakan bahwa nutrisi adalah salah satu faktor penting yang banyak berpengaruh dalam fase reproduksi ternak, seperti estrus dan ovulasi.

Flushing atau pemberian biji-bijian sebagai sumber energi pada fase sebelum perkawinan merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki status nutrisi induk. Camero et al. (2008) dan Abu El-Ella (2006) menyatakan bahwa program flushing dengan tingkat energi yang tinggi dalam ransumnya menghasilkan jumlah anak lahir kembar lebih banyak dibanding dengan kandungan energi ransum yang lebih rendah. Sabra & Hasan (2008), program flushing nyata dapat meningkatkan estrus, memperpendek siklus estrus, meningkatkan persentasi jumlah anak yang dilahirkan (Lambing percentage) dan bobot lahir pada domba Egyptian Barki. Flushing perlu dilakukan dan cukup efektif selama dua sampai tiga minggu sebelum ternak dikawinkan (Pulina 2004).

Pada penelitian ini dilakukan perbaikan status nutrisi induk melalui pemberian ransum dengan sumber enegi berupa minyak bunga mata hari. Minyak bunga matahari sebagai sumber energi yang sekaligus mengandung asam lemak esensial (75% linoleat), yang dibutuhkan untuk reproduksi ternak. Suplementasi asam lemak pada ruminansia menghasilkan perbaikan fertilitas dan perkembangan embrio (Cerri et al. 2009). Pada sapi asam lemak esensial dapat meningkatkan jumlah dan ukuran folikel yang diovulasikan, peningkatan konsentrasi progesterone plasma serta menurunkan sekresi metabolit prostaglandin, sehingga

daya hidup corpus luteum meningkat dan fertilitas dapat diperbaiki (Staples et al. 1998). Pemberian lemak sebagai sumber energi menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan karena dapat mempercepat siklus estrus serta mempersiapkan folikel lebih matang untuk proses ovulasi (Mattos et al. 2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat konsumsi nutrien, performa dan karakteristik estrus domba garut calon induk yang diberi penambahan minyak bunga matahari pada ransum pra kawin.

MATERI DAN METODE

Ternak dan perlakuan pakan

Penelitian menggunakan 32 ekor domba Garut betina calon induk yang siap kawin dengan rataan bobot badan awal 22,50±2,21 dan 4 ekor pejantan dengan tingkat fertilitas yang relatif sama. Sebelum sinkronisasi estrus ternak dikandangkan secara individu, sedangkan selama pengamatan karakteristik estrus dikandangkan secara kelompok.

Ransum yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola dan konsentrat dengan rasio pemberian 30 : 70 berdasarkan bahan kering. Empat jenis perlakuan konsentrat dengan kadar penambahan minyak bunga matahari yang berbeda yaitu masing-masing 0, 2, 4 dan 6% diberikan selama pengamatan (Tabel 1). Komposisi zat makanan konsentrat dan hijauan yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Pengambilan dan penyiapan sampel.

Sampel rumput diambil setiap seminggu sekali, sedangkan konsentrat diambil pada setiap pencampuran. Kedua sampel masing-masing dikomposit dan dianalisis proksimat untuk diketahui komposisi zat makanannya.

Sinkronisasi estrus dan perkawinan

(3)

Tabel 1. Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering

Bahan pakan

Konsentrat

M0 M1 M2 M3

Onggok (%) 34,3 32,4 30,1 27,6

Bungkil kelapa (%) 57,1 57,1 57,1 57,1

Bungkil kedelai (%) 6,4 6,4 6,4 6,6

Minyak bunga matahari (%) 0,0 2,0 4,0 6,0

CaCO3 (%) 0,7 0,7 0,7 0,7

Garam (%) 0.7 0,7 0,7 0,7

Premix (%) 0,7 0,7 0,7 0,7

M0 = Tanpa minyak bunga matahari M1 = 2% minyak bunga matahari M2 = 4% minyak bunga matahari M3 = 6% minyak bunga matahari

Tabel 2. Komposisi zat makanan konsentrat dan hijauan penelitian berdasarkan bahan kering

