• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PRAPRODUKSI, PRODUKSI, DAN PASCAPRODUKSI PEMBUATAN FILM PENDEK “1000 WAJAH” SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSES PRAPRODUKSI, PRODUKSI, DAN PASCAPRODUKSI PEMBUATAN FILM PENDEK “1000 WAJAH” SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

“1000 WAJAH”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh:

Gregorius Rinto Setyanto 034114008

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Dalam kehidupan yang baik butuh keadaan yang membaikkan sehingga

tercipta kebaikan. Satu kewajibannya, bahwa kebaikkan

harus menciptakan suasana yang membaikkan.

(Mario Teguh)

Hidup seperti rangkaian kata yang terucap dari bibir manusia setiap

harinya. Jalani hidup dengan santai tetapi tetap serius.

(Greg Rinto)

Tugas Akhir ini Dipersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Yang Maha di Atas Segalanya

Kedua Orangtua

Sixtusia Sekundasari cintaku

Keluarga dan Teman-teman USD

Seluruh Keluarga Besar Dosen dan Karyawan Sanata Dharma

(5)
(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha di Atas

Segalanya atas sentuhan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra

Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

terselesaikannya tugas akhir ini, yaitu:

1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima

kasih atas segala bimbingan, masukan, dan perhatian yang diberikan

pada penulis.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima

kasih atas waktu luang yang diberikan pada penulis.

3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. Ari Subagyo, M.Hum., Drs.

Heri Antono, M.Hum., Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Dra.Fr

Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Heri Santoso, M.Hum., Drs. FX.

Santosa, dan semua dosen-dosen Sastra Indonesia yang belum

disebutkan, terima kasih atas segala pembelajaran yang telah penulis

terima selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.

4. Terima kasih untuk kedua orangtua yang telah memberikan arti

kehidupan dan dengan kesabaran dalam membiayai pendidikanku.

(7)

adikku Riza Setyarini, Rian Setyanto, dan keponakanku Bernadeta

Narika yang selalu memberi warna dalam hidup ini.

6. Sixtusia Sekundasari cintaku, yang dengan sabar mendampingi dan

mendukung proses hidup ini.

7. Keluarga Lik Estu Santoso atas sponsor dalam menyelesaikan tugas

akhir ini.

8. Para pemain, kru, dan pendukung film ”1000 Wajah”: keluarga besar

Bapak Sadewa, Muntilan. Keluarga besar Ibu Veronika Haryani.

Keluarga besar bapak Sugiminarno, Gamping, Dewok, Gembes,

Bendol, Aji Yulianto, dan semua pihak yang telah membantu proses

ini.

9. Wahyu Prasetyo, Feri, Erry ”Ibot”, Agus, Bembeng dan seluruh

keluarga besar Rumah Jogja yang selalu memberi dorongan untuk

menyelesaikan studi ini.

10. Luisa Rishe Purnama Dewi SPd dan Imam Haryowanto yang dengan

sabar menjadi pembimbing spiritual.

11. Keluarga besar Sastra Indonesia dan Bengkel Satra USD.

12. Seluruh dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma.

13. Hensulara, dan keluarga besar Hendry Suwoto.

(8)

segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan senang

hati. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Juli 2009

Penulis

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang telah saya

tulis ini adalah hasil inspirasi dan imajinasi saya sendiri. Saya tidak mengutip

karya orang lain kecuali telah disebutkan dalam kutipan, daftar pustaka,

sebagaimana layaknya membuat karya ilmiah.

Yogyakarta, September 2009

Penulis

(Gregorius Rinto Setyanto)

(10)

Rinto, Gregorius. 2009. Proses Praproduksi Produksi dan Pascaproduksi Pembuatan Film Pendek ”1000 Wajah”. Tugas Akhir STRATA 1 (S-1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Dalam penelitian ini dideskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film pendek 1000 Wajah. Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini, yaitu mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film 1000 Wajah

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan klasifikasi. Metode deskriptif adalah mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses sebuah film. Metode klasifikasi digunakan untuk mengelompokan setiap tahap-tahap dalam pembuatan film. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) studi pustaka, yaitu menelaah pustaka-pustaka yang ada kaitanya dengan penelitian untuk memperoleh data yang akurat. (2) observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap penderita lupus dan mengolah hasil pengamatan menjadi skenario film.

Ada tiga tahapan yang harus dilewati dalam memproduksi sebuah film yaitu, (1) tahap praproduksi yang meliputi tema cerita, ide cerita, skenario, pemeran, modal, storyboard, kostum, lokasi, dan jadwal kegiatan, (2) tahap produksi meliputi penata fotografi dan juru kamera, tata artistik dan seting, property, tata rias, tata cahaya, dan penata suara dan, (3) tahap pascaproduksi yang meliputi editing gambar, editing suara, dan tata musik.

Cerita film pendek 1000 Wajah ini berangkat dari observasi terhadap penderita penyakit lupus. Hasil observasi tersebut diimajinasikan dan diolah dalam bentuk skenario dengan tokoh utama Sari. Nilai yang dituangkan dalam film ini adalah perjuangan sebuah keluarga yang miskin dan hidup di pedesaan, yang salah satu anggota keluarganya (Sari) mengidap penyakit lupus (penyakit langka). Tujuan pembuatan film ini yaitu penulis ingin memberikan sebuah informasi dan edukasi kesehatan mengenai penyakit lupus kepada penonton atau masyarakat pada umumnya.

Proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film pendek

1000 Wajah ini menghasilkan (1) skenario film pendek 1000 Wajah, (2) film

1000 Wajah yang dikemas dalam bentuk DVD, dan (3) laporan tugas akhir yang mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film yang telah dilaksanakan.

(11)

Rinto, Gregorius.. 2010. The Process of Preproduction, Production, and Postproduction Short Film-making “1000 Wajah”. Literature Department. Indonesian Literature. Yogyakarta: Sanata Dharma University.

This study describes the process of preproduction, production, and postproduction making a short film 1000 Wajah. Objectives to be achieved in this study, namely describe the process of preproduction, production, and postproduction film 1000 Wajah.

This study uses descriptive and classification methods. Descriptive method is used to describe the stages in the process of a film. Classification method used for classifying each stage in making the film. The approaches are (1) reference study, which reviewed the existing libraries related with research to obtain accurate data, (2) observation, namely direct observation of the study object and process the observation results into movie scenario.

There are three stages that must be passed in producing a film that is, (1) preproduction stage, consists of story theme, story idea, players, capital, storyboard, costumes, place, and schedules(2) the production phase, includes photography director, and cameraman, stage managing and setting, property, cosmetic, lighting, and voice director, (3) stages of postproduction, namely video editing, voice editing, and music editting.

Short film’s story 1000 Wajah departs from the true story of Sari which then developed into a writer of fiction. This film tells the struggle of a family living in the countryside, where one family member (Sari) suffers lupus disease which is still rare. The purpose of making this film is the writer wants to provide a medical information about lupus disease to the audience or society at large.

The preproduction, production and postproduction process of making the short film 1000 Wajah results are (1) the short screenplay of 1000 Wajah, (2) the short film 1000 Wajah in DVD format, and (3) final report that describes the preproduction, production, and postproduction process of film making that has been implemented.

(12)

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

(13)

1.5.8 Modal ... 12

1.5.9 Pemeran ... 12

1.5.10 Storyboard ... 14

1.5.11 Tata Artistik ... 14

1.5.11.1 Latar dan Setting Cerita ... 15

1.5.11.2 Properti ... 15

1.5.11.3 Tata Rias ... 15

1.5.11.4 Kostum ... 16

1.5.12 Tata fotografi dan Juru Kamera ... 16

1.5.13 Tata Suara ... 17

1.5.14 Tata Cahaya ... 18

1.5.15 Proses Editing ... 19

1.5.16 Tata Musik ... 20

1.6 Metode Penelitian ... ………... 21

1.7 Teknik Pengumpulan Data ... 21

1. 7. 1 Studi Pustaka ... 21

1. 7. 2 Observasi ... 21

1.8 Batasan Istilah ... 22

1.9 Sistematika Penyajian ... 23

BAB II PROSES PRAPRODUKSI PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah” 2.1 Tema Cerita .... ………. 24

2.2 Ide Cerita ... 24

(14)

2.4 Pemeran ... 34

2.4.1 Tokoh Sari ..……….. 35

2.4.2 Tokoh Ibu ……… 35

2.4.3 Tokoh Sari Kecil ……….. 36

2.4.4 Tokoh Simbah ……… 37

2.4.5 Tokoh Dokter dan Maya……….. 38

2.5 Sutradara dan Produser ... 38

2.6 Modal ... 42

2.7 Storyboard ... 42

2.8 Kostum ... 43

2.9 Lokasi ... 44

2.10 Jadwal Kegiatan ... 45

BAB III PROSES PRODUKSI PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah” 3.1 Skenario ... ………...……… 47

