PELAPISAN SUPERHIDROFOBIK DAN UJI KEMAMPUAN SELF CLEANING PADA BATU ANDESIT
SKRIPSI
SITI NUR WAHYUNI
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan seiijin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas hidayah dan karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan naskah skripsi dengan judul
“Pelapisan Superhidrofobik dan Uji Kemampuan Self Cleaning pada Batu
Andesit”. Naskah skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana sains dalam bidang kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
Pada kesempatan ini, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak (Alm.) Drs. Hamami, M.Si selaku dosen pembimbing I atas bimbingan dan nasehatnya selama penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Muji Harsini, M.Si. selaku pengganti dosen pembimbing I atas bimbingan dan nasehatnya selama penyusunan naskah skripsi.
3. Ibu Alfa Akustia Widati, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ahmadi Jaya Permana, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji I yang
banyak memberikan saran dan dorongan dalam memperbaiki naskah skripsi ini.
5. Bapak Dr. Purkan, M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia yang banyak memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Siti Wafiroh, S.Si., M.Si. selaku dosen wali atas kesabaran, nasehat, dan dukungannya dalam penuyusunan naskah skripsi ini.
7. Bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberi dukungan selama perkuliahan.
8. Karyawan dan karyawati Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan petugas laboratorium terutama di departemen kimia, serta pihak-pihak lain yang telah membantu.
9. Kedua orang tua Bapak Tafif dan Ibu Tatik, adik-adikku Ulul dan Nashir, serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, doa, dukungan moral dan materi.
10.Para sahabat Syaiful, Dita, Dian, dan Saiful yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi.
11.Teman satu tim self cleaning Dita, Nilam, Tias, dan Noah yang telah memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi.
12.Teman-teman di Departemen Kimia khususnya Kimia 2012 dan semua yang telah membantu.
13.Kakak dan adik angkatan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi.
Naskah skripsi ini disusun sebagai syarat tugas akhir yang harus diselesaikan dalam meraih gelar sarjana S1. Penulisan naskah skripsi ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.
Surabaya, 21 Juli 2016 Penyusun
Wahyuni, S.N., 2016, Pelapisan Superhidrofobik dan Uji Kemampuan Self Cleaning pada Batu Andesit, SKRIPSI, di bawah bimbingan Dr. Muji Harsini, M.Si dan Alfa Akustia Widati, S.Si., M.Si, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Perkembangan industri menyebabkan jumlah polutan meningkat dan berdampak buruk bagi lingkungan, terutama pada bagunan bersejarah yang tersusun oleh bebatuan. Dengan demikian, perlu adanya teknologi self cleaning untuk melindungi bangunan dari kerusakan. Digunakan MTMS-nanosilika-nanotitania sebagai material self cleaning berbasis superhidrofobik yang dilapiskan pada batu andesit. Nanotitania disintesis menggunakan metode sol gel. Nanosilika disintesis menggunakan metode Stöber. Metiltrimetoksisilan (MTMS) ditambahkan sebagai
coupling agent. Metode pelapisan yang digunakan adalah dip coating. Karakterisasi nanotitania dan nanosilika hasil sintesis dilakukan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Particle Size Analyzer (PSA). Batu andesit yang terlapisi di uji sudut kontak, dikarakterisasi menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FTIR) dan Vickers, serta diuji kemampuan self cleaning. Hasil penenlitian menunjukkan komposisi nanosilika/nanotitania optimum yaitu 7:3, karena semakin banyak silika membuat permukaan batu menjadi lebih kasar sehingga sudut kontaknya naik, waktu optimum perendaman selama 5 menit. Model pelapisan optimum yaitu dengan model komposit, karena perbedaan letak gugus metil dari MTMS menaikkan sudut kontak. Kondisi opotimum yang diperoleh untuk uji self cleaning adalah MTMS-nanosilika-nanotitania karena menghasilkan sifat superhidrofobik pada permukaan batu dengan sudut kontak 169,76˚. Batu andesit yang dilapisi MTMS-nanosilika-nanotitania memiliki kemampuan self cleaning dengan mendegradasi methyl orange sebesar 91,46%.
Wahyuni, S.N., 2016, Superhidrophobic Coating and Self Cleaning Ability Assay on Andesite Stone, THIS STUDY, under guidance Dr. Muji Harsini, M.Si and Alfa Akustia Widati, S.Si., M.Si, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT
Development at industrial sector caused several problem like the increasing number of polutant and the impact to ecosystem, mainly at historical building which construct from stone. So, we need a new technology called self cleaning to protect the building from damages. MTMS-nanosilica-nanotitania used as self cleaning material based superhidrophobik which coated to andesit stone. Nanotitania synthesized with sol-gel method. Nanosilica synthesized using stober method. Methiltrimethoxysilane (MTMS) added as a coupling agent. Coating method which used in this research is dip coating method. Product synthesis nanotitania and nanosilica analyze by X-Ray Difffraction (XRD) and Particle Size Analyzer (PSA). Coated andesit stone then tested its contact angle, characterize with Infrared Spectroscopy (FTIR) and Vickers, then lastly tested its self cleaning characteristic. The result of this research showing the optimum composition 7 : 3, because more amount of silica make the stone surface rougher than before so the contact angle increasing, the optimum time of the soaking is 5 minutes. The optimum coating model is the composite model, because the differences in placing methyl group from MTMS will increase the contact angle. The optimum condition from self cleaning test is MTMS-nanosilica-nanotitania because its produce the superhidrophobic characteristic at the stone surface with the contact angle 169,76˚. Andesit stone which coated by MTMS-nanosilica-nanotitania have a self cleaning ability because it can degradate methyl orange 91,46%.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
BAB III METODE PENELITIAN
3.5 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Partikel Nanotitania ... 32
3.5.1 Karakterisasi struktur nanotitania ... 32
3.5.2 Karakterisasi ukuran partikel nanotitania ... 32
3.6 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Partikel Nanosilika ... 33
3.7 Pelapisan pada Batu Andesit ... 34
3.7.1 Pengaruh variasi komposisi mol nanosilika dan nanotitania pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit ... 34
3.7.2 Pengaruh penambahan MTMS pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit ... 35
3.7.3 Pengaruh variasi waktu perendaman terhadap sudut kontak batu andesit ... 35
3.7.4 Pengaruh model pelapisan layer by layer dan komposit terhadap sudut kontak batu andesit ... 36
3.8 Karakterisasi Batu Andesit tanpa Pelapisan dan dengan pelapisan ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4.2 Pengaruh penambahan MTMS pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit ... 49
4.4.3 Pengaruh variasi waktu perendaman terhadap sudut kontak batu andesit ... 50
4.4.4 Pengaruh model pelapisan layer by layer dan komposit terhadap sudut kontak batu andesit ... 53
4.5 Karakterisasi MTMS-nanosilika-nanotitania ... 55
4.6 Ketahanan Mekanik Batu Andesit ... 57
