DESAIN PEMBELAJARAN FISIKA SMA KELAS X SEMESTER II
KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR
BERDASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh:
Nama: Hendrikus
NIM: 061424018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
MOTO
Har apan yang t er t unda menyedihkan hat i, Tet api keinginan yang t er penuhi Adalah pohon kehidupan
Amsal 13: 12
”Lihatlah ke atas ’tuk meneladan kesuksesan,
lihatlah ke bawah ’tuk menikmati kebahagiaan”
Terus naik bukan turun,
Jadilah kepala bukan ekor.
(sebuah refleksi di akhir masa studi)
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA:
Ayah, I bu dan Seluruh K eluargaku
Bangsa dan N egaraku Tercinta, I NDONESI A
K abupaten K utai Barat (K altim) Tercinta
ABSTRAK
Desain Pembelajaran Fisika SMA Kelas X Semester II Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur Berdasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Oleh:
Hendrikus
Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi, maka kurikulum sebelumnya dinyatakan tidak berlaku dan sebagai gantinya ditetapkanlah suatu kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai akibat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekolah harus membuat sendiri kurikulum di sekolahnya.
Penulisan desain ini bertujuan bahwa pembelajaran fisika sebaiknya kontekstual dengan daerah tempat sekolah itu bernaung. Penulisan desain ini berdasarkan konteks di Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur yang bertujuan mengaktifkan siswa dalam belajar fisika dan mengajak siswa berpikir kritis dalam memecahkan soal-soal fisika.
Desain ini didukung oleh beberapa teori yaitu filsafat konstruktivisme, teori berpikir kritis, multiple intelligences, dan KTSP. Filsafat konstruktivisme mengatakan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil kontsruksi dari individu yang belajar. Teori berpikir kritis menekankan pentingnya kemampuan membuat kesimpulan dan menilai keaslian serta kebenaran terhadap sesuatu dengan berdasarkan pada pengetahuan sikap yang telah dimiliki. Multiple intelligences dalam peroses pembelajaran penyajian materi belajar disesuaikan dengan inteligensi yang paling banyak dipunyai siswa. KTSP yang menekankan sekolah mempunyai peranan penting dalam mengatur segala sesuatunya.
ABSTRACT
Physics Learning Design of Tenth Graders of Second Semester of Senior High School in West Kutai of East Kalimantan Based on the Curriculum of Education Unit Level
By
Hendrikus
Based on the decision of National Education Minister Number 22 of 2006 on Content Standard and Competence Standard, prior curriculum has been considered invalid and replaced by the new curriculum, which is the Curriculum of Education Unit Level (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan [KTSP]). Consequently, schools have to compile their own curriculum.
The design writing aims to make physics learning contextual considering the local condition in which the schools are located. The design is written in the context of West Kutai district of East Kalimantan province and aims to activate the students in learning physics and stimulating them to critically think in solving physics problems.
The design is supported by some philosophical theories such as constructivism, critical thinking theory, multiple intelligences, and KTSP. The constructivism suggests that knowledge results from the construction of learning individuals. The critical thinking theory emphasise on the importance of the ability to draw conclusions and to evaluate the originality and the truth of something on the basis of the attitude knowledge that has been aquired. The multiple intelligences in the learning process, especially in presenting the leraning materials must be adjusted to the intelligence of the majority of the students. The KTSP emphasizes that the schools play an important role in regulating everythings.
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sangat luar biasa besar penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Desain Pembelajaran Fisika SMA Kelas X Semester II Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur berdasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika, Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam masa studi dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T., selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
2. Segenap dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan serta seluruh karyawan JP. MIPA yang telah memfasilitasi selama proses masa studi di Universitas Sanata Dharma.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu serta keluarga yang selalu memberi dukungan doa dan pengorbanan demi penulis menyelesaikan studi.
6. Teman-teman keluarga besar Gereja Kristen Nazaren Gloria Yogyakarta yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi.
7. Pak Obaja Sigit selaku pendeta di gereja GKN Gloria Yogyakarta yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi.
8. Pacar saya tersayang “Intan Purnamasari” yang selalu setia menemani dan memberi semangat, serta doa selama penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman angkatan 2006 yang selalu memberi semangat dan bantuan selama studi.
Penulisan skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga desain fisika ini bisa berguna untuk semua pihak.
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO DAN PESEMBAHAN ... iv
PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 22
A. LATAR BELAKANG ... 22
B. PERUMUSAN MASALAH ... 25
C. TUJUAN PENULISAN ... 26
D. KERANGKA ISI ... 26
E. MANFAAT PENULISAN ... 28
BAB II. DASAR TEORI ... 29
A. MEMAHAMI HAKEKAT KTSP ... 29
1. Pengertian KTSP ... 29
2. Landasan Penyusun KTSP... 30
4. Prinsip Pengembangan KTSP ... 31
5. Komponen KTSP ... 36
6. Kekuatan dan Kelemahan KTSP ... 37
B. STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR, DAN KOMPETENSI LULUSAN FISIKA ... 40
1. Standar Kompetensi dan Kompetemsi Dasar Fisika ... 40
2. Kompensi Lulusan ... 42
a. Dampak Multiple Intelligences Bagi Siswa ... 68
b. Dampak Multiple Intelligences Bagi Guru ... 69
F. KONSEP BEPIKIR KRITIS ... 70
1. Berpikir Kritis ... 70
3. Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis ... 72
G. METODE MENGAJAR ... 74
1. Metode Demonstrasi ... 75
