• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN TATA LETAK PABRIK DENGAN METODE CLUSTERING (Studi Kasus : PT.SBS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBAIKAN TATA LETAK PABRIK DENGAN METODE CLUSTERING (Studi Kasus : PT.SBS)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A-25

PERBAIKAN TATA LETAK PABRIK DENGAN METODE CLUSTERING (Studi Kasus : PT.SBS)

Dian Retno Sari Dewi, Yohanes Agus Prianto, Julius Mulyono

Teknik Industri, Universitas Widya Mandala Surabaya Email : dianretnosd@yahoo.com

ABSTRAK

Tata letak pabrik adalah pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik yang berhubungan dengan proses produksi, seperti mesin produksi, mesin perakitan. Tata letak pabrik yang baik memiliki perpindahan material yang sedikit, dimana perpindahan material yang sedikit akan mengurangi biaya perpindahan maupun waktu proses produksi. Perpindahan material yang sedikit diperlukan perancangan tata letak pabrik yang baik, salah satunya adalah metode heuristik Pengelompokkan berdasarkan Alur Produksi. Tempat penelitian dilakukan pada PT. Sepanjang Baut Sejahtera (SBS), sebuah industri yang bergerak pada bidang manufaktur yang memproduksi berbagai macam jenis baut dan mur dan merupakan perusahaan job shop. Beberapa macam produk yang dihasilkan, seperti baut cs, baut hex, mur hex, dan mur jt. Layout lantai produksi PT. SBS tidak dirancang dengan baik, dimana layout pada PT.SBS merupakan layout tambal sulam yang mesin hanya ditempatkan pada area yang kosong dan mesin yang sejenis. Pada lantai produksi PT.SBS akan dilakukan perancangan tata letak yang dapat meminimasi total momen perpindahan yang terjadi dengan menggunakan Pengelompokkan berdasarkan Alur Produksi. Layout usulan mengelompokkan mesin-mesin yang memiliki kaitan pada routing operasi pada produk yang dihasilkan, sehingga dapat meminimasi jarak perpindahan. Dari hasil penelitian dapat meminimasi perpindahan material sebesar 97664830112,942m x gr atau sebesar 76, 0296408%.

Kata kunci :Pengelompokkan berdasarkan Alur Produksi; Tata Letak Pabrik; Perpindahan Material

PENDAHULUAN

Industri manufaktur adalah industri yang memproduksi barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Di dalam industri manufaktur memiliki beberapa elemen yang saling berkaitan satu sama lainnya, dengan tujuan akhir dari elemen-elemen tersebut adalah perbaikan yang dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi dari proses produksi tersebut. Salah satu elemen tersebut adalah tata letak pabrik.

Tata letak atau pengaturan dari fasilitas-fasilitas produksi, baik mesin maupun departemen yang ada adalah suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam dunia industri. Tata letak pabrik yang dirancang secara baik maka akan menghasilkan keefektifan dan keefisienan dari perpindahan moment atau material handling, dengan perpindahan moment yang kecil maka akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan karena akan meminimalkan resiko kerusakaan barang, biaya penyimpanan, dan lain sebagainya. Dengan tata letak yang terencana dengan baik akan ikut menentukan kelancaran dan kesuksesan kerja pabrik itu sendiri (Sritomo, 1996).

PT. Sepanjang Baut Sejahtera (SBS) adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang produksi mur, dan baut dalam berbagai macam ukuran, adapun jenis baut yang diproduksi seperti baut cs, baut hex, stood bolt, dan lain-lain, sedangkan untuk jenis mur seperti mur hex, mur jt, dan lain-lain, perusahaan memproduksi produk sesuai dengan pesanan dari customer.

Sejalan dengan perkembangan industri di PT. SBS yang diikuti juga dengan penambahan fasilitas produksi, yang berakibat pada penata letakan mesin produksi, layout pada PT. SBS menggunakan Product Layout, dimana mesin-mesin di kelompokkan berdasarkan type sehingga kelemahan dari layout ini adalah jarak antar mesin yang terlalu besar, sehingga berdampak pada moment perpindahan yang menjadi besar.

Dengan perancangan yang efisien dengan memenuhi kaidah-kaidah perancangan akan mengurangi jarak perpindahan. Untuk mengurangi momen perpindahan maka diperlukan perancangan tata letak pabrik yang baik, maka metode yang digunakan dalam perbaikan tata letak pabrik adalah Pengelompokan Berdasarkan Alur Produksi, dimana metode ini lebih fleksibel jika dibandingkan dengan Group Technology. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan metode pengelompokan berdasarkan alur produksi, mesin-mesin yang sama ditempatkan pada beberapa

(2)

A-26

penempatan sehingga terbentuk kelompok-kelompok atau cell, dan masing-masing kelompok atau cell tersebut mempunyai suatu produk proses atau fokus pada part family-nya, dan memiliki urutan operasi yang bervariasi. Dengan demikian mesin-mesin yang ada mudah untuk dipindahkan apabila ada penambahan mesin atau fasilitas lainnya.