Zat makanan

Pakan penelitian

Konsentrat

Hijauan

M0 M1 M2 M3

Bahan kering (%) 86,99 85,63 87,00 87,16 20,81

Protein kasar (%) 21,40 20,81 19,95 20,41 12,88

Lemak Kasar (%) 3,79 4,65 7,49 8,05 0,76

Serat Kasar (%) BETA-N (%)

7.59 60,81

8,42 59,70

8,13 58,03

8,64 57,27

33,20 45,86

TDN (%) 70,00 71,00 73,00 74,00 55,01

Ca (%) 0,97 1,17 1,07 0,98 0,63

P (%) 1,07 0,94 0,89 0,88 0,35

Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2013), TDN = Total Digestibility Nutrient. M0 = Tanpa minyak bunga matahari

M1 = 2% minyak bunga matahari M2 = 4% minyak bunga matahari M3 = 6% minyak bunga matahari

Beberapa karakteristik estrus yang diamati yaitu: 1. Awal munculnya estrus (onset estrous), dihitung

waktunya sejak setelah penyuntikan kedua sampai gejala estrus pertama muncul

2. Lamanya estrus (jam), periode dari timbulnya estrus yang pertama sampai berakhirnya estrus yang teramati (Hafez & Hafez 2000)

3. Respon estrus (%) dihitung dengan cara membagi jumlah domba betina yang estrus dengan jumlah domba betina yang disuntik PGF2α dikalikan 100 persen (Toelihere 1981).

Rancangan percobaan dan analisis data

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi bahan kering (BK) ransum

Konsumsi bahan kering rumput tidak dipengaruhi tingkat penambahan minyak bunga matahari dalam ransum, namun konsumsi bahan kering konsentrat dan total konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi perlakuan (p < 0,05). Konsumsi BK tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 585,81 g/e/hari dan terendah pada perlakuan penambahan 6% minyak bunga matahari (M3) sebesar 545,50 g/e/h (Tabel 3). Terlihat ada penurunan konsumsi bahan kering seiring dengan meningkatnya kadar minyak bunga matahari dalam ransum, sehingga ternak akan mengurangi konsumsi bahan keringnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sudarman et al. (2008) yang memberikan ransum dengan kadar minyak ikan lemuru terproteksi pada domba, bahwa tingginya kandungan lemak dan energi dalam ransum akan cenderung mengurangi konsumsi. Peningkatan asam lemak tidak jenuh secara linier menurunkan konsumsi bahan kering (Harvatine & Allen (2006).

Penambahan minyak bunga matahari memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsumsi protein kasar dan lemak kasar, namun tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat kasar dan Total Digestible Nutrient (Tabel 4). Penambahan minyak bunga matahari sampai 6% dalam ransum sangat nyata menurunkan konsumsi protein (p < 0,01). Konsumsi protein tertinggi pada ransum kontrol, kemudian

menurun pada kadar minyak 2,4 dan 6%. Hal ini terjadi karena kadar protein ransum yang relatife sama sedangkan konsentrasi energi meningkat, seiring dengan itu konsumsi bahan kering ransum menurun, maka jumlah protein yang dikonsumsi juga akan menurun, walaupun masih melebihi kebutuhan hidup pokok (NRC 2007), sehingga dimungkinkan cukup mendukung terjadinya proses reproduksi.

Domba yang mendapat ransum dengan penambahan minyak bunga matahari 4 dan 6% sangat nyata lebih tinggi (p < 0,01) konsumsi lemaknya dibanding ransum tanpa minyak dan 2% minyak bunga matahari (Tabel 4). Konsumsi asam lemak linoleat dapat meningkat sejalan dengan penambahan jumlah lemak dalam ransum. Adanya peningkatan jumlah lemak yang dikonsumsi secara tidak langsung dapat menambah asupan asam lemak sebagai prekursor hormon reproduksi. Menurut Mattos et al. (2000) dengan peningkatan asam lemak sebagai prekursor hormon steroid, dimungkinkan terjadi peningkatan steroid dan sekresi eicosanoid yang dapat mengubah ovarium dan fungsi rahim,sehingga akan berpengaruh pada tingkat kebuntingan.