2. Metode Eksperimen atau Laboratorium ... 80
3. Metode Ceramah Siswa Aktif ... 82
4. Model Diskusi Kelompok ... 84
5. Peta Konsep ... 87
H. EVALUASI ... 89
I. KESESUAIAN TEORI DENGAN DESAIN ... 94
BAB III. DESAIN PEMBELAJARAN ... 95
A. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN SILABUS ... 95
1. Ilmiah... 95
2. Relevan ... 96
3. Sistematis ... 96
4. Konsisten ... 96
5. Memadai ... 97
6. Aktual dan Kontektual... 97
7. Fleksibel ... 98
8. Menyeluruh ... 98
B. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS ... 98
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 98
2. Mengindentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran ... 99
3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran ... 100
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi ... 100
5. Penentuan Jenis Penilaian ... 101
6. Menentukan Alokasi Waktu ... 101
7. Menentukan Sumber Belajar ... 102
D. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
FISIKA SMA KELAS X SEMESTER II ... 110
1. RPP 1. Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar (Pertemuan ke- 1). 111 2. RPP 2. Pemamntulan Cahaya pada Cermin Cekung dan Cembung (Pertemuan ke- 2). ... 120
3. RPP 3. Pembiasan Cahaya (Pertemuan ke- 3) ... 129
4. RPP 4. Pembiasan pada Lenda (Pertemuan ke- 4). ... 140
5. RPP 5. Alat-Alat Optik (Pertemuan ke- 5). ... 150
6. RPP 6. Suhu dan Pemuaian (Pertemuan ke- 6) ... 165
7. RPP 7. Kalor dan Perubahan Wujud (Pertemuan ke- 7). ... 176
8. RPP 8. Perpindahan Kalor (Pertemuan ke- 8) ... 186
9. RPP 9. Asas Black (Pertemuan ke- 9). ... 194
10. RPP 10. Alat Ukur Listrik (Pertemuan ke- 10). ... 200
11. RPP 11. Sumber Arus Listrik searah (Pertemuan ke- 11). ... 207
12. RPP 12. Arus Listrik Searah (Petemuan ke- 12). ... 214
13. RPP 13. Arus Listrik Bolak-balik (Pertemuan ke- 13). ... 222
14. RPP 14. Energi dan Daya Listrik (Pertemuan ke- 14) ... 229
15. RPP 15. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Pertemuan ke- 15)... 239
16. RPP 16. Karakteristik dan Penerapan Gelombang Elektromagnetik (Pertemuan ke- 16)... 246
BAB IV. PENUTUP ... 260
A. RANGKUMAN ... 260
B. KETERBATASAN PENULISAN ... 261
C. SARAN-SARAN... 261
DAFTAR PUSTAKA ... 263
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 42
Tabel 2. Sumbangan Pendidikan Fisika pada Kompetensi Lulusan SMA ... 44
Tabel 3. Beban Belajar Siswa ... 49
Tabel 4. Alokasi Waktu ... 51
Tabel 5. Lembar Penilaian Sikap dan Minat ... 90
Tabel 6. Lembar Penilaian Tes Keterampilan dan Pengamatan Melakukan Eksperimen ... 91
Tabel 7. Lembar Pengamatan Keaktifan ... 92
Tabel 8. Lembar Pengamatan tes keterampilan mengerjakan soal-soal fisika. .... 92
Tabel 9. Silabus Optika Geometris ... 103
Tabel 10. Silabus Suhu dan Kalor... 104
Tabel 11. Silabus Listrik Dinamis ... 107
Tabel 12. Silabus Gelombang Elektromagnetik ... 108
Tabel 13. RPP Lembar Pengamatan Keaktifan ... 116
Tabel 14. RPP Lembar Pengamatan Sikap dan Minat Siswa ... 117
Tabel 15. RPP Lembar Penilaian Keterampilan dan Pengamatan Melakukan Eksperimen ... 117
Tabel 16. RPP Pengamatan tes keterampilan mengerjakan soal-soal fisika. ... 118
Tabel 17. Indeks bias mutlak beberapa medium... 131
Tabel 18. Kalor jenis berbagai zat. ... 179
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1. Diagram sinar dari ... 112
Gambar 2. Peralatan untuk menyelidiki pemantulan cahaya. ... 112
Gambar 3. Jalannya sinar dalam hukum pemantulan... 112
Gambar 4. Pada pemantulan terhadap cermin datar ... 113
Gambar 5. Lukisan pembentukan bayangan benda berbentuk garis. ... 114
Gambar 6. Medan penglihatan sebuah kaca spion mobil ... 114
Gambar 7. Medan penglihatan sebuah cermin datar. ... 114
Gambar 8. Cermin cekung dan cermin cembung. ... 120
Gambar 9. Pemantulan pada cermin cekung. ... 121
Gambar 10. Pemantulan pada cermin cembung. ... 121
Gambar 11. (a) Benda di depan M (s > 2f), (b) benda di antara F dan O (0 < s < f)... 122
Gambar 12. Titik fokus F terletak pada sumbu utama dan di tengah-tengah antara M dan O... 123
Gambar 13. Tiga sinar istimewa pada cermin cembung. ... 124
Gambar 14. (a) Lukisan pembentukan bayangan pada cermin cembung; (b) Cermin cembung selalu menghasilakan bayangan lebih kecil dari pada bendanya ... 125
Gambar 15. Cahaya datang dari udara masuk ke dalam air. ... 129
Gambar 16. Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium rapat ... 130
Gambar 18. Cahaya datang dari kaca menuju ke air melalui lapisan udara. ... 131
Gambar 19. Geometri dan diagram sinar untuk koin di dasar kolam ... 133
Gambar 20. Koin berada di dasar wadah yang berisi 4 jenis cairan. ... 134
Gambar 21. Jika sinar dengan sudut datang lebih besar daripada sudut kritis ... 135
Gambar 22. Pemantulan sempurna dalam prisma ... 136
Gambar 23. Berkas cahaya menempuh saluran serat optik ... 136
Gambar 24. (a) lensa cembung bersifat mengumulkan cahaya; (b) lensa cekung bersifat memencarkan cahaya. ... 141
Gambar 25. (a) Tiga bentuk lensa cembung atau lensa konveks dan (b) Tiga bentuk lensa cekung atau lensa konkaf... 141
Gambar 26. Sinar istimewa pada (a) lensa cembung (b) lensa cekung. ... 142
Gambar 27. Diagram sinar dengan benda di 2F2. ... 143
Gambar 28. Bayangan-bayangan dari benda nyata dari depan lensa cekung pada berbagai kedudukan. ... 143
Gambar 29. Sebuah lensa yang tipis yang disusun dua bidang lengkung dengan jari-jari R1 dan R2 ... 144
Gambar 30. Bayangan lensa I merupakan benda lensa II ... 145
Gambar 31. Diagram mata manusia ... 151
Gambar 32. (a) mata relaks; (b) mata menegang. ... 151
Gambar 33. Jangkuan penglihatan ... 152
Gambar 34. Mata normal (emetropi) ... 152
Gambar 35. Mata rabun jauh (miopi). ... 153
Gambar 37. Mata rabun dekat ... 153
Gambar 38. Mata prebiopi ... 154
Gambar 39. Sebuah lensa silinderis membentuk suatu bayangan garis ... 154
Gambar 40. Diagram sebuah kamera. ... 155
Gambar 41. Makin besar ukuran angular benda, makin besar bayangan yang dibentuk pada retina. ... 156
Gambar 42. (a) Sebuah mikroskop optik; (b) diagram sinar pementukan bayangan pada mikroskop optik. ... 157
Gambar 43. Bayangan objektif merupakan benda okuler ... 158
Gambar 44. Pembentukan bayangan pada teropong bintang. ... 159
Gambar 45. Diagram sinar teropong bumi. ... 159
Gambar 46. Diagram sinar toropong prisma ... 160
Gambar 47. Diagram sinar teropong panggung. ... 160
