BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEHAMILAN
1. Pengertian Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo,
2010).
Kehamilan merupakan waktu transisi, yaitu suatu masa antara
kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam
kandungan dan kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir (Sukarni
dan Wahyu, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kehamilan merupakan penyatuan anatara spermatozoa dan ovum
yang berimplantasi untuk memiliki seorang anak yang dikandungnya
sampai anak tersebut lahir.
2. Tujuan Asuhan Kebidanan
Menurut Ari Sulistyawati tahun 2011 asuhan kebidanan terdapat 6
tujuan, yaitu :
a. Memantau kemaujuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu
dan tumbuh kembang janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, serta
c. Menemukan secara dini adanya masalah/gangguan dan
kemungkinan komplikasi yang terjadi selama masa kehamilan.
d. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat, baik
ibu maupun bayi, dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI eksklusif
berjalan normal.
f. Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik
dalam memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang
secara normal.
3. Standar Asuhan Kehamilan
Kunjungan Ante-natal Care (ANC) minimal :
a. Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-13 minggu).
b. Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14-27 minggu).
c. Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu)
(Sulistyawati, 2011)
4. Hak-hak Wanita Hamil
a. Memperoleh pendidikan dan informasi
b. Mendapat jaminan dari pemerintah untuk mendapatkan yang
benar dari suatu kehamilan tanpa risiko yang berarti.
c. Memperoleh gizi yang cukup.
d. Wanita bekerja berhak untuk tidak dikeluarkan dari pekerjaannya.
e. Berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi dan
hukuman, seperti dikucilkan oleh masyarakat akibat mengalami
f. Berhak ikut serta dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut kesehatan diri dan bayinya.
(Sulistyawati, 2011)
5. Tanda-tanda Kehamilan
a. Tanda – tanda tidak pasti hamil 1) Amenorea (tidak mendapat haid)
2) Mual dan muntah (nausea and vomiting)
3) Mengidam (ingin makanan khusus)
4) Pingsan
5) Lelah (fatigue)
6) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri.
7) Miksi sering, karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang
membesar.
8) Konstipasi / obstipasi.
9) Pigmentasi kulit.
10) Epulis..
11) Varises
b. Tanda – tanda kemungkinan hamil
1) Perut membesar.
2) Uterus membesar.
3) Tanda hegar : ditemukannya serviks dan istmus uteri yang
lunak pada pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4
sampai 6 minggu.
pelebaran vena karena peningkatan kadar estrogen.
5) Tanda piskacek : pembesaran dan pelunakan rahim ke salah
satu sisi rahim yang berdekatan dengan tuba uterina.
6) Kontraksi – kontraksi kecil uterus jika di rangsang = braxton-hicks.
7) Teraba balotement.
8) Reaksi kehamilan positif.
c. Tanda pasti (tanda positif)
1) Gerakan janin.
2) Denyut jantung janin :
3) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen.
6. Gejala Kehamilan (Sukarni dan Wahyu, 2013)
a. Amenorea.
b. Perubahan payudara.
c. Mual dan muntah.
d. Frekuensi berkemih.
e. Leukorea (keputihan).
f. Tanda chadwick’s (bercak keunguan pada vagina). g. Quickening.
h. Sembelit.
7. Fisiologi Kehamilan(total cairan di dalam tubuh kehamilan seorang
ibu)
Cairan dalam tubuh ibu meningkat sampai rata-rata 8,5 liter dan terdiri
a. Cairan fetus.
b. Cairan amnion.
c. Jaringan plasenta.
d. Jaringan maternal.
e. Edema.
f. Hidrasi yang meningkat dari meningkat dari substensi dasar
jaringan konektif.
8. Perubahan Fisiologik dan Hormonal pada Kehamilan
Pengetahuan mengenai perubahan fisiologik kehamilan pada
awal kehamilan sangat penting bagi penapisan terhadap kelainan
yang mungkin terjadi selama kehamilan.
Tanda-tanda presumtif merupakan perubahan fisiologis pada
ibu atau seorang perempuan yang mengindikasikan bahwa dirinya
telah hamil.Tanda-tanda tidak pasti atau terduga hamil adalah
perubahan anatomik dan fisiologik selain selain dari tanda-tanda
presumtif yang dapat dideteksi atau dikenali oleh
pemeriksa.Tanda-tanda pasti hamil adalah data atau kondisi yang mengindikasikan
adanya buah kehamilan atau bayi yang diketahui melalui pemeriksaan
dan direkam oleh pemeriksa misalnya seperti denyut jantung janin,
gambaran sonogram janin dan gerakan janin (Prawirohardjo, 2010).
9. Perubahan yang Terjadi Saat Kehamilan (Sukarni dan Wahyu, 2013)
a. Perubahan kulit
Adanya hyperpigmentasi atau kelebihan pigmen pada
Kelenjar tiroid menjadi besar.
c. Perubahan pada mamae (payudara)
1) Mamae membesar, tegang dan terasa sakit.
2) Vena dibawah kulit mamae membesar.
3) Hiperpigmentasi pada areola mamae.
4) Kelenjar Montgomery yang terletak dalam areola mamae
membesar dan terlihat dari luar.
d. Perubahan perut
Perut akan kelihatan makin lama semakin membesar.
e. Perubahan alat kelamin luar
Pada alat kelamin luar terlihat kebiruan disebabkan adanya
kongesti pada peredaran darah.
f. Perubahan pada tungkai
Timbulnya varises pada sebelah atau kedua belah tungkai.
g. Sikap ibu pada waktu kehamilan agak tua
Sikapnya menjadi lordose yang disebabkan oleh adanya
perubahan bentuk pada tulang belakang (vertebrae) dimana
tulang belakang tersebut menyesuaikan diri dengan
keseimbangan badan yang berhubungan dengan keadaan uterus
yang membesar.
10. Intervensi yang Dilakukan pada Ibu Hamil (Pinem, 2011)
a. Trimester I
1) Memberikan imunisasi tetanus toksoid (TT) sedini mungkin
(pada kunjungan antenatal yang pertama), kemudian satu kali
2) Memberikan tablet besi.
