• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO

TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh

Qisthi Faradina Ilma Mahanani NIM: 21613001

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)

iii

PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO

TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh

Qisthi Faradina Ilma Mahanani NIM: 21613001

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

“Don‟t lose hope nor be sad –Al Imron:139”

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Untuk kedua orangtuaku,

para dosenku, kakak tertuaku, adik-adikku, sahabat-sahabat seperjuangan

SPI‟13, teman-temanku di mana saja kalian berada dan teruntuk seseorang yang

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabiyullah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabatnya, dan tabiin-tabiin. Sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi penulis dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi, menganalisis, dan menulis data-data yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Namun berkat usaha, kesabaran, dan do‟a akhirnya

skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora. Adapun judul skripsi ini

adalah “PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA

DAN ISLAM (1945-1953)”. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.

(10)

x

penulis yang berkenan memberikan pengarahan, meluangkan waktu serta mencurahkan waktu dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Faidi, M. Hum. selaku pendengar setia segala keluh kesah penulis selama menyusun skripsi ini dan membantu memberikan banyak masukan yang berguna bagi penulis.

5. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai. 6. Kedua orang tua dan segenap keluarga di rumah yang selalu memberikan

dorongan, motivasi dan doa yang tak pernah henti demi lancarnya studi penulis dan kesuksesan penulis.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi, dorongan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga hingga akhir studi.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

(11)
(12)

xii ABSTRAK

Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah tokoh intelektual, pejuang, politikus, sekaligus ulama yang ada di Indonesia. Perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam menegakkan syariat Islam terlihat saat keikutsertaan dalam panitia BPUPKI dan PPKI. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengharapkan negara Indonesia ini berdasarkan Islam, karena mayoritas penduduknya adalah Muslim. Pengharapan atas wujudnya dasar negara Islam tidak bisa terealisasikan dikarenakan banyak dorongan yang menginginkan negara Indonesia ini berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo meluluh akibat beberapa faktor antara lain demi tegaknya Negara Republik Indonesia dan untuk kemaslahatan umat bersama. Batasan penulisan ini terkait biografi dan latar pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo, latar pemikiran keislaman dan kebangsaan di Indonesia dan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sebagai pelengkap data penulis juga menggunakan metode library research serta pendekatan multidimensional antara pendekatan historis, sosiologis, politik dan agama.

Hasil penelitian ini menunjukkan sosok Ki Bagoes Hadikoesoemo dengan latar belakang religius berusaha membuat dasar negara Indonesia ini berdasarkan Islam. Ideologi Islam dianggap paling sempurna karena bersumber dari Al Quran dan Sunah. Islam sebagai agama yang rahmatan lil „alamin yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai sifat-sifat yang sempurna bagi kehidupan bernegara, serta menjamin keberagaman hidup antar golongan. Dengan adanya faktor religius dalam kerukunan antar umat dan demi tegaknya Negara Republik Indonesia, akhirnya Ki Bagoes Hadikoesoemo menanggalkan pemikiran tentang dasar negara Islam dan menerima Pancasila sebagai dasar negara.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian Dan Ruang Lingkup ... 6

D. Kerangka Konseptual ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 15

F. Metode Penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II: RIWAYAT HIDUP KI BAGOES HADIKOESOEMO A. Biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo ... 26

(14)

xiv

C. Karir Perjuangan Ki Bagoes Hadikoesomo Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Karir Perjuangan Sebelum Kemerdekaan Indonesia ... 31

2. Karir Perjuangan Di Muhammadiyah Dan Setelah Kemerdekaan Indonesia ... 34

BAB III: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN DI INDONESIA (1945-1953) A. Pemikiran Nasionalis Islam pada era 40an ... 43

B. Polemik Dasar Negara Menurut Kalangan Islam dan Kalangan Kebangsaan ... 53

BAB IV: PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA DAN ISLAM A. Konsep Dasar Negara Islam Oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo ... 63

B. Peranan Ki Bagoes Hadikoesoemo Dalam Perumusan Dasar Negara ... 76

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 81

B. Kritik Dan Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 87

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keputusan Presiden Nomor 048/TK/Tahun 1992 tanggal 12 Agustus 1992 tentang Piagam Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo

2. Keputusan Presiden Nomor 72/TK/Tahun 1992 tanggal 7 Agustus 1992 tentang Piagam Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo

3. Surat Rekomendasi KI Bagoes Hadikoesoemo sebagai Pahlawan Nasional: a. Surat Pimpinan MPR-RI kepada Presiden RI

b. Surat Pimpinan DPR-RI kepada Presiden RI c. Surat Pimpinan DPD-RI kepada Presiden RI

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan antara agama dan ideologi negara pada dasarnya telah menjadi perhatian para pemikir dari zaman ke zaman. Pada awal-awal perjuangan kemerdekaan, pembahasan mengenai dasar negara sudah terjadi banyak perbedaan pendapat di kalangan anggota BPUPKI. Para tokoh yang berbicara dalam hal tersebut antara lain: Mohammad Yamin, Mohammad Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo, Soekarno, dan tokoh-tokoh lainnya.1 Pada saat sidang terjadi pegelompokan 2 kubu anggota dalam BPUPKI yaitu kalangan Islam dan kalangan Kebangsaan. Kalangan Islam menginginkan dasar negara Indonesia adalah Islam, sedangkan kalangan Kebangsaan menginginkan dasar negara Indonesia adalah Kebangsaan.

Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan bahwa dasar negara untuk semua, tidak hanya untuk satu golongan saja, tetapi dasar negara yang akan mengikat seluruh rakyat Indonesia yang tinggal di daerah manapun, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Dapat dikatakan bahwa ide dasar

1

Hal ini terbukti dari naskah-naskah pidato beberapa anggota BPUPKI yang sudah ditemukan. Naskah-naskah tersebut termuat di dalam Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, buku RM. A. B. Kusuma yang berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945

(17)

2

negara Islam yang diusung oleh kalangan Islam tidak didukung oleh sebagian besar anggota BPUPKI, sekalipun mayoritas anggota BPUPKI beragama Islam.

Menurut pengamatan Prawoto Mangkusasmito, hanya 15 orang saja dari 61 orang anggota BPUPKI yang benar-benar mewakili aspirasi politik kalangan Islam.2 Wakil-wakil dari kalangan Islam itu antara lain: Ahmad Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mas Mansoer, Abdoel Kahar Moezakkir, Wachid Hasjim, Maskoer, Soekiman Wirjosandjojo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agoes Salim, dan Abdoel Halim.3 Sedangkan anggota BPUPKI yang berasal dari kalangan Kebangsaan jauh lebih banyak, antara lain: Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, Otto Iskandardinata, A. A. Maramis, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Soepomo, J. Latuharhary, dan lain-lain.4 Dengan jumlah yang lebih banyak kalangan Kebangsaan lebih mempunyai kekuatan daripada kalangan Islam.

Sejarah mencatat sebelum Ir. Soekarno menyampaikan pidato tentang dasar negara tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI, Soekarno telah mendengarkan pidato para anggota BPUPKI yang menjunjung asas Islam sebagai dasar negara. Para tokoh itu antara lain:

2

(18)

3

Mohammad Natsir, S.M Kartosoewio, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan lain-lain. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengemukakan agar negara Indonesia berdasarkan agama Islam, di atas petunjuk-petunjuk Al Quran dan Sunah, agar menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat dan kokoh. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengingatkan sudah enam abad Islam menjadi agama kebangsaan Indonesia dan tiga abad sebelum Belanda menjajah di sini, dan hukum Islam sudah berlaku di Indonesia. Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945, sepuluh kali menyebut nama Ki Bagoes Hadikoesomo. Soekarno sangat segan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo walaupun dalam banyak hal prinsipil keduanya berlainan pendapat dan pandangan.5

Pada tahun 1945, Ki Bagoes Hadikoesoemo ikut bergabung dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Ki Bagoes Hadikoesoemo mempunyai peran besar di dalam organisasi tersebut. Peran Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah ikut memberikan ide dalam perumusan muqaddimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Selain itu, sebagai Pimpinan Besar Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikoesoemo juga berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran Ahmad Dahlan. Pemikiran itu dapat menjiwai dan mengarahkan gerak langkah serta perjuangan Muhammadiyah. Pokok-pokok pikiran itu yang kemudian menjadi muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Kepemimpinan Ki

5

(19)

4

Bagoes Hadikoesoemo selalu menekankan pada ajaran Islam dan syariat Islam dalam pemerintahannya.