Gambar 48. Diagram sinar teropong pantul astronomi. ... 161
Gambar 49. Cara menentukan titik tetap (a) bawah, dan (b) atas. ... 169
Gambar 50. Hubungan linear antara panjang kolom raksa X dan suhu dalam skala Celsius. ... 168
Gambar 51. Skala Fahrenheit dan Celsius pada sebuah termometer. ... 169
Gambar 52. Keping bimetal... 170
Gambar 53. Pemuaian luas ... 171
Gambar 54.Pemuaian volum. ... 177
Gambar 55. Ilustrasi perbedaan suhu dan kalor ... 177
Gambar 57. Peralatan untuk menentukan persaman kalor ... 178
Gambar 58. Diagram perubahan wujud zat. ... 179
Gambar 59. Grafik pemanasan dan pendinginan lilin. ... 180
Gambar 60. Grafik suhu-kalor untuk es yang dipanaskan ... 182
Gambar 61. Kalor berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. ... 186
Gambar 62. Partikel-partikel pada ujung ... 187
Gambar 63. Laju konduksi kalor ... 188
Gambar 64. Perpindahan kalor secara konveksi ... 189
Gambar 65. Konveksi paksa pada sistem pendingin... 189
Gambar 66. Penyerap Kalor Radiasi yang Baik dan Buruk ... 190
Gambar 67. Menuangkan air dingin ke dalm air panas... 195
Gambar 68. Kolorimeter aluminium ... 196
Gambar 69. Kalorimeter elektrik ... 196
Gambar 70. Multimeter (a) analog dan (b) digital ... 200
Gambar 71. Merangkai ampermeter untuk mengukur kuat arus. ... 201
Gambar 72. Basicmeter. ... 202
Gambar 73. Mengamati skala terkecil basicmeter. ... 203
Gambar 74. Pembacaan skala ... 203
Gambar 75. Menggunakan voltmeter untuk mengukur tegangan listrik. ... 204
Gambar 76. Mengukur beda potensial ... 204
Gambar 77. Baterai ... 208
Gambar 78. Aki ... 209
Gambar 79. (a) dua lampu disusun seri ... 209
Gambar 80. (a) dua lampu R1 dan R2 disusun parallel ... 210
Gambar 82. Hambatan kawat sebanding dengan L dan A. ... 215
Gambar 83. Rangkaian untuk menyelidiki pengaru suhu. ... 216
Gambar 84. Rangkaian mengukur kuat arus menggunakan ampermeter... 216
Gambar 85. Suatu rangkaian listrik dengan kuat arus tetap ... 217
Gambar 86. Arah loop searah jarum jam ... 218
Gambar 87. Polaritas sumber tegangn AC ... 223
Gambar 88. Suplai listrik dari dua jalur kawat menuju ke rumah-rumah ... 224
Gambar 89. Rangkaian arus listrik disuplai ke rumah-rumah. ... 224
Gambar 90. Kotak pelayanan rumah dengan beberapa circuit breaker ... 225
Gambar 91. Pemasangan sebenarnya hantaran L dan N ... 225
Gambar 92. Bagan pengawatan ... 225
Gambar 93. Bagaimana memasang sakelar dan sekring. ... 226
Gambar 94. Suatu rangkaian penerangan tertentu. ... 227
Gambar 95. Rangkaian tertutup. ... 230
Gambar 96. Daya pada baterai V adalah VI ... 231
Gambar 97. Lampu pijar, teko listrik, dan pengering rambut listrik ... 232
Gambar 98. Lampu yang diberi tegangan ... 234
Gambar 99. Diagram skematik percobaan celah ganda Young ... 240
Gambar 100. Gelombang elektromagnetik di medan listrik ... 242
Gambar 101. Rentang spectrum gelombang elektromagnetik... 243
Gambar 102. Pemancar radio berukuran kecil ... 247
Gambar 103. Penerima radio dapat berukuran sangat besar. ... 247
Gambar 104. Gelombang televisi (UHF) dan VHP ... 249
Gambar 105. Modulasi dari gelombang radio bisa AM atau FM. ... 250
Gambar 106. Microwaves ... 251
Gambar 107. Informasi yang ditampilkan pada layar sebuah osiloskop... 252
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Permasalahan yang ada seputar sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia telah menjadi suatu bahan yang hangat untuk diperbincangkan, terutama bagi kalangan yang mempunyai perhatian pada dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia, yang nantinya akan menentukan perkembangan bangsa ini. Suatu solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia melalui terobosan baru dalam sistem pendidikan diperlukan. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional melakukan beberapa perubahan dalam jangka waktu kurang lebih lima tahun terakhir ini agar dapat memberikan perubahan.
Perubahan yang dilakukan pada sistem pendidikan di Indonesia dilakukan melalui kurikulum yang berlaku. Sejak tahun 2004 dunia pendidikan Indonesia menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dipayungi oleh Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Namun pada tahun ajaran 2006/2007 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan menggantikan KBK tahun 2004.
Dalam penyusunannya, Kurikulum Tingkat Satuan`Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Konpetensi.
Akibat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru yang sebelumnya tidak perlu membuat sendiri kurikulum yang ada di sekolahnya harus membuat sendiri kurikulum di sekolahnya dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pekerjaan guru semakin bertambah karena selain harus membuat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sendiri, guru fisika juga akan dihadapkan dengan belum adanya buku panduan pelajaran fisika yang berpatokan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
siswa-siswi bisa tersalurkan secara maksimal dan minat belajar terhadap fisika makin meningkat.
Kalimantan Timur khususnya Kabupaten Kutai Barat (KUBAR), merupakan Kabupaten yang baru berdiri dua periode. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bidang pendidikan. Dalam pembelajaran fisika SMA kelas X semester II yang patut menjadi perhatian adalah, model pembelajaran yang kurang memperhatikan konteks pembelajaran fisika itu sendiri dengan konteks siswa dan wilayah tempat sekolah itu berada. Memang tidak semua materi pembelajaran fisika dapat disesuikan dengan konteks wilayah tempat sekolah itu berada. Tetapi setidaknya dari beberapa bagian materi atau pokok bahasan tertentu yang dapat disesuaikan dengan lingkungan sekolah itu sendiri. Misalnya saja saat guru menjelaskan tentang pemantulan cahaya yang berkaitan dengan medan penglihatan. Untuk menjelaskan hal ini akan lebih baik guru mengambil contoh spion pada kendaraan bermotor. Mengapa kita dapat melihat benda-benda di belakang saat kita mengendarai mobil atau sepeda motor. Peristiwa tersebut terjadi karena adanya pemantulan cahaya dari kaca spion ke mata. Contoh seperti di atas sangat mudah diperoleh di lingkungan tersebut.
obyek-obyek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga, sehingga dalam belajar fisika yang terpenting adalah siswa yang lebih aktif.