Berbeda dengan Group Technology yang menggunakan pengelompokkan mesin-mesin. Prosedur dari metode pengelompokkan berdasarkan alur produksi yang pertama adalah menentukan urutan operasi yang sama antara satu routing operasi atau lebih. Kedua adalah mengukur kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih. Ketiga adalah analisa kluster tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih. Keempat adalah menyusun basic layout berdasarkan kluster. Kelima adalah penyesuaian layout. Keenam adalah perhitungan jumlah mesin. Ketujuh adalah menghitung kebutuhan ruang. Serta langkah terakhir adalah penyusunan mesin dalam kelompok.

Pabrik atau dalam pengertian luas disebut industri adalah suatu tempat berbagai faktor seperti manusia, mesin dan peralatan produksi, material, energi, uang (modal/kapital), informasi dan sumber daya alam berinteraksi dan dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman. Istilah pabrik ini sering diartikan sama dengan industri, meskipun industri sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas.

Tata letak pabrik atau disebut juga tata letak fasilitas adalah tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik untuk menunjang kelancaran proses produksi, dengan mencoba memanfaatkan luas area/ space untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan-gerakan material, penyimpanan baik yang bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya. Tata letak yang terencana dengan baik akan ikut menentukan kelancaran dan kesuksesan kerja pabrik itu sendiri (Sritomo, 1996).

Susunan tata letak yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya kesimpangsiuran aliran material dan informasi. Akibatnya biaya angkut material menjadi sangat besar. Sebaliknya tata letak yang efektif dapat memberikan iklim kerja yang baik dan meningkatkan efisiensi proses produksi.

Tipe layout yang dipakai oleh setiap pabrik berbeda-beda, tergantung dari jenis produk, kapasitas produksi, proses produksi, waktu proses dan kondisi perusahaan itu sendiri. Yang paling penting dalam pemilihannya tipe layout tersebut adalah yang dapat menunjang kelancaran proses produksi.

Tiap tata letak fasilitas terdiri dari empat yaitu:

a. Tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi (product layout). b. Tata letak fasilitas berdasarkan lokasi material.

c. Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk. d. Tata letak fasilitas berdasarkan fungsi dan macam proses.

From To Chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui suatu area seperti bengkel permesinan, kantor, dan lain-lain. Angka-angka yang terdapat dalam suatu

From To Chart akan menunjukkan total dari berat beban yang harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan, volume atau kombinasi-kombinasi dari faktor-faktor ini.

From To Chart disini digunakan sebagai dasar bagi penyusunan data sebagai syarat dalam perbaikan layout pabrik. Adapun beberapa kegunaan dan keuntungan dari From To Chart adalah : 1. Menganalisaperpindahan bahan.

2. Pembandingan pola aliran atau tata letak pengganti. 3. Pengukuran efisien pola aliran.

4. Menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiataan lainnya. 5. Menunjukkan volume perpindahan antar kegiatan.

6. Menunjukkan keterkaitan lintas produksi.

7. Menunjukkan keterkaitan antara beberapa produk, komponen, barang, dan bahan. 8. Menunjukkan hubungan kuantitatif antara kegiatan dari perpindahan.

(3)

A-27 Titik Tengah dan Jarak Euclidean

Untuk menghitung titik tengah dari mesin yang sama, dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Mesin yang sama yang mempunyai absis yang sama. Maka koordinatnya adalah absis itu sendiri sedangkan untuk menentukan ordiantnya dengan cara mencari rata-rata ordinat dari mesin-mesin tersebut. Sedangkan mesin yang sama mempunyai ordinat yang sama. Maka koordinatnya adalah ordinat itu sendiri sedangkan untuk menentukan absisnya 2. dengan cara mencari rata-rata absis dari mesin-mesin tersebut.

3. Mesin yang sama yang tidak mempunyai absis atau ordinat yang sama. Maka untuk menentukan koordinatnya menggunakan rumus sebagai berikut :

An

A

A

Xn

An

X

A

X

A

x

...

2

1

.

....

2

.

2

1

.

1

;

A

A

An

yn

An

y

A

y

A

y

...

2

1

.

....

2

.

2

1

.