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
3.1 Komposisi volume nanotitania dan massa nanosilika 34 4.1 Puncak yang dihasilkan oleh batu andesit dengan dan tanpa
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Batu andesit 8
2.2 Ilustrasi sudut kontak permukaan 9
2.3 Mekanisme self cleaning 12
2.4 Teknik dip coating 13
2.5 Skema sintesis nanopartikel 15
2.6 Mekanisme perpindahan elektron karena ada pengaruh
cahaya pada TiO2 17
2.7 Struktur TiO2 17
2.8 Struktur SiO2 18
2.9 Struktur MTMS 19
2.10 Struktur methyl orange 20
2.11 Difraktogram nanotitania 22
2.12 Spektra variasi komposisi komposit TiO2-SiO2 24 2.13 Kurva % congo red dan metilen biru terdegradasi material
komposit TiO2-SiO2 pada batu andesit 27
3.1 Pengukuran sudut kontak menggunakan ImageJ 36 3.2 Ilustrasi penyinaran UV pada batu andesit 39
4.1 Reaksi hidrolisis dan kondensasi TBOT 42
4.2 Difraktogram nanotitania hasil sintesis 43
4.3 PSA nanotitania hasil sintesis 43
4.4 Reaksi hidrolisis dan kondensasi TEOS 44
4.5 Difraktogram nanosilika hasil sintesis 45
4.6 Reaksi hidrolisis dan kondensasi MTMS 46
4.7 Batu andesit tanpa pelapisan dan yang dilapisi
nanosilika/nanotitania 48
4.8 Kurva variasi komposisi mol nanosilika/nanotitania 48 4.9 Batu andesit yang dilapisi nanosilika/nanotitania dan
MTMS/nanosilika/nanotitania 49
4.10 Pengaruh penambahan MTMS pada pelapisan batu andesit 50 4.11 Batu andesit yang dilapisi MTMS/nanosilika/nanotitania
dengan variasi waktu perendaman 51
4.12 Kurva pengaruh variasi waktu perendaman batu andesit 52
4.13 Batu andesit yang dilapisi dengan
MTMS/nanosilika/nanotitania dan komposit MTMS-nanosilika-nanotitania
53
4.15 Ikatan MTMS/nanosilika/nanotitania dan perkiraan ikatan
MTMS-nanosilika-nanotitania 55
4.16 Hasil perbandingan FTIR dari batu andesit tanpa pelapisan dan batu andesit dengan pelapisan MTM-nanosilika-nanotitania
56
4.17 Kurva standar methyl orange 58
4.18 Kurva % methyl orange terdegradasi 60
4.19 Kurva perbandingan % methyl orange terdegradasi dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Lampiran Halaman
1 Perhitungan mol nanosilika dan nanotitania yang terbentuk 71
2 Perhitungan variasi mol nanosilika 73
3 Perhitungan ukuran partikel nanosilika 74
4 Hail sudut kontak 75
5 Spektra UV-Vis Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Methyl Orange 80
6 Hasil Uji Kekerasan Batu Andesit 81
7 Data Hasil Pengamatan pada Penentuan Kurva Standar
Methyl Orange 82
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak warisan
budaya, diantaranya adalah bangunan bersejarah berupa candi. Candi di Indonesia
banyak terletak di wilayah Jawa, Bali, dan Sumatra. Sejak abad ke-7 hingga ke-15
pembangunan candi-candi di Jawa seperti candi Borobudur dan candi Prambanan
menggunakan batu andesit. Batu andesit adalah batuan yang berasal dari lahar
gunung berapi yang telah membeku. Batu andesit mempunyai warna yang khas
yaitu abu-abu terang hingga gelap dan struktur pori yang cukup padat sehingga
tingkat kekerasannya menjadi lebih tinggi. Batu andesit termasuk pada batuan
beku intermediet yang memiliki kandungan silika antara 52-66%.
Batu andesit selain digunakan sebagai material candi, saat ini juga banyak
digunakan pada bangunan megah sebagai pelengkap keindahan dari bangunan
tersebut. Batu andesit ini biasanya diaplikasikan pada dinding, pagar, dan lantai
yang menimbulkan kesan dingin dan kuat. Namun air hujan dan polusi udara
membuat batuan andesit yang digunakan pada bangunan menjadi lapuk dan
memudarkan warna khas batu karena adanya pengendapan bahan organik
(Kapridaki dkk, 2014). Air hujan dan polusi udara dapat menyebabkan
dekomposisi batuan melalui pori-porinya (Manoudis dkk, 2008). Dengan
demikian, batu andesit yang digunakan pada candi dan bangunan perlu
Terdapat dua metode perlindungan pada batu andesit, seperti laser
cleaning dan biological cleaning. Laser cleaning adalah metode pembersihan
kotoran pada batu yang memanfaatkan tembakan sinar laser sebagai pembersih
kotoran hingga ke pori-porinya, namun metode ini dapat merubah warna khas
batuan. Biological cleaning adalah metode pembersihan pada batu yang
memanfaatkan mikroorganisme sebagai bahan pembersih sehingga dapat
membersihkan sampai ke pori dan tidak merusak warna batuan, namun cara ini
membutuhkan mikroorganisme selektif yang sulit dipilih dan sulit dikontrol
pertumbuhannya (Doehne, 2010). Kedua metode tersebut masih memiliki
kelemahan, oleh karena itu telah dikembangkan metode baru yaitu self cleaning.
Self cleaning adalah kemampuan suatu material untuk tetap menjadi
bersih. Self cleaning merupakan suatu metode yang memanfaatkan efek
fotokatalitik maupun efek Lotus yang dihasilkan dari senyawa kimia tertentu
sehingga mampu membersihkan substrat dari kontaminan. Terdapat dua
mekanisme self cleaning yang didasarkan pada gaya aksi terhadap air pada suatu
bahan yang membuat permukaan material tersebut bersifat superhidrofilik dan
superhidrofobik. Permukaan superhidrofilik dengan sudut kontak air 10-0˚
menyebabkan air menyebar ke seluruh permukaan dan membentuk lapisan tipis
pada permukaan material. Mekanisme ini melibatkan efek fotokatalitik sehingga
aktivitasnya memerlukan paparan sinar matahari atau sinar UV untuk
mendegradasi kontaminan (Li dkk, 2013). Kelebihan dari mekasisme ini yaitu
tidak membutuhkan adanya air pada permukaan karena mekanisme ini
juga mempunyai kekurangan yaitu sulitnya memastikan kontaminan pada
permukaan telah terdegradasi. Sedangkan permukaan superhidrofobik dengan
sudut kontak air 150-180˚ menyebabkan permukaan air menjadi spheris (efek
Lotus) sehingga air dapat membawa kotoran pada permukaan material.
Mekanisme ini mempunyai kelebihan yaitu mudahnya memastikan kontaminan
terdegradasi dengan adanya bantuan air. Namun, mekanisme ini juga memiliki
kekurangan yaitu kontaminan yang ikut menggelinding dengan air ditakutkan
akan mencemari lingkungan.
Sifat superhidrofobik terjadi ketika kaca dilapisi dengan
polydimetilsiloxane (PDMS)/SiO2 yang menghasilkan sudut kontak air 153˚
sehingga tolakan air menjadi tinggi yang menyebabkan kotoran dapat teradsorbsi
pada air dan tergulung (Li dkk, 2014). Sifat superhidrofobik memanfaatkan energi
permukaan yang rendah sehingga dapat menurunkan wettability permukaan
padatan dan menghasilkan permukaan dengan sifat hidrofobik (Nakajima dkk,
2001). Sifat superhidrofobik juga memanfaatkan perpaduan antara sifat
permukaan dengan kekerasan (roughness), semakin kasar morfologi permukaan
dapat menyebabkan kenaikan hidrofobisitas permukaan material tersebut (Wang
dkk, 2011).
Teknologi self cleaning dapat memanfaatkan senyawa kimia seperti
nanosilika dan nanotitania sebagai bahan pelapis dalam dengan permukaan
bersifat superhidrofobik yang melibatkan efek Lotus dan efek fotokatalitik.
Nanopartikel titanium dioksida (TiO2) yang ditambahkan dengan fluoropolymer
(Colangiuli, 2015). Nanopartikel silikon dioksida (SiO2) ditambahkan dengan
polyalkysiloxane yang dilapiskan pada batu marmer dapat meningkatkan
hidrofobisitas permukaan dengan sudut kontak air sebesar 161,3˚ (Manoudis dkk,
2008). Nanopartikel titanium dioksida (TiO2) yang ditambahkan dengan
diethanolamine (DEA) menimbulkan transmisi maksimum lebih dari 90% dan
memiliki aktifitas fotokatalitik yang sangat baik sehingga dapat mendegradasi
congo red selama 60 menit (Li dkk, 2013). Penambahan SiO2 pada TiO2 dengan
rasio molar sebesar 2,33:1 dapat meningkatkan sifat fotokatalitik pada TiO2.