3) Pengobatan atau penanganan penyakit-penyakit yang
memberatkan kehamilan.
4) Penanganan gangguan yang ditemukan/rujukan.
5) Pemeriksaan laboratorium sederhana.
b. Trimester II
Pelayanan yang diberikan pada trimester II sama dengan
pelayanan yang diberikan pada trimester I kehamilan ditambah
dengan penyuluhan tentang :
1) Keuntungan memberikan ASI.
2) Persiapan diri untuk memberikan ASI eksklusif.
3) Persiapan persalinan.
4) Keluarga berencana post partum.
c. Trimester III
Pelayanan yang diberikan pada trimester III sama dengan
pelayanan yang diberikan pada trimester II kehamilan ditambah
dengan penyuluhan tentang :
1) Persiapan menghadapi persalinan, cara meneran yang baik
pada kala II.
2) Perawatan bayi baru lahir.
3) Persiapan keluarga dalam menghadapi persalinan.
4) Kemungkinan adanya komplikasi.
11. Asuhan ntenatal
melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan
(Andrianz, 2008).
12. Jadwal Kunjungan Asuhan Antenatal
Hingga usia kehamilan 28 minggu, kunjungan klinik untuk
memperoleh asuhan antenatal dilakukan setiap empat minggu. Untuk
usia kehamilan 28-36 minggu, kunjungan untuk asuhan antenal
dilakukan setiap dua minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu keatas,
kunjungan asuhan antenatal dilakukan setiap minggu sekali. Dalam
bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini
diberi kode angka K yang merupakan singkatan dari
kunjungan.Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3
dan K4 (Andrianz, 2008).
13. Komplikasi pada Kehamilan (Manuaba, 2013)
a. Trimester I
1) Hiperemesis gravidarum
2) Hamil ektopik
3) Abortus
4) Gravid dan infeksi
b. Trimester II
1) Perdarahan
2) Abortus
3) Intrauterine Fetal Dead (IUFD)
4) Persalinan premature
5) Mola hidatidosa
7) Eklamsia
c. Trimester III
1) Persalinan premature
2) Ketuban pecah dini
3) Perdarahan
4) IUFD
5) Kala I memanjang
6) Kala II lama
7) Operasi vaginal (ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep
8) Seksio sesaria
14. Deteksi Dini Kehamilan
Menurut Kusmiyati (2008;h.149-157) menjelaskan
tanda-tanda dini bahaya atau komplikasi ibu dan janin masa kehamilan
muda, yaitu :
a. Perdarahan pervaginam masa hamil muda.
Perdarahan yang meliputi seperti abortus, kehamilan ektopik,
mola hidatidosa.
b. Hipertensi gravidarum
c. Nyeri perut pada kehamilan muda
Deteksi dini nyeri perut pada kehamilan muda seperti adanya
kista ovarium, apendisitis, sistitis, dan pielonefritis akut.
15. Tanda Bahaya pada Kehamilan Lanjut
Kusmiyati (2008;h.158) mengatakan tentang tanda-tanda bahaya
yang perlu diperhatikan dan diantisipasi dalam kehamilan lanjut, yaitu
:
a. Perdarahan pervaginam
b. Sakit kepala hebat
c. Penglihatan kabur
d. Bengkak di wajah dan jari-jari tangan
e. Bengkak pada muka dan jari tangan
f. Keluar cairan pervaginam
g. Gerakan janin tidak terasa
B. PERSALINAN
1. Pengertian
Persalinan adalah suatu proses alami ditandai dengan
terbukanya serviks, diikuti dengan lahirnya bayi dan plasenta melalui
jalan lahir (Pinem, 2011).
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar
kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain (Sulistyawati dan
Nugraheny, 2010).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
persalinan merupakan terbukanya serviks sampai keluarnya janin dan
2. Sebab Mulainya Persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010)
a. Hormone estrogen
Berfungs untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim serta
memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti
rangsangan oksitosin, prostaglandin dan mekanis.
b. Progesterone
Berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat
rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin,
dan mekanis, serta menyebabkan otot rahim dan otot polos
relaksasi.
3. Permulaan Persalinan
a. Tanda persalinan sudah dekat
1) Lightening
Menjelang minggu ke 36 pada primigravida, terjadi penurunan
fundus uterus karena kepala bayi sudah masuk ke dalam
panggul.
2) Terjadinya his permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks
yang kadang dirasakan sebagai keluhan karena rasa sakit
yang ditimbulkan.
Cirri-ciri his palsu adalah sebagai berikut :
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
b) Dating tidak teratur.
tanda-d) Durasi pendek.
e) Tidak bertambah bila beraktifitas.
4. Tanda Masuk dalam Persalinan
a. Terjadinya his persalinan
Karakter dari his persalinan adalah sebagai berikut :
1) Pinggang terasa sakit menjalar kedepan.
2) Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin
besar.
3) Terjadi perubahan pada serviks.
b. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan)
Dengan adanya his persalinan, terjadi perubahan pada serviks
yang menimbulkan :
1) Pendataran dan pembukaan.
2) Pembukaan menyebabkan selaput lendir yang terdapat pada
kanalis servikalis terlepas.
3) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran cairan
Pengeluaran air ketuban akibat pecahnya selaput ketuban.
5. Tahapan Proses Persalinan
a. Kala I
Kala I berlangsung mulai dari timbulnya his (kontraksi uterus)
secara teratur sampai pembukaan serviks lengkap (10 cm).
1) Fase laten
Dari pembukaan 0-3 cm. Pada saat ini terjadi perubahan
serviks menjadi tipis, lamanya tidak lebih dari 8 jam.