Oleh karena itu, studi pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang konsep dasar negara Islam sangat menarik dan patut untuk diteliti secara mendalam dalam rangka memberi konstribusi positif yang tinggi bagi upaya memahami politik Islam di Indonesia dalam kaitannya dengan relasi Islam dan Negara. Untuk itu, judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo Tentang Negara dan Islam (1945-1953).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

(20)

5

untuk penulis kaji lebih dalam, mengingat bahwa belum ada penelitian skripsi mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam. Selain itu, terlepas dari diangkatnya Ki Bagoes Hadikoesoemo sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia tahun lalu, penulis juga tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo yang dituangkan dalam muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, karena Ki Bagoes Hadikoesoemo pernah menjadi Ketua Pimpinan Besar Muhammadiyah ke 5 pada tahun 1944-1953.

Sedangkan untuk ruang lingkup temporal yang diambil yaitu tahun 1945-1953 yang merupakan waktu berdirinya BPUPKI sebagai wadah dalam perumusan dasar negara Indonesia. Dalam hal itu, adanya keterlibatan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam merumuskan muqaddimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo selalu mengedepankan syariat Islam. Mengusung tema ketuhanan, Ki Bagoes Hadikoesoemo mengharapkan dasar negara Indonesia itu sesuai dengan syariat Islam.

(21)

6

tetapi, dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan juga mengenai akhir perpolitikan Ki Bagoes Hadikoesoemo sampai akhir hayatnya.

Ketertarikan penulis dengan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam memberikan sumbangsih dalam perumusan dasar negara yang bernafaskan Islam semakin menguat. Hal ini dilatarbelakangi oleh sebuah asumsi bahwa apabila seseorang telah masuk dalam sistem kekuasaan, biasanya cenderung melakukan rasionalisasi-rasionalisasi dalam melihat aspek sosial politik.6

Berangkat dari batasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang penting untuk dikaji dalam penelitian. Rumusan masalah itu antara lain:

1. Bagaimana riwayat hidup Ki Bagoes Hadikoesoemo?

2. Bagaimana perkembangan keislaman dan kebangsaan di Indonesia? 3. Bagaimana pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara

dan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Dalam menjawab beberapa rumusan masalah di atas, maka penulis mempunyai tujuan dalam penelitian, antara lain:

1. Untuk mengetahui riwayat hidup dan latar belakang belakang pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

6

(22)

7

2. Untuk mengetahui perkembangan keislaman dan kebangsaan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam.

D. Kerangka Konseptual

Dalam mengetahui kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian sejarah ini, maka penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau penelitian bibliografis (library research), karena mengandalkan dokumen-dokumen, arsip-arsip dan buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran serta biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo. Suatu penelitian sejarah akan lebih sempurna apabila menggunakan pendekatan multidimensional. Penggunaan pendekatan multidimensional ini bertujuan untuk mengurangi subjektifitas dari penulis. Pendekatan multidimensional dalam penelitian ini, antara lain: pendekatan historis, sosiologis, politik, dan agama. Pendekatan historis dalam penulisan sejarah sangat diperlukan dalam melihat suatu peristiwa berdasarkan kronologis waktu atau babakan zaman.

(23)

8

sebagainya.7 Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji kehidupan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Pendekatan politik adalah pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebaginya.8 Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji kondisi politik di Indonesia tahun kolonialisme Belanda dan Jepang, kemerdekaan Indonesia, dan pasca kemerdekaan Indonesia khususnya dalam peran Ki Bagoes Hadikoesoemo di dalamnya.

Pendekatan agama adalah suatu refleksi kritis dan sistematis yang dilakukan oleh penganut agama terhadap agamanya.9 Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji lebih dalam mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo khususnya dalam bidang agama Islam dan dasar negara Islam.

1. Islam dan Demokrasi

Demokrasi adalah sistem politik kemasyarakatan Barat yang sebelumnya berkembang pesat pada masa peradaban Yunani. Setelah itu, dikembangkan oleh kebangkitan modern yang meletakkan landasan hubungan diametral antara masyarakat dengan negara sesuai prinsip

7

Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Ombak, 2007) hlm. 4.

8

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. (Jakarta: Gramedia, 1993) hlm. 4.

9

(24)

9

persamaan dan kemerdekaan di antara penduduk dalam menetapkan undang-undang. Hal itu didasarkan pada prinsip bahwa kepemimpinan berada di tangan rakyat, yang sekaligus menjadi sumber undang-undang. Dengan demikian, kekuasaan dalam sistem demokrasi berada di tangan rakyat untuk merealisasikan kepemimpinan dan kemaslahatan rakyat itu sendiri.10 Sedangkan sistem perwakilan dari rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan hukum (yudikatif) dan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan hukum (legislatif) merupakan sistem demokrasi tidak langsung. Pelaksanaan kekuasaan di tangan rakyat dapat dijadikan jembatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan demokrasi. Sebenarnya Islam menyikapi dengan baik persoalan kehidupan, sistem dan metode untuk merealisasikan tujuan kehidupan dan falsafah dan menerima sesuatu yang asing dengan selektif seperti tampak dalam ijtihad. Apabila ijtihad adalah kewajiban bersifat keagamaan dalam pemikiran Islam, maka masalah demokrasi merupakan hal baru dalam ijtihad.11

Apabila sebagian yang menempatkan sistem permusyawaratan (syura) sebagai pengganti demokrasi, maka menurut perspektif Islam tema di antara keduanya tidak bertentangan. Islam mempraktikkan keduanya secara mutlak dan membedakan keduanya atas dasar kesesuaian dan perbedaan yang ada. Adapun bagian-bagian yang

10

Lihat Mausu‟ah as Siyasah, Al Mu‟assasah al Arabiyah li ad Dirasah wa an Nasr, Beirut, 1981.

11

(25)

10

memisahkan sistem permusyawaratan Islam dari sistem demokrasi Barat, pasti akan menimbulkan perbedaan pendapat seputar siapa yang berhak memberlakukan tasyri‟ (hukum). Dalam sistem demokrasi, kepemimpinan berasal dari etnis dan masyarakat, baik secara nyata atau dalam bentuk undang-undang yang bersifat alamiah atas dasar fitrah manusia.

Sedangkan dalam sistem musyawarah yang islami, kepemimpinan hukum berasal dari Allah SWT. dalam bentuk syari‟at. Syari‟at bukan bentukan manusia dan terjadi secara alamiah, namun dibangun atas dasar syari‟at ilahiyah. Dalam pandangan Islam, kedudukan Allat SWT. adalah sebagai syari‟ (penetap hukum), sedangkan manusia hanyalah sebagai faqih (ahli hukum). Perbedaan ini penting, karena rujukan yang digunakan keduanya berbeda pula. Dalam Islam, rujukan yang digunakan adalah ketetapan Allah SWT sementara rujukan dalam pandangan Barat berdasarkan aturan manusia. Selain itu juga, karena perbedaan cara pandang mengenai manusia dan Tuhan (Allah SWT).

Maka kepemimpinan dalam tasyri‟ merupakan kesatuan ketetapan

ilahiyah yang tercermin dalam As Syari‟ah as Samawiyah dan manusia mempunyai otoritas hukum fiqh dan undang-undangan yang disyaratkan tidak keluar dari semangat dan falsafah syari‟at.

(26)

11

didasarkan atas kerelaan umat, pendapat mayoritas dan pemikiran yang sifatnya lebih universal.

Ada beberapa ayat Al Quran yang menggambarkan prinsip-prinsip negara demokrasi, antara lain:

1. Keadilan (Al Maidah: 8)

“Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”

2. Musyawarah (As Syuro: 38)

“Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.”

3. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemunkaran (Ali Imron: 110)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, dan berimanlah kepada Allah.”