Komposit tersebut dapat mendegradasi methylene blue selama 2 jam dengan
maksimal degradasi selama 1 jam pertama (Pakdel, 2013). Teknologi self cleaning
juga dapat memanfaatkan senyawa silan sebagai material pengikat antara lapisan
dan substrat. Molekul alkilsilan juga dapat meningkatkan hirofobisitas pada
permukaan yang memiliki tingkat kekasaran tertentu (Park, 2011). Senyawa silan
digunakan sebagai coupling agen atau agen pengikat untuk modifikasi
nanopartikel oksida logam (Mallakpour, 2015). Nanopartikel SiO2 yang
dimodifikasi dengan TMCS (tetrametil klorosilan) menghasilkan permukaan
supperhidrofobik dengan sudut kontak sebesar 164˚ (Latthe dkk, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk melindungi batu andesit pada candi dan
bangunan dengan teknologi self cleaning. Teknologi self cleaning ini
memanfaatkan sintesis MTMS-nanosilika-nanotitania dengan metode pelapisan
dip coating berbasis superhidrofobik. Kemampuan self cleaning, akan diuji
menggunakan senyawa azo seperti methyl orange sebagai noda pada batu andesit.
Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui fasa kristal dan ukuran partikel
nanotitania dan nanosilika. Particle Size Analyzer (PSA) digunakan untuk
mengetahui ukuran partikel nanotitania. Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
digunakan untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada
MTMS-nanosilika-nanotitania. Uji sudut kontak digunakan untuk mengukur sudut kontak air pada
permukaan batu andesit. Vickers Hardness digunakan untuk mengetahui
kekerasan batu andesit. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengetahui
kemampuan self cleaning pada batu andesit setelah dilapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah karakteristik nanotitania dan nanosilika menggunakan analisis
X-Ray Diffraction (XRD) dan Particle Size Analyzer (PSA)?
2. Bagaimanakah pengaruh variasi komposisi, waktu perendaman, dan model
pelapisan terhadap hidrofobisitas batu andesit yang terlapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania menggunakan uji sudut kontak?
3. Bagaimanakah karakteristik batu andesit yang telah dilapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FTIR) dan Vickers
Hardness?
4. Bagaimanakah kemampuan self cleaning MTMS-nanosilika-nanotitania
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui karakteristik nanotitania dan nanosilika menggunakan analisis
X-Ray Diffraction (XRD) dan Particle Size Analyzer (PSA).
5. Mengetahui pengaruh variasi komposisi, waktu perendaman, dan model
pelapisan terhadap hidrofobisitas batu andesit yang terlapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania menggunakan uji sudut kontak.
2. Mengetahui karakteristik batu andesit yang telah dilapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FTIR) dan Vickers
Hardness.
3. Mengetahui kemampuan self cleaning MTMS-nanosilika-nanotitania terhadap
methyl orange.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya dibidang self cleaning. Penelitian tentang batuan yang
dilapisi MTMS-nanosilika-nanotitania sebagai material self cleaning diharapkan
dapat bermanfaat dalam konservasi batuan pada candi dan bangunan sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Andesit
Batu andesit merupakan suatu jenis batuan beku vulkanik. Batu ini berasal
dari lahar gunung berapi yang telah membeku dan sering disebut dengan
lavastone. Batu andesit umumnya ditemukan pada daerah dengan aktivitas
vulkanik yang tinggi atau subduksi tektonik di perbatasan lautan seperti di pantai
barat Amerika Selatan. Batu andesit mempunyai warna yang khas yaitu abu-abu
terang hingga gelap dan struktur pori yang cukup padat sehingga tingkat
kekerasannya menjadi lebih tinggi. Batu andesit termasuk pada batuan beku
intermediet yang mempunyai kandungan silika antara 52-66%. Batu andesit
tersusun atas mineral-mineral plagioklas, hornblande, piroksen, dan kuarsa
biotit,orthoklas dalam jumlah kecil. Derajat kristalisasi dari batu andesit tergolong
pada holohyalin yaitu batuan beku yang seluruhnya tersusun dari gelas.
Batu andesit banyak digunakan sebagai batuan penyusun bangunan
bersejarah seperti candi. Selain pada candi batu andesit juga digunakan sebagai
penyusun material prasejarah seperti sarkofagus, menhir, dan dolmen. Batu
andesit umumnya digunakan di luar ruangan karena sifat ketahanan mekaniknya
terhadap cuaca (Yavus, 2011).
Saat ini batu andesit menjadi tren karena batu andesit sering digunakan
pada bangunan-bangunan minimalis seperti rumah, hotel, dan perkantoran dengan
abu-Teknologi self cleaning banyak dimanfaatkan sebagai pelapis permukaan
benda, seperti kaca, bangunan, tekstil, sel surya, dan rangka otomotif.
Pemanfaatan teknologi self cleaning dapat menjaga sifat mekanik dan estetika
pada permukaan benda. Teknologi self cleaning mempermudah perawatan
sehingga biayanya jadi lebih murah.
Mekanisme self cleaning permukaan substrat dengan sifat superhidrofilik
didasarkan pada sifat fotokatalitiknya. Mekanisme ini memanfaatkan sifat
fotokatalitik senyawa kimia seperti TiO2. Sifat fotokatalitik dari senyawa tersebut
akan aktif apabila diirradiasi dengan sinar matahari atau sinar ultraviolet (UV).
Pada permukaan substrat yang bersifat superhidrofilik, energi yang dimiliki
material tersebut tinggi sehingga air akan menyebar ke permukaan substrat. Hal
ini disebabkan karena sudut kontak air yang dimiliki sangat rendah. Permukaan
batu kapur yang dilapisi dengan senyawa TiO2 sudut kontak airnya 12,6˚ sehingga
bersifat superhidrofilik. Senyawa tersebut ketika diirradiasi dengan sinar UV
terbukti mempunyai sifat fotokatalitik sehingga dapat mendegradasi rodamin B
dengan cepat (Quangliarini dkk, 2012). Teknologi self cleaning pada batu andesit
dengan komposit TiO2-SiO2 termodifikasi surfaktan dapat menurunkan sudut
kontak air hingga 0˚. Komposit TiO2-SiO2 dapat mendegradasi congo red hingga
73,66% selama 3 jam dan metilen biru hingga 36,15% selama 2 jam Nilai
kekerasan batu yang dilapisi komposit TiO2-SiO2 ini mencapai 285,4 VH
(Kusumawati, 2015)
Mekanisme self cleaning dari permukaan substrat yang bersifat
Lotus membuat kontaminan yang terkumpul pada permukaan substrat jatuh
karena adanya tolakan air. Permukaan superhidrofobik dibuat dengan meniru
konsep hidrofobisitas alami permukaan daun teratai (efek Lotus). Permukaan
dengan sifat hidrofobik dapat diperoleh melalui modifikasi struktur mikro dan
atau nano pada suatu substrat atau dengan modifikasi struktur permukaan dengan
material yang mempunyai energi permukaan rendah (Guo, 2011). Energi
permukaan yang rendah akan menurunkan wettability permukaan padatan
sehingga akan dihasilkan permukaan dengan sifat hidrofobik (Nakajima dkk,
2001). Sifat superhidrofobik memanfaatkan perpaduan antara sifat permukaan
dengan kekasaran (roughness), semakin kasar morfologi permukaan dapat
menyebabkan kenaikan hidrofobisitas permukaan material tersebut (Wang dkk,
2011), sehingga membentuk tetes air yang dapat mengumpulkan kontaminan
kemudian menggulungnya. Permukaan substrat dikatakan superhidrofobik jika
mempunyai sudut kontak air mencapai 150-180˚.