2) Fase aktif
Dari pembukaan 4-10 cm, serviks semakin tipis, kontraksi
semakin sering, semakin kuat, dan semakin lama.Pada
keadaan normal kecepatan pembukaan serviks 1 cm/jam.
b. Kala II
Dimulai dari pembukaan serviks lengkap dan berakhir setelah bayi
lahir. Pada saat ini refleks ibu akan meneran pada saat ada his
untuk mendorong bayi keluar. Meneran akan mempercepat
kelahiran bayi lebih dari 30 menit.
c. Kala III
Dimulai dari bayi lahir sampai dengan plasenta lahir.
d. Kala IV
Dimuai sejak lahirnya plasenta sampai 2 jam sesudah itu.
6. Tujuan Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal adaalah untuk menjaga
kelangsungan hidup dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan
bayi (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
7. Mendiagnosis Persalinan
Persalinan patut dicurigai jika setelah usia kehamilan 22 minggu,
pasien merasakan adanya nyeri abdoen berulang disertai keluarnya
mendiagnosis persalinan harus dipastikan perubahan serviks dan
kontraksi yang cukup (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
8. Alur Pelayanan Persalinan
a. Melakukan anamnesa.
b. Melakukan pemeriksaan fisik, yang meliputi :
1) Pemeriksaan fisik secara umum.
2) Pemeriksaan abdomen.
3) Inspeksi vulva.
4) Pemeriksaan dalam.
9. Intervensi yang Dilakukan dalam Pelayanan Persalinan
a. Merujuk ibu ke rumah sakit jika mempunyai satu atau lebih dari
riwayat dari hasil pemeriksaan fisik jika diemukan :
1) Gravida 5 atau lebih dari 35 tahun.
2) Pernah mengalami abortus 2 kali atau lebih.
3) Pernah melahirkan bayi lahir mati atau bayi meninggal
sebelum berusia satu bulan.
4) Pernah mengalami perdarahan.
5) Pernah mengalami partus lama, retensio plasenta,
perdarahan, bedah sesar, vacuum, forsep ekstraksi.
6) Pernah mengalami preeclampsia/eklampsi.
b. Melakukan pertolongan persalinan
Jika dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan
faktor risiko atau komplikasi yang dapat mempengaruhi proses
persalinan yang dapat membahayakan ibu dan janin, maka
10. Penatalaksanaan Persalinan Kala I
a. Perawatan ibu
1) Meberikan dukungan moril
2) Mengupayakan kenyamanan.
3) Mencegah dehidrasi.
4) Memelihara kebersihan.
5) Buang air besar
6) Buang air kecil.
b. Pemantauan proses persalinan menggunakan partograf
Partograf merupakan alat pencatatan perkembangan dan
kemajuan persalinan serta pemantauan keadaan ibu dan janin
dari waktu ke waktu.
11. Penatalaksanaan Persalinan Kala II dalam 58 langkah APN
58 Langkah APN :
1) Mengenali gejala dan tanda kala II
Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda Kala Dua
a) Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada
rektum dan vagina
c) Perineum tidak menonjol
d) Vulva dan spingter ani membuka
2) Menyiapkan pertolongan persalinan
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak
60 cm dari tubuh bayi
a) Mengelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal
bahu bayi
b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai
di dalam partus set.
3) Pakai celemek plastik.
4) Lepaskan danb simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tisue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5) Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan periksa dalam.
6) Masukan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik).
7) membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati
dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT.
a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia
c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi,
lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkantangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah
sarung tangan dilepaskan.
10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi / saat
relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas
normal (120-160 x/menit).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf.
11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan
sesuai dengan keinginannya.
a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti
pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan
semua temuan yang ada.
b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu
12) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada
rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke
posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
pastikan ibu merasa nyaman).
13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran:
a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d) Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk
ibu.
f) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum).
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah 120 menit (2jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1jam) meneran (multigravida).
14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
15) letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika
16) letakan kain bersih yang dilipat sepertiga bagian di bawah bokong
ibu
17) buka tutup partuset dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan
18) pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka
vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala
bayi untuk menahan posisi depleksi dan membantu lahirnya
kepala. Anjurkan ibu untukmeneran perlahan sambil bernafas
cepat dan dangkal.
20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses
kelahiran bayi
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong diantara dua klem tersebut
21) Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipareatal. Anjurkan ibu untuk meneran saat ada kontraksi,.
Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan gerakan ke arah
23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan ke arah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah,
gunakan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku
sebaelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukan telunjuk diantara kaki dan peganmg masing-masing
mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
25) Lakukan penilaian (selintas) :
a) Apakah bayi menangis kuat dan bernapas tanpa kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak aktif
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap
segera lakukan tindakan resusitasi (langkah 25 ini berlanjut ke
langkag-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan
asfiksia).
26) Keringkan dan posisikan tubuh bayi diatas perut ibu
a) Keringakn bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan.
b) Ganti handuk basah dengan handuk kering
c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap dia atas perut ibu
27) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak adabayi lain
dalam uterus (bayi tungal)
28) Bertahuakan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikan
29) Dalam waktu bsatu menit setelah bayi lahir, suntukan oksitosin 10
unit (intramuskular) di sepertiga paha atas bagian distal lateral
(lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30) Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat,( dua meit setelah
lahir) pada sekitar 3 cm dari pusar (umbulikus) bayi. Dari sisi luar
klem penjepit, dorong isi talipusatke arah distal (ibu dan lakukan
penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian lakuakn pengguntingan tali pusat (lindungi perut
bayi) dianatara dua klem tersebut.
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT /steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan kembali benang kesisi berlawanan dan
lakukan ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci.
c) Lepaskan klem dan masukan ke dalam wadah yang telah
disediakan.
32) Temaptka bayi untuk melakuakn kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakan posisi bayi tengkurap di dada ibu. Luaruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada sampai
perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu
dengan posoisi lebih rendah dari puting payudara ibu,.
33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi.
35) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas
(dorsokranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi prosedur diatas.Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta
ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi
puting susu.
37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti
poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kraniak).
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjaraj sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat :
(1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
(2) Lakukan katerisasi (asetik) jika kandung kemih penuh.
(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
(4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya.
(5) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir.
38) Saat plasenta muncul di introitus vagina , lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta pada wadah
yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan
jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian
selaput yang tertinggal.
