A. Latar belakang
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri
untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan”. Pengembangan kemandirian anak diarahkan untuk mengembangkan percakapan hidupnya
melalui kegiatan yang konkrit dan dekat dengan kehidupan anak sehari-hari.
Dalam proses belajar mengajar disekolah, guru sangat berperan dalam
mengembangkan kemandirian anak sejak dini (Desmita, 2010).
Kemandirian penting dalam kehidupan anak. Melatih kemandirian anak
sejak dini akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Belajar menjadi
mandiri yang tidak dimiliki sejak dini hanya akan membuat pemahaman yang
tidak tepat tentang konsep kemandirian dan anak cenderung bersifat
individual (Kannisius, 2006). Kemampuan dan keberhasilan tumbuh kembang
anak dapat dilihat dari kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya (Kozier, 2010).
Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Stastistik tahun 2010 dan
International organization (ILO), jumlah anak di Indonesia mencapai 58,8
juta. Jumlah anak di Jawa tengah mencapai 8,19 juta pada usia 0-14 tahun
mengupayakan mereka menjadi anak-anak yang memiliki kualitas baik. Untuk
mendapatkan kualitas yang baik dalam mengasuh anak-anak ini perlu
dukungan dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat,
termasuk petugas kesehatan bagai anak-anak yang mengalami masalah
kesehatan. Menurut undang-undang kesehatan no. 36 tahun 2009, upaya
pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi sehat,
cerdas, dan berkualitas. Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak
yang optimal akan menentukan keberhasilan anak dimasa mendatang, sebagai
penerus bangsa yang akan melanjutkan pembangunan nasional.
Di Negara maju dan Negara industry seperti Inggris dan Amerika Serikat,
dua pertiga dari jumlah ibu adalah seorang pekerja. Menurut data setatistik
Office For National Setatistics, di Inggris terdapat 57% ibu yang mengasuh
memiliki anak dengan umur dibawah lima tahun. Menurut angka statistik
tersebut, di Inggris terdapat 71% dari ibu yang mengasuh memiliki anak
paling muda berumur lima sampai sepuluh tahun merupakan seorang pekerja.
Sedangkan di Amerika serikat, 60% wanita (35% ibu dengan anak dibawah 18
tahun dan 45% ibu dengan anak balita) adalah seorang pekerja (Utomo, 2012).
Beberapa penelitian telah mempelajari fenomena kemandirian tersebut
pada orang dewasa, namun sangat jarang dilakukan pada kelompok
anak-anak. Sebuah survey Rumah Tangga yang dilakukan oleh UNICEF dan
University of Wisconsin (2008) untuk memantau kondisi kesehatan pada
memperlihatkan bahwa terdapat 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada
disekolah serta mengalami disabilitas atau ketidak mampuan melakukan
aktivitas harian secara mandiri.
Penelitian di Indonesia mendeteksi adanya gangguan perkembangan anak
pada usia prasekolah mencapai 12,8%-28,5% dari seluruh populasi anak usia
prasekolah. (Hartanto, 2009). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) (2008) menyebutkan bahwa apabila anak balita tidak dibina dan
diasuh secara baik, maka anak tersebut akan mengalami gangguan
perkembangan emosi, sosial, mental, intelektual dan moral yang nantinya
dapat mempengaruhi kemandirian sikap dan perilakunya dimasa yang akan
datang.
Berdasarkan laporan departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010)
cakupan pelayanan kesehatan balita dalam deteksi dini tumbuh kembang
balita adalah 78,11% untuk Provinsi Jawa Tengah 89,33%. Dengan jumlah
balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang di Indonesia 45,7% untuk
Provinsi Jawa Tengah 32,6%. Sedangkan laporan dari Ketua Yayasan Anak
Autis Indonesia juga menunjukan adanya peningkatan jumlah anak autis pada
tahun 2000 1: 500 anak dan pada tahun 2010 menjadi 1:500 anak (Suherman,
2010).
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah anak usia 0-4 tahun
dari itu perkembangan anak sangat perlu untuk diperhatikan (DepKes RI,
2010).
Masalah perkembangan personal sosial pada pola asuh anak prasekolah
diantaranya adalah anak tidak mempunyai kemampuan dalam bersosialisasi
dan kemandirian mencapai angka 56,61% pada anak usia prasekolah
(Widiastuti, 2008). Perkembangan personal sosial pada anak prasekolah yang
kurang, akan menyebabkan anak tidak memiliki kesiapan dalam melangkah
kejenjang yang lebih tinggi yaitu tingkat Sekolah Dasar. Maulana (2010) juga
menyatakan bahwa anak dengan masalah perkembangan personal sosial akan
memiliki prestasi belajar yang kurang, suka marah, suka berkelahi, suka
menantang, berebut dan mudah menangis.