3.2 Penata Fotografi da Juru Kamera ... 59

3.3 Tata Artistik dan Seting ………...………. 66

3.3.1 Properti ... 66

3.3.2 Tata Rias ... 67

3.3.3 Penata Cahaya ... 68

3.3.4 Penata Suara ... 69

3.3 Pemeran ……….…………..……….. 70

(15)

PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah”

4.1 Editing Gambar ... 71

4.2 Editing Suara/Penata Suara ... 76

4.3 Tata Musik ... 77

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ……….... 83

LAMPIRAN ... 85

1 Sinopsis... 85

2 Skenario Akhir... 87

3 Story Board... 97

4 Catatan scene... 101

5 cheklist produksi... 102

6 Laporan Modal Akhir... 104

BIOGRAFI PENULIS ... 106

(16)

Ganbar 1 Tokoh Sari yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari…. 35

Gambar 2 Tokoh Ibu yang diperankan oleh Veronika Haryani …… 36

Gambar 3 Tokoh Sari kecil yang diperankan Ema ………... 37

Gambar 4 Tokoh Simbah yang diperankan oleh Winarti ………….. 37

Gambar 5 Sutradarasedang mengontrol kamerawan saat mengambil gambar ………. 39

Gambar 6 Sutradara sedang berdiskusi dengan pemain dan beberapa crew ……….. 40

Gambar 7 Sutradara sedangmemantau pengeditan gambar ………. 41

Gambar 8 Contoh kostum yang digunakan tokoh Ibu dan Sari …... 43

Gambar 9 Contoh kostum yang digunakan tokoh Simbah dan teman Sari ………. 44

Ganbar 10 Contoh hunting lokasi yang digunakan untuk shooting . 44 Ganbar 11 Juru kamera saat mengambil gambar high angle ……… 59

(17)

Gambar 24 Contoh extreme shoot ... 63

Gambar 25 Contoh high angle ... 64

Gambar 26 Contoh low angle ... 64

Gambar 27 Contoh sudut pengambilan gambar overshoulder... 64

Gambar 28 Clapper ... 64

Gambar 29 Petugas clapper ... 64

Gambar 30 Catatan adegan ... 65

Gambar 31 Petugas pencatat adegan ... 65

Gambar 32 & 33 Setting sebuah kamar ... 66

Gambar 34, 35, 36, 37,38, dan 39 Contoh properti dalam Pembuatan film pendek ”1000 Wajah” ... 67

Gambar 39 Penata rias saat merias pemain ... 67

Gambar 40, 41, 42, dan 43 Penata cahaya sedang mengatur asupan cahaya ... 68

Gambar 44 Contoh voice recorder ... 69

Gambar 45 Contoh mic dinamic pada sebuah monopod ... 69

Gambar 46 Penata suara ... 69

Gambar 47 Tokoh teman Sari yang diperankan Wahyu Saputri.. 70

Gambar 48 Editor mengedit film ... 72

Gambar 49 Sutradara mendampingi editor saat melakukan editing 72

Gambar 50 Sutradara melihat scene yang sudah diedit ... 72

Gambar 51 Tampilan Adobe Premiere Pro Cs 3 ... 73

Gambar 52 Tampilan saat memilih hasil rekaman suara ... 73

Gambar 53 Catatan adegan ... 73

Gambar 54 Contoh teknik fade in ... 74

Gambar 55 Contoh teknik fade out ... 74

(18)

Gambar 57 Contoh teknik disolve ... 75

Gambar 58&59 Filtering warna biru transparan ... 76

Gambar 60 Tampilan grafik suara saat diedit ... 76

Gambar 61 Tampilan grafik suara saat dicocokan dengan adegan 77

(19)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia film di Indonesia saat ini sangat pesat. Hal ini didukung dengan adanya perkembangan teknologi yang merambah Indonesia. Banyaknya pilihan ragam teknologi perfilman merangsang para sineas muda berlomba untuk belajar dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Antusiasme akan film di Indonesia dapat diamati dari banyaknya festival film yang diagendakan setiap tahunnya, baik yang berlabel (adanya sponsor) dan

independent (indie) atau tidak terikat sponsor.

Bila menilik ke belakang, sebenarnya film bukanlah barang baru di Indonesia. Film masuk ke Indonesia sekitar awal abad ke-20, tidak lama awal penemuannya, hiburan ini mulai merambah ke segala penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Selain sebagai sarana hiburan, film juga dianggap sebagai ikonografi modernitas suatu bangsa. Ikon hiburan tersebut pertama kali masuk ke Indonesia di kota Bandung tahun 1907. Film yang diputarnya pun masih sederhana, maksudnya gambar bergerak tanpa suara (Nugraha, 2007: 1).

Beranjak dari peninggalan budaya asing itulah kemudian Indonesia mulai berani unjuk gigi dengan memunculkan film-film pendek pada dekade 70-an dengan film 8mm. Menurut Prakosa (2008: 26), kemunculan film pendek 70-an bermula dari DKJ-TIM membuat lomba film pendek yang diprakarsai mahasiswa Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Dapat diambil kesimpulan bahwa

(20)

perkembangan film di Indonesia ternyata tidak berhenti pada masa kolonial saja, tetapi terus berkembang dan membawa angin segar bagi sineas muda memunculkan karya-karya terbaru dengan karakteristik dan idealismenya. Tahun 70-an mungkin bagi para sineas muda di Indonesia adalah titik tolak mengenal budaya perfilman lebih dalam. Dari situlah kemudian mulai bermunculan forum diskusi dan komunitas film setiap tahunnya. Munculnya Forum Film Pendek (FFP) yang dimotori oleh anak-anak muda pemerhati film bisa menciptakan isu nasional seperti di Medan, Bali, dan Lombok(Prakosa, 2008: 26).

Bermula dari tahun 70-an itulah kemudian muncullah berbagai genre film. Kemunculan berbagai genre film dilatarbelakangi lesunya perfilman di Indonesia pada tahun 1990 akhir. Prakosa (2008: 14) mengamati perkembangan perfilman yang layak tonton mengalami pasang surut pada tahun 80-an—90-an akhir. Hal ini dikarenakan masalah pendanaan yang kurang memadahi (sponsor) dan sentralisasi perfilman (Pulau Jawa).

(21)

Pergerakan komunitas tersebut telah menyusup hingga ke pelosok Indonesia dan semakin terasa kuat. Para sineas (film indie) dari berbagai kota di Indonesia telah banyak menunjukkan aktivitas berkaryanya. Tidak ada keharusan bagi para sineas itu untuk terlebih dahulu mendalami teknik-teknik sinematografi. Sesuai dengan semangat independen, tidak perlu ada ketergantungan pada teori-teori yang telah mapan.

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa film adalah media yang kuat. Melalui film, kita memiliki kuasa untuk mempengaruhi emosi orang dan membuat mereka melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda, membantu mereka menemukan ide-ide baru. Film dapat juga digunakan sebagai media penyampaian informasi. Melalui bahasa yang disajikan melalui audio-suara dan visual-gambar oleh pembuatnya, diharapkan film dapat menyampaikan pengetahuan yang baru bagi penonton.

(22)

Menurut Sumarno (1996 : 97) Film memiliki tiga nilai yang harus dipertimbangkan, yaitu nilai hiburan, nilai pendidikan, dan nilai artistik. Hampir semua film yang tercipta bermaksud memberikan hiburan, mendidik, dan menawarkan keindahan. Nilai hiburan sebuah film dapat terancam gagal bila dari awal hingga akhir sebuah film tidak dapat mengikat perhatian kita. Nilai pendidikan sebuah film bermakna jika terdapat pesan-pesan atau katakanlah moral film. Nilai artistik sebuah film merupakan keseluruhan bentuk audio-visual yang sangat mendukung keberhasilan sebuah film.

Film pendek (indie) merupakan film yang durasinya pendek, tetapi dengan kependekan waktu tersebut para pembuatnya semestinya bisa lebih selektif mengungkapkan materi yang ditampilkan. Dengan demikian, setiap shot

akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnya (Prakosa, 2008: 9). Sebuah film pendek biasanya lebih kurang 10-25 menit. Film independen tidak melibatkan pemodal yang kuat sehingga untuk memproduksinya tidak harus menunggu dana cair dari pemodal. Pembuat film indie hanya memerlukan dana untuk membeli kaset, makan, dan minum selama produksi hingga editingnya dirasakan sudah cukup. Pemainnya terkadang tidak diberi imbalan apa pun.

(23)

Skenario Televisi, dan Penulisan Skenario Film, Penulisan Drama, Penulisan Iklan, Audio-Visual, dan Pementasan Ekspresi Sastra.

Pada penelitian ini, penulis memfokuskan objek penelitian pada proses pembuatan film “1000 Wajah”. Proses itu nantinya terbagi dalam proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.