1

Keterangan : A = Luas Mesin; X = absis; Y = ordinat

Sedangkan jarak dari A ke B adalah

 

2

2

|) | | |

( XbXaYbYa , ini dinamakan jarak

Euclidean.

METODE

Metode ini mempertimbangkan mesin yang sama untuk ditempatkan pada beberapa penempatan. Pada prinsipnya metode pengelompokkan berdasarkan alur produksi membiarkan suatu kelompok untuk memproduksi suatu produk, atau proses pada part family nya. Yang menjadi inti dari pendekatan ini adalah konsep dari kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu

routing operasi atau lebih. Kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih adalah suatu operasi yang berurutan, yang pada umumnya terdiri dari satu atau lebih urutan operasi.

Prosedur Heuristik Untuk Metode Pengelompokkan Berdasarkan Alur Produksi, Input data yang dibutuhkan untuk desain layout fasilitas adalah sekumpulan produk-produk, urutan tiap operasi dan kuantitas produksi. Strategi untuk metode pengelompokkan berdasarkan alur produksi didasarkan pada metode-metode pengklusteran (pengelompokkan) berdasasrkan kesamaan proses. Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk desain metode pengelompokkan berdasarkan alur produksi:

1. Menentukan urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih.

Untuk menentukan urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih, maka dicari dengan cara membandingkan semua urutan operasi secara berpasangan. Berikut merupakan contoh untuk mencari urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih :

OA (1,2,3,4,7,8); OB (1,2,5,6,7,8)

(1,2) dan (7,8) = urutan operasi yang sama antar satu routing operasi

2. Mengukur kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu routing atau lebih.

Pengukuran yang digunakan untuk menganalisa kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih adalah similary coefficient. similary coefficient didefinisikan sebagai jumlah part yang sama-sama melewati satu urutan operasi yang sama antar satu routing

operasi atau lebih dibagi dengan jumlah part yang melalui paling tidak oleh satu urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih.

Keterangan :

= melewati kedua urutan operasi yang sama antara satu routing operasi atau lebih.

= melewati kedua urutan operasi yang sama antara satu routing operasi atau lebih (pertama).

= melewati kedua urutan operasi yang sama antara satu routing operasi atau lebih (kedua). 3. Analisa kluster tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih.

(4)

A-28

Analisa kluster (kelompok) dilakukan dengan menggunakan MINITAB dengan memakai matriks hasil perhitungan SC pada langkah kedua sebagai inputan. Hasil pengolahan MINITAB berupa dendogram yang berfungsi untuk mengelompokkan urutan operasi yang sama antar satu

routing operasi atau lebih pada beberapa kluster. 4. Menyusun basic layout berdasarkan kluster.

Berdasar hasil pengklusteran (pengelompokkan) dari urutan operasi yang sama antar satu

routing operasi atau lebih menghasilkan sebuah basic layout selanjutnya tiap basic layout

tersebut dijabarkan dengan diagraph. 5. Penyesuaian layout.

Kalau routing produk semula dinyatakan sebagai urutan dari kelompok layout dan mesin tunggal, maka mesin tunggal dapat diabsorbsi ke dalam salah satu kelompok. Penyesuaian ini bentuk mencegah duplikasi mesin yang dapat menyebabkan aliran balik pada kelompok ke mesin yang diabsorbsi.

6. Perhitungan jumlah mesin

Langkah awal yang dilakukan untuk menghitung jumlah tiap tipe mesin yang dibutuhkan pada tiap kelompok adalah menghitung total kapasitas mesin yang tersedia tiap type mesin untuk seluruh periode produksi berdasarkan persamaan :

Jumlah mesin =

Keterangan : = Waktu proses p = Demand (per 2 tahun)

= Jam kerja mesin (per 2 tahun) = Efisiensi

7. Menghitung kebutuhan ruang yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perhitungan kebutuhan ruang pada masing-masing kelompok . perhitungan kebutuhan ruang ini mancakup luas masing-masing mesin, ruang gerak, serta allowance.

8. Penyusunan mesin dalam kelompok

Penataan mesin pada masing-masing kelompok dilakukan berdasarkan hasil perancangan dengan metode pengelompokan alur produksi. Dalam diagraph layout menggambarkan aliran proses permesinan sehingga dapat menentukkan derajat kedekatan dari masing-masing mesin.

Material Handling, kegiatan proses produksi dapat terjadi bila terdapat Material Handling

yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang terdapat di suatu perusahaan. Material Handling

merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut, dan meletakkan bahan atau barang dalam proses didalam perusahaan, dimulai dari bahan masuk atau diterima di perusahaan sampai pada saat barang atau produk akan dikeluarkan dari pabrik.