Permukaan superhidrofobik ini dapat dimanfaatkan pada benda-benda
yang berada pada luar ruangan, karena mekanismenya akan dibantu oleh adanya
air hujan. Air hujan akan menempel pada permukaan benda yang bersifat
superhidrofobik dan membentuk spheris. Hal ini mengakibatkan kontaminan yang
menempel pada permukaan benda akan menempel pada air hujan dan akan
tergulung bersama dengan air hujan sehingga permukaan benda menjadi bersih.
Pemanfaatan sifat superhidrofobik ini dapat menghemat biaya perawatan benda
dan penggunaan pembersih seperti deterjen yang dapat mencemari lingkungan
yang akan disemprotkan. Permukaan batu kapur yang dilapisi TiO2 menggunaan
metode spray coating menghasilkan lapisan nano TiO2 yang lebih tipis
dibandingkan dengan menggunakan metode dip coating (Quagliarini, 2012).
Namun, metode spray coating mempunyai kelemahan karena lapisan yang
dihasilkan tidak menempel secara merata pada permukaan substrat.
2.4 Nanopartikel
Nanopartikel mempunyai sifat yang khas karena ukuran partikelnya yang
sangat kecil, sehingga luas permukaannya menjadi sangat tinggi. Ukuran dan
volume porinya dapat dibuat sesuai kebutuhan sehingga kinerja material menjadi
lebih baik. Nanopartikel mempunyai ukuran yang sangat halus sehingga sifat-sifat
khas yang dimiliki dapat muncul sesuai dengan yang dibutuhkan, misalnya sifat
kemagnetan, optik, kelistrikan, termal, dan lain sebagainya. Sifat khas dari
nanopartikel dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti kesehatan, informasi,
transportasi, industri, dan energi.
Ilmu pengetahuan teknologi tentang nanopartikel memberikan peluang
pengembangan untuk meningkatkan sumber daya mineral. Mineral-mineral
seperti montmorilonit, zeolit, titan oksida (rutil), dan silika merupakan beberapa
contoh mineral yang dapat dimanfaatkan untuk teknologi nanopartikel.
Mineral-mineral tersebut dapat diaplikasikan pada teknologi katalis, adsorben dan
fotokatalisis dengan kinerja yang lebih baik.
Nanopartikel mempunyai ukuran partikel antara 0-100 nm. Terdapat dua
2.5 Nanotitania
Nanotitania adalah suatu senyawa yang mempunyai berbagai keunggulan
di sifat fisika maupun sifat kimianya. Keunggulan sifat yang dimiliki senyawa ini
menjadikannya mempunyai aplikasi yang luas dalam berbagai bidang. Kinerja
nanotitania tergantung pada metode sintesis yang berpengaruh terhadap ukuran
partikel, kristalinitas, kemurnian, dan komposisi fasa (Rahman dkk, 2014).
Titanium dioksida mempunyai tiga jenis bentuk kristal seperti rutil (tetragonal),
anatas (tetragonal), dan brukit (ortorombik). Diantara ketiga jenis bentuk kristal
tersebut titanium dioksida kebanyakan berada dalam bentuk rutil dan anatas,
secara termodinamik kristal anatas lebih stabil dibandingkan kristal rutil (Dastan,
2014).
Titanium dioksida anatas dan rutil mempunyai struktur tetragonal. Anatas
mempunyai energi gap sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar 3,0 eV. Anatas
mempunyai aktivitas fotokatalitik yang lebih baik daripada rutil. Oleh karena itu,
fase anatas banyak dimanfaatkan pada proses fotokatalisis sebagai fotokatalis.
Fotokatalisis merupakan proses yang membutuhkan cahaya (foton) untuk
mengaktifkan fotokatalis sehingga terjadi perubahan kimia. Adanya absorbsi
cahaya akan menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h+) karena elektron
berpindah dari pita valensi ke pita konduksi, kemudian hole (h+) akan bereaksi
dengan hidroksida logam membentuk radikal hidroksida logam dalam larutan
kristal dengan prinsip dasar mendifraksi cahaya melalui celah kecil. XRD
menggunakan X-ray atau sinar-X. Sinar-X adalah foton dengan energi tinggi yang
mempunyai panjang gelombang antara 0,5-2,5 Ǻ. Sinar-X digunakan untuk
menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif
dan kuantitatif suatu material. Material yang dianalisis menggunakan XRD akan
dikenai sinar-X dan sebagian berkas sinar akan diserap, diteruskan, dan
dihamburkan, hamburan sinar yang dihasilkan kemudian dideteksi oleh XRD.
Metode XRD didasarkan pada hukum Bragg yang menjelaskan tentang
syarat yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan
berkas difraksi dengan persamaan hukum Bragg sebagai berikut :
2d sin θ – n θλ (2.1)
Hukum Bragg menjelaskan bahwa sinar yang datang dan sinar yang
didifraksikan pada suatu bidang serta sudut antara berkas sinar yang didifraksikan
dengan sinar yang ditransmisikan besarnya selalu 2 θ yang disebut dengan sudut
difraksi (Subagja, 2011). Selain digunakan untuk menganalisis komposisi
senyawa pada suatu material dan juga untuk karakterisasi kristal, metode ini juga
dapat digunakan untuk karakterisasi struktur nano dari suatu material dengan
menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut :
, λ
cos θ (2.2)
Dimana τ adalah ukuran kristalit rata-rata, λ adalah panjang gelombang
X-ray, , adalah K yaitu faktor bentuk dengan nilai mendekati 1, θ adalah sudut
(FWHM) puncak difraksi dalam satuan radian. Persamaan ini hanya digunakan
untuk karakterisasi partikel berukuran nano.
Gambar 2.11 Difraktogram nanopartikel titania (Aeni dkk, 2015)
2.10 Particle Size Analyzer (PSA)
Particle Size Analyzer (PSA) adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui ukuran partikel. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui ukuran suatu partikel, seperti metode ayakan (Sieve anayses), Laser
Diffraction (LAS), metode sedimentasi, Electronical Zone Sensing (EZS), analisa
gambar (mikrografi), metode kromatografi, Submicron aerosol sizing, dan
counting (Barth, 1985). Dari beberapa metode yang mengarah ke nanoteknologi
adalah metode yang menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai
lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode
ayakan, terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron.
Alat yang digunakan dalam metode ini adalah PSA. PSA menggunakan
prinsip dynamic light scattering (DLS). Metode ini juga dikenal sebagai
quasi-elastic light scattering (QELS). Alat ini berbasis Photon Correlation Spectroscopy
2θ
In
te
ns
ita
s
(PCS).Metode LAS bisa dibagi dalam dua yaitu metode basah dan kering.
Metode basah menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material
uji. Metode kering memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan
partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk
ukuran yang kasar, dimana hubungan antarpartikel lemah dan kemungkinan untuk
beraglomerasi kecil.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan
metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode
kering. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron
yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini
dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling
beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur
adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk
distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan
keseluruhan kondisi sampel.
2.11 Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi Infra Merah (FTIR) adalah suatu metode yang
memanfaatkan spektroskopi sinar inframerah yang mempunyai panjang
gelombang antara 2,5-25 µm dan frekuensi inframerah antara 400-4000 cm-1.
Prinsip yang digunakan dalam spektroskopi inframerah adalah radiasi sinar
inframerah yang ditembakkan ke sebuah material kemudian sebagian sinar yang
kisaran bilangan gelombang 1610-1650 cm-1 merupakan vibrasi tekuk O-H.
Puncak pada kisaran bilangan gelombang 3300-3500 cm-1 merupakan vibrasi ulur
dari gugus OH (Kurniawan, 2016).
2.12 Metode Uji Vickers Hardness
Metode Vickers Hardness digunakan untuk menguji kekerasan
nanomaterial. Kekerasan merupakan karakteristik dari material untuk bertahan
dari perubahan bentuk yang berkaitan dengan kemampuan bertahan dari
pembengkokan, penggoresan, dan pemotongan. Mekanisme uji Vickers Hardness
adalah dengan cara membebani material dengan indentor berlian untuk indentasi,
kemudian diukur dan dikonversi menjadi nilai kekerasan (hardness value).