Film “1000 Wajah” merupakan sebuah karya film fiksi. Mengisahkan kehidupan seorang gadis bernama Sari (tokoh utama) yang mengidap penyakit lupus kronik. Keadaan ekonomi yang kurang mampu menjadikan semangat untuk sembuh hanyalah sebuah bayang-bayang semu. Dasar dari gagasan cerita ini adalah sebuah refleksi kehidupan keluarga kurang mampu yang salah satu anggota keluarganya terkena penyakit yang membutuhkan biaya banyak untuk kesembuhannya. Pada akhirnya, Sari hanya bisa meluapkan semuanya pada sebuah buku harian.

Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek bahasa Jawa. Lupus atau sering disebut SLE (Systemic Lupus Erythematosus) merupakan penyakit seribu wajah karena dapat menyerupai penyakit lain. Pada lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di dalam tubuh, tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya sendiri (Savitri, 2004:21).

(24)

pengetahuan yang masih terbilang baru. Selain itu, film ini dapat dijadikan salah satu alat bantu Universitas Sanata Dharma khususnya program studi Sastra Indonesia untuk memajukan pendidikan sebagai media pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film “1000 Wajah”?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film “1000 Wajah”.

1.4 Manfaat Penelitian

(25)

1.5 Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar materi yang digunakan dalam penelitian ini dan akan diuraikan pengertiannya sebagai berikut.

1.5.1 Proses Kreatif

Definisi proses kreatif dapat ditinjau dari dua terminologi. Pertama, proses mempunyai arti rangkaian tindakan, pengolahan yang menghasilkan produk (KBBI, 2008.1106), sedang kreatif adalah mempunyai kemampuan untuk mencipta (KBBI, 2008.739). Dalam sebuh proses kretif akan menghasilkan kreativitas. Menurut Jakob Sumardjo (2000 : 67), kreativitas adalah menemukan sesuatu yang baru atau hubungan-hubungan yang berdasar sesuatu yang telah ada. Manusia menciptakan sesuatu dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Seorang seniman menjadi kreatif dan besar karena bertolak dari bahan yang telah ada sebelumnya.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap manusia mempunyai dasar kemampuan mencipta atau menemukan sesuatu yang baru dari sesuatu yang telah ada. Untuk menciptakan sesuatu yang baru, diperlukan tahapan-tahapan atau proses sehingga tercipta suatu kreativitas.

1.5.2 Film

(26)

gambar-gambar wajar seperti dalam kenyataan (Sumarno, 1996: 2). Menurut Set (2008: 34), film adalah perpaduan permainan kata dan permainan gambar, namun sangat terbatas dibandingkan dengan khayalan deskriptif sebuah novel. Karakter-karakter dalam sebuah film bertugas membawakan sebuah cerita dengan berbagai dialog yang diucapkannya.

Jadi, film merupakan perkembangan fotografi yang di dalamnya terdapat rentetan gambar yang bersuara. Sedangkan ditinjau dari audio-visual, film tidak hanya menampilkan gambar, efek suara sehingga para penikmat film dapat secara langsung menangkap visualisasi isi film.

1.5.3 Tema Cerita

Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan atau cerita. Dapat diartikan pula bahwa tema cerita adalah sebagai dasar cerita yang ingin dituangkan dalam karyanya. Beberapa tema cerita yang cukup populer di Indonesia seperti percintaan, rumah tangga (kisah tentang problema rumah tangga atau keluarga), perselingkuhan, pembauran (kisah tentang asimilasi warga pribumi dengan warga keturunan), persahabatan, kepahlawanan, petualangan, balas dendam, dan keagamaan, (lutters, 2004: 41-45).

(27)

1.5.4 Ide Cerita

Ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah cerita. Ide dapat diperoleh dari penulis (pengalaman pribadi penulis), karya sastra (novel, roman, cerpen, cerber, dll), menonton film, atau kehidupan produser (Lutters, 2004:46-50). Dibutuhkan kepekaan seorang penulis skenario untuk mengolah dan memikirkan secara mendalam tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya menjadi sebuah skenario.

1.5.5 Skenario

Skenario merupakan bahan baku dasar atau blueprint. Dengan kata lain, skenario merupakan patokan awal pembuatan film. Oleh karena itu, gaya bahasa penyampaian dalam skenario menggunakan bahasa film (Widagdo, 2007: 17). Sebuah skenario sejatinya adalah sebuah rencana cerita yang sudah dipetakan dan dibagi dalam beberapa aturan penulisan. Ada tiga bagian utama yang membentuk cerita dalam sebuah skenario, yaitu tempat-waktu, karakter, dan peristiwa (Set, 2008: 29).

(28)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa skenario adalah bahan baku dasar dalam keseluruhan proses pembuatan film. Dalam pembuatan skenario, seorang penulis skenario harus dituntut kreatif. Seorang penulis skenario harus memikirkan bagaimana visualisasi tulisan dalam sebuah adegan, tidak hanya memikirkan supaya tulisan enak dibaca.

1.5.6 Sutradara

Jiwa kepemimpinan merupakan modal utama seorang sutradara. Tanpa

leadership, seorang sutradara tidak pernah bisa menciptakan karya seni sesuai yang diinginkanya (Naratama, 2006: 26). Menurut Sam Sarumpoet (dalam Dennis, 2008: 3), sutradara juga disebut pencipta karena menciptakan sebuah ide yang masih dibuat dalam bentuk tulisan menjadi bentuk gambar atau visual. Ia harus mempunyai kemampuan memimpin karena ia akan mengarahkan banyak orang yang ahli dibidangnya, seperti juru kamera, juru lampu, dan juru suara sehingga mereka bekerja berdasarkan apa yang diinginkan sutradara. Dalam pembuatan film, seorang sutradara harus mempunyai wawasan keartistikan, serta pengetahuan tentang film, untuk mengontrol film dari awal produksi (praproduksi), produksi, sampai dengan tahap editing (pascaproduksi) (Sumarno, 1996: 36).

(29)

kesabaran mengelola produksi, wawasan yang luas tentang seluk beluk produksi, kejelian kontinuitas, ketelitian sinkronisasi adalah beberapa kunci sukses diantaranya.

1.5.7 Produser

Banyak orang beranggapan bahwa produser adalah orang yang membiayai produksi film. Anggapan itu tidaklah tepat meskipun boleh jadi penyandang dana berposisi sebagai produser. Tugas dan wewenang produser adalah sebagai fasilitator dan menyiapkan segala kebutuhan produksi dari tahap awal hingga akhir, termasuk menyiapkan segala formulir dan catatan produksi bagi kelancaran

shooting di lapangan (Widagdo, 2007: 11).

Predikat ini disandang oleh orang yang memproduksi sebuah film, bukan membiayai atau menanam investasi dalam sebuah produksi film. Tugas seorang produser adalah memimpin seluruh tim produksi sesuai tujuan yang ditetapkan bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi (Effendy, 2005: 60).

(30)

1.5.8 Modal

Setelah kita membicarakan produser, kita juga akan berhubungan dengan masalah modal dalam pembuatan film. Modal (budget) dalam pembuatan film sangatlah penting karena akan berkaitan dengan kelangsungan produksi. Karena itu, seorang produser dan perangkat lain dalam produksi film harus bisa memperkirakan berapa banyak jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk pembuatan film secara keseluruhan.

1.5.9 Pemeran

(31)

kebutuhan cerita (Lutters, 2004:82 ). Dengan demikian, sebuah film pun membutuhkan tiga tokoh di atas. Karena itu, dalam film ini penulis akan menghadirkan ketiga tokoh di atas unsur sebagai pembentuk dan pendukung jalan cerita.

Bagi sutradara, pemeran dalam film menjadi bahan yang harus digarap untuk menampilkan tokoh film yang dikehendaki. Dasar yang dipakai untuk menilai adalah dasar artistik, yaitu kecocokan, keindahan, dan memikat. Yang dinilai adalah permainanya, akting, performance (Mangunhardjana, 1976: 61).

Keberadaan pemeran atau pemain dalam film rnemiliki arti yang sangat penting baik dilihat dari segi fisik maupun kemampuannya berakting. Pemain merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan sebuah produksi film. Seorang pemain harus mampu memainkan suatu karakter dengan kewajaransehingga mampu mengkomunikasikan suatu pesan dari isi cerita dengan baik melalui ekspresi dan aktingnya. Pemain harus mengerti benar karakter tokoh yang dimainkannya sesuai dengan tuntutan naskah sehingga ketika ia bermain atauberakting dan mengucapkan kata-kata sesuai dengan dialog dalam naskah dan dapat merasakan makna yang terdapat dalam dialog tersebut (Sumarno, 1996: 89).

Akting yang baik menurut para ahli adalah akting dalam film yang sungguh-sungguh bisa dinikmati dan memenuhi delapan syarat berikut ini:

1. Pemilihan pemeran-pemeran yang tepat dalam setiap produksi film. 2. Make up yang memuaskan.

3. Pemahaman yang cerdas dari pemeran tentang peran yang dibawakan. 4. Kecakapan pemeran menampilkan emosi-emosi tertentu.