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang
diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
melakukan rangsangan taktil/masase.
40) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke
dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.Bila
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
43) Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada
a) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi
menyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusui pertama
biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menysu
dari satu payudara.
b) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasil menyusu.
44) Lakukan penimbangan bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin k 1 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral
setelah satu jam kontak kulit ibu –bayi.
45) Berikan suntikan imunisasi hepatitis B (setelah 1 jam pemberian
vitamin k1 ) dipaha kanan anterolateral.
a) Letakan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan.
b) Letakan bayi kembali pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi
menyusu.
46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c) Setiap 20-30menit pada jam kedua pasca persalinan
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,melakukan asuhan
yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
47) Ajarkan ibu atau keluarga cara melakukan uterus dan menilai
48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama jam ke 2 pasca persalinan
a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2
jam persalinan
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal
50) Periksa kembali kondisi bayi yang telah memastikan bahwa bayi
bernapas dengan baik (40-60 x/menit ) serta suhu tubuh normal
(36,5-37,5)
51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah di dekontaminasi.
52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
53) Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering
54) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan
yang diinginkan
56) Celubkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%,
balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan dengan tisue atau handuk pribadi yang kering
dan bersih.
58) Lengkapi patograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda
vital dan asuhan kala IV.
12. Deteksi dini komplikasi pada persalinan
Deteksi dini dan komplikasi pada ibu dilakukan dengan beberapa
penilaian, antara lainadalah :
a. Tanda-tanda vital, kondisi keseluruhan dan urin untuk
menemukan adanya tanda dan gejala syok.
b. Menilai nadi dan urin untuk mengetahui adanya tanda atau gejala
dehidrasi.
c. Menilai nadi, suhu, cairan vagina dan kondisi secara umum untuk
mengetahui adanya tanda atau gejala infeksi.
d. Menilai tekanan darah, urin, keluhan, kesadaran serta terjadi
kejang untuk mengetahui tanda atau gejala eklamsi, preeklamsi
ringan dan berat.
e. Menilai adanya kontraksi untuk mengetahui tanda-tanda inersia
uteri.
f. Menilai denyut jantung janin untuk mengetahui adanya tanda
g. Menilai penurunan kepala bayi untuk mengetahui apakah kepala
bayi turun atau tidak.
h. Menilai lahirnya bahu bayi, untuk mengetahui tanda distosia
bahu.
i. Menilai cairan ketuban, untuk mengetahui apakah ketuban
bercampur dengan mekoneum.
j. Menilai tali pusat untuk mengetahui apakah tali pusat
menumbung dan terdapat lilitan.
k. Menilai adanya kehamilan kembar yang tidak terdeteksi.
C. BAYI BARU LAHIR
1. Pengertian
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam
presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada
usia kehamilan genap 37 minggu sampai 42 minggu, dengan berat
badan 2.500 sampai 4.000 gram, nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat
bawaan (Rukiyah dan Yulianti, 2013).
2. Tanda-tanda bayi baru lahir normal
Menurut Rukyah dan Yulianti tahun 2013, bayi baru lahir akan
dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda, antara lain :
a. Warna kulit tubuh kemerah-merahan.
b. Frekuensi jantung > 100 kali per menit.
c. Bereaksi terhadap rangsangan.
f. Tonus otot.
g. Gerakan aktif.
h. Ada usaha nafas.
i. Bayi menangis kuat.
3. Penampilan pada bayi baru lahir
a. Kesadaran dan reaksi terhadap sekeliling.
b. Keaktifan.
c. Simetris.
d. Muka wajah.
e. Mulut.
f. Leher, dada, dan abdomen.
g. Punggung.
h. Kulit dan kuku.
i. Kelancaran menghisap dan pencernaan.
j. Refleks.
k. Berat badan.
4. Penilaian
Segera setelah bayi lahir letakkan bayi diatas kain bersih dan
kering yang disiapkan diatas perut ibu, pastikan area tersebut bersih
dan kering dan keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh
dengan kain kering, hangat dan bersih. Kemudian lakukan 2 penilaian
awal, sebagai berikut :
a. Menilai bayi menangis kat atau bernafas tanpa kesulitan.
Jika bayi tidak bernafas, megat-megap, atau lemah maka segera
lakukan resusitasi bayi baru lahir. (Rukiyah dan Yulianti, 2013)
5. Inisiasi Menyusui Dini
Manfaat melakukan IMD bagi bayi adalah membantu
stabilisasi pernafasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik
dibandingkan dengan incubator, menjaga kolonisasi kuman yang
aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Tatalaksana
inisiasi menyusui dini, yaitu diantaranya (Sulistyawati dan Nugraheny,
2010) :
a. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi saat melahirkan.
b. Hindari penggunaan obat kimiawi dalam proses persalinan.
c. Segera keringkan bayi tanpa menghilangkan lapisan lemak putih.
d. Dalam keadaan ibu dan bayi yang tidak memakai baju,
tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu agar terjadi sentuhan
kulit ibu dan bayi, kemudian menyelimuti.
e. Anjurkan ibu memberkan sentuhan kepada bayi untuk
merangsang bayi mendekati putting.
f. Biarkan bayi bergerak sendiri mencari putting susu ibunya.
g. Biarkan kulit bayi dan kulit ibu bersentuhan minimal selama 1 jam
walaupun proses menyusui telah terjadi.
h. Tunda tindakan lain seperti menimbang, mengukur, memberikan
suntikan vitamin K sampa proses menyusui selesai.
i. Proses menyusui dini dan kontak kult ibu dan bayi harus
j. Berikan ASI saja tanpa minuman atau cairan lain, kecuali ada
indikasi medis yang jelas.
6. Mekanisme Kehilangan Panas (Prawirohardjo, 2009)
Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya melalui :
a. Konduksi
Konduksi terjadi melalui benda-benda padat yang berkontak
dengan kulit bayi.
b. Konveksi
Konveksi terjadi akibat pendinginnan melalui aliran udara disekitar
bayi.
c. Evaporasi
Evaporasi merupakan kehilangan panas melalui penguapan air
pada kulit bayi yang basah.
d. Radiasi
Radiasi terjadi melalui benda padat dekat bayi yang tidak
berkontak secara langsung dengan kulit bati.