Faktor yang mempengaruhi pola asuh kemandirian anak, bahwa faktor
internal yang mempengaruhi kemandirian anak adalah emosi (kemampuan
mengontrol emosi), dan intelektual (kemampuan mengatasi masalah). Faktor
eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak adalah lingkungan,
karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh ibu, cinta dan kasih sayang, kualitas
interaksi anak-anak dengan ibu, status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 2004).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Yulia (2010:14) bahwa “Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari ibu atau pendidik dan latihan-latihan
tersebut, maka ibu ikut ambil dalam perkembangan kemandirian anaknya.
Oleh sebab itu perlu adanya kerja sama antara guru dan ibu dalam mengasuh
anak.
Pola asuh mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan
kemandirian pada anak, karena dasar kemandirian pertama diperoleh oleh
anak dari dalam rumah yaitu dari ibu. Proses pengembangan melalui
pendidikan disekolah tinggal hanya melanjutkan perkembangan yang sudah
ada. Menurut Dario (2004) ada empat macam bentuk pola asuh anak yang
diterapkan oleh masing-masing ibu, bentuk-bentuk pola asuh itu adalah, pola
asuh otoriter, pola asuh demokratis, permisif, penelantar.
Pada saat ini banyak kita temukan ibu-ibu yang bekerja dengan alasan
untuk menambah pengahasilan ekonomi keluarga. Berdasarkan data statistik
Badan Statistik Nasional (BPS) tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 100%
wanita didapatkan 82,68% adalah perempuan bekerja dan sisanya sebanyak
17,31% adalah perempuan tidak bekerja. Dengan bekerja maka semakin
sedikit pula waktu dan perhatian yang mereka curahkan untuk anaknya.
Keadaan ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Bahwa sejak tahun 1985 hingga tahun 1990 terdapat sekitar 40%
perempuan yang bekerja dikantor, 38% karya jasa, dan sebesar 21% dikarya
kerajinan dan pegawai kasar, Fenomena tersebut dapat memberikan dampak
mendapat pengalaman. Namun demikian pada kenyataannya karena sibuk
bekerja atau berkarir dampak negatif ibu bekerja mengakibatkan perhatian
terhadap keluarga termasuk anak meniadi berkurang, bahkan tidak sedikit
yang akhirnya tidak memperhatikan kondisi anak. Lebih lanjut oleh Gunarsa
(2004).
Bahwa pada kondisi seperti ini, yang paling umum menjadi korban adalah
anak pada usia awal termasuk anak prasekolah. Dampak yang sering muncul
adalah bersinggungan dengan masalah tumbuh kembang anak, Anak
prasekolah yang seharusnya mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik,
bahasa, dan mencoba mengeksplorasi kemandiriannya menjadi anak yang
malas dan cenderung tidak mandiri (Gunarsa, 2004).
Menurut pandangan umum, bila seeorang wanita telah menikah sudah
selayaknya tanggung jawab keuangan diserahkan kepada suami namun selain
berkeluarga, mempunyai karier adalah pilihan hidup. Banyak alasan yang
mungkin dapat dikemukakan sebagai latar belakang keputusan untuk tetap
bekerja, salah satunya finansial. Penelitian yang dilakukan oleh Indah Andika
(2007) mengenai pengaruh harga diri terhadap kepuasan hidup pada wanita
bekerja dan yang tidak bekerja diperoleh hasil dengan nilai F = 101,473
dengan nilai signifikan terhadap kepuasan hidup pada wanita pekerja dan
wanita tidak bekerja. Nilai F yang diperoleh masing-masing adalah 62,735
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malau (2012) mengenai faktor
eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak di Pondok Cina bahwa
tahapan kemandirian anak diantaranya yaitu bisa berpakaian sendiri, bisa
mengatur perlengkapan sekolah dengan sendiri. Namun sekitar 50% anak
masih banyak yang kurang mandiri dirumah terutama dalam hal berpakaian
dan menyiapkan alat-alat perlengkapan sekolah. Hal ini dikarenakan sekitar
10% anak masih berusia kurang dari 6 tahun sehingga masih dibantu oleh ibu.
Selain itu, sekitar 12% dipengaruhi faktor anak tunggal sehingga peran ibu
sangat banyak dalam membantu anak mengerjakan tugas sehari-hari.
Mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada
anak sedini mungkin sesuai kemampuanya. Seperti telah diakui segala sesuatu
yang dapat diusahakan sejak anak usia dini menurut undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional, ialah anak sejak lahir
sampai usia enam tahun sedangkan anak usia TK adalah 4-6 tahun.
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakuakan di TK Pertiwi DWP Setda
Kabupaten Banjarnegara pada tanggal 21-22 November 2014, terdapat 141
anak prasekolah, dengan kriteria anak usia 4-6 tahun dan diambil secara acak
dan diuji dengan wawancara dari data perkembangan kemandirian anak
bahwa dari 10 responden hanya sebanyak 4 anak (4%) yang memiliki
kemandirian yang bagus. Sedangkan 6 anak (6%) belum menunjukan
kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK ini adalah masih
banyaknya dijumpai kebiasaan anak yang masih sangat tergantung kepada ibu
hal ini ditunjukan dengan ibu yang menunggui anaknya disekolah.
Dari fenomena dan masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian anak usia
prasekolah (4-6) tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah “Apakah
ada hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan
perkembangan kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi
DWP Setda Kabupaten Banjarnegara?”
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah Mengetahui hubungan antara
pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian
pada anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten
Banjarnegara.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik ibu terhadap perkembangan kemandirian
b. Mengetahui gambaran pola asuh ibu dan status pekerjaan terhadap
perkembangan kemandirian anak prasekolah di TK.
c. Mengetahui gambaran perkembangan kemandirian anak prasekolah di
TK.
d. Menganalisa hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan
dengan perkembangan kemandirian pada anak prasekolah di Tk
Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pola asuh ibu
Hasil penelitian yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
pola asuh ibu yang memiliki anak usia prasekolah di TK, dan dapat
mengantisipasi penyimpangan perkembangan kemandirian. Serta Hasil
penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat terhadap pola asuh
ibu dan status pekerjaan dalam perkembangan kemandirian yang lebih
baik bagi anak usia prasekolah.
2. Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar perawat untuk meningkatkan
kualitas mutu pelayanan keperawatan khususnya perkembangan
kemandirian kepada anak baik individu, keluarga, kelompok dan
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur tentang upaya
pelayanan kesehatan untuk pola asuh dan status pekerjaan ibu terhadap
perkembangan kemandirian anak usia prasekolah.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menginspirasi peniliti untuk menambah
wawasan tentang pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan
perkembangan kemandirian anak usia prasekolah.
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Triani Yuliastati dan Novita Nurhidayati
(2007) dengan judul “Pola asuh dan perkembangan personal sosial anak
toddler”. Jenis penelitian ini menggunakan metode survey analitik dan
pendekatan waktu cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua anak usia 2-3 tahun di PAUD Tetuko Desa Kios Kebon dalem Lor
Prambanan Klaten, dimana semua anak tersebut adalah anak toddler yaitu
sejumlah 53, dengan teknik Purposive samling diperoleh sampel 49 dan
analisa data chi square. Hasil perhitungan chi square dengan α = 0,05, diperoleh nilai X2 hitung 11.031 dan p value = 0,004 (p < 0,05), berarti Ha
diterima Ho ditolak. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan personal sosial anak
2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Muslimah, Surjani, Rini Susanti
(2013) dengan judul “Hubungan pola asuh orang tua dengan
kemandirian anak usia 3-5 tahun di desa Randusari, Kec.Rowosari, Kab.
Kendal. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Sampel dalam
penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik sampling total
population dan sebagai responden sebanyak 63 orang tua yang
mempunyai anak umur 3-5 tahun di Desa Randusari Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal. Teknik pengolahan data menggunakan teknik analisis
chi-square. Dari hasil analisa univariat diperoleh data sebanyak 52,4%
orangtua menerapkan pola asuh otoriter, 28,6% menerapkan pola asuh
demokrasi, sedangkan Permissive 19% dan sebanyak 46% anak sudah
dapat mandiri. Hasil perhitungan korelasi chi-square diperoleh p value
(0,013) < α (0,05), maka ada hubungan antara pola asuh dengan
kemandirian anak usia 3-5 tahun di Desa Randusari Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1)
Pola asuh pada orang tua sebagian besar adalah pola asuh otoriter, (2)
Sebagian besar anak usia 3-5 tahun di Desa Randusari Kecamatan
Rowosari Kabupaten Kendal mandiri, (3) Terdapat hubungan antara pola
asuh dengan kemandirian anak umur 3-5 tahun di Desa Randusari