Penambahan minyak bunga matahari sampai taraf 6% tidak mempengaruhi konsumsi SK pada calon induk domba selama sebelum perkawinan. Hal ini memberi gambaran bahwa kecukupan energi dari konsentrat yang mengandung minyak, sekaligus lemak dapat mencukupi kebutuhan energi dari ternak-ternak domba tersebut. Sama halnya dengan serat kasar, pada penelitian ini konsumsi TDN juga tidak dipengaruhi penambahan minyak dalam ransum, hal ini menunjukkan bahwa walaupun konsumsi bahan kering menurun, namun konsumsi energy (TDN) tidak terganggu, sesuai pernyataan Otaru et al. (2010), bahwa meskipun terjadi

penurunan konsumsi bahan kering dengan

bertambahnya minyak dalam ransum namun kebutuhan energi dapat terpenuhi (Otaru et al. 2010).

Tabel 3. Rataaan konsumsi bahan kering calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Peubah Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Konsumsi BK (g/e/h)

Rumput 190,39±9,81 193,15±10,60 185,53±14,98 184,85±18,13

Konsentrat 395,42a±17,04 383,68ab±16,18 378,32ab±21,96 360,65b±31,18 Total 585,81a±19,10 576,83a±21,15 563,85ab±30,10 545,50b±39,95 Konsumsi BK ransum (% BB) 2,45±0,16 2,28±0,16 2,34±0,15 2,30±0,20

Rasio konsumsi H : K (%) 32 : 68 33 : 67 33 : 67 34 : 66

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05) M0 = Tanpa minyak bunga matahari/kontrol

(5)

Tabel 4. Rataan konsumsi zat makanan calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Zat makanan

Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Protein kasar (g/e/h) 109,16a±3,78 104,72ab±3,89 99,39bc±5,30 97,42c±7,33

Lemak kasar (g/e/h) 16,45c±0,65 19,31b±0,77 29,77a±1,68 30,46a±2,55

Serat kasar (g/e/h) 93,21±3,42 96,44±4,04 92,34±5,77 92,53±7,21

TDN (g/e/h) 381,53±12,77 378,66±13,95 378,23±20,12 368,56±27,42

Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p < 0,01) M0 = Tanpa minyak bunga matahari

M1 = 2% minyak bunga matahari M2 = 4% minyak bunga matahari M3 = 6% minyak bunga matahari

Konsumsi mineral Ca dan P

Konsumsi mineral kalsium (Ca) dan Fosfor (P) berkisar antara 4,71-5,69 g/e/h dan 3,83-4,91 e/h (Tabel 5). Pemberian minyak bunga matahari sangat nyata menurunkan konsumsi Ca dan P (P < 0,01), sejalan dengan meningkatnya konsumsi lemak ransum dan menurunnya konsumsi bahan kering, namun penurunan tersebut tidak mengurangi kebutuhan kalsium seperti yang disarankan NRC (2007) bahwa konsumsi Ca dan P domba dengan bobot badan 20-30 kg berkisar antara 4-6,70 g/e/h dan 1,90-3,20 g/e/h.

Pertambahan bobot badan

Berdasarkan analisis statistik, penambahan minyak bunga mata hari tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan domba calon induk pra kawin (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan penelitian Haddad & Younis (2004) bahwa kadar lemak

terproteksi yang berbeda pada ransum tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan domba Awassi. Secara keseluruhan pertambahan bobot badan yang dihasilkan berkisar dari 56,95-100,01 g/e/h, nilai ini cukup besar untuk domba yang sudah dewasa kelamin, dengan masih adanya pertambahan bobot badan menunjukkan bahwa zat makanan yang dikonsumsi ternak dapat memenuhi hidup pokok dan juga sebagian digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi (Freer & Dove 2002).

Karakteristik estrus

Karakteristik estrus yang diamati dalam penelitian terbatas pada periode mencapai onset estrous, lama estrus dan persentase ternak yang mengalami estrus. Secara statistik periode onset estrous yang dicapai dalam penelitian tidak dipengaruhi oleh penambahan minyak bunga matahari.