7. Mencegah Kehilangan Panas (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010)
a. Keringkan bayi segera setelah lahir.
b. Selimuti tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat segera setelah
mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat.
c. Selimuti bayi bagian kepala.
d. Anjurkan ib untuk memeluk dan menyusui bayinya.
e. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
f. Jangan segera atau menimbang bayi atau memandkan bayi
8. Pemberian ASI
Rangsangan hisapan bayi pada putting akan diteruskan oleh
serabut saraf hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone prolaktin.
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010)
9. Masalah Janin atau Gawat Janin
Prawirohardjo (2008;h.334), mengatakan bahwa
kegawatdaruratan pada janin terjadi bila janin tidak menerima O2
cukup, sehingga mengalami hipoksia. Adapun janin yang berisiko
tinggi untuk mengalami kegawatan adalah :
a. Janin yang pertumbuhannya terhambat
b. Janin dari ibu diabetes
c. Janin preterm dan postterm
d. Janin dengan kelainan letak
e. Janin kelainan bawaan atau infeksi
Gawat janin dalam persalinan dapat terjadi bila :
a. Persalinan berlangsung lama
b. Induksi persalinan dengan oksitosin
c. Ada perdarahan atau infeksi
d. Insufisiensi plasenta (postterm dan preeklamsia)
Tanda gawat janin yaitu adanya DJJ yang abnormal dan terdapat
mekoneum.
10. Reflek pada Bayi Baru Lahir
macam-a. Reflek menghisap (sucking) yaitu areola putting susu tertekan gusi
bayi, lidah dan langit-langit sehingga laktoferus tertekan dan
memancarkan ASI.
b. Reflek mencari (rooting), bayi menoleh ke arah sentuhan di
pipinya atau di dekat mulut dan berusaha untuk menghisap.
c. Rerflek mengedip merupakan gerakan seperti menutup dan
mengejapkan mata, serta berespon terhadap cahaya terang
d. Reflek leher (tonic neck), gerakan spontan otot kuduk pada bayi
normal, bila ditengkurapkan akan secara spontan memiringkan
kepalanya.
e. Reflek menggenggam (grasping), bila jari kita menyentuh telapak
tangan bayi, maka jari-jarinya akan langsung menggenggam
dengan kuat.
f. Reflek moro adalah reflek yang terjadi apabila bayi diangkat atau
direnggut secara kasar dari gendongan kemudian seolah-olah
bayi melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang
yang mendekapnya.
g. Sttapping refleks, reflek kaki secara spontan apabila bayi diangkat
tegak dan kakinya satu persatu disentuhkan pada satu dasar
maka bayi seolah-olah berjalan.
h. Reflek menelan (swallowing), di mana ASI di mulut bayi mendesak
otot di daerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan reflek
i. Startle refleks, reaksi emosional berupa hentakkan dan gerakan
seperti menggejang pada lengan dan tangan dan sering diikuti
dengan tangisan.
j. Reflek plantar, berupa gerakan jari-jari mencengkeram ketika
tepak kaki diusap.
k. Breathing refleks, gerakan seperti menghirup dan
menghembuskan nafas (bernafas).
D. NIFAS
1. Pengertian Masa Nifas
Masa Nifas (puerpurium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Wulandari dan Handayani, 2011).
Masa Nifas (puerpurium) merupakan masa pulih kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan
ibu serta bayi (Prawirohardjo; 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
nifas merupakan fase dalam kehidupan dimana masa pulihnya
alat-alat reproduksi setelah persalinan kembali pada saat sebelum hamil
2. Tujuan Masa Nifas
Tujuan masa nifas normal dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Tujuan umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal
mengasuh anak.
b. Tujuan khusus
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun
psikologinya.
2) Melaksanakan skiriningyang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu dan bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan
perawatan bayi sehat.
(Ambarwati dan Wulandari, 2008)
3. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas (Wulandari dan
Handayani, 2011)
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas adalah
memberikan perawatan dan support sesuai kebutuhan ibu secara
partnership dengan ibu, selain itu juga :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
b. Menentukan diagnose dan kebutuhan dasar asuhan kebidanan
pada masa nifas.
c. Menyusui rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah
diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
4. Tahapan Masa Nifas (Ambarwati dan Wulandari, 2008)
Nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Puerpurium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
b. Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
c. Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi. Frekuensi kunjungan masa nifas (Wulandari dan Handayani,
2011) :
a. 6-8 jam setelah persalinan.
b. 6 hari setelah persalinan.
c. 2 minggu setelah persalinan.
6. Proses Laktasi dan Menyusui
a. Pengertian
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI
di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI
(Ambarwati dan Wulandari, 2008).
Menyusui adalah proses yang terjadi secara alami, jadi jarang
sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya
(Wulandari dan Handayani, 2011).
b. Fisiologi Laktasi (Wulandari dan Handayani, 2011)
Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi,
yaitu :
1) Refleks prolactin
Sewaktu bayi menyusui, ujung syaraf peraba yang
terdapat pada puting susu terangsang.
2) Refleks aliran (Let Down Reflex)
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusui
selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormone
prolactin juga mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan
hormon oksitosin.
c. Dukungan bidan dalam pemberian ASI
1) Biarkan bayi bersama ibunya segera setelah melahirkan
selama beberapa jam pertama.
2) Ajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.
4) Bayi harus ditempatkan dekat pada ibunya dikamar yang sama
(rawat gabung, rooming-in).
5) Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
6) Hanya diberikan kolostrum dam ASI saja.
7) Hindari susu botol dan dot.
d. Manfaat Pemberian ASI (Handayani dan Wulandari, 20011)
1) Bagi bayi
a) Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik.
b) Mengandung antibody.
c) ASI mengandung komposisi yang benar.
d) Mengurangi kejadian karies dentis.
e) Memberi rasa aman dan nyaman pada bayi dan adanya
ikatan antara ibu dan bayi.
f) Terhindar dari alergi.
g) ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi.
h) Membantu perkembangan rahang dan merangsang
pertumbuhan gigi karena gerakan menghisap mulut bayi
pada payudara.