5. Kewajaran dalam akting, maksudnya adalah takaran main

yang tepat. Sebab berbeda dengan akting teater, akting dalam film sedikit gerak-gerik atau mimik pemeran film dapat tampak sangat jelas di layar putih.

6. Kecakapan menggunakan dialog.

7. Pemain memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang disebut

timing, yaitu tampil dengan tepat, bicara pada saat yang tepat, bergerak dengan waktu yang tepat.

8. Cukup adanya adegan dramatik untuk dibawakan oleh pemain. (Sumarno,1996: 79-80).

(32)

ritme permainan dan jenis film yang digarap. Dengan demikian, tekanan akting dapat berlain-lain. Keberhasilan sebuah film menuntut pemeran untuk berperan kembar yaitu bermaian baik dan menarik perhatian.

1.5.10 Storyboard

Storyboard merupakan visualisasi rekaan yang berbentuk sketsa gambar seperti komik atau perkiraan hasil gambar yang nantinya akan dijadikan pedoman pengambilan gambar oleh juru kamera (Widagdo, 2007: 92). Storyboard atau papan cerita adalah deretan gambar-gambar film yang melukiskan adegan-adegan atau bagian-bagian pokok dari adegan-adegan film itu (Sutisno, 1993: 66).

Dengan kata lain, Storyboard menjadi penyambung antara kata-kata tertulis dan gambar (visual)yang bergerak. Storyboard dapat berupa sketsa kasar atau dalam bentuk ilustrasi yang bagus dan berwarna dengan setiap bingkai untuk beberapa detik tayangan di layar. Adanya pembuatan storyboard dapat memberi keuntungan, sutradara bisa secara langsung melihat adegan atau bagian pokok dari adegan. Selain itu, sutradara, juru kamera dan tim artistik tidak perlu bersusah payah menterjemahkan skenario pada bentuk visual.

1.5.11 Tata Artistik

(33)

itu, penata artistik tidak boleh merancang penciptaan setting hanya berdasarkan pertimbangan estetik semata, tetapi juga menyangkut soal biaya dan teknis pembuatan (Sumarno, 1996: 67). Tata artistik dapat berfungsi memperkuat karakter atau penokohan pemain dan dapat juga membuat sesuatu menjadi tidak membosankan. Penciptaan setting berarti menyangkut konsep visual secara keseluruhan.

1.5.11.1 Latar atau Setting Cerita

Latar atau setting adalah tempat dan waktu berlangsungnya cerita film. Dengan demikian, sebuah setting harus memberikan informasi lengkap tentang peristiwa-peristiwa yang sedang disaksikan penonton yang antara lain menyangkut waktu atau masa berlangsungnya cerita (Sumarno, 1996: 66). 1.5.11.2 Properti

Properti merupakan bagian dari setting. Dengan bantuan properti,

setting dapat dibangun sesuai dengan tuntutan naskah. Karena itu, perlu dipilih properti yang sesuai dan cocok untuk melengkapi tata dekorasi agar bisa memberikan gambaran yang utuh (Subroto, 1994: 420).

1.5.11.3 Tata Rias

(34)

tua. Selain itu, rias juga menjadikan suasana yang dilihat penonton di layar putih melalui lensa kamera (Harymawan, 1993: 134-135).

1.5.11.4 Kostum

Kostum adalah segala sandangan dan perlengkapan (accessories)

yang dikenakan di dalam sebuah pertunjukkan (Harymawan, 1993: 127), sedangkan petugas yang bertanggung jawab menyediakan kostum sesuai kebutuhan film disebut penata kostum. Fungsi kostum yang pertama dan paling penting ialah menghidupkan perwatakkan pelaku. Artinya, kostum sudah mampu menunjukkan siapa dia sesungguhnya. Fungsi kedua yaitu individualisasi peranan. Maksud individualisasi adalah warna dan gaya kostum dapat membedakan seorang peranan dan peranan yang lain dari setting dan latar belakang. Ketiga, kostum menjadi fasilitas pemain dan membantu gerak pelaku. Artinya, kostum harus menambah efek visual gerak, menambah keindahan, dan menyenangkan setiap posisi yang diambil pelaku ( Harymawan, 1993: 131- 132).

1.5.12 Tata Fotografi dan Juru Kamera

Penata fotografi dan juru kamera memiliki arti yang berbeda. Sebagian besar orang mengartikan penata fotografi atau DOP (director of photograpics) sama dengan juru kamera. Seorang juru kamera atau operator kamera adalah orang bertugas mengoperasikan kamera, sementara penata fotografi atau DOP mengepalai departemen kamera yang mugkin terdiri dari beberapa juru kamera.

(35)

Penata fotografi dan juru kamera adalah tangan kanan sutradara dalam kerja di lapangan. Mereka bekerja bersama sutradara untuk menentukan jenis shot. Penata fotografi bertugas melakukan pembingkaian. Dalam pelaksanaan tugasnya, penata fotografi akan membuat komposisi-komposisi dari subyek yang hendak direkam. Oleh karena itu, komposisi untuk film harus dipikirkan dengan seksama oleh penata fotografi agar penonton tidak kehilangan pusat perhatian (Sumarno, 1996: 50-51).

Jadi, tugas pokok seorang juru kamera adalah mengambil sejumlah gambar berdasarkan skenario. Dialah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas segala segi fotografis dari film yang dibuat. Komposisi gambar yang bagus tentu saja dapat mengarahkan perhatian penonton untuk terus menikmati film. Untuk menghasilkan komposisi gambar yang bagus, seorang juru kamera harus memperhatikan ukuran gambar, pergerakan kamera, dan sudut pengambilan gambar.

1.5.13 Tata Suara

Dalam sebuah film, penggabungan keseluruhan gambar dan suara yang baik akan mampu menciptakan puncak-puncak dramatis dalam keseluruhan isi cerita. Film merupakan salah satu bentuk karya audio video yang di dalamnya memuat dua unsur yang saling melengkapi yaitu gambar dan suara. Gambar dan suara saling mendukung satu sama lain untuk menghasilkan sebuah visualisasi karya yangsempurna (Mangunhardjana, 1976: 32).

(36)

unsur-unsur suara (mixing) yang terdiri dari dialog, narasi, musik, serta efek-efek suara. Perpaduan suara itu akan mempertimbangkan perasaan jauh dekatnya penonton dengan sumber bunyi sebagai mana tampak di layar. Fungsi suara yang paling pokok adalah memberikan informasi lewat dialog dan narasi. Fungsi penting lainnya adalah menjaga kesinambungan dengan gambar sehingga sejumlah shot yang dirangkai dan diberi suara (musik, dialog, narasi, dan efek suara) akan terikat dalam satu kesatuan (Sumarno, 1996: 72-73).

Jadi, kesatuan antara suara dan gambar-gambar dalam film sangat menentukan baik burukya sebuah film. Suara tidak hanya menambah kualitas film, tetapi juga melipatgandakan efek gambar-gambar yang disajikan di atas layar.

1.5.14 Tata Cahaya

Tata cahaya dapat memberikan efek dalam sebuah film. Tata cahaya atau tata sinar adalah suatu cara penyinaran khusus pada suatu obyek sehingga membuat gambar atau objek itu menjadi lebih jelas daripada objek-objek lain di sekitarnya, akibatnya memberi kesan khusus(Mangunhardjana, 1976: 24).

Di dalam tat cahaya seorang penata cahaya bertugas membantu penata fotografi dalam mengatur komposisi-komposisi pencahayaan, besarnya cahaya, dan jenis-jenis pencahayaan yang akan digunakan. Penata cahaya dapat menggunakan cahaya alami dan key light. Key light yaitu sumber penyinaran yang terarah dan merupakan penyinaran terhadap satu obyek atau area tertentu (Subroto, 1994: 293).

(37)

1.5.15 Proses Editing

Proses editing termasuk pada tahap akhir pembuatan film yang meliputi

editing gambar, editing suara, dan tat musik. Keterlibatan sutradara tidak berhenti sampai produksi selesai dilaksanakan, namun masih berlanjut sampai proses

editing dan kelayakan film untuk ditonton oleh penikmat. Editing merupakan bagian terpenting dalam menentukkan hasil akhir dari film ini. Tenaga pelaksananya disebut editor. Seorang editor bertugas menyusun hasil shooting

dengan sejumlah peralatan komputer editing canggih dengan mengedit adegan yang sesuai dengan storyboard hingga membentuk pengertian cerita (Sumarno, 1996: 59).