Metode pengajaran guru kurang mengaktifkan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Akibatnya siswa seperti bejana kosong yang harus selalu diisi. Ini tentu tidak baik untuk perkembangan pengetahuan siswa. Dalam belajar fisika yang terpenting sebenarnya adalah siswa yang aktif belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri (Suparno, 2007: 2).
B.
Perumusan Masalah
Sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia saat ini mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007). KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK, perlu dipayungi oleh Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Artinya, hal tersebut merupakan pelimpahan wewenang yang besar kepada sekolah untuk memperbaiki mutu pendidikannya, baik dengan menyusun dan mengembangkan kurikulum.
dengan yang telah dirumuskan pada KTSP. Baru-baru ini beberapa SMA di Kabupaten Kutai Barat kesulitan dalam membuat desain pembelajaran fisika SMA kelas X semester 2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang kontekstual dengan daerah di Kalimantan Timur khususnya Kabupaten Kutai Barat. Siswa-siswi cenderung malas dalam belajar fisika dan kemampuan memecahkan soal-soal.
Berkenaan dengan hal tersebut barangkali dengan kurikulum yang kontekstual siswa dapat lebih dibantu untuk belajar fisika dengan senang dan mudah, maka permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana membuat desain pembelajaran fisika SMA kelas X semester II berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang bercirikan:
1. Kontekstual dengan daerah di Kalimantan Timur (Kab. Kutai Barat). 2. Mengaktifkan siswa dalam belajar fisika.
3. Mengajak siswa berpikir lebih kritis dalam memecahkan soal-soal fisika.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah membuat desain pembelajaran fisika yang berdasarkan KTSP pada siswa SMA kelas X semester 2 di Kabupaten Kutai Barat (Kaltim), yang bercirikan: kontekstual dengan daerah di Kalimantan Timur (Kab. Kutai Barat), mengaktifkan siswa dalam belajar fisika dan mengajak siswa berpikir lebih kritis dalam memecahkan soal-soal fisika.
D.
Kerangka Isi
Adapun kerangka isi penulisan skripsi ini sebagai berikut. Bab II. Dasar Teori
A. Memahami Hakekat KTSP 7. Pengertian KTSP
9. Karakteristik KTSP
10. Prinsip Pengembangan KTSP 11. Komponen KTSP
12. Kekuatan dan Kelemahan KTSP
B. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Kompetensi Lulusan Fisika 3. Standar Kompetensi dan Kompetemsi Dasar Fisika
4. Kompensi Lulusan Fisika C. Beban Belajar dan Alokasi Waktu
3. Beban Belajar 4. Alokasi Waktu
D. Konteks Kabupaten Kutai Barat 10. Kutai Barat Secara Umum 11. Ciri Khas Kutai Barat 12. Sarana dan Prasarana 13. Kebiasaan Belajar Siswa 14. Lingkungan Sekitar 15. Lingkungan Keluarga 16. Guru Fisika
17. Cara Berpikir Siswa 18. Harapan
E. Beberapa Teori Pendidikan IPA 3. Teori Kontruktivisme Belajar 4. Teori Multiple Intelligences F. Konsep Bepikir Kritis
5. Pentingnya Berpikir Kritis
6. Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis G. Metode Mengajar
6. Metode Demonstrasi
7. Metode Eksperimen atau Laboratorium 8. Metode Ceramah Siswa Aktif
9. Model Diskusi Kelompok 10. Peta Konsep
H. Evaluasi
I. Kesesuaian Teori Dengan Desain Pembelajaran Yang Dibuat BAB III. Desain Pembelajaran Fisika SMA Kelas X Semester II
A. Prinsip-prinsip
B. Langkah-langkahPengembangan Silabus C. Silabus Fisika SMA Kelas X Semester II
D. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Fisika SMA Kelas X Semester II BAB IV. Penutup
A. Rangkuman B. Saran-Saran
E.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil melalui penulisan ini, antara lain:
1. Guru dapat menggunakan untuk mengajar mata pelajaran fisika di Kabupaten Kutai Barat (Kaltim) khususnya siswa-siswi SMA kelas X semester 2.
BAB II
DASAR TEORI
A.
Memahami Hakikat KTSP.
Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam menyukseskan pendidikan anak didiknya di era globalisai sekarang ini sangat besar. Seluruh potensi anak didik harus digali dan dikembangkan untuk membantu aktualisasi dan profesinya di masa depan. Lembaga pendidikan formal atau sekolah dirancang untuk mengemban fungsi produk, penyadaran dan media secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tidak ada cara lain untuk menyembuhkan penyakit pendidikan di negeri ini kecuali kita harus benar-benar berani dan kuat membangun bangsa dan mengunakan kekuatan dari dalam dan tidak menggantungkan dari luar (Asmani, 2010: 16). Untuk itu terobosan baru yang bisa dilakukan adalah membangun sistem pendidikan yang kreatif dan inovatif, jauh menjangkau ke depan, untuk semua anak bangsa, tanpa ada diskriminasi. Upaya membangun sistem pendidikan yang ini harus dilakukan secara terus menerus tanpa mengenal kata berhenti.
1. Pengertian KTSP
berdasarkan konteks wilayah. Pembelajaran fisika yang berdasarkan konteks yaitu pembelajaran fisika yang mengenal potensi daerah dan peserta didiknya (Asmani, 2010 :42). Hal ini penting agar motivasi belajar siswa terhadap fisika semakin meningkat.
2. Landasan Penyusunan KTSP
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi. Untuk Standar kompetensi lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
3. Karakteristik KTSP
kesukuan dan tingkat sosial, maka salah satu perhatian sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Di sisi lain, sekolah harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan karakteristik KTSP sebagai berikut (Asmani, 2010 :65).
a. Pemberian Otonomi Luas kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan.