Vickers Hardness (VH) dapat dihitung melalui persamaan berikut :
H 1, 5 . d2 (2.3)
Di mana VH merupakan nilai Vickers Hardness (kP/mm2), W merupakan
beban yang diberikan (kgf), dan d merupakan panjang diagonal indentasi (mm).
Dolostone yang dilapisi dengan komposit TiO2-SiO2 mengalami peningkatan
kekerasan dengan nilai VH sebesar sebesar 62,72 kP/mm2, sedangkan yang tidak
dilapisi komposit TiO2-SiO2 mempunyai nilai VH sebesar 49,33 kP/mm2. (Pinho
dkk, 2013)
2.13 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer Ultra Violet-Visibel adalah bagian dari spektroskopi
diteruskan. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum dari sampel. Prinsip kerja dari alat ini berdasarkan
penyerapan energi radiasi oleh suatu larutan.
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel, sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan
terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh medium. Energi radiasi terdiri
dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda. Sumber radiasi ultraviolet berkisar pada panjang gelombang
180-380 nm, sedangkan sumber radiasi visibel (sinar tampak) berkisar pada panjang
gelombang 380-780 nm.
Cara kerja dari spektrofotometer UV-Vis yaitu suatu sumber cahaya
dipancarkan melalui monokromator. Monokromator akan menguraikan sinar yang
masuk dari sumber cahaya menjadi pita-pita panjang gelombang yang sesuai
untuk pengukuran suatu sampel tertentu. Setiap gugus kromofor mempunyai
panjang gelombang maksimum yang berbeda-beda sesuai dengan sampel yang
dianalisis. Setelah dari monokromator energi radiasi diteruskan dan diserap oleh
suatu larutan yang akan dianalisis di dalam kuvet, kemudian jumlah cahaya yang
diserap akan menghasilkan sinyal pada detektor. Sinyal ini sebanding dengan
cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya sinyal ditunjukkan dalam
angka.
Metode spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hukum Lambert-Beer
yang menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya visibel (tampak), ultraviolet, dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. Uji sudut
kontak air menggunakan software ImagJ dan uji kemampuan self cleaning dengan
Spektrofotometer UV-Vis dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik
Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.
Karakterisasi sintesis nanotitania dan nanosilika menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD) dan karakterisasi sintesis MTMS-nanosilika-nanotitania dengan
Spektrofotometer Spektroskopi Infra Merah dilaksanakan di Laboratorium
Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Karakterisasi ukuran partikel nanotitania dan nanosilika menggunakan Particle
Size Analyzer (PSA) dilaksanakan di Laboratorium Fisika Bahan Padat Institut
Teknologi Sepuluh November Surabaya. Uji kekerasan batu andesit dengan
Vickers Hardness dilaksanakan di Laboratorium Energi Institut Teknologi
Sepuluh November Surabaya. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Februari
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat penelitian
Peralatan laboratorium yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
peralatan gelas yang biasa dipakai dalam laboratorium, neraca analitik (Mettler
AE 200), stirrer magnetik, hot plate (Daihan Labtech LMS-1003), oven (Fisher
Scientific isotemp model 655F), sentrifuge (EBA 20 Hettich Zentrifugen),
ultrasonikator (Ultrasonic Power 540), X-Ray Diffraction (XRD) (Philips tipe
X’PERT), Particle Size Analyzer (PSA) (Horiba SZ-100), Spektroskopi Infra
Merah (FTIR) (Shimadzu 8400), Vickers Hardness, Spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu UV 1800), dan reaktor untuk uji self cleaning yang terdiri dari kotak
pelindung reaktor yang terbuat dari kayu berukuran 50 x 50 x 50 cm dan sumber
sinar (lampu UV 8 watt sebanyak 2 buah).
3.3.2 Bahan penelitian
Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian antara lain : tetrabutil
ortotitanat (TBOT, Merck, 98,0%), etanol (Merck, 99,0%), asam klorida (HCl,
Merck, 37,0%), tetraetil ortosilika (TEOS, Merck, 99,0%), metanol (Merck,
99,0%), akuadem , NH4OH (Merck, 25,0 %), metiltrimetoksisilan (MTMS,
Aldrich, 95,0%), asam oksalat 0,001 N, dan methyl orange. Sebagai substrat
3.3 Diagram Alir Penelitian
Variasi teknik pelapisan (layer by layer dan komposit)
nanosilika/nanotitania 3:7 ; 1:1 ; 7:3
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Sintesis nanotitania
Prekursor anorganik tetrabutil ortotitanat (TBOT) sebanyak 30 mL
dicampurkan dalam 100 mL etanol sambil kemudian dengan stirrer magnetik
selama ± 30 menit. Setelah itu ditambahkan 2,7 mL asam klorida (HCl) tetes demi
tetes sambil diaduk dengan stirrer magnetik selama ± 30 menit hingga
membentuk larutan tidak berwarna (Guo dkk, 2014). Larutan nanotitania hasil
sintesis, seperempatnya dikeringkan pada suhu ruang hingga membentuk serbuk.
Serbuk yang terbentuk dikarakterisasi untuk mengetahui fasa kristal dengan
X-Ray Diffraction (XRD). Seperempat larutan nanotitania dari hasil sintesis yang
lainnya dipisah untuk mengetahui ukuran partikel titania dengan Particle Size
Analyzer (PSA).
3.4.2 Sintesis nanosilika
Nanosilika disintesis dengan metode Stöber. Pertama, 25 g tetraetil
ortosilika (TEOS) ditambahkan ke dalam campuran larutan yang terdiri dari
metanol sebanyak 300 mL, akuadem sebanyak 3 mL , dan NH4OH sebanyak 30
mL, kemudian diaduk pada suhu 50˚C selama 3 jam hingga membentuk sol.
Setelah itu campuran disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit
pada suhu kamar, proses sentrifugasi dilakukan selama tiga kali pembersihan
dengan menambahan etanol sebanyak 300 mL. Setelah itu nanosilika dikeringkan
semalam pada suhu 40˚C (Hwang, 2015). Seperempat serbuk nanosilika dari hasil
sintesis dipisah untuk mengetahui fasa kristal dan ukuran partikel dengan X-Ray
3.4.3 Preparasi larutan MTMS
Metiltrimetoksisilan (MTMS) dipreparasi sebagai sumber silika dan juga
untuk meningkatkan sudut kontak air. Sebanyak 13,62 g MTMS ditambahkan
dengan 141,6 mL metanol dan 1 tetes asam oksalat (H2C2O4) 0,001 M. Kemudian
larutan diaduk selama 30 menit. Selanjutnya larutan di diamkan selama 24 jam
pada suhu ruang. Setelah didiamkan, campuran larutan yang terbentuk
ditambahkan 1,83 mL NH4OH 25 % dan di aduk selama 15 menit. Kemudian di
diamkan selama 48 jam pada suhu ruang. Setelah di diamkan campuran larutan
ditambahkan 20 mL metanol sehingga terbentuk larutan MTMS.
3.5 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Partikel Nanotitania 3.5.1 Karakterisasi struktur nanotitania
Identifikasi fasa dan struktur dari nanotitania dilakukan dengan teknik
difraksi sinar-X, serbuk nanotitania sebanyak 1/4 hasil sintesis dianalisis
menggunakan XRD dengan mesin Phillips X-Ray Diffractometer dengan sinar
radiasi Cu Kα (λ = 1,5418 Å) pada 2 θ dengan rentang antara 5-500 dan ukuran
partikel sampel 10 µm. Dengan demikian, sampel dapat diletakkan pada sampel
holder.