Pelaksanaan shooting sebuah film tidak selalu berurutan sesuai dengan yang tertulis di skenario. Shot yang tidak berurutan tadi akan disusun shot demi

shot menjadi rangkaian gambar-gambar yang mempunyai arti. Dalam proses

editing, seorang editor memasuki tahap kreativitas yang menuntutnya untuk melakukan pemotongan, penyempurnaan, dan pembentukan kembali hingga mendapatkan isi yang diinginkan, konstruksi/ urutan film, serta ritme dalam setiap babak, dan dalam film secara keseluruhan. Karena begitu pentingnya peranan proses editing, peran editor dapat disamakan peran sutradara (Sumarno, 1996: 59).

(38)

a. Cut to Cut

Cut to cut ialah perpindahan gambar baik antar-shot maupun waktu ataupun adegan tanpa transisi yang jelas atau langsung.

b. Fade-in, fade-out

Fade-in, fade-out ialah gambar terakhir dari shot pertama perlahan-lahan tenggelam dalam gelap (fade out) untuk sesaat disusul dengan makin terangnya shot

berikutnya (fade in).

c. Dissolve

Dissolve ialah perpaduan bertahap dari akhir sebuah shot ke bagian awal

shot berikutnya yang dihasilkan dengan jalan mendempetkan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah proses

editing atau penggabungan shot demi shot membutuhkan kejelian dan kretivitas yang tinggi. Kejelian yang tinggi akan berpengaruh pada kesinambungan antara gambar yang satu dengan yang satunya. Seorang editor harus bisa menjaga kontinuitas tiap shot

sehingga film itu enak untuk ditonton. 1.5.16 Tata Musik

(39)

pendukung produksi (credit title). Keenam, mengiringi adegan dengan ritme cepat. Ketujuh, mengantisipasi adegan mendatang dan menambah kesan dramatik. Terakhir, menegaskan karakter tokoh lewat musik ( Sumarno, 1996: 77-78).

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode yang dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian objek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14). Metode yang digunakan dalam proses pembuatan film ini adalah metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses sebuah film.

Selain metode deskriptif, dalam proses pembuatan film ini juga menggunakan metode klasifikasi. Metode klasifikasi digunakan untuk mengelompokan setiap tahap-tahap dalam pembuatan film.

1.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data adalah sebgai berikut:

1.7.1 Studi Pustaka

(40)

1.7.2 Observasi

Dalam arti luas observasi berarti pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam arti sempit observasi berarti pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang diselidiki; baik dalam kondisi normal maupun buatan. Teknik ini menuntut adanya pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya (Hariwijaya dan Basri, 2004:44).

Dalam skripsi ini penulis melakukan observasi secara langsung terhadap penderita penyakit lupus. Hasil observasi ini akan diolah menjadi skenario dan akan dieksekusi menjadi sebuah film.

1.8 Batasan Istilah

Istilah-istilah yang perlu dibatasi dalam penelitian ini, akan diuraikan sebagai berikut.

(1) Film pendek adalah film yang dalam pembuatanya tanpa melibatkan pemodal yang kuat dan berdurasi kira-kira 10 menit. Durasi yang terbatas menuntut kecakapan dalam menyampaikan makna.

(41)

1.10 Sistematika Penyajian

(42)

PROSES PRAPRODUKSI

PEMBUATAN FILM PENDEK“1000 WAJAH”

Tahap praproduksi merupakan tahap persiapan sebelum produksi film berlangsung. Segala sesuatu yang akan dibutuhkan dalam tahap produksi di siapkan dalam tahap ini. Berikut beberapa hal yang termasuk dalam tahap praproduksi.

2.1. Tema Cerita

Tema cerita adalah pokok pikiran yang ingin disampaikan oleh penulis melalui sebuah film. Pembuatan film pendek “1000 Wajah’ mengangkat tema cerita yang yang berhubungan dengan kesehatan. Alasan mengambil tema kesehatan yaitu pertama, tema kesehatan kurang mendapat apresiasi penonton. Kedua, tema ini tidak layak jual melihat pangsa pasar perfilman di Indonesia adalah anak muda. Ketiga, kegelisahan penulis pada budaya latah di Indonesia yang sebagian besar tema yang diangkat berupa tema percintaan, horor, dan budaya pop yang sedang marak. Keempat, mengajak orang peduli akan kesehatan. 2.2 Ide Cerita

Ide cerita atau gagassan utama film ini adalah menceritakan seorang gadis yang mengidap penyakit lupus. Film ini berangkat dari kisah nyata yang kemudian oleh penulis dikembangkan menjadi sebuah cerita fiksi.

(43)

Film ”1000 Wajah” adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan sebuah keluarga di pedesaan yang salah satu anggota keluarganya mengidap penyakit langka yang bernama lupus dan perjuangan mengatasi penyakit yang diderita oleh salah satu anaknya. Tujuan pembuatan film ini yaitu penulis ingin memberikan sebuah informasi kesehatan mengenai penyakit lupus kepada penonton atau masyarakat pada umumnya dan perjuangan sebuah keluarga dalam mengatasi suatu masalah.

2.3 Skenario

Menulis skenario merupakan tahap lanjutan setelah penulis menentukan tema dan mendapat ide sebagai dasar cerita. Secara garis besar, Film ”1000 Wajah” ini menceriterakan kehidupan seorang gadis yang mengidap penyakit SLE (Systemic Lupus Erythematosus) atau lupus. Sari, gadis berusia 17 tahun. Ia tinggal di sebuah desa bersama ibunya yang bekerja sebagai penjahit, sedang ayahnya telah meninggal sejak Sari berumur 9 tahun. Meskipun ia kehilangan figur seorang ayah, Sari kecil tumbuh sebagai anak yang periang.

Sifat periang dan ceria mulai menghilang semenjak Sari menemukan secarik kertas hasil cek darah. Dari hasil anates (laboratorium) itu, Sari dinyatakan mengidap penyakit lupus. Saudaranyalah (perawat yang bernama Maya) yang kemudian banyak memberikan informasi mengenai penyakit lupus.

(44)

menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di dalam tubuh, tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya sendiri.

Sebagai keluarga kurang mampu, ibunya merasa terpukul dengan penyakit yang diderita Sari. Pendapatan yang diperoleh dari upah menjahit dan uang tabungan pun hanya mampu untuk membayar cek darah dan konsultasi dokter. Meskipun begitu, rasa dan raut kesedihan seorang ibu tidak tampak dalam kesehariannya. Sebagai seorang ibu, ia tidak patah semangat. Pengobatan alternatif pun sudah dicoba untuk penyembuhan Sari dan hasilnya nihil.

Akhirnya, Sari menghabiskan waktunya di dalam rumah saja. Kerinduan akan hari-harinya sebagai siswi SMA pupus sudah. Klimaksnya, Sari mengalami tingkat kebosanan dan stres. Dari situ, Sari kemudian mencoba meluapkan kejenuhannya pada sebuah buku harian yang selalu setia menemani kesakitannya. Dalam buku hariannya, ia banyak menulis tentang makian kepada Tuhan, jeritan kesakitan, rasa jengkel, sampai pada akhirnya ia menyerahkan semua penyakitnya kepada Tuhan sebagai pencipta hidup.

Akhir jalan cerita memang tidak dijelaskan, apakah Sari meninggal atau sembuh. Konsep yang menggantung sengaja ditawarkan kepada penonton atau

(45)

SKENARIO AWAL FILM PENDEK“1000 WAJAH”

TEASER (ADEGAN PEMBUKA)

1. INT. KAMAR – SARI (PAGI)

(Sari)

SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya menjemur pakaian.

POV: Sari menangkap kupu-kupu. ( credit title pengenalan tokoh)

CUT TO

2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)

(Ibu)

OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum. (credit title pengenalan tokoh)

IBU

(Marah)

Tutup…

POV: Ibu menjemur pakaian. ( credit title pengenalan tokoh)

CUT TO

3. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)

POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu. MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)

FADE OUT

FADE IN

ACT ONE

1. EST./INT. RUANG TAMU – RUMAH (PETANG)

(Ibu)

ANGLE ON: Ibu sedang melipat baju, duduk di kursi ruang tamu rumah.

Terdengar ibu melantunkan tembang Jawa sebagai pelipur hati.

SUBJEKTIF CAMERA: Tangan Ibu yang sedang melipat baju lalu ibu berdiri

mendekati kamar Sari.

(46)

2. INT. DEPAN KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)

(Ibu dan Sari)

(OS) Terdengar suara pintu dibuka.

ANGLE ON:Ibu melihat Sari masih tertidur.

OVERSHOULDER CAMERA: Ibu menutup pintu kembali.

FADE OUT

FADE IN

3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (SORE)

(Ibu dan Sari)

SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil

pemeriksaan anates (laboratorium).

INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui

maksud hasil lab tersebut.

DOKTER(VO)

(empati)

Dari hasil anates, ternyata putri ibu menderita penyakit SLE atau lupus.

Penyakit ini memang tergolong langka dan sementara ini belum ditemukan

obatnya. Saya harap ibu tetap sabar dan berdoa saja semoga ada keajaiban

untuk sembuh.