4. Perdamaian dan Persaudaraan (Al Hujarat: 10)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan

bertaqwalah kepada Allah.”

5. Keamanan (Al Baqarah: 126)

(27)

12 6. Persamaan (An Nahl: 97)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang

baik.”

2. Karakteristik Kekuasaan dalam Islam

Bila ditelusuri secara mendalam, pada awal daulah Islamiyah sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan berdasarkan

nash, yaitu undang-undang negara Madinah pada masa Rasulullah SAW yang bernama Piagam Madinah yang berisi kurang lebih 46 perjanjian, antara lain:

“... Hal-hal yang terjadi pada penduduk yang terkait dengan piagam ini, atau perselisihan yang muncul dan dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, harus dikembalikan pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang lebih menjaga dan menghormati butir-butir perjanjian ini.12

Dalam Islam tidak mungkin terjadi pertentangan, kecuali dalam persoalan yang terkait dengan kemakmuran duniawi. Sedangkan persoalan yang bersifat fardu, akidah, dan beberapa bangunan

syari‟atnya telah banyak dijelaskan oleh perspektif wahyu melalui

sunah, sehingga menutup kemungkinan adanya pertentangan di dalamnya. Karena Islam memiliki sistem pemerintahan yang ideal,

12Lihat “Nash ad Dustur” dalam Majmu‟at al Watsa‟iq as Siyasah li al „Ahdi an

(28)

13

terutama terkait dengan kemakmuran rakyat, maka piagam di atas

menjadi suatu kesepakatan yang dibangun atas rujukan Al Qur‟an dan

As Sunah, terutama dalam berbagai perselisihan dalam kehidupan politik kenegaraan maupun kemakmuran rakyat, sebagai syarat berlakunya kebenaran nilai iman, menyangkut perselisihan rakyat dan penguasa.

Prinsip-prinsip dan ketetapan-ketetapan hukum tersebut adalah penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa untuk melaksanakan amanatnya. Rakyat taat kepada ulil amri (pemimpin), yaitu orang-orang yang mampu menciptakan ketenangan masyarakat. Ketaatan ini perlu, karena mereka itu juga termasuk bagian komunitas mukmin.

Beberapa ketentuan yang bersumber dari Al Qur‟an dan Sunah

yang bersifat amaliyah (praktis, empiris) yang membentuk kepemimpinan Nabi dan pada masa khulafa ar rasyidin serta undang-undang yang ada terdapat dalam pemikiran politik Islam. Dalam perspektif pemikiran politik Islam, kehidupan politik yang dibangun oleh para pemimpin Islam adalah berkaitan dengan beberapa karakteristik dan otoritas kekuasaan seorang penguasa negara, dan sanksi hukum terhadap penyalahgunaan otoritas kekuasaan.

(29)

14

negara yang baku secara mutlak dan juga didasarkan pada hak istimewa pemimpin, akan tetapi dibentuk dengan cara berkesinambungan dan bergantian. Tidak ada hal otoratif yang mutlak dalam penentuan hukum, sekalipun imam yang dipilih berasal dari kalangan mujtahidin. Karena kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan tasyri‟ yang didasarkan ketetapan ilahiyah dan syari‟at yang ditetapkan melalui ketetapan ilahi.

3. Islam dan Aparatur Negara

Dalam menghadapi soal kenegaraan seperti Undang-Undang Dasar Negara, dengan sendirinya akan berhadapan dengan ajaran-ajaran Islam yang tersimpan di dalam unsur muamalah13. Sistem perpolitikan Islam mampu menjadi indikator yang menyediakan ketetapan jaminan bagi kehidupan rakyat. Dengan begitu, Islam dengan pemikiran politiknya mampu memperhatikan dan mengevaluasi terhadap keberadaan aparatur negara ketika menyimpang sebagai pengemban amanat dan keadilan dalam penetapan hukum di masyarakat.

4. Negara Islam menurut para tokoh yang sesuai dengan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo

13

(30)

15

Konsep dasar negara Islam pernah dikemukan oleh beberapa tokoh Islam lainnya, antara lain Mohammad Natsir14, S. M. Kartosoewirjo15, H.O.S Tjokroaminoto16.

E. Tinjauan Pustaka

Sumber-sumber penulisan ini penulis menggunakan arsip-arsip nasional seputar kondisi politik Indonesia pada tahun 1945-1953 dan artikel-artikel ataupun karya tokoh yang dihimpun dalam Suara Muhammadiyah. Selain itu, didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang penulis ambil, antara lain:

Yang pertama, adalah skripsi dari program studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, (2012). Skripsi ini ditulis oleh Herguita Immas Raspati. Skripsi ini menjelaskan mengenai pemikiran Mohammad Natsir tentang Islam dan dasar negara. Pemikiran ini sama Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam hal menegakkan syariat Islam di atas negara Indonesia.

Yang kedua adalah penelitian dari fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, (2014). Penelitian

14

Mohammad Natsir, Capita Selecta. (Jakarta: Bulan Bintang, 1955). hlm. 436.

15S. M Kartosoewirjo, “

Sedikit Tentang Oelil Amri” dalam Fadjar Asia, 24 Mei

1930. Lihat Al Chaidar, Pemikiran politik. hlm. 515-516.

16

(31)

16

oleh Ainur Rofiq. Judul penelitian ini adalah Ki Bagus Hadikusumo Dalam Proses Perumusan Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila: Tinjauan Historis Tentang Jejak Perjuangan dan

Peranannya. Dalam hal ini, penulis memiliki kesamaan tokoh yang

dikaji dalam penelitian. Dalam penelitian tersebut tidak menjelaskan

mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang hubungan

agama dan Islam, oleh karena itu, penulis akan lebih menjabarkan

mengenai perkembangan pemikiran keislaman yang meletarbelakangi

pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikiran Ki Bagoes

Hadikoesoemo tentang negara dan Islam.

Sumber lain buku-buku yang komprehensif terhadap topik yang dikaji sebagai berikut:

(32)

17

Dalam buku ini penulis banyak mengambil sumber mengenai latar pemikiran Islam pada era 40an dan peran Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam keterlibatan menyusun dasar negara.

Buku kedua, yaitu Partai Islam di Pentas Nasional karangan Deliar Noer17, penerbit Pustaka Utama Grafiti, dan tebal buku 493 halaman. Dalam buku ini membahas tentang perkembangan politik di Indonesia dari periode 1945–1965, terutama partai-partai Islam dalam lintasan sejarah. Deliar Noer mendeskripsikan bagaimana kinerja partai-partai Islam seperti Masyumi, PSII, NU, dan Perti pada masa revolusi kemerdekaan, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Di dalam isi buku hanya ada sedikit data yang sesuai dengan tema yang penulis ambil.

Buku ini juga berupaya untuk menjelaskan sisi-sisi menarik pergolakan Islam dalam menentukan kepemimpinan dan ideologi, kedudukan, dan peran hingga jatuh bangunnya kabinet. Semua itu dijelaskan oleh Deliar Noer dengan didukung oleh literatur dan dokumen sejarah termasuk dokumen pribadi dari para tokoh. Dalam menjelaskan mengenai pertentangan ideologis antara golongan nasionalis dan Islam mengenai dasar negara. Sebagai contoh adalah Pemikiran Mohammad Natsir yang menawarkan Islam sebagai dasar negara, sedangkan golongan nasionalis yang diwakili oleh Soekarno mengajukan Pancasila sebagai dasar negara. Hal inilah yang kemudian

17

(33)

18

memunculkan konflik antara Natsir dan Soekarno mengenai hubungan antara agama dan negara di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan, melalui berbagai tulisannya yang kemudian berkelanjutan hingga dalam pembahasan UUD yang baru sebagai pengganti UUD S 1950 di Majelis Konstituante.

Buku ketiga, yaitu Islam dan Masalah Kenegaraan karangan Ahmad Syafii Maarif18, penerbit LP3ES, dan tahun terbit 1987. Dalam buku ini menjelaskan secara detail tentang Islam yang dikaitkan dengan perumusan dasar negara Indonesia. Polemik-polemik seputar anggota BPUPKI yang mayoritas beragama Islam dan pengaruhnya serta sumbangsih dalam perumusan dasar negara.