3.5.2 Karakterisasi ukuran partikel nanotitania
Pengukuran partikel dari nanotitania dilakukan dengan metode LAS (laser
diffraction). Sampel diambil dengan menggunakan sudip, kemudian dilarutkan
dalam 3 mL etanol dan diaduk sampai homogen. Larutan kemudian dimasukan ke
distribusi diameternya menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Pengoperasian
PSA menggunakan sistem komputer. Langkah awal dalam menggunakan PSA
adalah keran air dinyalakan, kemudian tombol on pada PSA dan komputer
ditekan. Setelah komputer dan PSA menyala, program PSA yang terdapat pada
komputer dipilih, selanjutnya dilakukan input keterangan data sampel. Kemudian
sampel diteteskan perlahan dengan menggunakan pipet tetes. Indikator pada PSA
akan menunjukkan warna hijau jika sampel yang diteteskan sudah cukup. Setelah
indikator berwarna hijau akan muncul peak pada layar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa PSA sudah mulai menganalisis sampel.
3.6 Karakterisasi Struktur dan Ukuran Partikel Nanosilika
Identifikasi fasa dan struktur dari nanosilika dilakukan dengan teknik
difraksi sinar-X, serbuk nanosilika sebanyak 1/4 hasil sintesis dianalisis
menggunakan XRD dengan mesin Phillips X-Ray Diffractometer dengan sinar
radiasi Cu Kα (λ = 1,5418 Å) pada 2 θ dengan rentang antara 5-500 dan ukuran
partikel sampel 10 µm. Dengan demikian, sampel dapat diletakkan pada sampel
holder. Untuk mengetahui ukuran partikel dari nanosilika digunakan persamaan
Scherrer sebagai berikut:
= cos θ , λ (3.1)
Dimana τ adalah ukuran kristalit rata-rata, λ adalah panjang gelombang
X-ray, , adalah K yaitu faktor bentuk dengan nilai mendekati 1, θ adalah sudut
difraksi dan β adalah pelebaran berdasarkan Full-Width at Half Maximum
3.7 Pelapisan Pada Batu Andesit
Substrat batu andesit direndam dalam etanol kemudian diultrasonikasi
selama 30 menit. Setelah itu, batu andesit dikeringkan pada suhu ruang hingga
kering. Metode pelapisan senyawa kimia pada batu andesit dilakukan melalui
metode dip coating. Hasil dari pelapisan diukur sudut kontaknya melalui uji sudut
kontak. Pengaruh variasi komposisi mol nanosilika dan nanotitania, penambahan
MTMS, variasi waktu perendaman, dan variasi model pencelupan dipelajari
sebagai berikut.
3.7.1 Pengaruh variasi komposisi mol nanosilika dan nanotitania pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit
Larutan nanotitania yang telah dibuat pada prosedur 3.4.1 dan serbuk
nanosilika yang telah dibuat pada prosedur 3.4.2 masing-masing ditambahkan
dengan 20 mL etanol. Setelah itu, kedua larutan diaduk selama 30 menit,
sehingga didapatkan larutan nanosilika dan larutan nanotitania dengan
perbandingan mol nanosilika:nanotitania 3:7 ; 1:1 ; dan 7:3.
Tabel 3.1 Komposisi volume nanotitania dan massa nanosilika
Komposisi
Pelapisan nanosilika/nanotitania layer by layer pada batu andesit
dilakukan melalui metode dip coating. Batu andesit yang telah dicuci dengan
etanol, dicelupkan pada larutan nanosilika. Kemudian dikeringkan menggunakan
nanotitania. Kemudian dikeringkan pada suhu ruang selama 1 hari untuk
mengeringkan lapisan nanosilika/nanotitania. Hasil pelapisan yang tebentuk
diukur sudut kontaknya untuk menentukan besarnya kemampuan air dalam
membasahai permukaan.
3.7.2 Pengaruh penambahan MTMS pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit
Pada pelapisan ini, digunakan penambahan metiltrimetoksisilan (MTMS)
dengan tujuan agar dapat meningkatkan sifat superhidrofobisitas pada permukaan
batu andesit. Penambahan MTMS layer by layer dilakukan melalui metode dip
coating. MTMS dilapiskan pada permukaan buatu andesit sebelum pelapisan
nanosilika/nanotitania optimum hasil dari variasi komposisi optimum.
Masing-masing pencelupan ditambah proses perendaman selama 2 menit. Hasil pelapisan
yang tebentuk diukur sudut kontaknya untuk menentukan besarnya kemampuan
air dalam membasahai permukaan.
3.7.3 Pengaruh variasi waktu perendaman terhadap sudut kontak batu andesit
Pelapisan MTMS/nanosilika/nanotitania layer by layer melalui metode dip
coating, ditambah proses variasi waktu perendaman selama 2, 5, 15, 30 dan 120
menit. Variasi waktu dilakuakan untuk mengetahui apakah lama perendaman
dapat mengubah sudut kontak yang terbentuk. Hasil pelapisan yang tebentuk
diukur sudut kontaknya untuk menentukan besarnya kemampuan air dalam
Tetesan yang terbentuk pada permukaan batu difoto menggunakan kamera
handphone. Hasil fotonya di analisis menggunakan software ImageJ untuk
mengetahui sudut kontak yang terbentuk.
3.8.2 Karakterisasi MTMS-nanosilika-nanotitania
Batu andesit tanpa pelapisan dan dengan pelapisan
MTMS-nanosilika-nanotitania diuji dengan Spektroskopi Infra Merah (FTIR) untuk mengetahui
ikatan yang terbentuk. Sampel yang halus sebanyak 2-3 mg dicampurkan dengan
0,5-1 g KBr anhidrat. Campuran dimasukkan ke dalam Press Holder, divakum
dan ditekan beberapa saat hingga terbentuk pelet. Pelet tersebut diletakkan pada
holder dan diukur vibrasi molekulnya pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1.
3.8.3 Uji kekerasan batu andesit
Batu andesit tanpa pelapisan dan dengan pelapisan
MTMS-nanosilika-nanotitania diuji kekerasannya dengan instrumen Vickers. Sampel diletakkan pada
holder kemudian ditentukan titik indentasi dengan bantuan mikroskop.
Selanjutnya batu andesit diberi beban 0,5 kgf dalam selang waktu tertentu.
Penentuan nilai VH (Vickers Hardness) dihitung melalui persamaan berikut :
=1,8544 d2 (3.2)
3.9 Pembuatan Larutan Methyl Orange
3.9.1 Pembuatan larutan induk methyl orange 1000 ppm
Methyl orange sebanyak 1,000 g ditimbang dalam gelas beker dan
dilarutkan dengan akuadem. Kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
3.9.2 Pembuatan larutan standar methyl orange
Sebanyak 1,00 mL diambil dari larutan induk methyl orange dengan
menggunakan buret ke labu ukur 10 mL dan ditambahkan akuadem sampai tanda
batas sehingga diperoleh larutan standar methyl orange dengan konsentrasi 100
ppm. Dari larutan standar 100 ppm diambil 0,3; 0,5; 0,7; 0.9; dan 1,0 mL
menggunakan buret ke labu ukur 10 mL dan ditambahkan akuadem sampai tanda
batas sehingga diperoleh larutan standar methyl orange dengan konsentrasi
berturut 3, 5, 7, 9, dan 10 ppm.
3.9.3 Penentuan panjang gelombang maksimum methyl orange
Larutan standart methyl orange dengan konsentrasi 10 ppm diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan panjang
gelombang maksimum dari larutan methyl orange. Panjang gelombang
maksimum diperoleh dari absorbansi tertinggi dari pembacaan alat pada larutan
methyl orange.