OVERSHOULDER CAMERA: Terlihat air mata menetes membasahi kertas

hasil anates.

POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.

(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau) SARI (VO)

(memanggil)

Ibu…..ibu……ibu…….

INTERCUT TO

4. INT. KAMAR SARI – RUMAH (SORE)

(Simbah, Ibu, dan Sari)

ESTABILSH: Terlihat ibu masuk kamar dan Sari sedang menggigil.

POV: Muka Sari yang pucat dan badan menggigil. Ibu menyeka keringat yang keluar dari muka Sari dan membelai rambutnnya dengan ekspresi gelisah.

(47)

(panik)

Sudah pukul 5 lebih belum juga datang.

(OS) Terdengar suara mengetuk pintu dan ibu beranjak untuk membukakan pintu.

SUBJEKTIF CAMERA: Ibu menyambut sosok Simbah dan terjadi percakapan

tanpa suara.

CAMERA MOVEMENT: Ibu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan

Simbah. Ibu dan Simbah masuk ke dalam kamar Sari.

POV:Simbahmembaca doa –doa , lalu memercikan air di tubuh Sari.

POV (Ibu): Duduk memangku kepala Sari sesekali membalai rambuti penuh kasih sayang.

IBU

(curious/ penasaran)

Sebentar lagi pasti sembuh.

(OS)Ibu mengidungkan lagu Jawa sebagai bentuk kesedihannya. SARI

(curious/ penasaran)

Bu... Sari sakit apa sih? Lantas Simbah itu..

IBU

(gusar)

Sudah diam! Nurut saja sama Simbah.

ESTABILSH CAMERA:Simbah berputar-putar di sekitar ranjang seperti orang

gila.

IBU

(curious/ penasaran)

Sudah, Mbah? Tidak ada jawaban Ibu mengidungkan lagu kembali.

SIMBAH

(jengkel)

Sssstt...Diam! Mengganggu... Memberi isyarat untuk diam.

POV:Sari mulai tertidur dipangkuan ibu. IBU

(curious/ penasaran)

Apa Mbah hasilnya?

SIMBAH

(bingung)

Maaf, Simbah tidak bisa membantu. Simbah pamit...

(48)

FADE OUT

FADE IN

5. INT. RUANG TAMU – RUMAH ( PAGI )

(Sari dan ibu)

SUBJEKTIF CAMERA: Terlihat ibu sedang menjahit dan Sari keluar dari

kamar.

SARI

(gelisah)

Bu, tahu Charger Hp?

Ibu melihat ke arah Sari lalu kembali menjahit.

IBU

(bingung)

Coba dicari di dalam almari. Sari berjalan menuju almari yang

dimaksud ibu.

FADE OUT

FADE IN

6. INT. RUANG BELAKANG – RUMAH ( PAGI ) (Sari dan Ibu)

ANGLE ON: Terlihat Sari sedang mencari charger hp. Tidak sengaja

menemukan kertas hasil laboratorium yang di sembunyikan ibu. Di buka lalu

mencoba membaca.

(OS) Ibu: Mengidungkan lagu Jawa

IBU (VO)

(berteriak)

Ada tidak?

Sari kaget mendengar suara ibu, kemudian melipat kertas tersebut dan

menyimpan disaku. Masih berusaha mencari.

SARI

(curious/ penasaran)

Belum, bu… (Menjawab terbata-bata)

IBU

(kawatir)

Sar, kalau di rak tengah tidak ada. Ibu tadi sudah buka.

SARI

(takut)

Sudah kok, bu! Sudah ketemu.

(49)

7 . INT. KAMAR SARI – RUMAH (SIANG) (Sari dan Maya)

Sari membuka kertas hasil lab lalu menelpon saudaranya

SARI

(gelisah)

Haloo, Mbak Maya?

MAYA

(curious/ penasaran)

Oh, dik Sari. Ada apa, dik. Ibu sehatkan? Nggak biasanya

telepon.

SARI

(sungkan)

Oh, Ibu sehat. Begini mbak, saya mau tanya nih, tapi kalau

nggak mengganggu lho... Begini mbak, kebetulan saya ada tugas mengenai

penyakit SLE atau lupus. Kira-kira mbak ada informasi mengenai lupus.

MAYA

(curious/ penasaran)

Apa dik, kuskus. Maaf sinyal putus-putus. Maklum mbak lagi di

rumah sedang nggak ada piket.

SARI

(jengkel)

L-U-P-U-S. Lupus mbak!

MAYA

(malu)

Oh lupus? Kalau tidak salah lupus itu penyakit seribu wajah karena dapat

menyerupai penyakit lain. Penyakit ini rentan terhadap cahaya matahari

karena menyebabkan iritasi pada kulit. Selain itu, penderita akan mengalami

bercak-bercak pada wajah yang menyerupai sayap kupu-kupu. Biasanya

penderita mengalami depresi dan gangguan emosional. Dari teori yang pernah

kakak baca, pada penyakit lupus produksi antibodi yang seharusnya normal

menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk

menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di adalam tubuh, tetapi justru

menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya. Sampai sekarang

obatnya belum ditemukan dan ada kemungkinan penderita akan meninggal

(50)

SARI

(terpukul perasaannya)

Sari terdiam mendengarkan penjelasan dari Maya.

MAYA

(curious/ penasaran)

Sudah paham belum? Dik? Tidak ada jawaban dik...halo dik Sari...

dik... wah pulsa pas-pasan. Tut...

SARI

(terpukul perasaannya)

Sari menjadi lemas, wajahnya pucat

8. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PAGI)

(Sari)

ANGLE ON: Sari bangun tidur.

OVERSHOULDER CAMERA: Sari berjalan menuju jendela yang ada di

kamarnya, membuka dan melihat keluar kemudian Sari melihat cermin dan

pada wajah terdapat bercak menyerupai sayap kupu-kupu.

POV: Terlihat mata Sari mulai perlahan menutup seolah ingin mengenang massa kecilnya.

9. MONTAGE – EXT. REL KERETA API (SIANG)

(Anak – anak kecil, 4 orang)

Gambaran Sari ketika masih kecil

a) Berjalan diatas rel

b) Duduk di atas rel dan bermain batu. c) Bersendau gurau

d) Meletakan kepala di atas rel seolah ingin tahu ada kereta yang mau lewat tidak. e) Melambaikan tangan saat ada kereta lewat.

f) Mencari kupu – kupu .

DISOLVE TO

FADE OUT

10. EXT. DEPAN RUMAH— ( SIANG)

(SARI DAN IBU)

Sari keluar dari dalam rumah menoleh kekanan kiri. Mencari tahu apa ada

orang tidak. (SUBJEKTIT KAMERA). Sari berjalan mendekati sinar matahari,

mengulurkan tangan ke arah matahari. Mencoba merasakan sengatan sinar

(51)

SARI

( Penasaran, mengamati tangan, membolak balik tangan yang tersengat

matahari).

(Tersenyum sendiri ) hangat…..

(VO) Terdengar suara ibu dari dalam rumah

IBU

(teriak)

Nduk……..( panggilan seorang anak perempuan jawa)

(Sari kaget, langsung lari masuk rumah)

10. INT. KAMAR SARI – RUMAH (SORE)

(Sari)

ESTABILSH CAMERA:Sari terlihat frustasi dengan keadaan yang dideritanya.

SARI

(stres)

Berjalan mondar-mandir

MOVEMENT CAMERA: Mengikuti langkah Sari yang sedang berjalan ke

tempat tidur.

SUBJEK CAMERA:Melempar-lempar bantalsebagai ungkapan kekesalannya

terhadap situasi yang terjadi.

OVERSHOULDER CAMERA: Menulis di depan kaca dengan lipstik ”2 tahun”

POV: Memainkan lampu belajar. Bersandar di tembok perlahan tangan menutup muka. (Menunjukan ekspresi stres. Pikiran kacau, mengacak-acak

rambutnya, dan perlahan-lahan menutup muka seolah pasrah dengan apa

yang dialaminya.)

FADE OUT

11. INT. KAMAR SARI – RUMAH (MALAM)

(Sari)

Sari duduk di depan meja belajar mencoba menuliskan keadaannya dalam

buku harian.

KAMERA : 1. siluet , frog eye.

2. moving manfaatkan pernik- prnik ruangan

3. overshoulder, medium close up

OVERSHOULDER CAMERA: Sari menulis di buku harian tentang kondisinya.

SARI (VO)

(52)

Ini adalah hari ke-721. Hari yang tak pernah berubah. Masih menunggu

kepastian dari malaikat penjemput tiba. Hari-hari masih terasa hampa dan

jarum-jarum masih di atas ranjang sunyi. Menunggu rasa nyeri datang lagi.