Dalam buku inilah adanya gagasan mengenai dasar negara Islam yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Buku keempat, yaitu Problematika Pemikiran Muslim karangan Muhammad Tanthawi19, penerbit Adi Wacana. Dalam buku ini menjelaskan mengenai Islam hubungannya dengan politik beserta persoalan-persoalan pemikiran Islam terhadap pemerintahan Islam. Dalam buku ini penulis mengambil sumber untuk menjabarkan

18

Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1987).

19

(34)

19

kerangka konseptual seperti Islam dan politik, Islam dan demokrasi dan lain-lainnya.

Buku kelima, yaitu Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam karangan Imron Nasri penerbit Suara Muhammadiyah. Buku ini merupakan kumpulan khutbah tokoh Muhammadiyah pada masa lalu. Namun bila dibaca dengan seksama, bukanlah sekedar pidato seremonial. Akan tetapi terkandung makna dan amanat yang penting. Dalam beberapa kumpulan khutbah tersebut ada khutbah dari Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Buku keenam, yaitu Islam Sebagai Dasar Negara (Pidato Mohammad Natsir di Depan Sidang Majelis Konstituante Untuk

Menentukan Dasar Negara RI (1957-1959), tulisan Kholid O. Santosa (ed)20 yang diterbitkan di Bandung oleh penerbit Sega Arsy tahun 2004. Buku yang merupakan referensi pembanding sekaligus pelengkap yang penulis ambil untuk menambah wawasan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Buku ketujuh, yaitu Dari Muhammadiyah untuk Indonesia: Pemikiran dan Kiprah Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr. Kasman

Singodimejo, K. H. Abdul Kahar Muzakkir penerbit Pimpinan Pusat Muhammadiyah, oleh editor Lukman Hakiem. Buku ini berbicara mengenai pemikiran Trio Patriot itu serta kiprahnya. Pemikiran-pemikiran yang diambil dari beberapa pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo

20

Kholid O. Santosa, Islam Sebagai Dasar Negara (Pidato Mohammad Natsir di Depan Sidang Majelis Konstituante Untuk Menentukan Dasar Negara RI 1957-1959,

(35)

20

yang termuat dalam buku ini dijadikan sumber bagi penulisan skripsi ini.

Dari beberapa sumber yang digunakan penulis, baik sumber primer maupun sekunder, tidak banyak data yang menjelaskan mengenai Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya. Oleh karena itu, data-data yang terpisah itu dijadikan satu untuk mengambil Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya. Penulis lebih menitikberatkan penulisan ini terhadap pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam dan hubungan antara agama Islam dan negara.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.21

Metode penulisan sejarah terbagi menjadi empat tahap, antara lain: 1. Heuristik

Menurut terminologinya heuristik dari bahasa Yunani

heuristiken yaitu mengumpulkan atau menemukan sumber. Sumber primer dalam penelitian ini adalah naskah-naskah dalam proses perumusan dasar negara, naskah-naskah terkait tokoh penelitian dan beberapa karya tulis Ki Bagoes Hadikoesoemo yaitu Islam Sebagai Dasar Negara, Achlak Pemimpin, Muhammadiyah

21

(36)

21

Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam. Kedua sumber sekunder, berupa karya-karya para tokoh yang membahas mengenai perumusan dasar negara Indonesia dan Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya baik dalam bentuk karya ilmiah maupun dalam bentuk berita. Dalam mendapatkan bukti sejarah yang diperlukan baik primer maupun sekunder yang sesuai dengan masalah yang diteliti, penulis juga mengadakan penelitian lapangan di berbagai perpustakaan, seperti: Perpustakaan Jurusan SPI IAIN Salatiga, Perpustakaan IAIN Salatiga, Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Badan Arsip Daerah Kota Yogyakarta. Dari beberapa perpustakaan penulis mendapatkan buku-buku antara lain: Dari Muhammadiyah Untuk Indonesia22 dan Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam23

2. Kritik Sumber

Adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber dengan cara kritik. Kritik yang dimaksud adalah kerja

22

Lukman Hakiem, Dari Muhammadiyah Untuk Indonesia: Pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr. Kasman Singodimejo, K. H. Abdul Kahar Muzakkir,

Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

23

(37)

22

intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian.24

Guna mendapatkan fakta-fakta sejarah dalam tahap kedua ini dibagi menjadi:

a. Kritik Ekstern

Kritik ekstern adalah usaha mendapatkan otentisitas sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber.25 b. Kritik Intern

Kritik intern adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain. Kritik intern ditujukan untuk memahami isi teks.26

3. Interpretasi

(38)

23

belakang, pengaruh, motivasi, pola pikir, dan lain-lain yang mempengaruhi interpretasinya.27

4. Historiografi

Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan, sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam bentuk narasi kronologis. Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah.28

Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkap, diuji (verifikasi), dan diinterpretasi. Setelah menyelesaikan secara tuntas setiap tahap penelitiannya, langkah selanjutnya adalah menyampaikan atau mengkomunikasikan hasil-hasik penelitian.29

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keseluruhan isi penelitian ini, maka perlu dikemukakan secara garis besar pembahasan melalui sistematika penulisan sebagai berikut:

27

Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 55.

28

Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terjemahan dari bahasa Perancis, Mina Moore-Rinvolucri (Perancis: Wesleyan Univercity Press, 1984) hlm. 121.

29

(39)

24

BAB I: Berisi pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai latar belakang masalah penelitian, selanjutnya diberikan batasan dan rumusan masalah agar penelitian yang dikaji lebih fokus dan penjelasannya lebih mendetail, kemudian dirumuskan tujuan dari penelitian, selanjutnya sumber-sumber penelitian ditinjau dalam tinjauan pustaka dan dijabarkan dengan beberapa konsep dalam kerangka konseptual, lalu metode penelitian dan terakhir sistematika penulisan.

BAB II menjelaskan biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo dan masa kecil Ki Bagoes Hadikoesoemo dari mulai latar belakang pendidikan sampai karir perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam karir perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dijabarkan lagi dalam dunia politik sebelum kemerdekaan Indonesia dan karirnya dalam organisasi Muhammadiyah dan karir setelah kemerdekaan Indonesia.

BAB III menjelaskan mengenai latar pemikiran keislaman dan kebangsaan yang membentuk pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang konsep negara Islam. Serta menjelaskan beberapa problematika mengenai pembentukan dasar negara Republik Indonesia.

(40)

25

Hadikoesoemo dalam mewujudkan negara Islam pada saat perumusan dasar negara Indonesia.

(41)

26 BAB II

RIWAYAT HIDUP KI BAGOES HADIKOESOMO

A. Biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo

Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia30 ini dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada senin pahing 24 November 1890 bertepatan dengan 11 Robiul Akhir 1038 Hijriyah. Nama Ki Bagoes Hadikoesoemo bukan merupakan nama sejak kecil, tetapi nama itu disandang oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo pada usia 30-an atau sekitar tahun 1921. Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan putra ketiga dari lima bersaudara K. H. Hasyim.31 Kelima anak dari K. H. Hasyim tercatat sebagai tokoh-tokoh Muhammadiyah yang cukup dikenal di kalangan Muhammadiyah, yaitu H. Sudjak, K. H. Fachrudin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, K. H. Zaini, dan Siti Munjiyah.

Kultur Kauman telah berpengaruh terhadap pertumbuhan Hidayat/Dayat (nama Ki Bagoes Hadikoesoemo saat kecil). Secara sosial keluarga priyayi Jawa menempati posisi yang cukup dihormati antara lain karena memiliki hubungan dekat dengan Sri Sultan Hamengkubuwono ke VIII dan apalagi menggunakan simbol-simbol priyayi seperti pakaian,

30

Presiden Joko Widodo telah menetapkan Ki Bagoes hadikoesoemo sebagai Pahlawan Nasional Perintis Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 05 November 2015.

31

(42)

27

nama dan sebagainya. Kedalaman pengetahuan agama keluarga priyayi-santri juga sangat berpengaruh menaikkan status sosial dan rasa hormat masyarakat kepada mereka. Tidak sedikit dari mereka kemudian yang juga dikenal sebagai tokoh, pemimpin dan orang-orang alim menyediakan diri untuk mengajar agama di Kauman maupun kalangan masyarakat luas.