3.9.4 Pembuatan kurva standar methyl orange
Kurva standar methyl orange diperoleh dari pengukuran absorbansi pada
larutan standar methyl orange 3, 5, 7, 9, dan 10 ppm. Pada masing-masing
konsentrasi diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum. Dari pengukuran tersebut diperoleh data
absorbansi dari batu andesit dengan masing-masing larutan standar. Sehingga
kurva standar antara absorbansi terhadap konsentrasi yang kemudian ditentukan
cleaning dengan penyinaran UV. Selanjutnya, dilakukan pengamatan dan
pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
3.10.3 Cara menghitung prosentase zat warna terdegradasi
Untuk menentukan prosentase zat warna terdegradasi perlu dilakukan
substitusi absorbansi zat warna awal dan sisa terlebih dahulu terhadap variabel y
pada persamaan regresi linier y = a + bx. Selanjutnya, didapatkan nilai x yang
merupakan konsentrasi zat warna. Dengan demikian, dapat ditentukan prosentase
zat warna sisa :
at arna sisa=konsentrasi a t arna a alkonsentrasi a t arna sisa 1 (3.3)
Sedangkan untuk menghitung prosentase zat warna terdegradasi :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanotitania dan nanosilika merupakan senyawa yang umum digunakan
sebagai material self cleaning. Kemampuan self cleaning dan sifat fotokatalitik
dari senyawa nanotitania dan nanosilika dipelajari pada substrat batu andesit
melalui hasil sudut kontak air dan degradasi methyl orange.
4.1 Sintesis Nanotitania
Nanotitania dapat disintesis dengan metode sol-gel. Metode tersebut
digunakan karena prosesnya yang mudah, singkat, dan menggunakan suhu ruang
sehingga menghasilkan titania berukuran nano (Widodo, 2010). Nanopartikel
mengakibatkan morfologi permukaan semakin kasar sehingga dapat menyebabkan
kenaikan hidrofobisitas permukaan material.
Bahan yang digunakan dalam sintesis ini adalah tetrabutil ortotitanat
(TBOT) sebagai sumber Ti, etanol sebagai penghidrolisis TBOT, dan HCl sebagai
katalis. Sintesis nanotitania dilakukan dengan mencampurkan TBOT ke dalam
etanol dan diaduk selama 30 menit pada suhu kamar. Proses tersebut
menghasilkan larutan tidak berwarna. TBOT terhidrolisis sempurna oleh etanol
dengan reaksi sebagai berikut.
Setelah itu, ke dalam larutan ditambahkan tetes demi tetes HCl pekat
sebagai katalisnya. Penambahan HCl dilakukan tetes demi tetes sambil diaduk
4.4 Pelapisan pada Batu Andesit
Substrat batu andesit direndam dalam etanol kemudian diultrasonikasi
selama 30 menit agar bersih dari pengotor. Setelah itu, batu andesit dikeringkan
pada suhu ruang hingga kering. Metode pelapisan senyawa kimia pada batu
andesit dilakukan melalui metode dip coating. Hasil dari pelapisan diukur sudut
kontaknya dengan software imageJ. Pengaruh komposisi mol nanosilika dan
nanotitania dipelajari dengan menggunakan variasi sebagai berikut.
4.4.1 Pengaruh variasi komposisi mol nanosilika dan nanotitania pada pelapisan terhadap sudut kontak batu andesit
Nanosol titania hasil sintesis dan suspensi nanosilika hasil sintesis
masing-masing dilarutkkan dalam etanol. Kedua larutan tersebut diaduk selama 30 menit
agar larutan menjadi stabil. nanosilika dan nanotitania dibuat dengan variasi
perbandingan mol 3:7 ; 1:1; dan 7:3. Pelapisan nanosilika dan nanotitania pada
batu andesit dilakukan dengan metode dip coating. Metode ini memiliki kelebihan
yaitu dengan 1 kali pencelupan membuat lapisan menjadi lebih rata (Previta,
2013). Batu andesit yang telah dicuci dengan etanol, dicelupkan pada suspensi
nanosilika. Kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40˚C agar
lapisan yang terbentuk melekat dan kering. Setelah itu, batu andesit dicelupkan
kembali pada nanosol titania. Kemudian dikeringkan pada suhu ruang selama 1
hari. Pelapisan yang tebentuk dinotasikan sebagai nanosilika/nanotitania.
Hasil pelapisan diukur sudut kontaknya untuk menentukan besarnya
kemampuan air dalam membasahi permukaan. Hasil pengukuran batu andesit
4.6 Ketahanan Mekanik Batu Andesit
Silika telah lama digunakan sebagai konsolidan pada batuan (Doehne dkk,
2010). Oleh karena itu, untuk mengetahui peran silika dalam
MTMS-nanosilika-nanotitania sebagai konsolidan pada batu andesit, maka dilakukan pengujian
dengan instrumen Vickers. Ketahanan mekanik suatu material dapat dilihat dari
kekerasannya. Nilai kekerasan dilihat diperoleh dari besaran Vickers Hardness
(VH). Hasil uji didapatkan nilai VH pada batu adesit tanpa pelapisan dan dengan
pelapisan MTMS-nanosilika-nanotitania masing-masing sebesar 149,5 dan 337,7
VH.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa batu andesit dengan
pelapisan MTMS-nanosilika-nanotitania lebih keras dibandingkan dengan batu
andesit tanpa pelapisan. Silika pada MTMS-nanosilika-nanotitania mengisi
kekosongan pori pada batu andesit, sehingga ikatan dalam batu menjadi lehih
kuat. Hal ini membuktikan bahwa silika pada batu andesit yang dilapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania berfungsi sebagai konsolidan sama seperti yang
dikemukakan Pinho dkk (2013) dimana silika dapat mengkonsolidasi batuan
dolomit.
4.7 Uji Kemampuan Self Cleaning
Batu andesit yang telah dilapisi MTMS-nanosilika-nanotitania diuji
kemampuan self cleaning. Pada pengujian ini digunakan senyawa pencemar
organik yaitu methyl orange. Methyl orange merupakan salah satu pencemar
4.7.1 Penentuan panjang gelombang maksimum methyl orange
Penentuan nilai panjang gelombang maksimum diperoleh dari pengukuran
absorbansi maksimum larutan standart methyl orange pada konsentrasi 10 ppm.
Panjang gelombang maksimum diukur menggunakan alat spektrofotometer
UV-Vis pada daerah visibel yaitu 380-780 nm. Hasil dari pengukuran, didapatkan
panjang gelombang maksimum methyl orange sebesar 465 nm. Panjang
gelombang ini selanjutnya digunakan untuk pengukuran kurva standar dan kadar
methyl orange yang tersisa dari proses degradasi.
4.7.2 Penentuan kurva standar methyl orange
Pembuatan kurva standar methyl orange dilakukan dengan variasi
konsentrasi larutan 3, 5, 7, 9, dan 10 ppm dari larutan induk 1000 ppm. Larutan
standar diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 465 nm. Hasil dari nilai absorbansi digunakan untuk menentukan
persamaan regresi linier dalam bentuk persamaan y = bx + a.
Hasil dari analisis data, didapatkan regresi linier y = 0,0789x - 0,0314
dengan R² = 0,9983. Persamaan regresi linier digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel methyl orange sisa dari proses degradasi uji self cleaning
dengan cara memasukkan nilai absorbansi pada fungsi y.
4.7.3 Pengaruh waktu penyinaran dalam uji self cleaning
Waktu optimum degradasi methyl orange dipelajari dengan variasi waktu
selama 1, 2, 3, 4, 5, 15, 36, dan 48 jam untuk mengetahui waktu optimum uji self
cleaning pada batu andesit. Batu andesit yang telah dilapisi dengan
MTMS-nanosilika-nanotitania ditetesi methyl orange pada permukaannya. Kemudian
dilakuakan irradiasi sinar ultraviolet pada reaktor UV. Kemampuan self cleaning
dapat dibuktikan melalui absorbansi hasil pegukuran dengan spektrofotometer
UV-Vis secara kuantitatif. Hasil pengukuran absorbansi methyl orange
disubstitusikan ke dalam persamaan regresi linier larutan standar sehingga
didapatkan prosentase methyl orange terdegradasi.