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat.
b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh patisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah dengan bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orang yang memiliki kemampuan dan integritas tinggi.
d. Tim-Kerja yang kompak dan Transparan
Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran didukung oleh kinerja yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
4. Prinsip Pengembangan KTSP
oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan Provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi, Standar Kompetensi, dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan Penyusunan yang disusun oleh (BSNP, 2006 :314). Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidkan Dasar dan Menengah serta Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (BSNP, 2006 :305). Adapun prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BSNP, 2006 :314) sebagai berikut:
a. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, Kepentingan dan Lingkungan Peserta Didik
b. Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi, daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri terpadu, serta tersusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
c. Tanggap Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan teknologi, seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan
dengan teliti. Siswa diajarkan untuk belajar dalam kelompok untuk memecahkan beberapa soal yang relevan dengan beberapa hal yang terkait. e. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Substansi KTSP mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. Artinya kurikulum itu sendiri harus terus-menerus diperbaiki demi tujuan pembelajaran fisika yang lebih baik dan sedapat mungkin harus dikaitkan dengan berbagai jenjang pendidikan.
f. Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah perkembangan manusia seutuhnya. Maka hendaknya sejak awal, siswa perlu diarahkan untuk terus belajar dan memahami berbagai segi keilmuan untuk hidup di masa mendatang. Sebaiknya siswa juga mulai diarahkan belajar untuk mengajar, minimal siswa bisa membantu adiknya yang masih SD untuk mengerjakan pekerjaan rumah adiknya apabila adiknya kesulitan.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka selayaknya penyusunan kurikulum tetap memperhatikan kepentingan nasional agar dalam diri siswa-siswanya tumbuh semangat nasionalisme yang tinggi. Desain yang dibuat minimal dapat memenuhi standar nasional agar perbedaan pendidikan tidak terlalu mencolok.
Selain itu KTSP juga disusun dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut:
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Artinya kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
Keragaman potensi dan karakteristik daerah serta lingkungan
Daerah memilki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, keragaman karakterisrik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
5. Komponen KTSP
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai empat komponen sebagai (Muslich, 2009 :12-16) berikut:
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dasar yang meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lannjut yaitu pendidikan menengah selanjutnya agar kemampuan makin meningkat.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dan menengah tertuang dalam standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran.
c. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai denagn kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
d. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
6. Kekuatan dan Kelemahan KTSP
Tidak ada sesuatu yang sempurna, selalu ada kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Walaupun pemerintah sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membuat kurikulum baru sempurna, namun tetap saja muncul kelemahan di sana-sini. Berikut adalah kelebihan KTSP menurut (Asmani, 2010: 90-97).
a. Kelebihan KTSP
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dengan semangat otonomi, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun horisontal.
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan Pihak Manajemen Sekolah untuk
semakin Meningkatkan Kreativitas Dalam Penyelengaraan Program-Program Pendidikan
Dengan berpijak pada panduan kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BSNP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
KTSP sangat memungkinkan Bagi Setiap Sekolah untuk Menitikberatkan dan mengembangkan Mata Pelajaran Tertentu yang Acceptable Bagi Kebutuhan Siswa
tinggi, mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan keterampilan yang telah diperoleh dibangku sekolah.
b. Kekurangan KTSP
Kelemahan KTSP adalah aebagai berikut (Asmani, 2010 :98-100).
Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberiksn kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas.
Kurangnya ketersedian sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. Sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling mutlak bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
B.
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Kompetensi Lulusan
Fisika.
1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fisika
Standar kompetensi dan kompetensi dasar hanya memberikan garis besar standar kompetensinya, yang oleh guru fisika atau pembuat kurikulum harus dilengkapi dan dikembangkan untuk menjadi kurikulum yang lengkap.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar lebih menjadi arah landasan dan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian. Guru perlu melengkapi sendiri sehingga menjadi kurikulum yang lengkap.
Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran fisika dan juga merencanakan penilaian, diharapkan guru memperhatikan standar proses dan standar penilaian yang ditentukan oleh BSNP (Permen 22 tahun 2006, dikutip oleh Suparno, 2008: 81).
Tabel 1. Kompetensi dan kompetensi dasar fisika kelas X, semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. menerapkan prinsip kerja alat-alat optik.
1.1 Menganalisis alat-alat optik kualitatif dan kuantitatif.
1.2 Menerapkan alat-alat optik dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi.
2.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadaf suatu zat.
2.2 Menganalisis cara perpindahahan kalor.
2.3 Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah.
3. Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi
3.1 Memformulasikan besaran-besaran listrik rangkaian tertutup sederhana (satu loop).
3.2 Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari-hari.
1.
2. Kompetensi Lulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permen No. 23 tahun 2006 ) menetapkan ada tiga standar kompetensi lulusan yang harus digunakan sebagai salah satu acuan dalam menyusun dan mengembangkan KTSP ( Suparno, 2008 :87 ). Ketiga kompetensi lulusan itu untuk tarap SMA sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi Lulusan Satuan pendidikan.
Standar kompetensi lulusan satuan pendidikan untuk SMA umum disamakan disamakan dengan untuk MA/A\ SMALB / paket C. Standar kompetensi ini lebih menekankan kompetensi yang diterapkan oleh lulusan SMA secara umum, baik lulusan itu baik dari jurusan bahasa, IPS, atau IPA. Jadi kompetensinya lebih menyangkut siswa sebagai pribadi yang pernah mengalami pendidikan di SMA, tanpa membedakan apakah dia jurusan mana. Maka yang ditekankan adalah persoalan prilaku sebagai pribadi yang bertakwa, percaya diri, tanggung jawab dengan segala keterampilan berkomunikasi, dan berpikir logis. Secara khusus kompetensi yang dapat disumbangkan oleh pendidikan fisika (Permen No. 23, 2006 dikutip Suparno, 2008 : 90) adalah sebagai berikut:
4. Memahami konsep dan prinsip gelombang elektromagnetika
4.1 Mendeskripsikan spektrum gelombang elektromagnetik.
Tabel 2. Sumbangan Pendidikan Fisika Pada kompetensi Lulusan SMA No Unsur Kompetensi yang Disumbangkan.
1 Mengembangkan diri secara secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya.
2 Menunjukan sikap percaya diri dan tanggung jawab atas prilaku, perbuatan, dan pekerjaannya.
3 Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global.
4 Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
5 Menunjukan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri.
6 Menunjukan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
7 Menunjukan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial. 8 Memanfaatkan lingkungan secara produtif dan bertanggung jawab. 9 Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok. 10 Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta
kebersihan lingkungan.
11 Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.
12 Menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan.
13 Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
14 Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
SMA kelas X semester II yang ingin penulis buat, standar kelulusannya minimal memenuhi beberapa hal berikut ini:
1) Siswa-siswi mampu menerapkan ilmu fisika yang telah dipelajari. Setidaknya tidak menjadi perusak alam sekitarnya sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta alam semesta serta dapat menunjukkan kemampuan menganalisis persoalan fisika dan memecahkan soal-soal dalam fisika yang kompleks.
2) Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaaan diri.
3) Siswa mempunyai pengetahuan awal untuk dikembangkan pada tingkat jenjang pendidikan di masa depan, misalnya ingin mengikuti pendidikan ke perguruan tinggi.
b. Standar Kompetensi Kelompok Mata pelajaran
Standar kompetensi kelompok mata pelajaran lebih menekankan komptensi yang diharapkan dimiliki setelah siswa menyelesaikan suatu kelompok mata pelajaran tertentu. Disini diambil kompetensi untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana mata pelajaran fisika menjadi bagiannya. Kompetensi ini memang menjadi hasil dari lulusan bila mereka telah mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara rinci kompetensi itu ( Peraturan Menteri pendidikan Nasional No. 23, tahun 2006 dikutip Suparno 2008, : 90-91 ) sebagai berikut:
1) Membangun dan menerapakan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif dan inovatif.
3) Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri.
4) Menunjukkan kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek.
5) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
6) Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing.
7) Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab. 8) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui
berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi. 9) Menunjukan kegemaran membaca dan menulis.
10) Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis dan berbicara dalam bahasa indonesia dan inggris.
11) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.
Melihat kompetensi kelompok mata pelajaran IPTEK di atas, kita sebagai guru fisika atau penyusun kurikulum fisika SMA, perlu bertanya, apa sumbangan pelajaran fisika secara khusus dalam kompetensi di atas.
Mengingat keterbatasan penulis maka sumbangan pelajaran fisika yang cocok dan sesuai dengan desain pembelajaran yang bercirikan kontekstual sebagai berikut:
- Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri.
- Menujukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing.
- Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.
c. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Fisika SMA
Standar kompetensi lulusan mata pelajaran fisika SMA memuat kompetensi yang harus dipunyai bila siswa lulus pelajaran fisika selama SMA. Maka kompetensi ini berlainan dengan kompetensi yang dipunyai siswa yang belajar bahasa Inggris, Sejarah, ataupun Matematika. Kompetensi sendiri memang berisi sikap, pengertian, perilaku yang khas siswa yang belajar fisika. Jelas bagi guru fisika, kompetensi ini perlu dicermati dalam menyusun dan mengembangkan KTSP bidang fisika. Kompetensi ini adalah minimal, yang tentunya bagi sekolah yang mampu, dapat membuat kompetensi lebih tinggi. Secara rinci kompetensi itu ( Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 dikutip Suparno 2008 : 92-93) sebagai berikut:
2) Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti dan obyektif
3) Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum. 4) Mendeskripsikan konsep dan prinsip konservasi kalor sifat gas ideal,
fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika serta penerapanya dalam mesin kalor.
5) Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi.
6) Menerapkan kosep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai masalah dan produk teknologi.
Standar kelulusan ini isinya lebih sedikit dari pada standar kompetensi yang dikuasai olah oleh siswa. Dengan demikian maka bila siswa telah tuntas dengan standar kompetensi selama pelajaran fisika, siswa tidak usah takut dengan standar kelulusan, karena yang telah mereka pelajari jauh lebih banyak dari yang di harapkan dalam kelulusan ( Suparno, 2008 : 93 ).
C.
Beban Belajar dan Alokasi Waktu
1. Beban Belajar
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur (BSNP, 2006 :317). Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar untuk kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada tingkat SMA berlangsung selama 45 menit dan beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran (BSNP, 2006 :118). Beban belajar kegiatan tatap muka secara keseluruhan seperti tampak pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Beban Belajar Siswa Satuan
pada jam pelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai pelajaran yang telah disampaikan.
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Kegiatan mandiri tidak terstruktur yang dimaksudkan adalah berupa menyelesaikan soal-soal di buku yang telah guru rekomendasikan untuk dikerjakan oleh siswa baik secara mandiri ataupun dalam kelompok.Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMA maksimum 60% dari jumlah kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. Penyelesaian program pendidikan dengan mengunakan sistem paket selama tiga tahun. Program percepatan dapat diselenggarakan untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Namun untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah biasanya sangat jarang adanya program percepatan dalam menyelesaikan studi kecuali sekolah tersebut memang merupakan sekolah unggulan dan prestasinya sama dengan sekolah unggulan di kota-kota besar seperti Jakarta.
2. Alokasi Waktu
Tabel 4. Alokasi Waktu
No Kegiatan Alokasi waktu Keterangan
1. Minggu efektif belajar
Minimum 34 minggu dan maksimum 38 minggu
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan 2. Jeda tengah
semester
Maksimun 2 minggu Satu minggu setiap semester
3. Jeda antar semester
Maksimun 2 minggu Antara semester I dan II
4. Libur akhir tahun pelajaran
Maksimun 3 minggu Digunakan untuk
mempersiapkan kegiatan dan administrasi akhir.
D.
Konteks Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur.
1. Kutai Barat Secara Umum
Kabupaten Kutai Barat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran
kecamatan dan setiap kecamatan dibagi menjadi beberapa kampung atau setingkat desa/kelurahan (dalam, http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat).
2. Ciri khas Kutai Barat
Dari kecil hingga dewasa penulis tumbuh dan berkembang di wilayah tercinta di kabupaten Kutai Barat. Lingkungan alam dan budaya yang beraneka ragam menjadi ciri khas yang menonjol di masyarakat. Alam yang asri merupakan lambang kemakmuran bagi masyarakat Kutai Barat saat ini, di mana telah menyediakan hasil bumi yang luar biasa berupa hutan rimba, yang menghasilkan beraneka ragam kebutuhan masyarakat yang melimpah seperti kayu, rotan, damar, babi hutan yang selalu diburu oleh masyarakat desa, buah-buahan hutan, serta sungai yang menjadi transpotasi utama masyarakat pedalaman. Masyarakat Kutai Barat kebanyakan menjadi petani ladang yaitu menanam padi yang hanya setahun sekali panen, tidak seperti di Jawa petaninya membuat sawah hingga panennya dua sampai tiga kali dalam setahun.
3. Sarana dan Prasarana
menjadi perhatian oleh semua pihak. Sarana dan prasana yang dimaksudkan adalah menyangkut lingkungan fisik dan non fisik.