(43)

28

Fatimah (juga seorang pengusaha) setelah istri keduanya meninggal. Dari istri ketiga ini Ki Bagoes Hadikoesoemo memperoleh lima anak.

Sekolah Ki Bagoes Hadikoesoemo tidak lebih dari sekolah rakyat (yang sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Namun, berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi orang alim, mubaligh dan pemimpin ummat. Di samping itu jiwa nasionalisme dan patriotisme Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat mendalam.

B. Latar Pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo

Kauman terdapat sejumlah tempat atau pusat pembelajaran Islam yang dipimpin oleh sejumlah Kiai dengan berbagai ahli. Sebagaimana pesantren, Kauman adalah Kampung Santri dengan ciri khas santri yang sangat kental. 32Seperti pada umumnya masyarakat Kampung Kauman yang pada saat itu penduduknya 100% beragama Islam melihat adanya tantangan yang ditimbulkan oleh kehadiran Kristenisasi yang secara langsung disokong oleh Pemerintah Kolonial Belanda khususnya ke dalam lingkungan umat Islam di Yogyakarta. Demikian juga karena tidak adanya pelajaran agama di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda.33 Maka para orang tua lebih banyak mengarahkan anak-anaknya

32

Lihat buku klasik Clifford Geertz, Religion of Java (Chicago and London: University of Chicago Press, 1976).

33

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1990-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980) hlm. 105.

(44)

29

pada pembinaan bidang keagamaan yang bersifat non formal. Demikian halnya yang dialami Ki Bagoes Hadikoesoemo, sebagian besar ilmu yang didapatkan adalah bersifat non formal dan dari didikan orang tua, ulama-ulama atau tokoh-tokoh lain di Kampung Kauman dan sekitarnya. Kemudian dilanjutkan dengan belajar di pondok pesantren Wonokromo dan Pekalongan. Bahkan Ki Bagoes Hadikoesoemo belajar bahasa dan kebudayaan Jawa dari raden Ngabehi Sosrosoegondo, penulis buku yang cukup terkenal Judhagama. Di pesantren tradisional Ki Bagoes Hadikoesoemo bersentuhan dengan tasawuf yang menentukan corak keilmuan dan watak tradisi keilmuan pesantren. Hal ini senada dengan apa

yang dikatakan oleh Abdurrahman Wahid: “Buku-buku Tasawuf yang menggabungkan fiqih dengan amal-amal akhlaq merupakan bahan pelajaran utama. Misalnya Kitab Bidayatul Hidayah karya Fiqih-Sufistik

Imam Ghazali.”34

Titik tekan corak keilmuan ini ialah pendalaman akhlaq dalam bentuk pengamalannya secara tuntas dan pendalaman pemahaman sufistik kepada kehidupan. Pengaruhnya terhadap Ki Bagoes Hadikoesoemo nampak sangat jelas antara lain dari bukunya Poestaka Ihsan.35

Ki Bagoes Hadikoesoemo banyak belajar ilmu perbandingan agama dan kristalogi dari K. H. Ahmad Dahlan. Selain itu, juga banyak tentang leadership (ilmu kepemimpinan) dan ilmu logika (ilmu mantiq) dari K.H.

34 Abdurrahman Wahid, “

Asal-Usul Tradisi Keilmuan di Pesantren”, Pesantren, nomor perdana (Oktober-Desember, 1984) hlm. 6.

35

(45)

30

Ahamad Dahlan. Beberapa ilmu tersebut digunakan untuk melakukan tabligh ke daerah pelosok-pelosok.36 Kitab-kitab yang pernah Ki Bagoes Hadikoesoemo pelajari antara lain: kitab karangan Muhammad Abduh, terutama kitab Tafsir Al Manar, kitab Ibnu Taimiyah, kitab Imam Ghozali, kitab Ibnu Rusyd dan kitab-kitab ulama pembaharu lainnya.

Ki Bagoes Hadikoesoemo sejak kecil dididik dan tumbuh sebagai seorang yang bersahaja atau sederhana secara ekonomi dan juga secara sosial. Ki Bagoes Hadikoesoemo tidak suka publisitas apalagi menyangkut pribadi. Foto pribadinya pun sangat sedikit dan bahkan atas pesan Ki Bagoes Hadikoesoemo menjelang wafatnya kepada keluarga bahwa kuburan atau makamnya tidak dibangun apa-apa. Sehingga sampai sekarang sukar mendapatkan makam Ki Bagoes Hadikoesoemo. Ki Bagoes Hadikoesoemo dikenal sebagai seorang yang memiliki disiplin tinggi, teguh pendirian dan keyakinan kepada kebenaran, seorang yang tulus,dan menghormati keputusan. Tidak kurang, Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah seorang yang siap berkorban dan siap menanggung resiko untuk kepentingan umum, seorang Muslim nasionalis yang berkarakter.37

36

(46)

31

C. Karir Perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Karir Perjuangan Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Jiwa nasionalisme dan patriotisme Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat mendalam, hingga membuat Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat akrab dengan para tokoh pergerakan baik golongan nasionalisme non agam (sekuler) maupun nasionalisme islami. Keakraban Ki Bagoes Hadikoesoemo dengan para pejabat dan pembesar sebelum kemerdekaan dapat digambarkan seperti dengan seorang kepala

Kempetai38 yang bernama Kolonel Tsuda (masa pendudukan Jepang). Ketika Jepang sudah hampir menyerah kepada sekutu, pada saat itulah Ki Bagoes Hadikoesoemo, Ir. Soekarno, dan Moh. Hatta kembali dari Tokyo berkenalan dengan Tenno Heika sambil menerima secara resmi janji kemerdekaan. Kolonel Tsuda dalam salah satu kesempatan

menepuk bahu Ki Bagoes Hadikeosoemo dan berkata: “Ini tuan Ki

Bagoes Hadikoesoemo adalah sahabat saya.”39

Sikap-sikap itulah yang membuat Ki Bagoes Hadikoesoemo memiliki pengaruh yang besar bagi organisasi yang diikuti maupun untuk kemaslahatan ummat. Ki Bagoes Hadikoesoemo juga menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

38

Kempetai adalah polisi militer Jepang.

39

(47)

32

Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Dalam sidang BPUPKI tahun 1945 dan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31, Ki Bagoes Hadikoesoemo menyampaikan pidato tentang Islam sebagai dasar negara yang tidak dimuat dalam dokumen negara yang disusun oleh Muhammad Yamin. Begitu juga tidak termuatnya pidato dari golongan Islam lainnya seperti Mas Mansyur, Muzakkir, Wahid Hasyim dalam dokumen Muhammad yamin40 Sidang tersebut berlangsung pada tanggal 29, 30, dan 31 Mei 1945, yang membahas tentang dasar negara Indonesia, daerah negara dan kebangsaan Indonesia. Sidang tersebut diketuai oleh Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ini dalam arti tekstual Indonesia sudah menjadi negara merdeka, artinya telah bebas dari penjajahan. Akan tetapi kenyataanya kolonial Belanda yang sebelumnya telah menjajah Indonesia dalam waktu yang cukup lama kembali ingin menguasai negeri ini. Belanda pergi dari Indonesia setelah Jepang berhasil mengambil alih kekuasaanya dan berkuasa pada tahun 1942-1945. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Sukarno-Hatta ternyata tidak diakui oleh Belanda, artinya mereka masih menganggap bahwa Hindia Belanda masih menjadi jajahannya dan perlu mendapat

40

(48)

33

pembinaan untuk benar-benar menjadi negara yang merdeka seutuhnya. Belanda kembali mencoba menduduki kembali tanah bekas jajahannya dengan berbagai cara di Hindia Belanda khususnya Indonesia.