Identifikasi Permasalahan, pada tahap ini penulis melakukan pengamatan proses produksi dan aliran material di lantai produksi PT. Sepanjang Baut Sejahtera terlebih dahulu. Kemudian menentukan perumusan masalah yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini.

Pada tahap ini dilalukan perumusan masalah berdasarkan hasil pengamatan proses produksi dan aliran material di lantai produksi PT. Sepanjang Baut Sejahtera didapatkan penempatan mesin-mesin yang kurang terencana dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari besarnya total momen perpindahan jarak (berat+jarak) yang terjadi. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan penata letakan fasilitas produksi yang dapat meminimalkan total perpindahan material.

Pengambilan Data,pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yang terkait dalam pembahasan untuk penelitian ini. Data tersebut meliputi jenis produk yang diproduksi, OPC, data-data mesin yang digunakan, jenis mesin, aliran proses, berat material, lintasan produksi, layout awal. Pengolahan data dilakukan dengan membuat layout awal ruangan produksi sesuai dengan keadaan perusahaan, menghitung berat perpindahan material untuk masing-masing proses sesuai dengan urutannya. Kemudian langkah berikutnya adalah penentuan usulan lintasan produksi dengan menggunakan metode pemindahan aliran material dengan memperhitungkan beban dan jarak perpindahan menggunakan metode Pengelompokkan Berdasarkan Alur Produksi. Dimana dalam hal ini, diasumsikan setiap perpindahan yang terjadi pada proses produksi dimulai dan diakhiri pada titik berat (centroid) departemen yang bersangkutan dan jarak perpindahan yang

(5)

A-29

terjadi pada proses produksi diperhitungkan secara Euclidean, dan langkah berikutnya adalah pembuatan cluster atau layout kelompok, dimana penempatan mesin berdasarkan diagraph mesin, setelah dilakukan penempatan mesin atau layout kelompok, dilakukan perhitungan kebutuhan ruang secara teoritis pada kelompok tersebut, langkah berikutnya adalah memilih layout kelompok berdasarkan penempatan mesin kelompok yang memiliki luas ruang kelompok yang mendekati perhitungan kebutuhan ruang secara teoritis pada kelompok tersebut

Analisa dan Layout Alternatif yang Lebih Baik, dalam tahap ini dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data. Pembahasan tersebut berupa perhitungan total momen perpindahan melalui penggunaan layout awal dan layout usulan, penentuan layout terbaik, serta penghematan Material Handling yang terjadi melalui penggunaan layout terbaik. Dalam hasil ini diasumsikan setiap perpindahan yang terjadi pada proses produksi dimulai dan diakhiri pada titik berat (centroid) departemen yang bersangkutan dan jarak perpindahan yang terjadi pada proses produksi diperhitungkan secara euclidean.

Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian PEMBAHASAN

Penentuan Part Family, 2395 jenis produk baut, dan 31 jenis produk mur yang menjadi obyek penelitian ini, dikelompokkan menjadi family-family (produk yang mempunyai urutan proses permesinan yang sama, dikelompokkan menjadi satu family/part). Sehingga untuk produk baut mempunyai 75 family/part dan produk mur mempunyai 14 family/part

(6)

A-30

Tabel 1. Routing Operasi Produk Baut Tabel 2. Routing Operasi Produk Mur

Famil y Famil y 1 1 → 48 44 21 → 47 2 1 → 50 45 21 → 33 3 1 → 49 46 21 → 48 4 2 → 2D 47 22 → 48 5 3 → 3D 48 22 → 46 6 4 → 4D 49 22 → 42 7 5 → 5D 44 21 → 47 8 6 → 33 45 21 → 33 9 6 → 43 46 21 → 48 10 6 → 42 47 22 → 48 11 6 → 41 48 22 → 46 12 6 → 46 49 22 → 42 13 6 → 37 50 22 → 33 14 6 → 40 51 22 → 34 → 36 15 7 → 40 52 23 → 47 16 7 → 46 53 23 → 38 17 7 → 41 54 24 → 37 18 7 → 45 55 24 → 39 19 8 → 40 56 25 → 39 20 9 → 44 57 25 → 37 21 9 → 35 58 25 → 30 → 35 22 9 → 45 59 26 → 39 23 9 → 40 60 26 → 30 → 35 24 10 → 35 61 27 → 32 → 31 → 30 → 25 10 → 40 62 27 26 11 → 44 63 27 → 35 27 11 → 46 64 27 → 32 → 31 → 30 → 28 11 → 33 65 28 → 34 → 36 29 13 → 45 66 28 → 34 30 12 → 38 → 37 67 28 → 32 → 31 → 30 → 31 14 → 38 → 37 68 28 → 35 32 15 → 42 69 28 → 33 33 15 → 46 70 28 → 35 → 36 34 16 → 42 71 29 → 34 → 36 35 17 → 41 72 29 → 33 36 17 → 42 73 29 → 32 → 31 → 30 → 37 17 → 45 74 29 75 29 → 34