Ough… Apa yang tengah dicari dalam komidi putar. Jiwa seperti menari

berpusingan. Dalam doa tak kutemukan ia dan dalam doa menjadi letih sia…

Berapa lama lagi dan sisa berapa lagi aku menelan semua sakit ini. Air

mata mungkin sudah mengering sebelum malaikat mendekap dalam pelangi

jingganya. Hingga hari ini kupu-kupu masih erat melekat di mukaku. Sampai

kapan lagi cahaya mau mendekapku erat. Aku hanyalah Sari Wahyuningtyas,

gadis yang selalu bersembunyi dari congkaknya matahari.

KAMERA HIGH ANGEL : close up tangan Sari yang masih mencoba menulis. Sari terlihat letih perlahan-lahan meletakan kepalanya di meja.Terlihat pulpen

yang dipegang Sari perlahan mulai terjatuh. Kamera close up muka Sari, mata

sudah terpejam.

FADE OUT

Title penutup

Penyakit lupus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat

mengkhawatirkan. Namun, tidak lebih mengkhawatirkan jika dibandingkan

dengan kurangnya informasi tentang lupus itu sendiri. Hanya sentuhan cinta

dan kasih sayang yang dapat meringankan penyakit ini.

CREDIT TITLE

SELESAI

2.4 Pemeran

(53)

2.4.1 Tokoh Sari (tokoh utama)

Tokoh Sari dalam film pendek “1000 Wajah” ini merupakan tokoh utama yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari. Sutradara memilih Sixtusia Sekundasari karena awal ide cerita ini muncul dari kehidupan Sixtus sehari-hari. Oleh karena itu, sutradara menciptakan karakter tokoh Sari sesuai karakter dengan pemeran aslinya.

Gambar 01. Tokoh Sari yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari

Karakter Tokoh Sari dalam film ini adalah seorang gadis berusia 17 tahun. Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan sedang, dan rambut lurus. Tipologi psikisnya tergolong tipe melankolis, pendiam, cerdas, kreatif, dan mudah curiga. Bahasa yang dipergunakan bahasa Indonesia. Sebagai anak dari keluarga miskin, ia mempunyai sifat nerimo. Sari berperan sebagai tokoh protagonis. Karakter ini dibuat sutradara tidak jauh berbeda dengan karakter Sixtus sebenarnya sehingga dapat memudahkan tokoh Sari dalam menjiwai perannya. 2.4.2 Tokoh Ibu

(54)

proses produksi. Veronika Handayani memiliki keahlian menyanyikan tembang-tembang Jawa.

Gambar 02. Tokoh Ibu yang diperankan oleh Veronika Handayani

Dalam film ini tokoh ibu memang tidak disebutkan namanya. Ibu adalah seorang wanita berusia sekitar 40 tahun dan berstatus janda. Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan agak tinggi, kurus, dan rambut mengombak. Tipologi psikisnya tergolong tipe, kalem, tenang, sabar, baik hati, berwibawa, dan penyayang. Dialog yang menggunakan bahasa campur kode (Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa). Pekerjaan sehari-harinya sebagai penjahit. Ia tergolong sebagai wanita pekerja keras. Latar belakang perekonomian tergolong keluarga miskin. 2.4.3 Tokoh Sari kecil

(55)

Gambar 03. Tokoh Sari kecil yang diperankan oleh Ema

Karakter Sari kecil dalam film ”1000 Wajah” digambarkan sebagai seorang anak berusia 12 tahun. Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan kecil, dan rambut lurus. Tipologi psikisnya tergolong tipe, periang, lucu, polos, dan suka tersenyum. Pada saat beradegan ia tidak berdialog. Ia berperan sebagai tokoh pembantu. Selain Ema sebagai Sari kecil, ada beberapa tokoh lainnya yang berperan sebagai teman Sari kecil. Anggi, Tyas, Dodi, Toni, dan Santo berperan sebagai teman Sari kecil.

2.4.4 Tokoh Simbah

Tokoh simbah dalam film ini tidak disebutkan namanya. Tokoh Simbah diperankan oleh Winarti, seorang ibu rumah tangga. Tokoh Simbah memiliki sifat yang periang dan mudah bergaul dengan orang yang lebih muda umurnya. Tokoh Simbah direkrut langsung oleh sutradara dan tim produksi.

(56)

Winarti dalam film ”1000 Wajah” memerankan tokoh Simbah dengan karakter seorang wanita berusia 57 tahun. Simbah adalah seorang paranormal. Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan agak tinggi, kurus, dan rambut keriting. Tipologi psikisnya tergolong tipe, lucu, polos, dan suka tertawa. Dialog menggunakan bahasa campur kode (Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa). 2.4.5 Tokoh Dokter Dan Maya

Tokoh Dokter dan Maya dalam film ini hanya diambil dubbing (suaranya) sehingga kedua tokoh ini tipologi fisiknya tidak digambarkan. Tipologi psikisnya tergolong tipe kalem, tenang, sabar, baik hati, berwibawa, dan penyayang. Hal ini dapat diamati dari bahasa yang digunakan tokoh Dokter pada saat menjelaskan mengenai penyakit lupus kepada ibu Sari. Bahasa yang dipergunakan bahasa Indonesia. Sedang tokoh Maya dapat diamati dari bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi di telepon. Maya adalah saudara sepupu Sari dan bekerja sebagai perawat di rumah sakit.

2.5 Sutradara dan Produser

Film indie merupakan film kreatif yang berdurasi pendek dan tidak berdiri di bawah mayor label atau pemodal yang kuat. Dalam proses pembuatan film

(57)

Dalam proses pembuatan film pendek “ 1000 WAJAH”, sutradara selalu memperhatikan dan mengontrol kamerawan. Setiap pengambilan gambar selalu memperhatikan dan memperhitungkan setiap sudut yang paling artistik yang akan ditangkap oleh mata kamera. Di sini tugas sutradara sangat penting yaitu memberi arahan kepada kamerawan sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan keingginan sutradara. Setiap posisi kamera, gerak kamera sampai dengan asupan cahaya dan warna yang tertangkap kamera, sutradara selalu memantau melalui Tv monitor atau langsung dari kamera.

Gambar 05. Sutradara sedang mengontrol kamerawan saat mengambil gambar

(58)

para pemeran cukup bisa menyesuaikan suasana di lokasi shooting sehingga sutradara tidak begitu kesulitan dalam mengarahkan para pemeran dalam berdialog dan berakting di depan kamera.

Gambar 06. Sutradara sedang berdiskusi dengan pemain dan beberapa crew

Sutradara juga bertanggung jawab dalam menjaga continuity atau kesinambungan setiap adegan dalam pengambilan gambar. Dalam film ini kebanyakan adegan dilakukan di dalam ruangan sehingga sutradara harus jeli dalam menciptakan perbedaan waktu hanya dengan cahaya yang ditangkap oleh kamera. Misalnya, saat hendak take gambar adegan sari menulis di diary pada malam hari, sumber cahaya yang digunakan harus selayaknya suasana malam hari.

(59)

Dalam film ini sutradara menempatkan dirinya sama dengan crew dan pemeran lainnya sehingga tidak terjadi kesenjangan dan terjalin kerjasama yang kuat dalam satu timwork.

Di dalam seluruh organisasi kerja, sutradara hanya mempunyai satu pedoman yaitu film yang sedang dibuatnya. Segala susunan dan pengaturan kerja itu diarahkan pada suksesnya pembuatan film. Karena setiap petugas di dalam pembuatan film itu bertindak menurut tugas meraka masing-masing untuk ikut bertanggung jawab atas film yang dihasilkannya, pada kesempatan itu mereka diberi kesempatan untuk memberikan usul, saran, baik hal-hal yang bersifat praktis maupun hal-hal yang artistik sifatnya. Hanya di dalam pengambilan gambar-gambar, shooting, kekuasaan penuh berada ditangan sutradara (Mangunhardjana. 1976:64).

Setiap crew diberi tempat, kekuasaan, dan tanggung jawab yang jelas oleh sutradara.

Gambar 07. Sutradara sedang memantau pengeditan gambar

(60)

2.6 Modal

Proses pembuatan film ini membutuhkan biaya 1.650.000, dengan perencanaan sebagai berikut :

A. Pra Produksi

Jumlah hari : 2hari 1malam Jumlah crew dan pemain 12 orang

Storybord merupakan sejumlah sketsa atau gambaran yang

menggambarkan pergerakan, sudut kamera, dan suasana adegan. Storyboard

(61)

shooting berlangsung. Namun, pada saat shooting berlangsung biasanya akan terjadi improvisasi pengambilan gambar.

Dalam proses pembuatan film “1000 Wajah” tidak semua storyboard

dibuat, hanya adegan-adegan penting saja yang dibuat. Beberapa adegan yang memiliki storyboard antara lain , adegan Ibu melipat baju, adegan Ibu membaca hasil laboratorium, adegan Simbah sedang menyembuhkan Sari di kamar, adegan Sari sedang membuka jendela. Selebihnya, dalam pengambilan gambar merupakan improvisasi dari kamerawan dan sutradara. Contoh storyboard dalam film “ 1000 Wajah ” dapat dilihat pada lampiran.

2.8 Kostum

Kostum dapat membantu membangun karakter seorang tokoh. Dalam film “ 1000 WAJAH ”, kostum pemain dibuat senatural mungkin seperti kehidupan sehari - hari masyarakat pedesaan. Penata kostum dalam film ini dipercayakan sutradara kepada Veronica Handayani.

Gambar 08. Contoh kostum yang digunakan Tokoh Ibu dan Sari

(62)

pedesaan. Sebaliknya, tokoh Sari banyak menggunakan baju santai, layaknya kehidupan sehari-hari seorang gadis muda saat di rumah.

Gambar 09. Kostum yang digunakan tokoh Simbah dan teman Sari

Kostum yang digunakan teman Sari adalah seragam SMA. Kostum ini digunakan untuk membangun karakter seorang anak SMA. Tokoh Simbah menggunakan Baju kebaya karena dengan baju kebaya penggambaran sorang dukun Jawa akan lebih terbentuk.

2.9 Lokasi

Pemilihan lokasi atau sering disebut hunting lokasi adalah proses pencarian tempat untuk shooting film. Dalam hunting lokasi, perlu diperhitungkan juga masalah perkiraan biaya, alat transportasi yang digunakan, sekaligus masalah perizinan lokasi shooting. Hunting lokasi biasanya dilakukan oleh sutradara, tim artistik, juru kamera, dan beberapa crew. Tujuannya adalah untuk mempelajari lokasi yang akan digunakan untuk shooting.

(63)

Proses hunting lokasi dalam pembuatan film “1000 Wajah” dilakukan dua minggu sebelum shooting. Lokasi pembuatan film ini di daerah Muntilan dan selebihnya dilakukan di daerah Gamping.

2.10 Jadwal Kegiatan

Merencanakan kegiatan dalam proses pembuatan sebuah film sangatlah penting. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu pelaksanaan produksi dimulai tidak mengalami hambatan atau permasalahan. Hal ini menjadi pertimbangan besar karena terkait dengan efisiensi waktu dan biaya produksi yang dikeluarkan.

No Tanggal Waktu Agenda Lokasi

Penyusunan Proposal Di rumah dan kampus 2 4-7

September 2009

Sore Pemilihan lokasi

(hunting)

Perizinan tempat Rumah Bapak Sadewa

Muntilan,Stasiun Patukan

5 10 – 14 Oktober 2009

Pagi – Sore Persiapan pengambilan gambar (termasuk

(64)

7 20 Oktober 2009

Malam Editing atau penyuntingan

Joglo Digital Studio, Mejing

(65)

PROSES PRODUKSI

PEMBUATAN FILM PENDEK“1000 WAJAH”

Setelah tahap praproduksi, tahap selanjutnya adalah tahap produksi.

Produksi adalah proses inti dari sebuah pembuatan film. Di sinilah sebuah

skenario digarap menjadi bentuk audio visual. Proses produksi dipimpin langsung

oleh sutradara dan dibantu beberapa crew. Ada beberapa hal-hal yang terkait saat

proses produksi berlangsung.

3.1 Skenario

Dalam proses produksi, skenario digarap menjadi audio visual. Skenario

menjadi kerangka dasar pembuatan film. Namun, pada saat shooting berlangsung

kekreatifitasan sutradara dan kru menerjemahkan skenario sangat penting selama

tidak lepas dari inti cerita. Setelah mengalami proses produksi skenario “1000

Wajah” mengalami perubahan jumlah scene. Jika skenario awal berjumlah 11

scene setelah diedit menjadi 17 scene. Hal ini dikarenakan pada saat shooting berlangsung terjadi penambahan dan pengurangan scene. Selain itu juga terjadi

penambahan satu tokoh figuran.

Pada saat shooting berlangsung para pemeran diberi kebebasan untuk berimprovisasi baik menambah dialog atau pun mengurangi dialog selama tidak

lepas dari inti cerita. Di bawah ini adalah contoh adegan dan dialog yang berubah

pada saat shooting berlangsung.

(66)

Pada bagian teaser terdapat perubahan adegan. jika pada skenario awal teaser hanya 3

adegan, saat shooting menjadi 4 adegan.

TEASER (ADEGAN PEMBUKA)

1. INT. KAMAR – SARI (PAGI) (Sari)

SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya menjemur pakaian.

POV: Sari menangkap kupu-kupu. ( credit title pengenalan tokoh)

CUT TO 2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)

(Ibu)

OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum. (credit title pengenalan tokoh) IBU

(Marah) Tutup…

POV: Ibu menjemur pakaian. ( credit title pengenalan tokoh)

CUT TO 3. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)

POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.

MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)

FADE OUT FADE IN Teaser di atas merupakan teaser awal pembuatan scenario. Namun, pada saat

(67)

TEASER (ADEGAN PEMBUKA)

1. INT. KAMAR – SARI (PAGI) (Sari)

SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya menjemur pakaian.

CUT TO 2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)

(Ibu)

OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum. IBU

Tutup…(tanpa suara)

POV: Ibu menjemur pakaian. CUT TO

3. INT. KAMAR – SARI (PAGI)

SUBJEKTIF KAMERA: Sari menangkap kupu-kupu

CUT TO

4. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)

POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.

MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)

(68)

Pada scene 2 juga terdapat perubahan adegan. Jika pada scenario awal ibu

hanya membuka pintu, melihat Sari masih tertidur, dan menutup kembali. Namun,

pada saat shooting adegan yang dilakukan Ibu beubah.

2. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG) (Ibu dan Sari)

(OS) Terdengar suara pintu dibuka.

ANGLE ON: Ibu masuk ke kamar Sari dan menutup jendela.

SUBJEKTIF CAMERA: Ibu melihat Sari masih tertidur lalu keluar kamar.

Scene di atas merupakan contoh perubahan adegan yang dilakukan pemeran

pada saat shooting. Perubahan dialog baik penambahan maupun pengurangan juga terjadi pada saat shoting berlangsung.

3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (SORE) (Ibu dan Sari)

SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil pemeriksaan anates (laboratorium).

INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui maksud hasil lab tersebut.

DOKTER(VO) (empati)

Dari hasil anates ternyata putri ibu menderita penyakit SLE atau lupus. Penyakit ini memang tergolong langka dan sementara ini belum ditemukan obatnya. Saya harap ibu tetap sabar dan berdoa saja semoga ada keajaiban untuk sembuh.

(69)

POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.

(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau) SARI (VO)

(memanggil)

Ibu…..ibu……ibu…….

Scene di atas ialah adegan dan dialog yang diambil dari scenario awal. Ketika

shooting berlangsung, pemeran tokoh dokter berimprovisasi menambahkan dialog

sehingga dalam skenario akhir menjadi seperti berikut ini :

3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (PETANG) (Ibu )

SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil pemeriksaan anates (laboratorium).

INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui maksud hasil lab tersebut.

DOKTER(VO) (empati)

Ehmm begini ya... bu ya.... Dari hasil anates ternyata putri ibu menderita penyakit SLE atau lupus. Penyakit ini memang tergolong langka dan sementara ini belum ditemukan obatnya. Saya harap ibu tetap sabar dan berdoa saja semoga ada keajaiban untuk sembuh. (insert camera kertas hasil lab)

KAMERA OVERSHOULDER: Terlihat air mata menetes membasahi kertas hasil anates.

POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.

Gambar

Gambar 01. Tokoh Sari yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari
Gambar 02. Tokoh Ibu yang diperankan oleh Veronika Handayani
Gambar 04. Tokoh Simbah yang diperankan oleh Winarti
Gambar 05. Sutradara sedang mengontrol kamerawan saat mengambil gambar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan yang baik antara penyanyi dalam sebuah paduan suara akan menciptakan suasana yang menyenangkan ketika menyanyikan sebuah lagu, karena komunikasi

IMPLEMENTASI METODE DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA INTERNET UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN PENGEMBANGAN SIKAP POSITIF PADA TEMA PENIPISAN LAPISAN OZON..

Analisis Penggunaan Huruf Lam dalam Al-Qur`an serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Tarjamah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Judul Skripsi : Sintesis Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot utilissima P.) Dengan Metode Basah (Adebiyi). Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan

dengan prioritas masalah Gangguan Nutrisi Kurang Dari kebutuhan. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan

Diagram Hasil Peningkatan Hasil Belajar Siswa dari Data Awal, Siklus I, Siklus II dan Siklus III

Yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja (Pokja) Pemagaran Gedung Kantor Pengadilan Agama Tanjung Selor, pada hari ini RABU , tanggal TIGA bulan JUNI¸ tahun DUA

14/KEP.BB/102/2013 Tanggal 26 Januari 2013 tentang Penunjukan Pengelola (Procurement Unit) Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Tahun 2013, denga dihadiri