2) Bagi ibu
a) Aspek kontrasepsi.
b) Aspek kesehatan ibu.
c) Aspek penurunan berat badan.
d) Aspek psikologi
b) Aspek psikologi.
c) Aspek kemudahan.
4) Bagi Negara
a) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.
b) Menghemat devisa Negara.
c) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
d) Peningkatan kualitas generasi penerus.
e. Tanda Bayi Cukup ASI (Wulandari dan Handayani, 2011)
1) Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam dan warnanya
jernih sampai kuning muda.
2) Bayi sering BAB berwarna kekuningan “berbiji”.
3) Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan
tidur cukup.
4) Bayi setidaknya menyusui 10-12 kali dalam 24 jam.
5) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai
menyusui.
6) Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali
bayi mulai menyusu.
7) Bayi bertambah berat badannya.
8) Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi
menelan ASI.
f. ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6
bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,
seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi tim
(Ambarwati dan Wulandari (2008).
g. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
1) Pengertian
Inisiasi Menyusui Dini atau permulaan menyusu adalah
bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. (Ambarwati
dan Wulandari, 2008)
2) Keuntungan IMD (Ambarwati dan Wulandari, 2008)
a) Bagi bayi
(1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal
agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan
dengan kebutuhan bayi.
(2) Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif
yang segera kepada bayi.
(3) Meningkatkjan kecerdasan.
(4) Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan
nafas.
(5) Meningkatkan jalinan kasih saying ibu dan bayi.
(6) Mencegah kehilangan panas.
(7) Merangsang kolostrum segera keluar.
b) Bagi ibu
(1) Merangsang produksi oksitosin dan prolactin.
(2) Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
7. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir
a. Bounding attachment
1) Pengertian
Bounding attachment adalah seorang bayi yang baru
dilahirkan mempunyai kemampuan yang banyak misalnya
bayi dapat mencium, merasa, mendengar, dan melihat
(Ambarwati dan Wulandari, 2008).
2) Interaksi yang menyenangkan :
a) Sentuhan pada tungkai dan muka bayi secara halus
dengan tangan ibu.
b) Sentuhan pada pipi.
c) Tatap mata bayi dan ibu.
d) Tangis bayi.
3) Menurut Wulandari dan Handayani tahun 2011, Ikatan antara
ibu dan bayi bias tertunda karena :
a) Prematuritas.
b) Bayi atau ibu sakit.
c) Cacat fisik
b. Respon ayah dan keluarga (Wulandari dan Handayani, 2011)
1) Respon positif
a) Ayah dan keluarga menyambut kelahiran bayinya dengan
sangat suka cita.
b) Ayah bertambah giat dalam mencari nafkah karena ingin
memenuhi kebutuhan bayi dengan baik.
d) Sebagian ayah dan keluarga lebih menyayangi dan
mencintai ibu yang telah melahirkan anak yang diidamkan.
2) Respon negastif
a) Keluarga atau ayah dari bayi tidak menginginkan kelahiran
bayinya.
b) Kurang bahagia karena kegagalan KB.
c) Ayah merasa kurang mendapat perhatian dari ibu.
d) Adanya faktor ekonomi.
e) Anak lahir cacat yang menyebabkan rasa malu bagi
keluarga.
f) Bayi yang dilahirkan hasil hubungan haram.
3) Menurut Ambarwati dan Wulandari tahun 2008, respon ortang
tua terhadap bayinya dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu :
a) Factor internal
Factor internal, yaitu genetika, kebudayaan yang mereka
praktekkan dan menginternalisasikan dalam diri mereka,
moral dan nilai, kehamilan sebelumnya, pengalaman yang
terkait, pengidentifikasian yang telah mereka lakukan
selama kehamilan (mengidentifikasikan diri mereka sendiri
sebagai orang tua, keinginan menjadi orang tua yang telah
diimpikan, dan efek pelatihan selama kehamilan.
b) Factor eksternal
Factor eksternal, yaitu perhatian yang diterima selama
selama satu jam pertama dan hari-hari dalam
kehidupannya.
4) Respon antara ibu dan bayi sejak kontak awal hingga tahap
perkembangan (Wulandari dan Handayani, 2011)
a) Touch (sentuhan).
b) Eye to eye contact (kontak mata)
c) Bau badan.
d) Kehangatan tubuh.
e) Suara.
f) Gaya bahasa.
g) Irama kehidupan.
8. Respon Orang Tua Terhadap Sibling Rivalry
Sibling Rivalry merupakan persaingan antara saudara
kandung.Persaingan antara saudara kandung merupakan hal yang
normal seorang anak karena merasa ada ancaman gangguan yang
mengganggu kestabilan hubungan keluarganya dengan adanya
saudara baru (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
a. Penyebab sibling rivalry
1) Kompetensi (kemampuan) kaitannya dengan kecemburuan.
2) Ciri emosional, yakni temperamen, seperti halnya mudah
bosan, mudah frustasi, mudah marah atau sebaliknya.
3) Sifat perasaan anak seusia sampai dengan umur 2-3 tahun.
4) Kelemahan perkembangan seperti halnya lemahnya atau
b. Segi positif sibling rivalry
Sibling rivalry mendorong anak untuk mengatasi
perbedaan dengan mengembangkan beberapa ketrampilan
penting, diantaranya adalah bagaimana menghargai nilai dan
prespektif (pandangan) orang lain (Wulandari dan Handayani,
2011).
9. Perubahan Fisiologi Masa NIfas
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Involusi
a) Pengertian
Involusi atau pengkerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. (Ambarwati dan Wulandari,
2008)
Involusi uterus adalah kembalinya bentuk uterus ke
keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk maupun
posisi.Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot dasar
panggul juga kembali ke keadaan sebelum hami
(Wulandari dan Handayani, 2011).
b) Perubahan normal pada uterus selama post partum
Plasenta lahir : tinggi fundus uteri setinggi pusat, berat
uterus 1000 gram, diameter uterus 12,5 cm dan palpasi
Minggu pertama : tinggi fundus uteri pertengahan antara
pusat shympisis, berat uterus 500 gram, diameter uterus
7,5 cm dan palpasi serviks 2 cm.