Saat terjadinya Agresi Militer Belanda I di Yogyakarta pada tanggal 21 Juli 1947, dalam waktu yang relatif singkat Belanda dapat menerobos pertahanan TNI. Dalam menghadapi ini, ulama-ulama Muhammadiyah membuka markas di masjid Taqwa di kampung Suronatan.41 Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H Mahfudz, K.H Hajdid, K.H Badawi, Jenderal Sarbini, K.H Abdul Aziz, K.H Johar, K.H Juremi dan dalam pertemuan ini terbentuklah Angkatan Perang Sabil (APS) lengkap dengan pengurusnya. Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi penasihat. Pembentukan APS ini dilaporkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan juga kepada Sudirman, panglima besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat).42

Aksi dari Agresi militer Belanda ini mendapat kecamana dari dunia internasional, yaitu melalui DK ( Dewan Keamanan) PBB. Dewan

41

Syaifullah, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997) hlm. 131.

42

(49)

34

Keamanan menyerukan untuk gencatan senjata dari kedua belah pihak yang bertikai. Dalam kenyataanya Belanda tidak mematuhi sama sekali, bahkan pada tanggal 29 Agustus 1947 secara sepihak Van Mook

memproklamirkan tentang “garis demakrasi van Mook” yang menjadi

batas antara daerah RI dan daerah yang dikuasai oleh Belanda. Maka dari itu Indonesia mendesak Komisi tiga Negara (KTN) untuk menekan Belanda mematuhi gencatan senjata.43

Pada akhirnya Belanda mau berunding dengan Indonesia tanggal 8 Desember 1947, kemudian yang dikenal dengan perjanjian Renville. Perundingan ini disepakati dan ditandatangai pada tanggal 17 Januari 1948 oleh ketua delegasi Indonesia PM Amir Syarifuddin dan delegasi Belanda R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.44 Keputusan perundingan ini sangat menyakitkan bagi Indonesia, karena wilayah RI menjadi sempit yang mengakibatkan anggota TNI harus ditarik dari belakang garis van Mook.

2. Karir Ki Bagoes Hadikoesoemo Dalam Muhammadiyah Dan Setelah Kemerdekaan

Pengalaman organisasi Ki Bagoes Hadikoesoemo antara lain: pada tahun 1922 Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi Ketua Majelis Tabligh, tahun 1926 menjadi Ketua Majelis Tarjih dan anggota Komisi MPM

43

Sardiman, Guru Bangsa, Sebuah Biografi Jenderal Sudirman, (Yogyakarta: Ombak, 2008) hlm. 157.

44Ibid.,

(50)

35

Hoofdbestuur Muhammadijah. Ki Bagoes Hadikoesoemo sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul. Selain itu, bersama kawan-kawan, Ki Bagoes Hadikoesoemo mendirikan klub bernama Kauman Vietbal Club (KVC) yang sekarang dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW). Hadirnya Ki Bagoes Hadikoesoemo sebagai Ketua PB Muhammadiyah berawal saat terjadi pergolakan politik Internasional, yaitu pecahnya Perang Dunia II. Ki Bagoes Hadikoesoemo diminta K. H. Mas Mansoer untuk menggantikannya sebagai Ketua PB Muhammadiyah pada Kongres ke-26 tahun 1937 di Yogyakarta, karena Mas Mansoer dipaksa menjadi Pengurus Pusat tenaga Rakyat (PUTERA) di Jakarta tahun 1942.

a. Ketua Bagian Tabligh

(51)

36

ekstrim yang menyesatkan. Kesederhanaan dan ketulusannya memperkuat posisi Ki Bagoes Hadikoesoemo sebagai mubaligh, pemimpin yang diperhitungkan baik di kalangan internal Muhammadiyah maupun di luar Muhammadiyah. Melaui Bagian Tabligh ini Ki Bagoes Hadikoesoemo telah ikut memainkan peranan penting dalam memperluas dan mengembangkan Muhammadiyah.

b. Ketua Majelis Tarjih

(52)

37

c. Tim MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah

Komisi ini bertugas melengkapi putusan Kongres Muhammadiyah ke- 15 di Surabaya tahun 1926 khusus tentang pendidikan. Ketua oleh K. H. Muchtar, Wakil ketua K. H. Hisyam dan Sekretaris M. Y. Anies, terdapat empat belas anggota komisi ini dan salah satunya adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo. Keberadaan komisi ini sangat penting mengingat jumlah lembaga pendidikan atau sekolah Muhammadiyah mulai tumbuh akan tetapi menghadapi berbagai kesulitan antara lain terkait dengan sarana. Ki Bagoes Hadikoesoeomo telah ikut berperan memperteguh independensi atau otonomi pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan Islam swasta yang tidak tergantung kepada pemerintah.

d. Ketua Umum Muhammadiyah

(53)

38

terakhir adalah mengisi kemerdekaan. Kalau melihat realitas di atas, tentang situasi dan kondisi yang terjadi, masa kepemimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah masa-masa sulit bagi siapapun untuk memimpin umat. Ki Bagoes Hadikoesoemo disamping memimpin persyarikatan Muhammadiyah, juga memikirkan nasib bangsa. Pada masa pendudukan Jepang, Ki Bagoes menentang Sei Kerei45 yang diwajibkan bagi sekolah sekolah setiap pagi hari. Setelah melalui debat yang sangat seru, menegangkan dan beresiko tinggi dengan pihak Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberi dispensasi khusus bagi sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara tersebut.46 Itulah suatu keistimewaan terhadap Muhammdiyah dengan memberikan kelonggaran untuk tidak melakukan Sei Kerei pada pagi hari. 47

Setelah tugas-tugas kenegaraan terselesaikan Ki Bagoes Hadikoesoemo kembali menekuni dan mencermati berbagai hal yang ada di Muhammadiyah dan menemukan berbagai masalah fundamental yaitu Muqadimah anggaran dasar Muhammadiyah belum diuraikan dan hanya berupa batang tubuh. Ki Bagoes Hadikoesoemo melihat bahwa arti pentingnya mukadimah bagi sebuah anggaran dasar, sama

45Sei Kerei”

adalah membungkukkan badan ke arah timur laut, kearah negeri Jepang dengan maksud menghormati dewa matahari, dewa yang dipercaya telah mentiskan para kaisar Jepang.

46

Mustafa Kemal Pasha dan A. Adaby Darban,(2005) hlm. 155.

47

(54)

39

pentingnya dengan Pembukaan atau Preambule bagi sebuah Undang-Undang Dasar.48 Hal ini dikarenakan dapat memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun pandangan hidup , serta tujuan yang dicita-citakan.

Isi dari Mukadimah merupakan hasil dari refleksi pemikiran, ide, dan gagasan dari K.H Ahmad Dahlan dalam upaya menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam. Hakekat dari mukadimah tersebut sebenarnya menggambarkan falsafah hidup dan falsafah perjuangan K.H Ahmad Dahlan yang didalamnya menegaskan tentang dasar dan keyakinan hidup, tujuan atau cita-cita hidup, dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan hidup. Hasil Muktamar Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.49

Setelah diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Ki Bagoes Hadikoesoemo termasuk sebagai anggota Komite Nasional Pusat (KNIP) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewakili partai Islam Masyumi. Sebagai anggota Dewan Ki Bagoes menggantikan K. H Bunyamin. Terakhir Ki Bagoes Hadikoesoemo juga ikut berjuang di bidang ketentaraan dengan membentuk laskar yang di bawah pimpinan

ulama dengan nama “Angkatan Perang Sabil” yang disingkat APS.

48Ibid. 49Ibid,

(55)

40

APS didirikan pada bulan Ramadhan atau bulan Juli 1947 oleh para ulama Muhammadiyah.

Perjuangan partai politik Ki Bagoes Hadikoeseomo setelah Indonesia merdeka, dilanjutkan melalui wadah partai Masyumi. Di partai Masyumi, Ki Bagoes Hadikoesoemo ikut serta sebagai Wakil Ketua dalam Majlis Syuro bersama K.H Wahab Hasbullah, mendampingi K. H Hasyim Asy‟ari sebagai Ketuanya. Jabatan itu berakhir hingga Muktamar ke 4, di Yogyakarta pada tahun 1950, sebab Ki Bagoes Hadikoesoemo terpilih sebagai anggota Pengurus Besar Partai bahkan sampai wafatnya pada tanggal 3 September 1954.

(56)

41

inilah yang membuat Ki Bagoes menolak jabatan Ketua yang telah dipercayakan oleh Muh. Tamirin secara aklamasi dalam Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1954.