Prosentase methyl orange terdegradasi untuk batu andesit yang telah
dilapisi MTMS-nanosilika-nanotitania dengan variasi waktu 1, 2, 3, 4, 5, 15, 36,
dan 48 jam masing-masing sebesar 18,45; 24,54; 35,69; 39,11; 47,86; 57,87;
81,44; dan 91,46%. Hal ini menunjukkan semakin lama waktu penyinaran, maka
semakin banyak prosentase methyl orange yang terdegradasi.
Selama proses fotokatalitik berlangsung, sangat dibutuhkan adanya sinar
UV. Hal ini dikarenakan cahaya dari sinar UV diperlukan untuk mengaktifkan
sifat fotokatalitik dari nanotitania sehingga terjadi perubahan kimia. Ketika energi
batu andesit terlapisi MTMS-nanosilika-nanotitania selama 5 dan 48 jam ditempat
gelap sebesar 1,85 dan 7,81%. Jika dibandingkan dengan uji self cleaning dengan
sinar UV selama 5 dan 48 jam, hasilnya sangat jauh dengan selisih 46,01 dan
83,65%. Dengan demikian uji self cleaning pada batu andesit yang telah dilapisi
MTMS-nanosilika-nanotitania didominasi oleh sifat fotokatalitik bukan sifat
absorpsi. Adanya prosentase methyl orange terdegradasi pada uji self cleaning
ditempat gelap menunjukkan bahwa komposit MTMS-nanosilika-nanotitania pada
permukaan batu andesit memiliki kemampuan penyerapan methyl orange yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Karakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan nanotitania
dan nanosilika memiliki struktur amorf. Hasil karakterisasi Particle Size
Analyzer (PSA) menunjukkan ukuran partikel titania adalah nano yaitu
14,54 nm. Dari persamaan Scherrer didapat ukuran nanosilika yaitu 0,58
nm.
2. Variasi komposisi mol nanosilika/nanotitania 3:7 ; 1:1; dan 7:3
menghasilkan sudut kontak berurutan sebesar 23,90; 25,39; dan 39,22˚
sehingga permukaan batu andesit bersifat hidrofil. Variasi waktu
perendaman pada batu andesit yang dilapisi MTMS/nanosilika/nanotitania
selama 2, 5, 15, 30, dan 120 menit menghasilkan sudut kontak berurutan
sebesar 132,30; 150,06; 136,84; 125,08; dan 125,90˚ sehingga permukaan
batu andesit bersifat hidrofob. Variasi model pelapisan
MTMS/nanosilika/nanotitania layer by layer dan komposit
MTMS-nanosilika-nanotitania menghasilkan sudut kontak masing-masing sebesar
150,06 dan 169,76˚, sehingga permukaan batu andesit yang dilapisi
komposit MTMS-nanosilika-nanotitania bersifat superhidrofob.
3. Karakterisasi dengan Spektroskopi Infra Merah (FTIR) menunjukkan
adanya interaksi antara nanotitania dan nanosilika melalui ikatan Ti-O-Si
tanpa dan dengan pelapisan MTMS-nanosilika-nanotitania masing-masing
sebesar 149,5 dan 337,7 VH.
4. Prosentase methyl orange terdegradasi pada batu andesit dengan pelapisan
MTMS-nanosilika-nanotitania secara optimum selama 48 jam sebesar
91,46%.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian ini adalah adanya penelitian lebih lanjut dengan
MTMS-nanosilika-nanotitania yang dilapiskan pada batu andesit dengan variasi
pelapisan yang lebih rata sehingga mempermudah dalam karakterisasi. Pengujian
life time dari lapisan MTMS-nanosilika-nanotitania. Penggunaan noda yang
bervariasi. Serta adanya komposisi optimum dalam uji self cleaning agar
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, N., Gareso, P. L., and Juarlin, E., 2015, Karakterisasi Sifat Optik dan Struktur Kristal Lapisan Tipis bilayer ZnO/TiO2 dengan Metode Spin Coating, Jurnal, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Hasanudin
Alfaruqi, M. H., 2008, Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Klorida (HCl) dan Temperatur Perlakuan Hidrotermal Terhadap Kristalinitas Materal Mesopori Silika SBA-15, Skripsi, Fakultas Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Semarang
Arkles, B., Pan, Y., Kim, Y., 2009, The Role of Polarity on the Substitution of Silanes Employed in Surface Modification, in Silanes and Other Coupling Agents Vol 5, K. Mittal Ed. p.51, VSP (Brill)
Barth, H. G., and Sun, S. T., 1985, Particle size analysis, Analytical Chemistry,57(5), 151R-175R.
Brownell, L. E. and Young, E. H., 1983, Process Equipment Design: Vessel Design, John Wiley & Sons Inc, New York
Colangiuli, D., Calia, A. and Bianco, N., 2015, Novel Multifunctional Coatings with Photocatalytic and Hydrophobic Properties for The Preservation of The Stone Building Heritage, Construction and Building Materials, 93, 189–196
Dastan, D. and Chaure, N.B., 2014 , Influence of Surfactants on TiO2 Nanoparticles Grown by Sol-Gel Technique : An Article, International Journal of Materials, Mechanics and Manufacturing, 2(1), 21-24
Doehne, E., and Price, C.A., 2010, Stone Conservation : An Overview of Current Research, Second Edition, The Getty Conservation Institute, Los Angeles
Dutta, J., and H. Hofmann, 2003. Nanomaterials, E-book, 37-39.
Fajrihati, I., Mudasir. and Wahyuni, E. T., 2014, Photocatalytic Decolorization Study of Methyl Orange by TiO2-Chitosan Nanocomposites,
Guo, Z., Liu, W. and Su, B.L., 2011, Superhydrophobic Surfaces: from Natural to Biomimetic to Functional, Journal of Colloid and Interface Science, 353, 335–355
Haapanen, J., Aromaa, M., Teisala, H., Tuominen, M., Stepien, M., Saarinen, J.J., Heikkila, M., Toivakka, M., Kuusipalo, J., Makela, J.M., 2014, Binary Tio2/Sio2 Nanoparticle Coating for Controlling The Wetting Properties of Paperboard, Materials Chemistry and Physics, 1-8
Hoffman, M.R., Martin, S.M., Choi, W., dan Bahnemann, D.W., 1995, Environtmental Aplication of Semiconductor Photocatalysis, Chemical Reviews, Vol. 95, Hal. 69-96
Hwang, J. and Ahn, Y., 2015, Fabrication of Superhydrophobic Silica Nanoparticles and Nanocomposite Coating on Glass Surfaces, Bulletin from The Korean Chemical Society, 36, 391-394
Kapridaki, C., Pinho, L., Mosquera, M.J., Maravelaki-Kalaitzaki, P., 2014,
Producing Photoactive, Transparent and Hydrophobic Crystalline TiO2 Nanocomposites at Ambient Conditions with Application As Self-Cleaning Coatings, Applied Catalysis B: Environmental 156–157, 416–427
Kurniawan, A., dan Putri, N. P., 2016, Sintesis Karakterisasi Fotokatalis TiO2/SiO2/PVA, Jurnal Inovasi Fisika Indonesia (IFI),05, 01, 11 - 14 Kusumawati, R., 2015, Komposit TiO2-SiO2 Termodifikasi Surfaktan sebagai
Material Self Cleaning dan Konsolidan pada Batuan Andesit, Skripsi, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya
Kusumo, D. E., 2011, Preparasi Nanopartikel Titania Menggunakan Aseton Beramonia Sebagai Media Reaksi Serta Hasil Karakterisasinya, Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Magister Ilmu Kimia, Universitas Indonesia, Depok
Latthe, S.S., Rao, V.A., and Nadargi, Y.D., 2009, Preparation of MTMS based transparent superhydrophobic silica films by sol–gel method, Journal of Colloid and Interface Science, Vol. 322, Hal. 484-490