• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Indeks Demokrasi Indonesia 2014 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Indeks Demokrasi Indonesia 2014 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan Indeks Demokrasi Indonesia 2014

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Penyusun

Kurniawan Zein Muhammad Husain Fajar Nursahid

Terra Nova Melati Taihitu Eka Leni Yuliani

Zarniel Woleka

Konsep disain

Nela Realino

Diterbitkan oleh

Project Management Unit - Indeks Demokrasi Indonesia United Nations Development Programme

Graha Mandiri Lt. 21

Jl. Imam Bonjol 61, Jakarta, Indonesia

Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyusun, tidak mewakili pandangan PBB, termasuk UNDP atau negara-negara anggotanya

(3)

Daftar Isi

Sekilas Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) ... 4

Bab 1. Gambaran Umum Demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 8

Bab 2. Membedah Kinerja Demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 10

(4)

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan beberapa aspek tertentu dari demokrasi, yaitu Kebebasan Sipil (Civil Liberties), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institutions of Democracy). Ketiga aspek demokrasi ini kemudian dijabarkan menjadi 11 (sebelas) variabel dan 28 (duapuluh delapan) indikator.

IDI dibangun atas kepemilikan nasional (country-led assessment) yang khas Indonesia, sebagai alat ukur kondisi dan dinamika demokrasi yang sedang berjalan saat ini.

IDI disusun untuk membantu pemerintah dalam melakukan perencanaan pembangunan politik yang lebih baik berbasis data (evidence based policy). Mengacu data-data IDI, kondisi demokrasi masing-masing provinsi di Indonesia dapat digambarkan, apakah pada tingkat kondisi demokrasi yang baik, sedang, atau buruk.

Dari sini, Pemerintah Pusat atau Provinsi dapat menyusun prioritas pembangunan, terutama untuk meningkatkan indikator-indikator demokrasi yang masih rendah, dan mempertahankan yang sudah tinggi atau baik.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menjadi motor utama proses lahirnya. Sejak 2007, UNDP memberikan bantuan teknis terhadap Panel Ahli IDI yang terdiri dari para akademisi, tokoh LSM, dan tokoh pers.

Di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) IDI disusun melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam pengumpulan datanya, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) berperan dalam mendukung Pokja IDI Provinsi; sementara beserta Bappenas (dan Bappeda Provinsi) berperan dalam pemanfaatan hasil indeks guna penyusunan rencana pembangunan di bidang politik. Mulai tahun 2011 pengumpulan data IDI dilakukan sepenuhnya dengan pembiayaan dalam negeri (APBN). Mulai tahun 2012, melalui UNDP, Australian Aid mendukung technical assistance untuk Panel Ahli dan program diseminasi serta pemanfaatan hasil IDI.

1. Bagi para akademisi, peneliti, aktivis dan media: data IDI membantu memberi gambaran perkembangan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia. Adanya IDI merupakan kemajuan dalam studi perkembangan demokrasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya perkembangan demokrasi di berbagai provinsi bisa diketahui dengan pasti.

2. Bagi perencanaan pembangunan politik pada tingkat provinsi: Data IDI mampu menunjukkan aspek atau variable atau indikator mana saja yang tidak/kurang berkembang di sebuah provinsi sehingga dapat melakukan perencanaan untuk meningkatkan perkembangan demokrasi di provinsi yang bersangkutan.

3. Bagi pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui tingkat perkembangan demokrasi di provinsi-provinsi mereka. Data IDI berguna bagi pemerintah daerah provinsi dan masyarakatnya untuk mengevaluasi diri sendiri dalam melaksanakan demokrasi dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki demokrasi.

Apa itu IDI?

Siapa di belakang IDI?

Manfaat IDI

(5)

Proses Penyusunan IDI

Pengumpulan data IDI dilakukan dengan metoda yang berlapis berdasarkan prinisp triangulasi. Sumber data utamanya adalah koding suratkabar dan dokumen, diverifikasi melalui proses FGD yang menghadirkan pemangku kepentingan (stakeholder) demokrasi di tingkat provinsi, dan ditindaklanjuti dengan wawancara mendalam.

Sejak mulai disusun pada 2007, telah dihasilkan enam indeks yakni IDI tahun 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014. Publikasi IDI baru dimulai sejak IDI 2009 yang ditetapkan sebagai patokan (benchmark), dengan demikian sejauh ini telah ada enam buku laporan IDI (IDI 2009 s/d 2014).

Sepanjang 2009–2014, gambaran demokrasi di Indonesia sangatlah dinamis, ditunjukkan oleh angka-angka indeks berturut-turut 67,30 (2009), 63,17 (2010), 65,48 (2011), 62,63 (2012), 63,72 (2013), dan 73,04 (2014).

Dalam IDI dikenal tiga kategori hasil pengukuran yaitu Low (jika nilai indeksnya < 60, Medium (nilai indeks 60-80), dan High Performance Democracy (nilai indeks > 80). Selama enam kali pengukuran (2009-2014), demokrasi Indonesia masih berada dalam tahap taraf sedang (medium performing democracy).

Pokja IDI dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur dan diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi sedangkan Kesbangpol berfungsi sebagai sekretaris. Pokja ini terdiri dari berbagai elemen pemerintah daerah termasuk dari LSM, media dan universitas yang ada di masing-masing provinsi.

Dalam sosialiasi dan pemanfataan IDI, masing-masing Pokja IDI Provinsi memberi masukan dan membantu pemerintah daerah untuk mengadopsi data-data IDI sebagai acuan untuk penyusunan program pembangunan bidang politik, baik itu di dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Selain penyusunan indeks yang telah berjalan setiap tahun, hasil indeks juga telah dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah Provinsi.

• Di tingkat Pusat, IDI telah dirujuk sebagai target sektoral di bidang politik yang hendak dicapai dalam RPJMN 2010-2014. Target IDI 73 pada tahun 2014 dapat dicapai, dimana indeks nasional pada tahun 2014 adalah 73,04. Selanjutnya, RPJMN 2015-2019 juga telah menetapkan target pencapaian IDI sebesar 75 pada tahun 2019. Saat ini, Bappenas dengan dukungan UNDP tengah menyusun Roadmap Pembangunan Demokrasi guna mencapai angka indeks yang telah ditetapkan tersebut pada tahun 2019.

• Di tingkat provinsi, sejumlah provinsi telah mengintegrasikan data IDI ke dalam dokumen RPJMD/RKPD seperti Provinsi Banten, Gorontalo, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, NTT, Sulawesi Selatan, Lampung, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Kalimantan Barat.Pemerintah provinsi juga telah mengalokasikan APBD untuk mendukung Kelompok Kerja (Pokja) IDI dan kegiatan-kegiatan IDI lainnya.