Beberapa peninggalan jejak perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo berupa buku atau karangan. Sejumlah buku atau karangan diterbitkan semasa penjajahan Belanda dan berbahasa Jawa tatapi juga sebagian diterbitkan di jaman Jepang dan Kemerdekaan Indonesia. Buku-buku karangan Ki Bagoes Hadikoesoemo antara lain:

a. Tafsir Juz „Amma, terbit tahun 1935.

Memuat tafsir dar Al Quran juz terakhir secara lengkap berbahasa Jawa.

b. Ruhul Bayan, terbit 1935.

Memuat tafsir surat Jumuah dan surat Munafiqun berbahasa Jawa.

c. Katresnan Jati, terdiri dari 3 jilid, terbit tahun1935.

Memuat tentang tuntunan Nabi tentang cara mearwat serta mendoakan orang sakit, mengurus jenazah, sholat istikharah serta doa-doa yang maqbul dan amalan dalam mengurusi serta menanggapi orang mati yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah (berbahasa Jawa).

(57)

42

Memuat tentang sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad dalam rangka mengembangkan ajaran tauhid dan berisi rukun iman (berbahasa Jawa).

e. Pustaka Hadi, terdiri dari 6 jilid, terbit tahun1936.

Memuat tafsir-tafsir Al Quran yang berhubungan dengan hukum, ibadah, akhlaq dan muamalah (berbahasa Jawa).

f. Pustaka Islam, terbit tahun1940.

Memuat tentang arti, cara melakukan dan hikmah dari rukun Islam (berbahasa Jawa).

g. Pustaka Ihsan, terbit tahun1941.

Memuat tentang ilmu jiwa, tasawuf, akhlaq, iman dan taqwa, sabar dan tawakal serta nilai-nilai pribadi yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin (berbahasa Jawa).

h. Islam Sebagai Dasar Negara dan Akhlaq Pemimpin, terbit tahun 1954.

(58)

43

BAB III

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN DI INDONESIA

A. Pergolakan Pemikiran Nasionalis Islam Sebelum Kemerdekaan Asal usul dan pertumbuhan gerakan Islam di Indonesia didominasi dengan gerakan politik. Gerakan politik di kalangan Muslimin di Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal usul dan pertumbuhan Sarekat Islam. Sebuah partai Islam lain, Persatuan Muslimin Indonesia di daerah Sumatera aktif sebagai suatu partai politik dalam permulaan tahun 1930-an. Tetapi setelah itu partai Persatuan Muslimin Indonesia lumpuh karena tindakan yang dilakukan pihak Belanda. Partai Islam Indonesia yang didirikan pada tahun 1937 memperlihatkan harapan-harapan besar, tetapi ini tidak dapat dipenuhi karena datangnya Jepang pada tahun 1942. Karena kesempatan tumbuh dari partai-partai lain ini sangat kurang, terbukalah kemungkinan untuk mempelajari aspek politik dari gerakan pembaharuan Islam dari perkembangan Serikat Islam. Perkembangan partai ini memperlihatkan maju dan mundurnya posisi umat Islam di Indonesia yang mendasarkan ideologinya pada ajaran Islam.50

Perkembangan Sarekat Islam dapat dibagi menjadi empat bagian: Periode pertama (1911-1916) yang memberikan corak dan bentuk bagi

50

(59)

44

partai-partai tersebut, Periode kedua (1916-1921) yang dapat dikatakan merupakan periode puncak, Periode ketiga (1921-1927) yang merupakan periode konsolidasi yang mana partai tersebut bersaingan keras dengan golongan Komunis, di samping itu juga mengalami tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah Belanda. Dan keempat (1927-1942) yang memperlihatkan usaha partai untuk tetap mempertahankan eksistensinya di forum politik Indonesia.

(60)

45

semua orang islan, baik pembaharu maupun golongan tradisi. Kongres-kongres Al Islam juga membicarakan masalah-masalah politik seperti masalah khilafah. Tiga organisasi Islam yang berpartisipasi dalam kongres Al Islam tahun 1922 adalah Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Al Irsyad. Pada saat itu pembahasan kongres Al Islam membicarakan masalah-masalah agama, di mana Muhammadiyah dan Al Irsyad di satu pihak dan golongan tradisi di pihak lain mempunyai perbedaan pendapat. Akhirnya kongres itu memilih Serikat Islam sebagai pimpinan. Perbedaan berangsur-angsur antara kalangan tradisi dan kalangan pembaharu. Suatu pertikaian terjadi antara Sarekat Islam dan Muhammadiyah pada tahun 1926 yang menyebabkan pihak Sarekat Islam mengambil langkah-langkah disiplin terhadap Muhammadiyah (yaitu bahwa anggota muhammadiyah akan dikeluarkan dari partai atau bila mereka menghendaki tetap di dalam partai, mereka harus meninggalkan muhammadiyah). Pada masa ini juga Sarekat Islam berusaha untuk memonopoli persoalan khilafah dengan menganggap diri sebagai satu-satunya wakil pihak Islam Indonesia dengan mengubah

Majelis A‟la Islam Syarqiyah sebagai bagian dari partai. Peranan partai ini dalam masalah khilafah habis begitu saja disebabkan oleh berkurangnya perhatian negeri-negeri Islam lain tentang masalah ini.

(61)

46

kedudukan Sarekat Islam ataupun kepemimpinan Islam umumnya dalam rangka pergerakan perjuangan kemerdekaan. Posisi yang penting dari pemimpin-pemimpin PNI di dalam gerakan kemerdekaan menyebabkanterjadinya dua sayap di dalam lingkungan gerakan itu, yaitu nasionalis Islam di satu pihak dan nasionalis yang netral agama di pihak lain. Secara ideologi adanya kedua sayap ini dapat dicatat terus sampai masuknya tentara Jepang di Indonesia pada tahun 1942, dan dapat juga dikatakan samapi masa kemerdekaan.

Pada tahun 1930 nama Sarekat Islam berubah menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia. Dan setalah ini Sarekat Islam pecah menjadi beberapa partai kecil, seperti Penyadar dan Komite Kebenaran PSII. Pada tahun ini juga Sarekat Islam mulai melemah dikarenakan terjadi perselisihan antar anggota-anggotanya dan persaingan dengan kelompok-kelompok yang terpecah seperti Penyadar dan Komite Kebenaran, serta berdirinya Partai Islam Indonesia dalam tahun 1937. Kedudukan yang melemah ini dicerminkan juga pada peranan partai dalam gerakan nasional umumnya di Indonesia. Sedangkan dalam bidang agama partai terus aktif akan tetapi tidak dapat mempertahankan kepemimpinannya seperti sebelumnya. Adanya tindakan-tindakan disiplin Sarekat Islam terhadap Muhammadiyah dalam tahun 1927, berdirinya Nahdlatul Ulama tahun 1926 dan ketegangan dengan pihak Persatuan Islam sekitar tahun 1930-an mengenai masalah

furu‟ tampaknya mengasingkan partai Sarekat Islam dari

(62)

47

tumbuhnya Penyadar (dipimpin oleh Salim) dan Komite Kebenaran (dipimpin Kartosuwirjo), terdapat dua lagi partai Islam yaitu Persatuan Muslimin Indonesia dan Partai Islam Indonesia. Dalam Sarekat Islam masalah kepemimpinan sangat rawan. Sebagai suatu organisasi politik perbedaan pendapat, kepentingan dan ambisi pribadi lebih jelas nampak dari pada organisasi sosial dan pendidikan.

(63)

48

bahwa struktur politik selain khilafah tidak sesuai dengan Islam. Oleh sebab itu, setelah jelas bahwa khilafah setelah penghapusannya di Turki tidak dapat dipertahankan dan dihidupkan lagi, mereka tidak terlalu kecewa. Dalam hubungan ini tuduhan dari kalangan yang netral agama bahwa partai yang berdasar Islam menanti pertolongan dari khilafah di Istanbul51 lebih didasarkan pada prasangka daripada kenyataan sikap dan perasaan nasionalis Muslim. Menurut kalangan moderen, Islam sesuai saja dengan nasionalisme dan dalam banyak hal memupuk perasaan kebangsaan ini.

Di sisi lain, pada saat akhir pendudukan Jepang yaitu sewaktu Jepang yang mulai kalah dengan Sekutu, Indonesia memperoleh manfaat dengan diijinkannya untuk mengadakan persiapan kemerdekaan Indonesia.

“Orang-orang Jepang memandang Islam sebagai salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan rakyat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka ke bagian masyarakat yang paling bawah. Dengan pertimbangan yang sama

agama Kristen terpilih di Filipina sebagai wahana penyusupan ideologis”.52

Beberapa catatan-catatan yang termuat dalam buku riwayat hidup serta himpunan tulisan K. H. Wahid Hasjim 53 memuat manfaat zaman Jepang

51

George McT. Kahin. Nasionalism and Revolution in Indonesia (Ihaca, N. Y. : Cornell University Press, 1952) hlm. 91.

52

M. A Aziz, Japan‟s Colonialism and Indonesia, tesis, Leiden 1955, hlm. 200.

53

(64)

49

yaitu dibentuknya Kantor Urusan Agama Indonesia, didirikan Masyumi, dan pembentukan Hizbullah.

Kantor Urusan Agama (dalam bahasa Jepang Shumubu) banyak sedikitnya mengganti Kantoor voor het Inlandsche Zaken yang sudah ada pada zaman kolonial Belanda. Sebelumnya kantor ini dipimpin oleh Kolonel Hori dari tentara Jepang mulai bulan Maret 1942, tetapi pada tanggal 1 Oktober 1943 jabatan itu diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat. Namun, lebih penting dari itu adalah penunjukan pejabat kepala (yang baru) sejak tanggal 1 Agustus 1944. Pimpinan baru itu adalah

K. Hasjim Asj‟ari. Manfaat kedua dari zaman Jepang adalah pembentukan

Masyumi, yang merupakan singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Masyumi ini dipandang sebagai pengganti MIAI. Posisi kepemimpinan dari Masyumi yang baru itu agak terbagi rata di antara para pendukung pikiran-pikiran NU dan Muhammadiyah.54 Dengan pembentukan dua organisasi ini yaitu kantor Urusan Agama dan Masyumi, berarti dalam kenyataannya umat Islam telah diberi suatu aparatur yang akan menjadi sangat penting bagi masa depan. Sebagai suatu sistem keagamaan, Islam telah menerima suatu sarana yang kemudian dapat berkembang menjadi suatu Kementrian Agama -yang dibentuk selama Kabinet Sjahrir 2 Maret 1946- dengan jaringan kantor-kantor daerahnya di seluruh Indonesia. Dan sebagai kekuatan politik, yang sayapnya dipatahkan selama zaman kolonial, Islam segera akan mampu memainkan

54

(65)

50

peranannya melalui Masyumi yang pada tanggal 7 November 1945 direorganisasikan sebagai suatu partai politik.

Manfaat ketiga yang diperoleh selama zaman Jepang pada akhir tahun 194455 adalah disusunnya Hizbullah yang merupakan sejenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda Muslim.

Dapat dimengerti bahwa para pemimpin Islam sangat mengharapkan terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Bagi mereka, pendudukan Jepang telah mengakhiri abad-abad gelap penindasan Kolonial. Pemerintahan Jepang memberikan suatu janji yang samar-samar mengenai kemerdekaan Indonesia pada tanggal 7 September 1944, berpacu dengan waktu kemungkinan kalahnya menghadapi Sekutu. Pada tanggal 1 Maret 1945 janji itu diulangi secara terbuka.56 Sebagi suatu reaksi terhadap pengumuman (Perdana Menteri Jepang) Koiso tanggal 7 September 1944, para pemimpin Masyumi mengundang anggota-anggotanya untuk mempersiapkan kaum Muslimin bagi pembebasan negeri dan agamanya. Salah satu hasilnya adalah pembentukan Hizbullah. Deklarasi tanggal 1 Maret 1945 menghasilkan terbentuknya suatu panitia untuk menyelidiki apa yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kemerdekaan. Panitia itu diresmikan di jakarta tanggal 29 April, yang disebut Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr.

(66)

51

Radjiman Widjodiningrat yang beranggotakan 62 orang sehingga disebut

sebagai “Panitia 62”.57

Kalangan Islam yang ikut beraspirasi hanya 15 orang yaitu:

1. Abikoesno Tjokrosoejoso (Syarekat Islam)

2. K. H. Ahmad Sanoesi (Persatuan Umat Islam, Sukabumi) 3. K. H Abdoel Halim (Perikatan Umat Islam, Majalengka) 4. Ki Bagoes Hadikoesoemo (Muhammadiyah)

5. K. H Masjkur (Nahdlatul Ulama)

6. K. H Abdoel Kahar Moezakkir (Muhammadiyah) 7. K. H Mas Mansoer (Muhammadiyah)

8. Raden Rooslan Wongsokoesoemo (bekas anggota Perindra yang bergabung ke Masjumi tahun 1945)

9. H. Agus Salim (Penyadar)

10.Raden Sjamsuddin (bekas Perindra, dari PUI)

11.Dr. Soekiman Wirjosandjojo (Partai Islam Indonesia) 12.K. H Abdul Wahid Hasjim (Nahdlatul Ulama)

13.Ny. Sunarjo Mangunpuspito (Aisyiah, bekas aktifis Jong Islamieten Bond)

14.Abdul Rahman Baswedan (bekas Partai Arab Indonesia)

15.Abdul Rahim Pratalykrama (residen Kediri, afiliasi tidak diketahui)

57Ibid,

(67)

52

Ketika pada 28 Juli 1945 sejumlah 28 orang lagi ditambahkan sebagai anggota, hanya dua orang yang dapat dikatakan termasuk golongan Islam, yaitu Pangeran Mohammad Noor (bekas JIB “Jong Islamieten Bond” yang bergabung ke Masjumi tahun 1945), dan H. Abdul Fatah Hassan (afiliasi organisasi tidak diketahui). Meskipun hanya 15 orang dari keseluruhan anggota BPUPKI akan tetapi tokoh-tokoh dari kalangan Islam cukup memberi warna terhadap perumusan dasar dan konstitusi dari Negara Indonesia yang akan dibentuk.58

Sidang pertama panitia BPUPKI ini hanya mempunyai satu acara, yaitu dasar negara Indonesia yang diinginkan itu. Dalam rapat tanggal 29 Mei 1945, Moh. Yamin menyampaikan sebuah pidato yang merupakan rancangan falsafah negara Indonesia yang dirangkum dalam lima sila yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat, Keadilan Sosial. Disanalah terdapat perbedaan pendapat mengenai lima sila falsafah negara. Inti dari masalah yang diajukan adalah persoalan struktur negara (negara kesatuan atau negara federal), persoalan hubungan antara negara dan agama, dan persoalan apakah Indonesia menjadi republik atau kerajaan. Pada hari terakhir masa sidang ini, tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan suatu pidato yang terkenal, yang kemudian diterbitkan dengan judul Lahirnya Pantja Sila.59

58

Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997) hlm. 31.

59

Referensi

Dokumen terkait

Bab ketiga dari skripsi ini akan menjabarkan tanggapan (respons) dari masyarakat internasional – PBB dan negara tetangga seperti Indonesia, Timur Leste,

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta segala sesuatunya dalam hidup, sehingga saya dapat

Parfum Laundry Malangke Barat Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI TARGET MARKET PRODUK NYA:.. Chemical Untuk Laundry

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) dapat mempengaruhi kadar

Suryadi, (2013) menyatakan, bahwa kerapatan tanam yang lebih renggang diketahui memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih banyak daripada jumlah daun pada

Model besar klaim pada penelitian ini dikonstruksi dengan menggunakan distribusi empiris, karena besaran tarif yang digunakan pada sistem pembayaran INA-CBGs telah

Faktor- faktor yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah berkaitan dengan faktor internal diantaranya yaitu efisiensi manajemen, rasio jumlah pembiayaan terhadap total deposit

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Daud dkk (2017) yang menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat kontrol Asma tidak terkontrol yaitu