Dari pengalaman penulis semenjak sekolah yang namanya lingkungan fisik secara umum sudah menunjang untuk proses belajar fisika. Secara umum gambaran untuk sarana dan prasarana belajar di Kabupaten Kutai Barat sudah ada meskipun terbatas tapi jika dibanding dengan sarana dan prasarana belajar di pulau Jawa sangat ketinggalan. Hal ini dapat terlihat tidak semua sekolah di Kabupaten Kutai Barat memiliki Lab. Dari pengalaman yang penulis pernah tahu, kalaupun sarana dan prasarananya ada jumlahnya sangat terbatas dan pada umumnya hampir tidak layak lagi digunakan buat belajar fisika karena alatnya ada yang rusak. Misalnya di sekolah tempat penulis dulu sekolah, seharusnya kita praktikum tapi karena keterbatasan alat atau tidak punya sama sekali akhirnya siswa-siswi tidak jadi praktikum.
4. Kebiasaan Belajar Siswa
5. Lingkungan Sekitar
Khusus untuk lingkungan sebenarnya belum banyak gangguannya dibanding kota-kota besar seperti di Jawa, karena dunia internet dan dunia permainan seperti play staysion, tempat-tempat hiburan lainnya belum banyak. Kalaupun ada
gangguan paling-paling kebiasaan nonton TV yang berlebihan tanpa mengenal batas waktu. Namun dengan perkembangan jaman hal ini harus menjadi perhatian serius oleh para guru dan orang tua. Karena saat ini perkembangan dunia teknologi informasi semakin cangih dari tahun – tahun sebelumnya.
6. Lingkungan Keluarga
Keluarga pada umumnya cukup mendukung kita dalam belajar. Hal ini dapat terlihat dengan dorongan semangat yang selalu mereka berikan agar kita rajin belajar. Selain itu mereka juga sangat menaruh harapan besar kalau suatu hari nanti kitalah yang akan memimpin diri sendiri, keluarga dan masyarakat dalam kehidupan kita kelak.
7. Guru Fisika
8. Cara Berpikir Siswa
Dari pengalaman penulis, cara berpikir siswa pada umumnya masih sangat terbatas. Hal ini terlihat dengan kebingungan-kebingungan dari para siswa saat ditanya oleh guru. Di sini terlihat sekali kalau siswa kurang siap untuk belajar dan menerima penjelasan dari guru. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan belajar siswa yang cenderung menunggu komando atau perintah dari guru baru belajar. Kebiasaan seperti inilah yang harus dirubah oleh siswa-siswi itu sendiri dengan didukung oleh semua pihak baik keluarga, lingkungan dan guru.
9. Harapan
E.
Beberapa
Teori Pendidikan IPA
1. Teori Konstruktivisme Belajar
Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang telah jadi dan mutlak. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus berkelanjutan menjadi lebih luas, lengkap dan sempurna. Pembentukan pengetahuan bukanlah sesuatu yang langsung jadi tapi merupakan proses. Misalnya pengetahuan kita akan listrik, awalnya kita tahu tentang listrik dari melihat mengunakan listrik sehari-hari yang kita temukan di rumah, lalu di SD mulai didalami mengapa terjadi seperti itu, dan selanjutnya di SMP dan SMA semakin mendalam dan sempurna. Inipun baru lengkap setelah kita berada di perguruan tinggi mengambil jurusan fisika. Dan meskipun kita sudah diperguruan tinggi mengambil jurusan fisika kalau kita hanya mengambil S1 (sarjana pendidikan fisika) penulis kira hal ini belumlah cukup jelas secara sempurna. Di sini kita bisa mengetahui bahwa yang namanya pengetahuan itu tidak akan ada habisnya.
a. Dampak Kontruktivisme Bagi Siswa
keaktifan kognitif yang sungguh-sungguh, siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka dalam hal apapun.
Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, mengambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan. Namun belajar yang sungguh-sungguh akan terjadi apabila siswa mengadakan refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan selalu memperbaharui tingkat pemikiran yang tidak lengkap (Fosnot, 1989 dikutip Suparno, 2007: 13).
Setiap siswa mempunyai cara sendiri-sendiri untuk mengerti pelajaran fisika. Setiap siwa mempunyai cara yang cocok untuk dia bisa memahami pelajaran fisika. Maka penting bahwa setiap siswa mengerti kekhasan, keunggulan, dan kelemhannya dalam mengerti bahan fisika. Dalam kerangka ini sangat penting siswa dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok. Dan bagi pengajar sangat penting untuk menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang membantu siswa (Suparno, 2007 : 13).
membawa perbedaan intelektual, personal, emosional, sosial, kultural saat mereka masuk di kelas. Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka akan konsep-konsep dalam fisika. Sebagai pengajar latar belakang itu sangat berguna untuk dapat membantu siswa bisa belajar dengan baik.
Oleh karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka studi kelompok dapat dikembangkan dalam belajar fisika (Shymansky, 1992; Watt & Pope, 1989 dikutip Suparno, 2007: 14). Menurut von Glaserfeld (1989 dikutip Suparno, 2007: 14), dalam studi kelompok siswa yang bekerja bersama pada suatu persoalan, harus mengungkapkan bagaimana mereka melihat persoalan itu dan apa yang ingin ia buat dengan persoalan itu. Dengan kata lain meskipun siswa dalam studi kelompok, namun setiap siswa harus memperlajari bahan yang akan didiskusikan agar mereka bisa saling mengungkapkan gagasan yang mereka punyai. Dan setiap gagasan yang terungkap apabila salah segera dibenarkan. Bagi beberapa siswa belajar kelompok sangat menarik apalagi bagi mereka yang punya inteligensi interpersonal, yaitu kemampuan memecahkan persoaalan dalam kaitan
hubungan antar manusia.
Dengan berkomunikasi dan mendengar langsung dari para ahli itu mereka diharapkan lebih tertantang untuk menekuni fisika.
b. Dampak Kontruktivisme Bagi Guru
Kaum konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukan memindahkan pengetahuan dari otak guru ke siswa. Kaum ini mengatakan bahwa mengajar adalah lebih merupakan kegiatan yang membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Maka peran guru fisika zaman ini seharusnya adalah hanya sebagai mediator dan fasilitator, tidak lagi mentransfer pengetahuan yang ia miliki ke siswanya. Dengan kata lain tugas guru hanya sebagai pembantu siswa dalam proses mengkonstruksi pengetahuannya sendiri demi hasil yang lebih baik.
Tugas guru sebagai mediator dan fasilitator (Suparno, 2007: 15) adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil tanggungjawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan proses belajar dan membuat penelitian. Dengan kata lain guru hanya sebagai penyedia berbagai hal yang di luar jangkauan siswa misalnya dengan mengajarkan cara belajar fisika yang baik itu adalah dengan memperbanyak latihan.
perahu bersama untuk menyeberangi sungai Mahakam. Kemudian guru lansung bisa mengkaitkan kegiatan ini dengan topik pelajaran fisika tentang vektor.
c. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru dapat memotivasi siswa untuk belajar fisika karena fisika sebenarnya merupakan salah satu ilmu alam semesta ini yang sangat dekat dengan siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik (Tobin, Tippins & Gallard, 1994 dikutip Suparno 2007: 15). Pengalaman konflik yang bisa guru sediakan misalnya dengan bertanya kepada siswa mengapa sinar matahari seakan-akan tidak pernah berakhir?
d. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan belajar siswa. Dengan demikian guru dapat melihat kelemahan dan kelebihan yang telah dimiliki oleh siswa, sehingga segera melakukan perbaikan untuk mengatasi kelemahan siswa dan terus meningkatakan kelebihan yang telah dimiliki siswa.
Secara ringkas pendekatan mengajar yang konstruktivis dapat diungkapkan dalam sikap dan praktik berikut (Suparno, 2007: 17).
Sebelum guru mengajar
tanpa ini kita sebagai guru pasti tidak bisa berbuat banyak saat kita berhadapan dengan siswa.
b. Guru mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan agar pembelajaran lancar. Untuk guru yang berada di daerah kita harus belajar lebih kreatif untuk merancang alat sederhana dalam menjelaskan topik yang memang butuh alat. Namun hal yang mesti diingat alat itu harus masuk akal atau realistis.
c. Guru mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar. Persoalan konkrit sehari-hari dapat digunakan untuk meransang siswa berpikir. Misalnya bertanya kepada siswa saat siswa pergi ke sekolah naik apa? Coba kalian (bagian yang pakai motor/bagi yang tidak naik angkot coba kalian lihat jarum spidometer mobil yang kamu tumpang berapa) amati berapa kecepatan rata-rata motor yang kamu kendarai hingga kamu sampai di sekolah?
d. Guru perlu mempelajari pengetahuan awal siswa. Lewat pengetahuan awal ini dia bisa membantu siswa mengembangkan pengertiannya. Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya hal-hal dasar kepada siswa contohnya apakah definisi gaya itu dan bagaimana persamaanya? Dari jawaban ini guru dapat mengetahuan sedikit kelemahan dan kelebihan siswannya sehingga guru dapat menyesuaikan pengejaran fisika dengan metode yang paling cocok untuk dipilih.
Selama proses pembelajaran
waktu beberapa menit untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan guru tersebut.
b. Siswa dipacu bertanya. Misalnya guru berkata ‘‘apakah siswa sudah mengerti dengan penjelasan bapak atau ibu’’ kalau belum mengerti silahkan bertanya.
c. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Saat siswa mengungkapkan gagasannya guru hendaknya tidak lansung memberikan tanggapan yang berlebihan apabila gagasan siswa kurang benar. Siswa perlu diberi kesempatan beberapa menit untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka dapat. Biarkan mereka memahami pelajaran dengan caranya sendiri.
d. Guru perlu mengadakan evaluasi yang terus-menerus dan menyertakan proses belajar dalam evaluasi itu. Evalusi ini penting dilakukan karena sebagai tolak ukur keberhasilan guru mengajar pada hari bersangkutan. Ini dapat dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan lisan atau tertulis setelah pelajaran selesai. Misalnya apakah yang kalian ketahui tentang gerak lurus beraturan? (Suparno, 2007: 18).
Sesudah proses pembelajaran
b. Guru memberikan tugas lain untuk pendalaman materi. Misalnya dengan menugaskan siswa untuk mencari tahu di lingkungan mereka yang ada kaitannya dengan pelajaran hari ini.
c. Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan perlu dikembangkan guru. Misalnya menugaskan siwa untuk menganalisis kejadian disekitar lingkungan mereka sesuai dengan pemahaman yang mereka punyai.
Sikap yang perlu dipunyai guru
a. Siswa dianggap bukan tabularasa, tetapi sebagai subyek yang sudah tahu sesuatu.
b. Bila ditanya dan tidak dapat menjawab, guru tidak perlu marah dan mencerca mereka. Lebih baik mengakuinya dan mencoba mencari bersama. Perlu diingat oleh semua pengajar bahwa pada umumnya manusia tidak suka dikritik ataupun disalahkan apalagi kalau dicerca.
c. Guru mengerti konteks bahan yang mau diajarkan sehingga dapat menjelaskan secara kontekstual. Hal ini penting dilakukan karena pengajaran yang mau diterapkan berdasarkan pada KTSP, di mana guru diberi keleluasaan dalam menentukan proses belajar mengajar yang mau dipakai.
e. Guru memberi ruang untuk boleh salah bagi siswanya. Siswa masih dalam proses belajar, maka mereka boleh membuat kesalahan. Dari kesalahan itu mereka mereka dapat dibantu berkembang (Suparno, 2007: 19).
2. Teori Multiple Intelligences
Teori multiple intelligences (inteligensi ganda) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner seorang profesor pendidikan dari Harvard University, Amerika Serikat. Inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan situasi yang nyata (Gardner, 1983 ; 1993 dikutip Suparno 2007 :21). Jelas bahwa inteligensi bukan hanya kemampuan seseorang menjawab suatu test IQ dalam suatu kamar yang lepas dari konteks lingkungannya. Inteligensi dalam pengertian Gardner bukan hanya kemampuan untuk memecahkan persoalan teoritis, tetapi juga dalam pengalaman nyata dan dalam berbagai situasi. Misalnya, orang yang ber IQ tinggi belum pasti sukses dalam menjalin hubungan dengan teman-teman atau sukses dalam pertandingan olah raga atau bermain musik. Hal ini sisebabkan karena pengukuran IQ lebih ditekankan pada inteligensi matematis-logis da linguistik dan kurang memperhatikan inteligensi-inteligensi yang lain. Ini menunjukan bahwa inteligensi itu merupakan kemampuan yang masih dapat ditingkatkan. Disinilah pendidikan mempunyai fungsi, membantu agar setiap inteligensi pada diri seseorang berkembang secara optimal.
Ada sembilan inteligensi yang dipunyai manusia sebagai berikut (Gardner, 1983 ; 1993 dikutip Suparno, 2004: 25-42).
pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, satrawan, pemain sandiwara, maupun orator. Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa secara umum dan khusus. Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan bebahasa lancar, baik, dan lengkap.
2) Inteligensi Matematis-Logis adalah kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dipunyai mamatikus, saintis, programer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi tersebut adalah kepekaan dalam pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Orang yang mempunyai inteligen matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja.
3) Inteligensi Ruang-Visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat, seperti dipunyai para pemburu, arsitek, navigator, dan dekorator. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkannya dalam suatu grafik.