Peran Kelompok Kerja (Pokja) IDI Provinsi

Capaian Program

Indeks Keseluruhan (ID)

Kebebasan Sipil

Lembaga Demokrasi

Hak-hak Politik

0.00

2009

2010

2011

2012

2013

2014

60.00

40.00

20.00

80.00

100.00

73.04

63.72

62.63

65,48

63,17

67,50

(6)

TABEL 1. DAFTAR ASPEK, VARIABEL DAN INDIKATOR IDI 2009-2014

1. Aspek Kebebasan Sipil (Civil Liberties)

Variabel I: Kebebasan Berkumpul dan Berserikat

Indikator 1 : Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat.

Indikator 2 : Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat

Variabel II: Kebebasan Berpendapat

Indikator 3 : Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat

Indikator 4 : Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat

Variabel III: Kebebasan Berkeyakinan

Indikator 5: Aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya

Indikator 6 : Tindakan atau pernyataan pejabat Pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat untuk menjalankan ajaran agamanya

Indikator 7: Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama

Variabel IV: Kebebasan dari diskriminasi

Indikator 8 : Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya

Indikator 9 : Tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah daerah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya

Indikator 10 : Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya

2. Aspek Hak-Hak Politik (Political Rights)

Variabel V: Hak Memilih dan Dipilih

IIndikator 11 : Kejadian di mana hak memilih atau dipilih masyarakat terhambat Indikator 12 : Kejadian yang menunjukkan ketiadaan/kekurangan fasilitas sehingga kelompok penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak memilih

Indikator 13 : Kualitas daftar pemilih tetap (DPT)

Indikator 14 : Persentase penduduk yang menggunakan hak pilih dibandingkan dengan yang memiliki hak untuk memilih dalam pemilu (voters turn-out)

Indikator 15 : Persentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD provinsi

Variabel VI: Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan

Pengawasan

Indikator 16 : Demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan

(7)

Variabel VII: Pemilu yang bebas dan adil

Indikator 18 : Kejadian yang menunjukkan keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan Pemilu

Indikator 19 : Kejadian atau pelaporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara

3. Aspek Lembaga Demokrasi (Institutions of Democracy)

Variabel VIII: Peran DPRD

Indikator 20 : Persentase alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan terhadap total APBD Indikator 21 : Persentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan

Indikator 22 : Rekomendasi DPRD kepada eksekutif

Variabel IX: Peran Partai politik

Indikator 23 : Kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu

Indikator 24 : Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi

Variabel X: Peran Birokrasi Pemerintah Daerah

Indikator 25 : Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif

Indikator 26 : Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada pemilu legislatif

Variabel XI: Peran Peradilan yang independen

Indikator 27 : Keputusan hakim yang kontroversial

(8)

Hasil IDI dalam enam tahun pengukuran (2009-2014) di tingkat nasional memperlihatkan kondisi dinamis menuju demokrasi yang lebih terkonsolidasi. Pada tahun 2014, nilai indeks meningkat menjadi 73,04, --naik sebesar 9,32 poin dibandingkan indeks tahun sebelumnya yaitu 63,72.

Secara umum apabila dibandingkan antara perkembangan Indeks Demokrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Indeks Demokrasi pada tingkat nasional, terlihat pola yang asimetris. Jika IDI Nasional menunjukkan pola yang fluktuatif dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan karena sumbangan kualitas Lembaga Demokrasi yang membaik; IDI Provinsi NTT polanya terus meningkat selama lima tahun pengukuran (2009-2013). Namun pada tahun 2014 indeks Provinsi NTT terkoreksi nilainya secara cukup signifikan, sebagaiman tergambar dalam Grafik 1.

GAMBARAN UMUM DEMOKRASI

DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

GRAFIK 1. PERBANDINGAN INDEKS DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN INDEKS NASIONAL (2009-2014)

2009

Nasional

Nusa Tenggara Timur

2010

56

58

60

62

64

66

68

70

72

74

76

2011

2012

2013

2014

BAB 1

(9)

Sementara itu, jika dilihat lebih jauh berdasarkan masing-masing aspek, nampak grafik Kebebasan Sipil memperlihatkan pola konsisten membentuk garis linier dari tahun ke tahun. Indeks Kebebasan Sipil Provinsi NTT mencapai nilai tertinggi dibandingkan dua aspek lainnya. Capaian tertinggi terjadi di tahun 2011 dengan indeks sebesar 96,79, dan kemudian mencapai nilai terendah pada 2014 dengan nilai 85,92 –turun dibandigkan dengan tahun sebelumnya, meskipun masih tetap dalam kategori baik.

Kemajuan signifikan dicapai oleh aspek Hak-hak Politik yang sejak tahun 2009 hingga 2013 indeksnya selalu berada di bawah 60 (artinya berada dalam kategori buruk), namun kemudian signifikan meningkat di tahun 2014 masuk ke dalam kategori sedang dengan capaian indeks sebesar 65,13. Lembaga Demokrasi malah menunjukkan kecenderungan yang terus menurun sejak dua tahun belakangan. Capaian indeks yang telah baik (dengan nilai di atas 20) pada tahun 2012 berturut-turut menurun signifikan menjadi 68,23 (kategori sedang) di tahun 2013 dan semakin turun lagi di tahun pengukuran terakhir dengan nilai 53,12 dengan kategori buruk. (Grafik 2).

Dengan demikian, berdasarkan pola sebaran indeks menurut aspek-aspek demokrasi yang membentuknya, kita dapat kita ketahui bahwa penurunan nilai indeks Provinsi NTT pada tahun 2014 bersumber dari penurunan nilai dua aspeknya; yaitu Kebebasan Sipil dan Lembaga Demokrasi.

GRAFIK 2. PERKEMBANGAN NILAI INDEKS DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENURUT ASPEK (2009 – 2014)

2009

Kebebasan Sipil

Hak-hak Politik

Lembaga Demokrasi

2010

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

2011

2012

2013

2014

(10)

GRAFIK 3.INDEKS VARIABEL PADA ASPEK KEBEBASAN SIPIL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014

Aspek Kebebasan Sipil mengukur empat variabel yang membentuknya yaitu (1) Kebebasan berkumpul dan berserikat, (2) Kebebasan berpendapat, (3) Kebebasan berkeyakinan, dan (4) Kebebasan dari diskriminasi. Berdasarkan data tahun 2014, dua variabel yakni Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dan Kebebasan Berpendapat merupakan dua variabel yang rentan, karena berada pada kategori buruk sehingga memberi kontrobusi yang rendah terhadap capaian IDI Provinsi NTT secara keseluruhan.