Tabel 5. Rataaan konsumsi Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Peubah Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Ca (g/e/h) 5,03b±0,17 5,69a±0,21 5,23b±0,28 4,71c±0,35

P(g/e/h) 4,91a±0,18 4,30b±0,16 4,03c±0,22 3,83c±0,30

Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p < 0,01) M0 = Tanpa minyak bunga matahari

(6)

Tabel 6. Rataan pertambahan bobot badan calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Peubah

Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Bobot awal (kg) 21,53±1,26 23,03±0,78 22,60±1,79 21,68±1,79

Bobot saat kawin (kg) 23,95±1,15 25,73±1,04 24,14±2,03 23,85±2,13

Pbb(g/e/h) 89,81±28,11 100,01±60,57 56,95±33,01 80,56±45,10

M0 = Tanpa minyak bunga matahari M1 = 2% minyak bunga matahari M2 = 4% minyak bunga matahari M3 = 6% minyak bunga matahari

Tabel 7. Rataan lama onset estrous, estrus dan respon estrus domba Garut calon induk dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Peubah

Perlakuan

M0 M1 M2 M3

Onset estrous (jam) 70,34±26,33 45,87±2,97 71,45±34,38 45,53±30,66

Lama estrus (jam) 10,61b±5.06 33,21a±9,74 17,64b±11,02 20,74ab±7,18

Respon estrus (%) 62,50 50,00 75,00 62,50

M0 = Tanpa minyak bunga matahari/kontrol M1 = 2% minyak bunga matahari

M2 = 4% minyak bunga matahari M3 = 6% minyak bunga matahari

Penambahan minyak bunga matahari 2 dan 6% menyebabkan onset estrous terjadi 1,5 kali lebih cepat dari yang tidak mendapat tambahan minyak, hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya konsumsi lemak (Tabel 4) yang berdampak pada ketersediaan asam lemak sebagai prekursor pembentukan hormon steroid. Linoleat yang berasal dari minyak bunga matahari merupakan prekursor sintesa prostaglandin, sehingga dengan bertambahnya minyak dalam ransum akan menambah ketersediaan prostaglandin untuk proses melisiskan corpus luteum, sehingga mempercepat timbulnya estrus. Sebaliknya jika kekurangan lemak akan mempengaruhi aktivitas ovarium sehingga menekan pertumbuhan folikel dan mendorong timbulnya anestrus (Pulina 2004).

Robinson et al. (2002) dan Zachut et al. (2008) menyatakan bahwa kadar asam lemak tidak jenuh ransum pada sapi perah dapat meningkatkan ukuran dan menaikan hormon steroid pada fase preovulatori folikel, yang menguntungkan bagi fungsi ovarium dan uterus. Secara keseluruhan rata-rata periode onset estrous yang diperoleh dari penelitian adalah 60,31 jam, nilai ini setara dengan Aeful (2011) yang melakukan sinkronisasi estrus menggunakan PGF2α (60,4 jam), namun lebih lama dari yang dihasilkan Hastono et al.

(1997) pada domba St Croix (36,55 jam). Adanya perbedaan ini kemungkinan karena adanya perbedaan

(2002) menyatakan bahwa penggunaan hormon harus dilakukan pada fase luteal karena pada fase tersebut terdapat organ target dari PGF2α, yaitu Corpus Luteum

yang terbentuk akibat pematangan dari folikel yang mengalami proses hipertropi, heperplasia, dan migrasi.

Secara statistik lama estrus dari M1 nyata lebih panjang dibandingkan dengan M0 dan M2 (p < 0,05), tetapi tidak berbeda dengan M3. Penambahan minyak bunga matahari mampu memperpanjang masa estrus pada calon induk domba, yaitu masing-masing untuk perlakuan M1, M2 dan M3 bertambah 22,60, 7,03 dan 10,13 jam dari domba dengan ransum tanpa minyak bunga matahari. Hal ini ada hubungannya dengan kondisi tubuh yang relatif lebih baik pada domba-domba yang mengkonsumsi ransum dengan tambahan minyak, sesuai pernyataan Rivas-Munoz (2010), bahwa kondisi tubuh yang baik diperlukan untuk respon estrus yang maksimum pada kambing Alpine.