Alur Proses Produksi (Mesin)

Alur Proses Produksi

(Mesin) Family 1 51 → 66 2 51 → 63 Alur Proses Produksi (Mesin) Family 3 51 → 69 4 52 → 66 5 52 → 62 6 53 61 7 54 → 60 8 55 → 67 9 56 → 68 10 57 → 64 11 58 → 67 12 58 → 66 13 59 → 64 14 59 → 65 Alur Proses Produksi (Mesin)

Tabel 3. Rekapitulasi Scrap dan Produk Cacat Pada Tiap-Tiap JenisMesin

Jenis Mesin Scrap Cacat Produk Heading 1% 1% Drat 1% 1% Potong 0% 0% Pemanas 0% 0% Press 1% 1%

Data demand dan berat dihitung pada tiap-tiap proses, contoh pada perhitunganproduk baut nomor 1, yang melewati mesin heading dan mesin drat, untuk mesin 1 (heading) diperlukan produksi (Nh) sebanyak 84.175,08 buah dengan berat perbuah 8,47 gram dan mesin 48 (drat) diperlukan produksi (Nd) sebanyak 83.333,33 buah dengan berat perbuah 8,38 gram, maka perhitungan untuk perpindahan berat dari mesin 1 (heading) ke 48 (drat) adalah 83.333,33 X 8,38 = 698.333,3054 gram, kemudian ditambahkan oleh semua perpindahan yang melewati mesin 1 (heading) ke 48 (drat).

(7)

A-31

Tabel 4. Keterangan Nama Mesin Tabel 5. Urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih produk baut

1 Heading 23 Heading 49 Drat 2 Heading 24 Heading 50 Drat 2D Drat 25 Heading 51 Heading

3 Heading 26 Heading 52 Heading 3D Drat 27 Potong 53 Heading 4 Heading 28 Potong 54 Heading 4D Drat 29 Potong 55 Heading 5 Heading 30 Bubut 56 Heading 5D Drat 31 Press 57 Heading 6 Heading 32 Pemanas 58 Heading 7 Heading 33 HPC/HPL 59 Heading 8 Heading 34 Drat 60 Drat 9 Heading 35 Rolling 61 Drat 10 Heading 36 U Bolt 62 Drat 11 Heading 37 Drat 63 Drat 12 Heading 38 Drat 64 Drat 13 Heading 39 Drat 65 Drat 14 Heading 40 Drat 66 Drat 15 Heading 41 Drat 67 Drat 16 Heading 42 Drat 68 Drat 17 Heading 43 Drat 69 Drat 18 Heading 44 Drat

19 Heading 45 Drat 20 Heading 46 Drat 21 Heading 47 Drat 22 Heading 48 Drat

No. Mesin No. Mesin No. Mesin

Urutan operasi yang sama antar satu operasi atau lebih Mesin Urutan operasi yang sama antar satu operasi atau lebih Mesin SB1 1 SB22 36 SB2 6 SB23 37 SB3 7 SB24 38 SB4 9 SB25 39 SB5 10 SB26 40 SB6 11 SB27 41 SB7 15 SB28 42 SB8 17 SB29 44 SB9 21 SB30 45 SB10 22 SB31 46 SB11 23 SB32 47 SB12 24 SB33 48 SB13 25 SB34 27, 32, 31, 30 SB14 26 SB35 28, 34 SB15 27 SB36 28, 35 SB16 28 SB37 29, 34 SB17 29 SB38 30, 35 SB18 30 SB39 32, 31, 30, 39 SB19 33 SB40 34, 36 SB20 34 SB41 38, 37 SB21 35 SB42 32, 31, 30

Total Moment Perpindahan awal adalah 128.456.255.965,922 m x gr.

Pembuatan Layout Usulan Dengan Pengelompokkan Berdasarkan Alur Produksi

Menentukan urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih, penentuan urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih, maka dicari dengan cara membandingkan semua urutan operasi secara urutan. Berdasarkan matriks urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih, maka diperoleh urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih pada produk baut dan mur sebagai berikut :

Mengukur kesamaan tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih.Pengukurang yang digunakan untuk membandingkan urutan operasi adalah similarity coefficient.

Keterangan :

= melewati kedua urutan operasi yang sama antara dua routing operasi atau lebih.