Perkembangan demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagaimana diperlihatkan hasil IDI 2009-2014 menunjukkan bahwa ruang kebebasan sipil di Provinsi ini telah terjamin dengan cukup baik, meski mengalami penurunan nilai pada tahun 2014 –kendati masih dalam skala penilaian yang baik. Hal yang cukup menggembirakan dalam perkembangan demokrasi di provinsi ini pada tahun 2014 adalah aspek Hak-hak Politik telah meningkat menjadi kategori sedang dari kategori buruk dalam pengukuran-pengukuran sebelumnya sejak tahun 2009.

Berikut adalah analisis lebih lanjut mengenai kinerja demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam enam tahun pengukuran sejak tahun 2009 hingga 2014, berdasarkan aspek-aspek IDI.

MEMBEDAH KINERJA DEMOKRASI

DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 2

2.1 Aspek Kebebasan Sipil

0,00

Kebebasan

Berkumpul

dan Berserikat

Kebebasan

Berpendapat

Berkeyakinan

Kebebasan

Kebebasan

dari

Diskriminasi

40,00

20,00

60,00

80,00

100,00

55,53

56,25

100,00

89,26

(11)

GRAFIK 4. PERKEMBANGAN INDEKS VARIABEL DALAM ASPEK KEBEBASAN SIPIL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009 – 2014)

Variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat terdiri atas dua indikator, yakni: (i) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat, dan (ii) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Data IDI menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat lebih potensiap datang dari aparat pemerintah dibandingkan masyarakat. Hal ini terlihat dari perkembangan nilai atas dua indikator tersebut, dimana indikator “aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat” berfluktuasi dan pernah mencapai kategori buruk dengan skor 50 di tahun 2010 dan 2014. Sebaliknya, “ancaman atau penggunaan ancaman oleh masyarakat” relatif konsisten berada dalam kategori baik dengan nilai 100 sepanjang pengukuran IDI dari tahun 2009-2014.

Sementara itu, dua variabel lainnya yaitu Kebebasan Berkeyakinan dan Kebebasan dari Diskriminasi secara konsisten menunjukkan capaian yang baik dengan indeks di atas 80. Hal ini menunjukkan bahwa Kebebasan Berkeyakinan dan Kebebasan dari Diskiriminasi telah berjalan relatif baik di Provinsi NTT dari tahun ke tahun.

2.1.1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat

Selanjutnya, apabila dilihat dari kinerja masing-masing variabel, variabel Kebebasan Berpendapat mendapatkan nilai yang relatif baik dari tahun 2009 sampai hingga 2011. Namun tahun berikutnya turun secara signifikan berada pada kategori buruk. Pada tahun 2013, nilai variabel ini meningkat pada kategori sedang turun kembali –bahkan masuk dalam kategori buruk, pada tahun 2014. Variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat juga menunjukkan gambaran yang dinamis. Nilai variabel ini berada dalam kategori buruk pada tahun 2010, lalu menunjukkan kenaikan yang signifikan pada tahun 2011 hingga 2013 berada pada kategori baik, hanya saja pada tahun 2014 penilaian tersebut menurun tajam ke kategori buruk. (Grafik 4).

2009

Kebebasan Berkumpul

dan Berserikat

Kebebasan Berpendapat

Kebebasan Berkeyakinan

Kebebasan dari Diskriminasi

2010

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

2011

2012

2013

2014

(12)

GRAFIK 5. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL KEBEBASAN BERKUMPUL DAN BERSERIKAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Variabel Kebebasan Berpendapat terdiri atas dua indikator, yakni: (i) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat, dan (ii) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Hasil pengukuran IDI dalam kurun waktu tahun 2009 hingga 2014 menunjukkan bahwa aparat pemerintah masih menjadi sumber ancaman yang menghambat kebebasan berpendapat.

Meski pada tahun 2009 hingga 2011 indikator jumlah ancaman aau penggunaan ancaman oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat sempat mencapai nilai 100, namun secara signifikan nilai tersebut turun di kategori buruk (dengan skor 16,67) di tahun 2012, lalu meningkat ke kategori sedang (skor 73,33) di tahun 2013, namun kembali mengalami penurunan di tahun 2014 dengan skor 66,67 –meskipun masih dalam kategori yang sama, yakni sedang. (Grafik 6).

2.1.2 Kebebasan Berpendapat

2009

Jumlah ancaman

kekerasan atau

penggunaan kekerasan

oleh masyarakat yang

menghambat kebebasan

berkumpul dan berserikat

Jumlah ancaman

kekerasan atau

penggunaan kekerasan

oleh aparat pemerintah

yang menghambat

kebebasan berkumpul dan

berserikat

2010

40,00

20,00

60,00

80,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(13)

Sama halnya dengan aparat pemerintah, masyarakat pun memiliki potensi ancaman yang cukup siginifikan. Data IDI menunjukkan, meski pernah mencapai nilai ideal pada tahun 2009 dan 2011 (skor 100), namun di tahun-tahun laiinya, terdapat kecenderungan masyarakat pun merupakan faktor ancaman yang menghambat kebebasan berpendapat di Provinsi NTT. Skor indikator ini pada tahun 2010, 2012 dan 2013 mencapai 50, tetapi kemudian mencapai titik nadir di tahun 2014 dengan capaian terendah (skor 0).

Variabel Kebebasan Berkeyakinan terbentuk atas tiga indikator, yaitu: (i) Aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya, (ii) Tindakan atau pernyat aan pejabat pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat menjalankan ajaran agamanya, dan (iii) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama.

Penilaian IDI terhadap ketiga indikator tersebut menunjukkan bahwa NTT relatif terbebas dari aturan-aturan tertulis yang menghambat kebebasan berkeyakinan, hanya saja hal ini kurang didukung oleh sikap masyarakat yang masih menjadi sumber ancaman yang menghambat kebebasan berkeyakinan. Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama relatif sering terjadi di NTT.

Data IDI menunjukkan, pada pengukuran terakhir di tahun 2014, indikator ini mengalami “terjun bebas” dari skor yang semula ideal (100) di tahun 2013 menjadi hanya 40. (Grafik 7). Hal ini memperlihatakan adanya pergeseran tren intoleransi dalam masyarakat terhadap kebebasan berkeyakinan di Provinsi NTT.

GRAFIK 6. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL KEBEBASAN BERPENDAPAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

2.1.3 Kebebasan Berkeyakinan

2009

Jumlah ancaman

kekerasan atau

penggunaan kekerasan

oleh masyarakat yang

menghambat kebebasan

berpendapat

Jumlah ancaman

kekerasan atau

penggunaan kekerasan

oleh aparat pemerintah

yang menghambat

kebebasan berpendapat

2010

40,00

20,00

0,00

60,00

80,00

100,00

2011

2012

2013 2014

(14)

GRAFIK 7. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL KEBEBASAN BERKEYAKINAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Sementara itu, dari sisi aparat pemerintah, terlihat bahwa indikator “tindakan atau pernyataan pejabat yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat”, meskipun secara umum menunjukkan kecenderungan nilai dalam kategori baik, meskipun skor indikator ini pernah mencapai 75 pada tahun 2011, namun masih dalam kategori sedang.

Variabel Kebebasan dari Diskriminasi terdiri atas tiga indikator yang membentuknya, yakni: (i) Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau kelompok rentan lainnya, (ii) Tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah daerah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya, dan (iii) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya,

Berdasarkan hasil IDI dalam enam tahun pengukuran (2009-2013), variabel ini mendapatkan penilaian yang relatif baik; menunjukkan bahwa berbagai diskriminasi atas gender, etnis ataupun terhadap kelompok rentan lainnya –baik yang bersumber dari kebijakan atau aturan tertulis, sikap pejabat pemerintah ataupun masyarakat, relatif tidak terjadi.

2.1.4 Kebebasan dari Diskriminasi

2009

Jumlah aturan tertulis yang

membatasi kebebasan atau

mengharuskan masyarakat

dalam menjalankan ajaran

agamanya

Jumlah tindakan atau

pernyataan pejabat

Pemerintah yang

membatasi kebebasan atau

mengharuskan masyarakat

dalam menjalankan

agamanya

Jumlah ancaman kekerasan

atau penggunaan kekerasan

dari satu kelompok

masyarakat terhadap

kelompok masyarakat lain

terkait dengan ajaran agama

2010

50,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

60,00

80,00

70,00

90,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(15)

GRAFIK 8. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL KEBEBASAN DARI DISKRIMINASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Grafik 8 menggambarkan perkembangan skor indikator pada variabel Kebebasan dari Diskriminasi. Terlihat bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang relatif tanpa ancaman dari masyarakat; terlihat dari perkembangan skor indikator “ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat” yang secara konstan berada pada nilai maksimal (100) selama enam tahun pengukuran. Sedangkan dua indikator lainnya yaitu “aturan tertulis diskriminatif” dan “tindakan pejabat pemerintah diskriminatif” meski memperlihatkan tren nilai yang fluktuatif, namun tetap berada dalam kategori sedang dan baik.

Pada tahun 2014, nilai indeks dua variabel dalam aspek Hak-hak Politik, yaitu (1) Hak Memilih dan Dipilih dan (2) Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan memberikan konstribusi terhadap rendahnya nilai aspek Hak-hak Politik di Provinsi NTT. Indikator “Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan” capaiannya buruk dengan skor 56,52, sedangkan nilai viariabel “Memilih dan Dipilih” menunjukkan tren yang lebih baik berada pada skala penilaian sedang dengan skor 73,75.

2.2 Aspek Hak-hak Politik

2009

2010

50,00

60,00

80,00

70,00

90,00

100,00

2011

2012

2013

2014

Jumlah aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya Jumlah aturan tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah daerah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya

(16)

Perkembangan nilai variabel aspek Hak-hak Politik di Provinsi Nusa Tenggara sejak Tahun 2009 sampai dengan 2014 menujukkan tren perbaikan. Nilai variabel Hak Memilh dan Dipilih membaik dari kategori buruk selama lima tahun pengukuran (2009-2013), menjadi kategori sedang pada 2014. Sementara itu, nilai variabel Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan berfluktuasi antara kategori buruk dan sedang, sayangnya tahun 2014 nilainya turun kembali menunjukkan kinerja demokrasi yang buruk. (Grafik 10).

GRAFIK 9. INDEKS VARIABEL PADA ASPEK HAK-HAK POLITIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014

GRAFIK 10. PERKEMBANGAN INDEKS VARIABEL DALAM ASPEK HAK-HAK POLITIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009 – 2014)

Hak Memilih dan Dipilih

Partisipasi Politik dalam

Pengambilan Keputusan

dan Pengawasan

0,00

20,00

40,00

60,00

73,75

56,52

80,00

Hak Memilih dan Dipilih

Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan

2009

2010

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(17)

GRAFIK 11. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL HAK MEMILIH DAN DIPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Perkembangan nilai lima indikator dalam variabel Hak Memilih dan Dipilih di Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan trend yang membaik. Indikator kualitas DPT, misalnya, jika dalam pengukuran 2009-2013 selalu berada pada skala nilia buruk meningkat signifikan ke kategori sedang. Demikian pula indikator akses penyandang cacat untuk ikut memilih juga menunjukkan tren perbaikan di tahun 2014 –dari penilaian yang buruk di tahun-tahun sebelumnya.

Data IDI 2009-2014 juga menunjukkan bahwa relatif tidak ditemukan kejadian yang yang menyebabkan hak memilih atau dipilih masyarakat terhambat. Hanya saja, capaian indikator tingkat partisipasi pemilih (voter turn-out) mengalami penurunan dari kategori baik menjadi sedang. (Grafik 11).

2.2.1 Hak Memilih dan Dipilih

2009

Jumlah kejadian di mana

hak memilih atau dipilih

masyarakat terhambat

Jumlah kejadian yang

menunjukkan ketiadaan/

kekurangan fasilitas

sehingga kelompok

penyandang cacat tidak

dapat menggunakan hak

memilih

Kualitas daftar

pemilih tetap (DPT)

Persentase penduduk

yang menggunakan

hak pilih dibandingkan

dengan yang memiliki

hak untuk memilih

dalam pemilu (voters

turnout)

Persentase anggota

perempuan terhadap

total anggota

DPRD provinsi dan

kabupaten/kota

2010

20,00

10,00

0,00

40,00

60,00

50,00

30,00

70,00

80,00

90,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(18)

GRAFIK 12.PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA

VARIABEL PARTISIPASI POLITIK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN PENGAWASAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Sementara untuk indikator-indikator lainnya, Persentase Anggota Perempuan terhadap Total Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan indikator dengan nilai terendah (30,77) dengan kategori buruk. Apabila dibandingkan dengan empat indikator lainnya, dapat dikatakan bahwa walaupun prakondisi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah tercapai dengan baik, namun hal tersebut tidak serta-merta meningkatkan keterwakilan perempuan di DPRD. (Grafik 11).

Di variabel ini, indikator “pengaduan masyarakat” mencapai skor maksimal (100) dalam tiga tahun berturut-turut (2012-2014). Hal ini menunjukkan capaian yang positif mengingat awalnya indikator masuk dalam kategori buruk dengan skor 18,35 di tahun 2009, meningkat ke kategori sedang (75,23) di tahun 2010 dan baik (89,72) di tahun 2011 –lalu selanjutnya seperti jalan tol, meroket di angka maksimal di tahun 2012, 2013 dan 2014.

Capaian skor yang baik di atas tidak diikuti oleh indikator “demonstasi dengan kekerasan” yang mengalami pasang-surut, sebagian besar (2010-2014) berada dalam kategori buruk. Hanya tahun 2009 saja indikator ini mendapatkan capaian tertinggi sebesar 86,96 lalu terus menurun di kategori buruk di tahun-tahun berikutnya.

2.2.2 Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan

Pada 2014, capaian indeks aspek Lembaga Demokrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur secara mengalami penurunan. Apabila ditinjau dari lima variabel yang membentuknya, yakni: (1) Pemilu yang Bebas dan Adil, (2) Peran DPRD, (3) Peran Partai Politik, (4) Peran Birokrasi Pemerintah Daerah, dan (5) Peran Peradilan yang Independen, terlihat bahwa “Pemilu yang Bebas dan Adil” dan “Peran Birokrasi Pemerintah Daerah” merupakan dua veriabel dengan indeks tertinggi. Sebaliknya, “Peran Partai Politik” adalah variabel dengan nilai terkecil (5.61), disusul “Peran DPRD” dengan skor 30,38 dan Peradilan yang Independen dengan skor 37,50.

2.3 Lembaga Demokrasi

2009

Jumlah demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan

Jumlah pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan

2010

0,00

40,00

20,00

60,00

80,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(19)

GRAFIK 13. INDEKS VARIABEL PADA ASPEK LEMBAGA DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014

GRAFIK 14. PERKEMBANGAN INDEKS VARIABEL DALAM ASPEK LEMBAGA DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009 – 2014)

100.00

97.47

5.61

30.38

37.50

Peran Birokrasi Pemerintah Daerah Pemilu yang Bebas dan Adil Peran Peradian yang Independen Peran Partai Politik

Peran DPRD

Grafik 13 menunjukkan bahwa nilai indeks variable dalam aspek Lembaga Demokrasi terbagi dalam dua kategori penilaian, yakni: sedang dan buruk. “Pemilu yang Bebas dan Adil” dan “Peran Birokrasi Pemerintah Daerah” berada di kategori penilaian sedang, sedangkan tiga variabel lainnya berada pada kategori penilaian buruk.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan Pemilu Legislatif tahun 2014 lalu di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai instrumen demokrasi telah berlangsung dengan fair dan tanpa diskriminasi. Demikian pula dengan dukungan birokrasi, Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dinilai telah cukup obyektif dalam menjaga independensi dan netralitas pelaksanaan Pemilu Legislatif. Namun demikian, hal positif tersebut tidak disertai oleh kualitas peran parpol dan DPRD dalam proses institusionalisasi demokrasi.

2009 2010

20,00

0,00

40,00

60,00

80,00

100,00

2011 2012 2013 2014

Pemilu yang Bebas dan Adil

Peran Partai Politik

Peran Peradilan yang Independen

Peran DPRD

(20)

GRAFIK 15. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL PEMILU YANG BEBAS DAN ADIL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Grafik 14 menjelaskan adanya perbaikan indeks variabel Pemilu yang Bebas dan Adil di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari pada skala kategori baik dari nilai 86.71 di tahun 2013 menjadi 100 di tahun 2014. Variabel lain yang menunjukkan tren perbaikan selama enam tahun pengukuran indeks adalah Peran Pemerintah Daerah (dari 97.29 menjadi 100). Adapun tiga variabel lainnya menunjukkan tren penurunan nilai.

“Peran Partai Politik” dan “Peran Peradilan yang Independen” merupakan dua variabel yang mengalami penurunan nilai secara signifikan dari ketegori baik menjadi buruk. Pada tahun 2009 dan 2010, nilai “Peran Partai Politik” berada pada skala penilaian yang buruk, lalu pada 2010 dan 2011 meningkat ke kategori baik. Pada tahun 2012-2013 sesungguhnya Peran Partai Politik telah mengalami penurunan nilai, walaupun masih dalam skala nilai dengan kategori baik, dari skor 95.43 menjadi 82.57. Pada tahun 2014 ternyata nilai tersebut lebih terpuruk lagi ketingkat yang lebih buruk. Demikian pula halnya dengan Peran DPRD, merupakan salah satu variabel yang berada pada tren buruk. (Grafik 14).

Dua indikator yang membentuk variabel Pemilu yang Bebas dan Adil adalah “Jumlah kejadian yang menunjukkan keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan Pemilu dan “Jumlah kejadian atau pelaporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara”. Keduanya menunjukkan capaian skor yang rekatif baik, dimana indikator “pelaporan kecurangan Pemilu” berada dalam rentang kategori sedang (2009-2013) dan meningkat menjadi baik di tahun 2014. Sedangkan “independensi KPUD” selalu mendapatkan skor maksimal (100) dalam enam tahun pengukuran IDI, sebagaimana digambarkan dalam Grafik 15 di bawah ini.

Pengukuran terhadap Peran DPRD terdiri atas tiga indikator, yakni: (1) Persentase alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan terhadap total APBD, (2) Jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD, dan (3) Jumlah rekomendasi DPRD kepada eksekutif.

2.3.1 Pemilu yang Bebas dan Adil

2.3.2 Peran DPRD

2009

Jumlah kejadian

yang menunjukkan

keberpihakan KPUD dalam

penyelenggaraan pemilu

Jumlah kejadian atau

pelaporan tentang

kecurangan dalam

penghitungan suara

2010

50,00

70,00

60,00

80,00

90,00

100,00

2011 2012 2013 2014

(21)

Data IDI 2014 memperlihatkan rendahnya alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan dibandingkan dengan total APBD. Meskipun jika diurai secara terpisah nampak bahwa alokasi anggaran kesehatan signifikan berbeda lebih tinggi dibandingkan alokasi anggaran pendidikan, namun jika digabungkan keduanya masih mendapatkan skor yang buruk. Demikian pula dalam hal produktivitas anggota DPRD. Terlihat bahwa mereka tidak cukup produktif dalam menghasilkan Perda Inisiatif ataupun memberikan rekomendasi kepada eksekutif berdasarkan aspirasi yang didapatkan dari masyarkat. (Grafik 16).

Hal tersebut terlihat dari capaian nilai indikator Persentase Alokasi Anggaran Pendidikan terhadap Total APBD sebesar 10,17 dan nilai 72,00 untuk indikator Persentase Alokasi Anggaran Kesehatan terhadap Total APBD. Sedangkan nilai indikator Rekomendasi yang Dihasilkan DPRD adalah 12,50 dan nilai indikator Rekomendasi yang Diberikan DPRD kepada Eksekutif adalah 7,14. (grafik 16.)

GRAFIK 16 PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL PEMILU YANG BEBAS DAN ADIL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Terdapat dua indikator dalam variabel Peran Partai Politik, yakni: (1) Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta Pemilu, dan (2) Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi. Dua indikator ini menunjukkan capaian yang kurang begitu baik di tahun 2014. Berdasarkan data IDI tahun 2014, indikator jumlah kegiatan kaderisasi menunjukkan capaian yang sangat buruk dengan skor 0. Sementara itu, indikator persentase perempuan dalam pengurusan parpol di tingkat provinsi mendapatkan skor 56,09. Berdasarkan nilai skor ke dua indikator tersebut, kita dapat mengatakan bahwa peran rekrutmen politik yang seharus dilakukan oleh partai politik, terutama ketika menghadapi penyelenggaraan pemilu, tidak pernah dilakukan. Juga dengan persentase perempuan di dalam kepengurusan partai politik di tingkat provinsi sesuai dengan kebijakan afirmasi 30%, belum sepenuhnya terpenuhi.

2.3.3 Peran Partai Politik

2009

Persentase alokasi anggaran

pendidikan thd total APBD

Persentase jumlah perda

yang berasal dari hak

inisiatif DPRD terhadap

jumlah total perda yang

dihasilkan

Persentase alokasi anggaran

kesehatan thd total APBD

Jumlah rekomendasi

DPRD kepada eksekutif

2010

20,00

30,00

10,00

0,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(22)

GRAFIK 17. PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL PERAN PARTAI POLITIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Apabila ditinjau perkembangan nilai masing-masing indikator peran partai politik sejak 2009 hingga 2014, nampak bahwa peran partai dalam kaderisasi meningkat di tiga tahun sebelum 2014, yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013, namun kegiatan tersebut sama sekali tidak dilakukan di 2014 – tahun di saat Pemilu diselenggarakan.

Dalam konteks persentase perempuan dalam kepengurusan partai di tingkat provinsi, peran partai di Provinsi NTT tidak pula menunjukkan nilai yang menggembirakan. Partai belum dapat memenuhi tuntutan kebijakan afirmatif keterwakilan perempuan 30%. Terlihat dari nilai 56.09 atas indikator persentase perempuan dalam kepengurusan partai di tingkat provinsi. Jika diamati perkembangan nilai atas indikator tersebut sejak Tahun 2009, maka tampaklah bahwa peran partai di dalam mengakomodasi keterwakilan politik semakin mengalami penurunan yang konsisten. Pada Tahun 2014, nilai atas indikator persentase perempuan di dalam kepengurusan partai di tingkat provinsi mengalami kenaikan nilai yang tidak signifikan, dari 54.26 pada Tahun 2013 bertambah 1.83 poin pada Tahun 2014, sehingga meningkat menjadi 56.09.

Netralitas birokrasi pemerintah merupakan satu diantara prasyarat yang dibutuhkan bagi termanifestasinya electoral justice dalam penyelenggaraan Pemilu. Ukuran netralitas birokrasi dalam konteks Pemilu diukur melalui dua indikator, yaitu: (1) Jumlah laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislative, dan (2) Jumlah laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada Pemilu Legislatif. Capaian dua indikator ini, Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapatkan skor sangat baik (100) di tahun 2014; yang berarti tidak ditemukan adanya penggunaan fasilitas ataupun keterlibatan PNS dalam Pemilu Legislatif 2014 lalu. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah berhasil menjaga indepedensi dalam hal penggunaan sarana fasiltas pemerintah bagi kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu. Demikian pula dengan netralitas PNS dapat menjaga jarak terhadap kegiatan-kegiatan partai politik selama diselenggarakannya pemilu legislatif.

2.3.4 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah

2009

Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu

Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat

provinsi

2010

0,00

60,00

20,00

40,00

80,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(23)

GRAFIK 18 PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA VARIABEL PERAN BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

Pembangunan demokrasi memerlukan kepercayaan publik. Salah satu elemen penting dalam rangka membangun kepercayaan publik yang dibutuhkan oleh proses demokratisasi adalah kepastian hukum. Oleh karena itu peran peradilan yang independen menjadi qonditio sine quanone yang sangat mendesak dan tidak dapat ditawar.

Dalam konteks IDI, parameter independensi peran peradilan dapat dilihat dari (1) bagaimana putusan hakim tidak berimplikasi terhadap rasa keadilan yang memicu kontroversi publik dan (2) proses penyidikan oleh kepolisian dan jaksa sebagai bagian dari instrumen peradilan berjalan obyektif, bebas dari intervensi kepentingan tertentu kecuali rasa keadilan itu sendiri. Dalam konteks IDI, dua indikator yang membentuk variabel peradilan yang independen ini adalah: “Jumlah keputusan hakim yang kontroversial,” dan “Jumlah penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi”. kepolisian dan kejaksaan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.

2.3.5 Peran Peradilan yang Indepeden

2009

Jumlah laporan dan

berita penggunaan

fasilitas pemerintah untuk

kepentingan calon/parpol

tertentu dalam pemilu

legislatif

Jumlah laporan dan berita

keterlibatan PNS dalam

kegiatan politik parpol pada

pemilu legislatif

2010

93,00

94,00

95,00

96,00

97,00

98,00

99,00

100.00

2011 2012 2013 2014

(24)

Variabel Peradilan yang Independen terdiri dai fua hal, yaitu: (1) Jumlah keputusan hakim yang kontroversial dengan nilai 75.00 dan (2) jumlah penghentian penyidikan yang kotroversial oleh jaksa dan polisi dengan nilai 0.00. Hal ini memperlihatkan persoalan yang krusial di dalam kinerja kejaksaan dan kepolisian di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam melakukan penyidikan perkara secara independen dan obyektif. Apabila dilihat dari perkembangan grafik peran peradilan berdasarakan sebaran indikator, terlihat bahwa indikator putusan hakim berada pada sekala baik dan sedang sejak Tahun 2009 sampai dengan 2014. Akan tetapi, hal ironis diperlihatkan oleh perkembangan grafik indikator penyidikan oleh kejaksaan dan kepolisin yan menurun tajam ke tingakat penilaian yang sangat rendah dari skala penilaian berkategori baik (100) kepada kategori buruk (0).

GRAFIK 19 PERKEMBANGAN SKOR INDIKATOR PADA

VARIABEL PERAN PERADILAN YANG INDEPENDEN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009-2014)

2009

Jumlah keputusan

hakim yang

kontroversial

Jumlah penghentian

penyidikan yang

kontroversial oleh jaksa

atau polisi

2010

0,00

20,00

40,00

80,00

60,00

120,00

100,00

2011

2012

2013

2014

(25)

Secara umum perkembangan nilai Indeks Demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan signifikan. Capaian IDI Provinsi Nusa Tenggara Timur juga bersimpangan dengan IDI Nasional, dimana jika IDI nasional menunjukkan performa membaik, justru IDI Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami hal sebaliknya, turun dari indeks sebelumnya (2013) sebesar 73,29 menjadi 68,81 di 2014.

Aparat pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih memiliki potensi menjadi ancaman yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat. Demikian pula unsur masyarakatnya, masih memiliki kecenderungan menghambat kebebasan berpendapat.

Dalam konteks pemenuhan hak-hak politik warga Negara, penting digarisbawahi bahwa keterwakilan keterwakilan perempuan di DPRD –baik tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, masih perlu mendapatkan perhatian. Demikian juga dengan masih maraknya demonstrasi atau aksi mogok yang bersifat kekerasan yang belum tertangani dengan baik.

Dalam hal penguatan lembaga demokrasi, DPRD –yang seyogyanya menjadi aktor penting bagi perbaikan lembaga demokrasi, malah tidak cukup berperan padahal memiliki kewenangan yang besar sebagai wakil rakyat. Terlihat bahwa mereka kurang mampu mendorong terpenuhinya alokasi anggaran pendidikan (minimal 20%) terhadap total APBD. Para legislator daerah ini juga tidak berperan dalam menghasilkan perda-perda inisiatif; selain juga kurang memberikan rekomendasi tindaklanjut sebagai kepanjangan tangan dan mewakili rakyat. Pun demikian halnya dengan partai politik sebagai lembaga pencetak kader-kader wakil rakyat, ditengarai masih belum optimal menjalankan fungsinya melakukan pendidikan kader (kaderisasi) untuk mencetak politisi-politisi handal, memiliki wawasan dan kapasitas yang memadai untuk dapat menjembatani aspirasi masyarakat. Persentase perwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik tingkat provinsi juga relatif belum memadai.

Atas dasar hasil analisa terhadap aspek, variabel dan indikator Indeks Demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, terdapat beberapa indikator rentan yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak yang tentunya akan berpengaruh terhadap prospek pembangunan demokrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur di masa depan.

KESIMPULAN

(26)

Aspek

Variabel

Indikator

Kebebasan Sipil Kebebasan berkumpul

dan berserikat

Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat Kebebasan

Berpendapat

Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat Hak-hak Politik Hak Memilih dan

Dipilih

Persentase anggota perempuan terhadap total anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota

Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan

Jumlah demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan

Lembaga

Demokrasi Peran DPRD Persentase alokasi anggaran pendidikan thd total APBD Persentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan

Jumlah rekomendasi DPRD kepada eksekutif

Peran Partai Politik Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi Peran Peradilan yang

Independen

Jumlah penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi

TABEL 1. VARIABEL DAN INDIKTOR KRITIS DALAM INDEKS DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

(27)

Aspek

Variabel

Indikator

Kebebasan Sipil Kebebasan berkumpul

dan berserikat

Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat Kebebasan

Berpendapat

Jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat Hak-hak Politik Hak Memilih dan

Dipilih

Persentase anggota perempuan terhadap total anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota

Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan

Jumlah demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan

Lembaga

Demokrasi Peran DPRD Persentase alokasi anggaran pendidikan thd total APBD Persentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan

Jumlah rekomendasi DPRD kepada eksekutif

Peran Partai Politik Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu Persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi Peran Peradilan yang

Independen

Jumlah penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi

NILAI INDEKS DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

No

Aspek, Variabel, Indikator

NILAI INDEKS NTT

IDI/NASIONAL

(2014)

(2013-2014)

SELISIH

2009

2010

2011

2012

2013

2014

INDEKS KESELURUHAN

71.64

72.05

72.34

72.67

73.29

68.81

73.04

-4.49

I. KEBEBASAN SIPIL

95.55

95.55

96.79

91.06

95.59

85.92

82.62

-9.67

Kebebasan Berkumpul dan Berserikat

91.25

56.25 100.00 100.00

91.25

56.25

84.62

-35.00

1

Jumlah ancaman kekerasan atau

peng-gunaan kekerasan oleh aparat pemerintah

yang menghambat kebebasan berkumpul

dan berserikat

90.00

50.00 100.00 100.00

90.00

50.00

83.03

-40.00

2

Jumlah ancaman kekerasan atau

peng-gunaan kekerasan oleh masyarakat yang

menghambat kebebasan berkumpul dan

berserikat

100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

95.76

0.00

Kebebasan Berpendapat

100.00 91.65 100.00 22.23

69.44

55.53

67.76

-13.90

3

Jumlah ancaman kekerasan atau peng-

gunaan kekerasan oleh aparat pemerintah

yang menghambat kebebasan berpendapat

100.00 100.00 100.00 16.67

73.33

66.67

68.89

-6.67

4

Jumlah ancaman kekerasan atau peng-

gunaan kekerasan oleh masyarakat yang

menghambat kebebasan berpendapat

100.00 50.00 100.00 50.00

50.00

0.00

62.12

-50.00

Kebebasan Berkeyakinan

98.87 100.00 97.18

97.08

100.00 89.26

83.22

-10.74

5

Jumlah aturan tertulis yang membatasi

kebebasan atau mengharuskan masyarakat

dalam menjalankan agamanya

100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

81.95

0.00

6

Jumlah tindakan atau pernyataan pejabat

Pemerintah yang membatasi kebebasan

atau mengharuskan masyarakat

menjalank-an ajarmenjalank-an agammenjalank-anya

90.00 100.00 75.00

90.00

100.00 100.00

81.44

0.00

7

Jumlah ancaman kekerasan atau

peng-gunaan kekerasan dari satu kelompok

masyarakat terhadap kelompok masyarakat

lain terkait dengan ajaran agama

100.00 100.00 100.00 90.00

100.00 40.00

89.39

-60.00

Kebebasan dari Diskriminasi

87.21 100.00 93.47 100.00

96.53 100.00

87.02

3.47

8

Jumlah aturan tertulis yang diskriminatif

dalam hal gender, etnis atau terhadap

kelompok rentan lainnya

83.33 100.00 83.33 100.00 100.00 100.00

80.30

0.00

9

Jumlah tindakan atau pernyataan pejabat

pemerintah daerah yang diskriminatif dalam

hal gender, etnis atau terhadap kelompok

rentan lainnya

77.50 100.00 100.00 100.00

87.50 100.00

91.29

12.50

10

Jumlah ancaman kekerasan atau

peng-gunaan kekerasan oleh masyarakat karena

alasan gender, etnis atau terhadap

kelom-pok rentan lainnya

(28)

II. HAK-HAK POLITIK

51.46

55.89

47.56

50.89

58.83

65.13

63.72

6.31

Hak Memilih dan Dipilih

50.26

50.26

50.26

50.26

50.26

73.75

75.27

23.49

11 Jumlah kejadian di mana hak memilih atau

dipilih masyarakat terhambat

94.23

94.23

94.23

94.23

94.23

96.79

95.75

2.56

12

Jumlah kejadian yang menunjukkan

ketiadaan/kekurangan fasilitas sehingga

kelompok penyandang cacat tidak dapat

menggunakan hak memilih

50.00

50.00

50.00

50.00

50.00

60.00

60.00

10.00

13 Kualitas daftar pemilih tetap (DPT)

30.00

30.00

30.00

30.00

30.00

75.14

74.64

45.14

14

Persentase penduduk yang menggunakan

hak pilih dibandingkan dengan yang

memi-liki hak untuk memilih dalam pemilu (voters

turnout)

81.40

81.40

81.40

81.40

81.40

76.56

75.26

-4.84

15

Persentase anggota perempuan terhadap

total anggota DPRD provinsi dan

kabu-paten/kota

24.24

24.24

24.24

24.24

24.24

30.77

53.26

6.53

Partisipasi Politik dalam Pengambilan

Keputusan dan Pengawasan

52.65

61.53

44.86

51.52

67.39

56.52

50.28

-10.87

16 Jumlah demonstrasi/mogok yang bersifat

kekerasan

86.96

47.83

0.00

3.04

34.78

13.04

23.73

-21.74

(29)

III. LEMBAGA DEMOKRASI

73.63

68.15

80.97

84.15

68.23

53.12

75.81

-15.11

Pemilu yang Bebas dan Adil

86.71

86.71

86.71

86.71

86.71

97.47

95.36

10.76

18

Jumlah kejadian yang menunjukkan ke-

berpihakan KPUD dalam penyelenggaraan

pemilu

100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

98.90

0.00

19 Jumlah kejadian atau pelaporan tentang

kecurangan dalam penghitungan suara

73.42

73.42

73.42

73.42

73.42

94.94

91.83

21.52

Peran DPRD

45.00

45.37

21.36

37.49

41.54

30.38

39.51

-11.16

20

Persentase alokasi anggaran pendidikan thd

total APBD

36.35

35.47

29.90

16.55

15.18

10.17

23.94

-5.01

Persentase alokasi anggaran kesehatan thd

total APBD

100.00 100.00 26.82

78.35

79.30

72.00

75.88

-7.30

21

Persentase jumlah perda yang berasal dari

hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total

perda yang dihasilkan

0.00

0.00

0.00

10.00

7.14

12.50

23.27

5.36

22 Jumlah rekomendasi DPRD kepada ekse-

kutif

0.00

3.57

14.29

25.00

50.00

7.14

16.02

-42.86

Peran Partai Politik

34.55

20.72

95.43

95.43

82.57

5.61

61.76

-76.96

23 Jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan

parpol peserta pemilu

28.57

14.29 100.00 100.00

85.71

0.00

58.74

-85.71

24 Persentase perempuan dalam kepenguru-

san parpol tingkat provinsi

88.35

78.67

54.26

54.26

54.26

56.09

88.95

1.83

Peran Birokrasi Pemerintah Daerah

97.29

97.29

97.29

97.29

97.29 100.00

99.38

2.71

25

Jumlah laporan dan berita penggunaan

fasilitas pemerintah untuk kepentingan

calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif

99.12

99.12

99.12

99.12

99.12 100.00

99.90

0.88

26

Jumlah laporan dan berita keterlibatan PNS

dalam kegiatan politik parpol pada pemilu

legislatif

95.45

95.45

95.45

95.45

95.45 100.00

98.85

4.55

Peran Peradilan yang Independen

100.00 87.50 100.00 100.00

37.50

37.50

86.29

0.00

27 Jumlah keputusan hakim yang kontroversial 100.00 75.00 100.00 100.00

75.00

75.00

88.03

0.00

(30)

Gambar

GRAFIK 1. PERBANDINGAN INDEKS DEMOKRASI PROVINSI NUSA TENGGARA  TIMUR DENGAN INDEKS NASIONAL (2009-2014)
GRAFIK 2. PERKEMBANGAN NILAI INDEKS DEMOKRASI  PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENURUT ASPEK (2009 – 2014)
GRAFIK 3.  INDEKS VARIABEL PADA ASPEK KEBEBASAN SIPIL
GRAFIK 4. PERKEMBANGAN INDEKS VARIABEL DALAM ASPEK  KEBEBASAN SIPIL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (2009 – 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan buku teks pelajaran Kimia SMA/MA Kelas XI yang paling banyak digunakan di Kota Bandung pada materi

[r]

(4) UPT Rumah Sakit Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipimpin oleh seorang Direktur yang merupakan pejabat fungsional dokter atau dokter gigi yang diberi tugas

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

PPK masing-masing satker melakukan pengisian capaian output dalam aplikasi SAS dengan berpedoman kepada Manual Modul Capaian Output yang disertakan satu paket dengan

Nmap adalah tool yang digunakan untuk mengecek port yang terbuka dari sebuah server atau komputer. Ketika sebuah port jaringan terbuka maka pasti ada layanan dibelakangnya, bisa

Fakta-fakta yang disintesis ialah: gelar yang disandang citralekha , besaran pasak-pasak yang diterima citralekha , letak penyebutan citralekha di dalam prasasti,

Penentuan Juara / Pemenang adalah atlet terakhir atau ke 4 (empat) yang memperoleh Waktu terbaik yang menginjak / melewati garis finish dengan sepatu roda dan tidak