(7)

untuk terjadinya proses perkawinan, sehingga dapat menguntungkan dalam manajemen perkawinan.

Dari keempat ransum perlakuan respon estrus yang relatif paling baik terlihat pada perlakuan penambahan minyak bunga matahari 4% (M1) yaitu sebesar 75%, untuk perlakuan tanpa penambahan minyak bunga matahari (M0) dan 6% minyak bunga matahari (M3) respon estrus yang dihasilkan sama yaitu sebesar 62,50%, sedangkan penambahan 2% minyak biji bunga hanya berespon 50%. Perbedaan respon estrus dimungkinkan karena perkembangan Corpus Luteum yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Terjadi respon estrus yang relatif lebih baik dengan peningkatan minyak bunga matahari dalam ransum. Mattos et al. (2000) menyatakan bahwa lemak dalam pakan dapat mempengaruhi reproduksi secara positif yakni mengubah folikel dalam ovarium dan CL melalui peningkatan status energi, sehingga kematangan folikel ternak domba akan lebih siap saat domba dikawinkan. Folikel yang tumbuh diikuti dengan peningkatan hormon estrogen akibat dari pematangan folikel (Hafez & Hafez 2000), kadar hormon estrogen yang tinggi dalam darah memungkinkan terjadinya estrus yang diekspresikan dengan gejala estrus (Rizal & Herdis 2008).

Rata-rata respon estrus yang dihasilkan dari penelitian (Tabel 7) masih rendah dibandingkan dengan Aepul (2011) yang melakukan sinkronisasi estrus dengan PGF2α pada domba (86,61%), masih rendahnya respon estrus dapat terjadi karena waktu penyuntikan yang masih kurang tepat atau tidak adanya Corpus Luteum di dalam ovarium.

KESIMPULAN

Penambahan minyak bunga matahari sampai 6% dalam ransum pra kawin mempengaruhi konsumsi zat makanan tanpa mengganggu penampilan, serta cenderung memperbaiki respon estrus domba garut calon induk.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI yang telah mendanai Program pengabdian kepada masyarakat multi tahun (IbIKK) mulai tahun 2011 sampai 2013, sehingga tim penulis dapat membuat artikel ilmiah berdasarkan hasil kegiatan penelitian sebagai salah satu kegiatan dalam program IbIKK. Kepada Tim Pelaksana IbIKK terima kasih atas kerja samanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abu El–Ella AA. 2006. Response of Barki ewes to treatment with gonadotrophin hormones and energy supplementation (flushing) Egypt. J Sheep Goat Desrt Anim Sci. 1:73-88.

Aepul. 2011. Sinkronisasi estrus pada domba garut menggunakan prostaglandin dan progesteron [skripsi S1]. Bogor (Indones): Institut Pertanian Bogor.

Camero AA, Valencia E, Rodriguez A, Randel PF. 2008. Effect of flushing with two energy levels on goat reproductive performance. Livest Res Rural Develop. 20.

Cerri RLA, Juchem SO, Chebel RC, Rutigliano HM, Bruno RGS, Galvão KN, Thatcher WW, Santos JEP. 2009. Effect of fat source differing in fatty acid profile on metabolic parameters, fertilization, and embryo quality in high-producing dairy cows. J Dairy Sci. intake, digestibility and growth performance of Awassi lambs. Anim Feed Sci Tech. 113:61-69.

Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproduction in farm animals 7th ed. Philadelphia (US): Lippincott Williams dan Wilkins. hlm. 110-111. Handiwirawan E, penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (Indones): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 143-148.

Hess BW, Lake SL, Scholljegerdes EJ, Weston TR, Nayigihugu V, Molle JDC, Moss GE. 2005. Nutritional controls of beef cow reproduction. J Anim Sci. 83:E90-106.

Mattos R, Staples CR, Thatcher WW. 2000. Effects of dietary fatty acids on reproduction in ruminants. Rev Reprod. 5:38-45.

(8)

Otaru SM, Adamu AM, Ehoche OW, Makun HJ. 2010. Effects of varying the level of palm oil on feed intake, milk yield and composition and postpartum weight changes of red sokoto goats. Small Rumin Res. 96:25-35.

Pulina G. 2004. Dairy sheep nutrition. Wallingford (AU): CABI Publishing

Rivas-Muñoz R, Carrillo E, Rodriguez-Martinez R, Leyva C, Mellado M, Véliz FG. 2010. Effect of body condition score of does and use of bucks subjected to added artificial light on estrus response of Alpine goats. Abstract. Trop Anim Health Prod. 42:1285-1289. doi: 10.1007/s11250-010-9563-9.

Rizal M, Herdis. 2008. Inseminasi buatan pada domba. Jakarta (Indones): Rineka Cipta.

Robinson RS, Pushpakumara PGA, Cheng Z, Peters AR, Abayasekara DRE, Wathes DC. 2002. Effects of dietary polyunsaturated fatty acids on ovarian and uterine function in lactating dairy cows. Reproduction. 124:119-131.

Sabra HA, Hassan SG. 2008. Effect of new regime of nutritional flushing on reproductive performances of Egyptian Barki ewes. Global Veterineria. 2:28-31.

Sangha GK, Sharma RK, Guraya SS. 2002. Biology of corpus luteum in small ruminants. Small Rumin Res. 43:53-64.

Schillo KK. 1992. Effect of dietary energy on control of luteinizing hormone secretion in cattle and sheep. J Anim Sci. 70:1271-1282.

Schoenian S. 2011. Reproduction in the ewe. [diakses pada 20 September 2013]. http://www.sheep101.info/201/ ewe repro.html.

Somchita A, Campbell BK, Khalid M, Kendall NR, Scaramuzzia RJ. 2007. The effect of short term nutritional supplementation of ewes with lupin grain (Lupunus luteus) during the luteal phase of estrus cycle of the number of ovarian follicle and concentration of hormones and glucose in plasma and folecullar fluid. Theriogenology. 68:1037-1046.

Staples CR, Burke JM, Thatcher WW. 1998. Influence of supplemental fats on reproductive tissues and performance of lactating cows. J Dairy Sci. 81:856-871.

Sudarman A, Wiryawan KG, Markhamah H. 2008. Penambahan sabun-kalsium dari minyak lemuru dalam ransum: 1. Pengaruhnya terhadap tampilan produksi domba. Med Pet.166-171.

Toelihere MR. 1981. Fisiologi reproduksi pada ternak. Bandung (Indones): Penerbit Angkasa.

Walpole RE, Myers RH, Myers SL, Ye K. 2012. Probability and statistics for engineers and scientists 9th. Prentice Hall. p. 376.

Gambar

Tabel 1. Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering
Tabel 3.  Rataaan konsumsi bahan kering calon induk domba Garut pra kawin dengan  ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda
Tabel 4.  Rataan konsumsi zat makanan calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung  minyak bunga matahari berbeda
Tabel 6. Rataan pertambahan bobot badan calon induk domba Garut pra kawin dengan ransum yang mengandung minyak bunga matahari berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Tests the null hypothesis that the observed covariance matrices of the dependent variables are equal across groups... a

Identifikasi daerah penyebaran DBD terbanyak ditemukan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Wajo, Ujungpandang, Mamajang, Panakkukang, Ujung Tanah, Makassar, Mariso dan

Skripsi yang berjudul “ Analisis Kandungan Rhodamin B Pada Minuman Dingin Yang Dijajakan Dalam Gerobak Di Kelurahan Pattunuang Kecamatan Wajo Kota Makassar Dengan Metode

[r]

(INTERNSHIP JURNAL ILMIAH BEREPUTASI INTERNASIONAL) DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM.

Peranan LPTK sebagai lembaga penyelenggara program pendidikan bagi calon guru yang diharapkan dapat mewujudkan guru yang profesional mendapat tantangan, betapa tidak

©2010 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 13/e, Auditing 13/e, Arens//Elder/Beasley Arens//Elder/Beasley 22 - 22 - 10 10.. Learning Objective 2 Learning

• Berupaya mendapatkan hasil yang lebih besar dari pihak lain.