(8)

A-32 Observations S im ila ri ty 39 25 42 34 18 15 37 17 40 22 20 35 16 41 24 23 36 21 38 14 13 12 29 6 30 4 27 8 5 26 3 28 7 31 2 32 11 19 9 10 33 1 20,31 46,87 73,44 100,00 Observations S im ila ri ty 7 6 5 4 3 2 1 1,37 34,25 67,12 100,00

= melewati kedua urutan operasi yang sama antara dua routing operasi atau lebih (kedua). Analisa kluster untuk tiap urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih. Analisa kluster (kelompok) dilakukan dengan menggunakan MINITAB dengan memakai matriks hasil perhitungan SC pada langkah kedua sebagai inputan. Langkah dalam minitab yang digunakan adalah cluster observations. Hasil pengolahan MINITAB berupa dendogram yang berfungsi untuk mengelompokkan urutan operasi yang sama antar satu routing operasi atau lebih pada beberapa kluster.

Gambar 3. Dendogram Produk Baut Gambar 4. Dendogram Produk Mur Poin cutt-off yang digunakan di atas adalah 46,87. Hal ini dikarenakan observations mesin 1, 33 ; 11, 32 ; 7, 28 ; 3, 26 ; 6, 29 ; 14, 38 ; 21, 36 ; 23, 24, 41 ; 16, 35 ; 20, 22, 40 ; 17, 37 ; 18, 34, 42, 25, 39 mempunyai urutan operasi yang hampir sama. Untuk observations 9, 19 akan membentuk observations sendiri, dikarenakan observations tersebut memiliki operasi yang berbeda. Poin cutt-off yang digunakan di atas adalah 34,25. Hal ini dikarenakan observations mesin 4,5 ; 6, 7 mempunyai urutan operasi yang hampir sama. Untuk observations 2, 3, 1 akan membentuk observations sendiri, dikarenakan observations tersebut memiliki operasi yang berbeda. Menyusun basic layout berdasarkan kluster, berdasarkan hasil dendogram pada Gambar 3. untuk produk baut dan Gambar 4. untuk produk mur, selanjutnya, mengelompokkan mesin menjadi 25 basic layout sebagai berikut :

Perhitungan Jumlah Mesin, langkah awal yang dilakukan untuk menghitung jumlah tiap tipe mesin yang dibutuhkan pada tiap keloompok adalah menghitung total kapasitas mesin yang tersedia tiap tipe mesin untuk seluruh periode produksi berdasarkan persamaan :

Jumlah mesin = dimana : = Waktu proses; p = Demand (per 2 tahun) = Jam kerja mesin (per 2 tahun); = Efisiensi

Perhitungan durasi periode produksi dilakukan untuk periode dua tahun (asumsi 1 tahun 12 bulan, 1 bulan 4 minggu) = 8.448 jam = 506.880 menit

Langkah berikutnya adalah membandingkan jumlah mesin pada layout awal dengan layout usulan, dapat diketahui ada beberapa jumlah mesin usulan yang melebihi dari jumlah mesin awal, sehingga harus dilakukan penggabungan mesin lagi, dikarenakan jumlah mesin usulan yang telah dihitung terdapat utilitas mesin yang tidak besar, sehingga perlu dilakukan penggunaan mesin secara bersama didalam kelompok mesin yang berbeda pada mesin yang memiliki jumlah mesin lebih banyak daripada jumlah mesin awal, maka langkah berikutnya dilakukan penggabungan kelompok sebagai berikut :

a. Untuk nomor mesin 7 dilakukan pendekatan penggunaan untuk kelompok mesin B20, B21, dan B22, karena utilisasi dari mesin 7 pada kelompok mesin B20, B21, dan B22 jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 7 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal.

b. Untuk nomor mesin 15 dilakukan pendekatan B3, dan B22, karena utilisasi dari mesin 15 pada kelompok mesin B3, dan B22, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 15 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal.

(9)

A-33

c. Untuk nomor mesin 28 dilakukan pendekatan B7, dan B19, karena utilisasi dari mesin 28 pada d. kelompok mesin B7, dan B19, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan

bersamaan agar jumlah mesin 28 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal.

e. Untuk nomor mesin 37 dilakukan penggabungan B8, B17, dan B18, karena utilisasi dari mesin 28 pada kelompok mesin B8, B17, dan B18, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 37 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal. f. Untuk nomor mesin 39 dilakukan pendekatan B6, B17, dan B18, karena utilisasi dari mesin 39

pada kelompok mesin B6, B17, dan B18, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 39 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal. g. Untuk nomor mesin 40 dilakukan penggabungan B12, B13, dan B14, karena utilisasi dari

mesin 40 pada kelompok mesin B12, B13, dan B14, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 40 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal.

h. Untuk nomor mesin 42 dilakukan penggabungan B3, B11, dan B16, karena utilisasi dari mesin 42 pada kelompok mesin B3, B11, dan B16, jika ditotal tidak sampai 200% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 42 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal. i. Untuk nomor mesin 58 dilakukan penggabungan M1, dan M4, karena utilisasi dari mesin 58

pada kelompok mesin M1, dan M4, jika ditotal tidak sampai 100% maka dilakukan penggunaan bersamaan agar jumlah mesin 58 tidak lebih dari jumlah mesin pada layout awal.

Dari hasil penggabungan seperti di atas, dapat dilihat pada point a, dan b digabung dengan point g karena menggunakan kelompok mesin yang sama, berikut juga pada point d dan e, langkah selanjutnya menghitung kebutuhan ruang, mesin dan penempatan mesin yang sesuai dengan penggabungan kelompok mesin.

Gambar 5. Layout Usulan

Mesin yang digunakan sebagai contoh perhitungan dalam perhitungan titik tengah awal adalah : Mesin 3.B24

Karena mesin 3.B24 yang sama maka ordinat (y) mesin 3.B24 adalah ordinat itu sendiri yaitu 9,625. Sedangkan absis (x) mesin 3.B24 = (absis mesin 3.1.B24 + absis mesin 3.2.B24 + absis mesin 3.3.B24)/3 = (26,15 + 25 + 23,85)/3 = 25. Jadi koordinat mesin 3.B24 adalah (25 ; 9,625)

(10)

A-34 Tabel 14. Titik Tengah Mesin

X(cm) Y(cm) 3D.B24 25 11.875 4.B25 25.125 18.67567 4D.B25 25.125 19.625 5.B26 25.125 14.62533 5D.B26 25.125 15.57467 55.MM1 16.5 11.045 58.MM1 17.74983 10.84517 66.MM1 18.6765 10.85 67.MM1 16.678 9.37 57.M2 19.25 16.125 59.M2 17.4 16.13 64.M2 18.325 15.75 65.M2 18.325 16.5 51.M3 19.35167 12.275 63.M3 20.2275 11.92333 69.M3 20.3525 12.6333 52.M5 19.35167 9.425 62.M5 20.2225 9.42583 53.M6 18.175 19.9 61.M6 18.15967 20.77583 54.M7 18.175 23.248 60.M7 18.17 24.125 56.M8 18 26.5 68.M8 17.99 27.75 Mesin Titik Tengah X(cm) Y(cm) 6.BM1 9.88 11.675 7.BM1 8.18 15.075 11.BM1 9.005 14.825 13.BM1 9.525 17.8 15.BM1 9.83 14.225 16.BM1 13.105 14.225 17.BM1 6.775 17.825 18.BM1 6.38 12.325 19.BM1 7.18 15.075 22.BM1 11.4675 14.875 34.BM1 10.905 15.575 36.BM1 10.9 16.325 37.BM1 12.505 9.825 40.BM1 7.705 10.075 41.BM1 7.03 16.875 42.BM1 11.455 13.7 43.BM1 10.105 9.375 45.BM1 9.275 16.875 Mesin Titik Tengah

Contoh perhitungan jarak euclidean

Jarak =

 

2 2 |) | | | ( XbXaYbYa

Jadi jarak untuk mesin 3.B24 ke mesin 3D.B24 =

 

2 2 | 875 , 11 625 , 9 | | 25 25 (   

= 2,25 Cm (pada peta skala) = 2,25 X 200 (skala) = 450 cm = 4,5 meter pada jarak sesungguhnya.

Berdasarkan perhitungan total moment perpindahan menggunakan metode pengelompokkan mesin berdasarkan alur produksi adalah 30.791.425.853,058 m x gr.

Hasil Analisa Data, jumlah moment perpindahan dimana moment perpindahan pada layout awal sebesar 128.456.255.966 m x gr, dan layout usulan sebesar 30.791.425.853,058 m x gr. Jika dilihat pada jumlah moment perpindahan antara layout awal dengan layout usulan ternyata layout

(11)

A-35

usulan dapat melakukan penghematan moment perpindahan sebesar 76,0296408%. Hal ini dikarenakan layout usulan menggunakan Pengelompokkan berdasarkan Alur Produksi, dimana tiap-tiap mesin di bentuk atau dirancang sesuai dengan alur produksi sehingga dapat mengurangi jarak antar mesin. Pengehematan moment perpindahan yang besar lebih dari 76%, ini dikarenakan layout awal yang menggunakan functional layout, dimana mesin-mesin setype dikelompokkan, hal ini lah yang menjadikan moment perpindahan besar, dikarenakan jarak antar mesin menjadi lebih besar, berbeda dengan Pengelompokkan berdasarkan Alur Produksi, dimana mesin-mesin yang memiliki kaitan routing operasi dijadikan satu kelompok mesin, dari penggelompokkan mesin tersebut akan mempengaruhi kedekatan mesin dan mengoptimalkan utilitas dari mesin yang ada untuk mengerjakan pekerjaan secara spesifik, hal ini dapat dilakukan karena setiap floor memiliki banyak lebih dari satu untuk mesin yang sama, kondisi ini sangat memungkinkan layout dibentuk seperti cell manufacturing, selain meminimasi moment perpindahan dan memaksimalkan utilitas mesin layout usulan juga dapat memperpendek aliran material yang berakibat pada work in process menjadi lebih kecil, dan jika dilihat dari penentuan point cutt of yang digunakan pada dendogram produk baut adalah 46,87 yang menghasilkan 25 kelompok layout, jika point cutt of yang digunakan pada dendogram produk baut adalah 52,23 yang menghasilkan 31 kelompok layout dan total moment perpindahan adalah 50.231.725.513,764 m x gr, dapat dilihat bahwa dengan point cutt of yang lebih kecil dapat menghasilkan kelompok layout yang lebih sedikit sehingga dengan kelompok layout yang sedikit maka jarak antar mesin semakin berdekatan yang berakibat pada total moment perpindahan menjadi lebih kecil.

KESIMPULAN

Dari hasil analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa layout usulan menggunakan

Pengelompokkan Berdasarkan Alur Produksi. merupakan layout usulan yang diusulkan oleh penulis dikarenakan moment perpindahan lebih kecil dibandingkan layout awal, dengan moment perpindahan lebih kecil akan berakibat pada waktu produksi yang menjadi lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan layout awal.

Saran

Saran penulis untuk penelitian lebih lanjut adalah melakukan usulan pada tata letak fasilitas dengan memperhitungkan biaya perpindahan dan memperhatikan hal-hal teknis, seperti panel listrik untuk mesin, kapasitas mesin dalam satu panel,dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Wignjosoebroto, S., 1996, “Tata Letak Pabrik Dan Pemindahan Bahan”, edisi ketiga, PT Guna Widya, Jakarta

[2] Apple, James M., 1990, “Tata Letak Pabrik Dan Pemindahan Bahan”

[3] Heragu, Sunderesh., 1997, “Facilities Design”, PWS Publishing Company, Boston

[4] Benjafaar.S, Heragu.S.S, Irani.S.A, :Next Generation Factory Layouts: Research Challenges and Recent Progress”, 2002, interfaces, 32(6), 58-76

[5] Dewi, F., 2006, “Perancangan tata letak fasilitas produksi dengan pendekatan Modular Layout (Studi kasus di PT. MECO INOXPRIMA)”, Surabaya

Gambar

Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian  PEMBAHASAN
Tabel 3. Rekapitulasi Scrap dan  Produk Cacat Pada Tiap-Tiap  JenisMesin
Tabel 4. Keterangan Nama Mesin  Tabel 5. Urutan operasi yang sama antar  satu routing operasi atau lebih produk baut
Gambar 3. Dendogram Produk Baut                      Gambar 4. Dendogram Produk Mur  Poin cutt-off yang digunakan di atas adalah 46,87
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ruby on Rails III Ruby on Rails III Adding Post Detail Page & New Post Feature Chapter 1

Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa,

Aktivitas enzim protease pada hepar tikus putih (Rattus norvegicus) akibat induksi CsA diamati melalui uji aktivitas protease hasil isolasi hepar tikus putih (Rattus norvegicus)

Dari pendapat mengenai jenis kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja aparatur pemerintah adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau kelompok pegawai

Ilustrasi sistem kerja MWARA JRS-753AS yang berada dijakarta yaitu ketika ada pesawat Internasional yang akan memasuki kawasan yang tidak terjangkau oleh frekuensi VHF,

Oleh karena itu, setelah diagnosis kehamilan postterm ditegakkan, permasalahan yang harus dipecahkan selanjutnya adalah apakah dilakukan pengelolaan secara

%ukum Ar&"imedes men-atakan $a"2a ”sebuah benda yang tenggelam seluruhnya atau tenggelam sebagian dalam suatu fuida akan mendapat gaya ke atas oleh sebuah

Terdapat perbedaan hasil belajar dasar desain grafis dengan menerapkan model pembelajaran CBL berbantuan animasi dibandingkan dengan model pembelajaran CBL berbantuan