Minggu kedua : tinggi fundus uteri tidak teraba, berat
uterus 350 gram, diameter uterus 5 cm, dan palpasi serviks
1 cm.
Minggu keenam : tinggi fundus uteri normal, berat uterus
60 gram, diameter uterus 2,5 cm dan palpasi serviks
menyempit (Wulandari dan Handayani, 2011).
c) Lochea
Menurut Ambarwati dan Wulandari tahun 2008, lochea
adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas. Proses
keluarnya darah pada tahap nifas atau lochea terdiri atas 4
tahapan, yaitu :
(1) Lochea rubra/merah (kruenta)
Muncul hari ke 1-4 masa post partum, darah segar,
terdapat jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim,
lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan meconium.
(2) Lochea sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir, berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7
(3) Lochea serosa
Berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan plasenta.
Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 post partum.
(4) Lochea alba/putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati.
Lochea ini berlangsung selama 2 sampai 6 minggu
post partum.
(5) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama
dengan uterus.Serviks menjadi berwarna
kehitam-hitaman, konsistensinya luinak, terkadang terdapat
laserasi/perlukaan kecil.(Wulandari dan Handayani,
2011).
(6) Ovarium dan tuba valopi
Produksi estrogen dan progesterone menurun,
sehingga menimbulkan mekanisme timbal balik dari
siklus menstruasi.(Wulandari dan Handayani, 2011).
(7) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
pergangan yang sangat besar selama proses
persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.Hal ini
disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi) (Ambarwati dan Wulandari, 2008).
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Hal ini
disebabkan karena pengaruh selama kehamilan dimana saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal
setelah 4 minggu post partum. Pada awal post partum, kandung
kemih mengalami oedema, kongesti dan hipotonik, karena adanya
overdistensi pada saat kala II persalinan dan pengeluaran urin
yang tertahan selama proses persalinan (Wulandari dan
Handayani, 2011).
d. Perubahan Sistem Endokrin
1) Hormone plasenta
Penurunan hormone Human Placental Lactogen (HPL),
estrogen dan progesterone serta plasental enzyme insulinase
membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada nifas.
2) Hormone pituitary
Prolactin darah meningkat dengan cepat, pada wanita
3) Hormone oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian
belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara. Pada wanita menyusui, isapan bayimerangsang
keluarnya oksitosin lagi dsan membantu uterus kembali ke
bentuk normal dan pengeluaran air susu.
4) Hipotalamik pituitary ovarium
Untuk wanita menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi. Menstruasi
pertama bersifat anovulasi dikarenakan rendahnya kadar
estrogen dan progesterone.
e. Perubahan Tanda-tanda Vital
Menurut Wulandari dan Handayani tahun 2011, perubahan
tanda-tanda vital terdiri dari :
1) Suhu badan
Pada 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit
menjadi 37,50C-380C. 2) Nadi
Denyut nadi normal 60-80 kali permenit. Denyut nadi yang
melebihi 100 kali permenit disebabkan oleh infeksi atau
perdarahan post partum yang tertunda.
3) Tekanan darah
Tekanan darah akan rendah setelah ibu bersalin karena ada
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan ibu berhubungan dengan denyut nadi
ibu.
f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar
300-400 cc. bila kelahiran melalui SC kehilangan darah dapat dua kali
lipat.Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi.
Keadaan ini akan kembali normal setelah 4-6 minggu (Ambarwati
dan Wulandari, 2008).
g. Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah
merah berkisar 15.000 selama persalinan.Peningkatan sel darah
putih berkisar antara 25.000-30.000 merupakan manifestasi
adanya infeksi pada persalinan lama, dapat meningkat pada awal
masa nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan
darah, volume plasma dan volume sel darah merah (Wulandari
dan Handayani, 2011).
h. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, segera
berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus
menjadi retrofleksi,karenaligamen rotundum menjadi kendor
10. Proses Adaptasi Psikologis Ibu dalam Masa Nifas
a. Adaptasi psikologis ibu masa nifas (Wulandari dan Handayani,
2011)
Terdapat 3 tahap adaptasi psikologis ibu masa nifas, antara lain :
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan.
2) Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase ini ibu akan merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggungjawabnya dalam merawat
bayi.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung selama 10 hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri terhadap
ketergantungan bayinya.
b. Rooming in
Rooming in plan adalah rencana perawatan ibu dan bayi
merupakan perawatan bersama. Artinya ibu dirawat
bersama-sama dengan bayinya didalam satu kamar, jadi tempat tidur anak
akan terdapat disamping tempat tidur ibu, agar anak tinggal
c. Post partum blues (Wulandari dan Handayani, 2011)
Baby blues adalah ada kalanya ibu mengalami perasaan
sedih yang berkaitan dengan bayinya.
1) Periode emosional stress yang terjadi antara hari ke 3 dank ke
10 setelah persalinan.
2) 80 % pada ibu post partum.
3) Karakteristik :
a) iritabilitas meningkat.
b) Perubahan mood.
c) Cemas.
d) Pusing.
e) Perasaan sedih.
f) Kesendirian.
4) Penyebabnya ada beberapa faktor yang berperan, yaitu :
a) Perubahan level hormon.
b) Ketidaknyamanan.
c) Kecemasan.
d) Breast feeding.
e) Perubahan pola tidur.
f) Managemen.
5) Tidak ada perawatan khusus pada post partum blues jika tidak
ada gejala yang signifikan.
6) Empathy dan support dari keluarga dan staf.
7) Gejalanya :
b) Mengalami perubahan perasaan.
c) Cemas.
d) Kesepian.
e) Khawatir mengenai sang bayi.
f) Penurunan gairah seeksual.
g) Kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi ibu.
11. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
a. Nutrsi dan cairan
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh
untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan dasar ibu masa
nifas harus mengandung :
1) Sumber tenaga (energy).
2) Sumber pembangun.
3) Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin, air).
b. Ambulasi
Ambulasi disebut juga early ambulation adalah kebijakan
untuk selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan
(Wulandari dan Handayani, 2011).
c. Eliminasi
1) Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap
3-4 jam.
d. Kebersihan diri/perineum dan kebersihan bayi
Melakukan perawatan perineum dan perawatan payudara,
e. Istirahat
Anjurkan ibu untuk :
1) Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan.
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
4) Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waku untuk istirahat pada siang hari kira-kira 2 jam dam
malam hari 7-8 jam.
f. Seksual
Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomy sudah
sembuh maka coitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu post partum.
g. Latihan atau senam nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari
pertama melahirkan setiap hari sampai hari ke 10, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan keadaan ibu.
h. Keluarga berencana
i. Pemberian ASI atau laktasi
j. Menghindari kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan
membahayakan.
12. Tindak Lanjut Asuhan Nifas di Rumah
1) Menentukan jadwal kunjungan rumah.
3) Penyuluhan masa nifas.
4) Pelaksanaan asuhan nifas.
5) Kunjungan nifas.
E. KELUARGA BERENCANA
1. Program Keluarga Berencana
a. Pengertian
Menurut WHO (Expert Committee 1970), Keluarga
Berencana merupakan tindakan yang membantu individu atau
pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Sulistyawati,2011).
Menurut Undang-Undang N0. 10 tahun 1992, Keluarga
Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian masyarakat
dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejartera
(sulistyawati,2011).
Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah
dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal
tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk
mencegah ataupun menunda kehamilan (Sulistyawati,2011).
Keluarga Berencana (Family Planning/Planned
Parenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
1999, program Keluarga Berencana merupakan bagian yang
terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan
bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan
social budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai
keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional
(Handayani,2010).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa program Keluarga Berencana adalah
peningkatan yang membantu individu untuk mengukur jumlah
anak serta menjarangkan kehamilan atau menunda kehamilan
untuk menciptakan keluarga kecil dengan menggunakan
kontrasepsi yang bertujuan menciptakan kesejahteraan ekonomi,
spiritual dan social budaya untuk mewujudkan keluarga sejahtera.
b. Tujuan Program KB
Program keluarga berencana mempunyai 2 tujuan yaitu
tujuan umum dan tujuan pokok. Tujuan umum Keluarga
Berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara mengatur
kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu
juga terdapat tujuan umum yang lain meliputi pengaturan
kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga. Hal ini sesuai dengan tujuan umum
misi program KB, yaitu membangun kembali dan melestarikan
pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB di masa
mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015
(Sulistyawati,2011).
Tujuan pokok Keluarga Berencana yaitu menurunkan
angka kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut
maka ditempuh kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase untuk
mencapai sasaran tersebut, yaitu :
1) Fase Menunda/Mencegah Kehamilan
Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia isteri
kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda
kehamilannya.
Alasan menunda/mencegah kehamilan :
a) Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak
mempunyai anak dulu karena berbagai alasan.
b) Prioritas penggunaan kontrasepsi Pil oral, karena peserta
masih muda.
c) Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena
pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggamanya,
sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
d) Penggunaan IUD-Mini bagi yang belum mempunyai anak
pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta
dengan kontraindikasi terhadap Pil oral.
a) Reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan
dapat terjamin hamper 100%, karena pada masa ini
peserta belum mempunyai anak.
b) Efektifitas yang tinggi, karena kegagalan akan
menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi
dan kegagalan ini merupakan kegagalan program.
2) Fase Menjarangkan Kehamilan
Periode usia isteri antara 20 sampai 30/35 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirka, dengan
jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2
sampai 4 tahun. Alas an menjarangkan kehamilan, yaitu :
a) Umur antara 20 sampai 30 tahun merupakan usia yang
terbaik untuk mengandung dan melahirkan.
b) Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk
memakai IUD sebagai pilihan utama.
c) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi
namun disini tidak/kurang berbahaya karena yang
bersangkutan berada pada usia mengandung dan
melahirkan yang baik.
d) Disini kegagalan kontrasepsi buknlah kegagalan program.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan yaitu :
a) Efektivitas cukup tinggi
b) Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih
c) Dapat dipakai 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak
kehamilan anak yang direncanakan.
d) Tidak menghambat air susu ibu (ASI), karena ASI adalah
makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun dan
akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
3) Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan/Kesuburan
Peiode umur isteri di atas 30 tahun, terutama diatas 35
tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyaai
2 orang anak. Alas an mengakhiri kesuburan yaitu :
a) Ibu-ibu dengan usia ditas 30 tahun dianjurkan untuk tidak
hamil/tidak punya anak lagi, karena alas an medis dan alas
an lainnya.
b) Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.
c) Dan Pil oral kurang dianjurkan karena usia ibu yang relative
tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya akibat
sampingan dan komplikasi.
(Pinem, 2011)
c. Sasaran Keluarga Berencana
Menurut Anggraini dan Martini tahun 2011, sasaran program
KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009, adalah sebagai berikut:
a) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi
1,14% per tahun.
b) Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2
c) Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin
menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai
alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.
d) Meningkatnya peserta KB laki-laki menjadi 4,5%.
e) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional,
efektif, dan efisien.
f) Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan
menjadi 21 tahun.
g) Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh
kembang anak.
h) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga
sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.
i) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan program KB Nasional.
(Sulistyawati, 2011)
2. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelyanan kesehatan
reproduksi untuk pengaturan kehmilan, dan merupakan hak setiap
individu sebagai makhluk social (BKKBN, 2010).
Menurut Prawirohardjo tahun 2009, daya guna kontrasepsi
terdiri atas daya guna teoritis atau fisiologik (theoretical effectiveness),
daya guna pemakaian (use effectiveness). Daya guna teoritis
merupakan kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi
terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut