i
ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN: TERMOREGULASI DENGAN HIPERTERMIA PADA AN. F
DI RUANG MELATI RSUD dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun oleh : Hendri Priyanto A01301757
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan Hasil Ujian Komprehensif telah Diterima dan Disetujui oleh Pembimbing Karya Tulis Ilmiah Diploma DIII Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong pada :
Hari/Tanggal : 01 Agustus 2016
Tempat : STIKes Muhammadiyah Gombong
Pembimbing
iii
ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN: TERMOREGULASI DENGAN HIPERTERMIA PADA AN. F
DI RUANG MELATI RSUD dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Hendri Priyanto
A01301757
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 02 Agustus 2016
Susunan Dewan Penguji
1. Bambang Utoyo, M.Kep. Ns. (...)
2. Sawiji, S.Kep.Ns. M.Sc (...)
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong
iv Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
KTI, Agustus 2016
Hendri Priyanto1, Bambang Utoyo, M.Kep. Ns.2
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN: TERMOREGULASI DENGAN HIPERTERMIA PADA AN. F DI RUANG MELATI
RSUD dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
LatarBelakang: Kebutuhan keamanan dan perlindungan thermoregulasi dengan hipertermi. Kebutuhan termoregulasi: hipertermi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi, karena jika tidak dipenuhi akan terjadi komplikasi yang dapat terjadi yaitu dehidrasi, kekurangan oksigen, demam di atas 420C, dan kejang demam, hingga kematian.
Tujuan: Penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan kebutuhan keamanan dan perlindungan: thermoregulasi pada klien An. F dengan hipertermi.
Pembahasan: Diagnosis keperawatan pada kasus ini adalah hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, Cemas berhubungan dengan status kesehatan dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Intervensi yang dilakukan berupa monitor suhu klien, monitor tanda-tanda vital, sarankan untuk meningkatkan istirahat, berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya demam, kolaborasi pemberian obat, beri kompres hangat bila diperlukan, bina hubungan saling percaya, berikan penyuluhan kesehatan, libatkan keluarga, berikan lingkungan yang nyaman, berikan reinfocement untuk menggunakan sumber koping yang efektif, anjurkan agar orang tua selalu disamping anak atau klien, jika perlu cek suhu, ganti pakaian klien dengan bersih dan nyaman, libatkan keluarga untuk meninabobokan klien, anjurkkan untuk istirahat, kolaborasi dalam pemberian obat. Implementasiyang sudah dilakukan berupa memonitor tanda-tanda vital, memberikan infus paracetemol 4x300 mg, mengganti lagi dengan infus RL 18 tetes permenit, menyarankan untuk meningkatkan istirahat, memberikan lingkungan yang nyaman, membina hubungan saling percaya. memberikan penyuluhan, melibatkan keluarga, memberikan reinfocement untuk menggunakan sumber koping yang efektif,menganjurkan agar orang tua selalu disamping anak, menganjurkan klien untuk istirahat.
Hasil: Evaluasi yang dilakukan selama dua hari ditemukan bahwa hipertermia itu terselesaikan, kecemasan dan gangguan pola tidur yang sementara terselesaikan.
Kata kunci: kebutuhan rasa aman dan perlindungan, hipertemia, cemas, gangguan pola tidur.
v
DIPLOMA III OF NURSING PROGRAM
MUHAMMADIYAH HEALTH SCIENCE INSTITUTE OF GOMBONG
Nursing Care Report, August 2016
Hendri Priyanto1, Bambang Utoyo, M.Kep. Ns.2
ABSTRACT
NURSING CARE OF FULFILLING SECURE AND PROTECTION NEED, THERMOREGULATION (HYPERTHERMIA) TOA CHILD “F” ATMELATI WARD
Dr. SOEDIRMAN STATE HOSPITAL OF KEBUMEN
Background: Secure and protection need, thermoregulation (hyperthermia). Thermoregulation need of hyperthermia is one of the basic human needs needed to fulfill. Complications may occur if it is not handled very well. They are dehydration, lack of oxygen, fever above 400C, febrile seizures, and finally death.
Objective: to describe nursing care of fulfilling secure and protection need, thermoregulation (hyperthermia) to a child “f” at Melati Ward Dr. Soedirman State Hospital of Kebumen.
Discussions: Nursing diagnoses were hyperthermia related to the infection process, anxious related to health status, sleep pattern disorder related to an increase of body temperature. Interventions were monitoring vitalsigns, suggesting to take more rest, providing treatment to prevent the occurrence of fever, collaborating medicines as order, giving a warm compress as necessary, building a trust relationship, giving health education, involving the patient’s family, providing a comfortable environment, giving reinforcement to use effective coping resources, suggesting that parentsshould always beside the child or client, keeping the patient clean and comfort, involving the family to lull the patient. Implementations were monitorin vital signs, giving paracetemol infusion of 4x300 mg, switching again to the infusion of RL 18 drops per minute, recommending to increase more rest, providing a comfortable environment, building a trust relationship, providing counseling, involving family, giving reinforcement to use effective coping resources, recommending parents should always beside the child.
Results: the evaluation conducted for two days found that hyperthermia was resolved, anxiety and sleeping pattern disorder were temporarily resolved.
Keywords: secure and protection need, hyperthermia, anxiety, sleeping pattern disorder
1. Students of Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Perlindungan: Termoregulasi Dengan Hipertermia Pada An. F di Ruang Melati RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak M. Madkhan Anis, S. Kep. Ners, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan.
2. Bapak Sawiji, S.Kep.Ns, M.Sc selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Muhammadiyah Gombong.
3. Bapak Bambang Utoyo, S.Kep. Ns. M. Kep. selaku dosen pembimbing serta penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Bapak dr. Bambang Suryanto, M.Kes selaku Direktur RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah memberikan tempat dan kerjasama dalam melaksanakan studi kasus.
5. Ibu Rini Amborowati, S.Kep. Ns selaku pembimbing di Ruang Melati RSUD dr. Soedirman Kebumen yang telah memberikan bimbingan dan kerjasama dalam melaksanakan studi kasus.
vii
7. Bapak Hendri Tamara, M.Kep, bapak Sarwono, SKM, bapak Bambang Utoyo, M.Kep., Ns. Ibu Mardiati, M.Kep Sp. Kep J, dan Ibu Ernawati, M.Kep selaku Pembimbing dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong beserta seluruh staff dan karyawan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.
8. Kedua orang tua tercinta bapak Gatot Susilo dan ibu Sri Sugiarti yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan baik materi, moral maupun spiritual dan banyak hal lain yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu.
9. Teman-teman seperjuanganku Heri Siswanto, Ikhlas Arif Mukhtamar, Janrizky Praerda syandi, Imam sechudin, Imam Kurniawan, Ludi Nur Kurniawan di kelas 3 B Program Studi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong yang senantiasa selalu membantu dan mendukung penulis dalam memenuhi target dalam menempuh studi. 10. Kekasih tercinta Siti Mahfiyah, Amd. Keb. yang selalu memberikan
motivasi, perhatian dan kasih sayang sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada pihak lain sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang penyakit febris. Walaupun dalam penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan, tetapi dengan kekurangan tersebut penulis mendapatkan masukan dari pihak lain sehingga penulis mampu melengkapinya dan menjadikan lebih sempurna serta dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh
Gombong, 01 Agustus 2016
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACK . ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 4
C. Manfaat ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Konsep Termoregulasi ... 6
1. Definisi ... 6
2. Jenis-Jenis Termoregulasi ... 6
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh ... 7
4. Temperatur Suhu Tubuh ... 8
B. Konsep Dasar Hipertermia ... 9
1. Definisi Demam ... 9
2. Etiologi Demam ... 10
3. Dampak Demam... 12
4. Patofisiologi Demam ... 13
5. Klasifikasi Demam ... 14
6. Gambaran Klinis Demam ... 16
7. Penanganan Demam ... 17
8. Pencegahan Hipertermia Pada Anak. ... 21
C. Inovasi Tindakan Dengan Bawang Merah ... 21
BAB III RESUME KEPERAWATAN ... 24
ix
1. Identitas Klien ... ` 24
2. Riwayat Kesehatan ... 24
3. Pengkajian Fokus ... 25
B. Analisa Data ... 27
C. Intervensi, Implementasi, Evaluasi ... 27
BAB IV PEMBAHASAN ... 31
A. Asuhan Keperawatan... 31
A. Analisa Inovasi Tindakan Keperawatan ... 39
Bab V PENUTUP ... 42
A. Kesimpulan... 42
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dijelaskan bahwa nilai kasus demam diseluruh dunia mencapai 18-34 juta jiwa per tahun, anak merupakan paling rentang terkena demam, meskipun gejala yang diderita anak bisa lebih ringan dari dewasa. Kejadian demam banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun hampir disemua daerah. Sedangkan di Indonesia yang merupakan negara berkembang tidak jarang ditemui anak yang menderita demam, hal ini bisa terjadi karena adanya pergantian cuaca dari musim hujan kemusim kemarau ataupun sebaliknya (Suriadi, 2010).
Sedangkan menurut hasil penelitian dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 mengemukakan bahwa anak yang berusia 5 sampai 15 tahun angka kejadian demam yang terjadi mencapai 11,66% atau 28.594.060 orang. Dalam penelitian yang sudah dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang pada tahun 2010 kejadian demam pada anak sudah mencapai 971 pasien anak. (Nugroho, 2011).
Namun kania (2007) mengemukakan bahwa seringkali demam pada anak menimbulkan rasa ketakutan yang berlebihan yang tersendiri (fobia) bagi banyak ibu. Hasil penelitian menunjukkan hampir 80% orang tua mempunyai fobia demam. Banyak orang tua yang mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi. Karena teori ataupun ide yang salah ini, banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati.
Hipertermia merupakan suatu peningkatan suhu tubuh yang berkaitan dengan ketidaksanggupan atau ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Demam juga bisa diartikan sebagai suatu gejala penyakit atau infeksi dimana ketika kondisi otak membatasi suhu di atas pengaturan normal yaitu di atas 380C. Suhu tubuh yang normal adalah antara 36ºC sampai 37ºC. Jika anak demam dengan
2
temperatur yang diukur melalui mulut atau telinga 37,8ºC atau melalui rektum 38ºC dan 37,2ºC melalui ketiak, kemungkinannya anak terserang demam. Anak-anak biasanya terserang demam lebih tinggi dari pada orang dewasa. Akibat tuntutan peningkatan pengaturan tersebut maka tubuh akan memproduksi panas. (Purwanti, 2008).
Penyebab demam umumnya karena adanya infeksi virus, paparan panas yang berlebihan (overhating), adanya suatu pelepasan zat pirogen (Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam atau bahan yang dibentuk oleh mikroorganisme) dari dalam lekosit atau sel darah putih (bertugas melindungi tubuh agar tahan menghadapi serangan kuman), adanya proses infeksi, adanya peningkatan suhu pada 0-72 jam, dehidrasi atau kekurangan cairan, menurunnya kemampuan untuk berkeringat, aktivitas yang berlebihan, maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Purwanti, 2008).
Dampak bisa ditimbulkan oleh adanya demam ada dua macam yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif demam adalah sebagai mekanisme pertahanan yang dibutuhkan sebagai salah satu bentuk perlawanan tubuh terhadap infeksi, namun terjadinya demam juga disertai dengan hal-hal yang negatif. Sedangkan dampak negatif demam meliputi hal-hal yang harus diberikan perhatikan yang tinggi pada orang tua yang di antaranya: peningkatan resiko dehidrasi, kemungkinan bisa kekurangan oksigen, demam di atas 420c sangat jarang sekali menyebabkan kerusakan neurologis (kerusakan saraf), kejang demam, demam seringkali diikuti dengan gejala lain seperti lemas, nyeri otot sakit kepala, dan menurunnya nafsu makan. (Purwanti, 2008).
3
berperan dalam pembentukan jaringan), sehingga timbul adanya pelepasan pirogen endogen (faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri sebagai reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ketubuh). Adanya pelepasan pirogen endogen memicu pembentukan prostaglandin otak dan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan titik patokan suhu atau yang disebut dengan set point. Sehingga akan mengakibatkan adanya peningkatan suhu adan terjadilah demam. (Susanti, 2009).
Penanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi peningkatan suhu ada beberapa cara yaitu dengan cara medis dan nonmedis, yang pertama adalah dengan pemberian obat antipiretik seperti dengan ibuprofen, paracetamol, asam mefenamat, aspirin. Cara yang kedua dengan cara fisik seperti dengan kompres hangat, batasi aktifitas penderita yang demam, cegah dehidrasi dll. Sedangkan cara yang ketiga adalah dengan cara herbal salah satunya dengan kunyit. (Susanti, 2009).
Dalam hal inovasi keperawatan untuk menurunkan peningkatan suhu tubuh menurut penelitian Rachmad (2013) mengemukakan bahwa ramuan herbal peredam demam dengan bawang merah secara turun temurun sudah diwariskan dan tak kalah manjur dari obat herbal yang lainnya. Disamping itu bawang merah merupakan sayuran umbi yang cukup multiguna bawang merah memiliki fungsi membantu mengatasi menurunkan suhu tubuh, menurunkan kadar kolesterol, mengobati kencing manis, memacu enzim pencernaan, batuk, peluruh haid, dan peluruh air seni. Sedangkan manfaatnya adalah sebagai bumbu masakan, selain itu juga sebagai obat tradisional bias menurunkan panas pada anak tanpa zat kimia dengan efek samping yang minimal. Untuk itu inovasi tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan bawang merah sebagai cara alternatif yang mudah untuk mengatasi demam pada anak.
4
dikaji kondisi klien terlihat lemah. Klien hanya bisa berbaring di tempat tidur, badan teraba hangat, mukosa bibir kering. Dari hasil pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 105 kali permenit, pernafasan 36 kali permenit, suhu: 38,2oC. Keadaan tersebut menandakan peningkatan suhu tubuh yang dikatakan hipertermi.
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk mengambil kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Kemanan dan perlindungan: Thermoregulasi Dengan Hipertermi Pada An.F di Ruang Melati RSUD Dr. Soedirman Kebumen”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ini adalah untuk mendeskripsikan atau menjelaskan asuhan keperawatan pemenuhan keamanan dan perlindungan: termoregulasi dengan hipertermi pada An. F di ruang Melati RSUD dr. Soedirman Kebumen.Mahasiswa mampu memberikan wawasan dan pengetahuan tentang penanganan hipertermi pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada klien dengan gangguan termoregulasi dengan hipertermi pada An. F
b. Mendeskripsikan analisa data dan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan termoregulasi dengan hipertermi pada An. F
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan termoregulasi dengan hipertermi pada An. F
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan termoregulasi dengan hipertermi pada An. F
e. Mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan termoregulasi dengan hipertermi pada An. F
5
C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan a. Bagi Instansi
Menjadi wacana dan bahan masukan dalam proses belajar mengajar terhadap pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan pemenuhan kebutuhan temoregulasi
b. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan tindakan preventif dengan memberikan penyuluhan meliputi berbagai hal yang dapat mencegah timbulnya penyakit demam
c. Bagi klien dan keluarga
Sebagai media informasi tentang demam dan cara penanganan pasien demam serta peningkatan kebutuhan nutrisi pada anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.
2. Manfaat Aplikatif
DAFTAR PUSTAKA
Andre, Hanalde dkk. (2015). Perancangan Modifikasi Antena Kupu – Kupu Panjang Dual Frekuensi Untuk Aplikasi Hypherthermi. Jurnal Nasional Teknik Elektro. Program Studi Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Siteba, Padang. Vol: 4, No. 2, ISSN: 2302 - 2949
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification,2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Howells, James. (2013). Excitability and the safety margin in human axons during hyperthermia. The Journal of Physiology. Institute of Clinical Neurosciences, Royal Prince Alfred Hospital and The University of Sydney, Sydney, Australia.
Kania, Nia, (2010). Penatalaksanaan Demam Pada Anak, http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/penatalaksan
aa n_demam_pada_anak.pdf. Diakses 11 Februari 2012
Moss, Ralph W. (2014). Narrowing The Gap: The Position Of Hyperthermia Between Academic And Complementary Oncology. Oncothermia Journal 10:33-33 Lemont PA, USA
Muhammad, Fatmawati. (2009). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis. Staf Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo.
Nugroho, Taufan (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Purwanti, Sri (2008). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat Inap RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 4. No 2. ISSN: 2302 – 2949.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/484/2f.
pdf?sequen ce=1. Diakses 23 Juni 2012
Pusparini, Yesy (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi kualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2, RSUP DR. Hasan Sadikin, Bandung
Rachmad, (2013) Penentuan Efektivitas Bawang Merah Dan Ekstrak Bawang Merah (Allium Cepa Var. Ascalonicum) Dalam Menurunkan Suhu
Bahan. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, UNHAS. Makassar
Suriadi, Yuliani (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta. Sagung seto hal 63-64
Suryono, dkk (2012). Efektifitas Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Febris Usia 1 – 5 Tahun : Dosen Akper Pamenang Pare Kediri.
Susanti, Nurlaili (2009). Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada Penataleksanaan Demam. Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maliki Malang.
http://publikasiilmiah.uin.ac.id/bitstream/handle/123456789/287/sai
ntis.pdf?sequ ence=2. Diakses 23 Juni 2012
Szasz, A. (2007). Hyperthermia, A Modality In The Wings.St. Istvan University, Budapest, Hungary. Volume 3 - Issue 1. [Downloaded free from http://www.cancerjournal.net on Wednesday, June 22, 2016, IP: 36.81.10.11]
SAP
(SATUAN ACARA PENYULUHAN)
DEMAM
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif
Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun oleh :
Hendri Priyanto
A01301757
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TENTANG DEMAM FEBRIS
Bidang Studi : Keperawatan Anak
Topik : Gangguan Sistem Termoregulasi
Sub topik : Demam
Sasaran : Keluarga An. F
Hari/ tanggal : Rabu, 1 Juni 2016
Jam : 12.15 – 12.35 WIB
Waktu : 20 Menit
Tempat : Ruang Melati RSUD dr. Soedirman Kebumen
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan penelitian dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
dijelaskan bahwa nilai kasus demam di seluruh dunia mencapai 18-34 juta
jiwa pertahun, anak merupakan paling rentang terkena demam, meskipun
gejala yang diderita anak bisa lebih ringan dari dewasa. Kejadian demam
banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun hampir disemua daerah.
Sedangkan di Indonesia yang merupakan negara berkembang tidak jarang
ditemui anak yang menderita demam, hal ini bisa terjadi karena adanya
pergantian cuaca dari musim hujan ke musim kemarau ataupun sebaliknya.
(Suriadi, 2010).
B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan keluarga dapat
memahami dan mengerti tentang febris atau demam.
2. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, diharapkan keluarga mampu:
a. mengetahuitentang pengertian demam,
b. mengetahuitentang penyebab demam,
d. mengetahuitentang dampak demam,
e. mengetahuitentang cara mengatasi demam ketika dirumah,
f. mengetahuitentang pencegahan demam
C. Materi
1. Pengertian demam
2. Penyebab demam
3. Tanda dan gejala demam
4. Dampak demam
5. Cara penanganan demam dirumah
6. Pencegahan demam
D. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
E. Media
1. Materi SAP
2. Leaflat
3. Lembar balik
F. SETTING TEMPAT
Keterangan:
: keluarga klien : klien
G. Kegiatan Pembelajaran
No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 3 menit Pembukaan:
1. Memberikan salam
2. Menjelaskan tujuan
pembelajaran
3. Kontrak waktu
4. Menyebutkan materi atau pokok
bahasan yang di sampaikan
Menjawab salam
2. Mendengarkan
dan
memperhatikan
2 10 menit Pelaksanaan materi:
Menjelaskan materi penyuluhan
secara berurutan dan teratur.
Materi:
1. Pengertian demam
2. Penyebab demam
3. Tanda dan gejala demam
4. Dampak demam
5. Cara penanganan demam
dirumah
6. Pencegahan demam
Menyimak dan
memperhatikan
3 5 menit Evaluasi :
1. Menyimpulkan isi penyuluhan
2. Memberi kesempatan untuk
bertanya.
3. Memberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan yang
dilontarkan.
Bertanya dan
menjawab
pertanyaan
4 2 menit Penutup:
Mengucapkan terima kasih dan
mengucapkan salam.
H. Evaluasi
1. Metode evaluasi : Diskusi tanya jawab
2. Jenis pertanyaan : lisan
3. Jumlah soal : 3 pertanyaan
PERTANYAAN
1. Sebutkan 3 (tiga) dari penyebab demam?
2. Sebutkan 3 (tiga) bagaimana cara penanganan demam ketika
dirumah?
3. Sebutkan 3 (tiga) pencegahan demam?
JAWABAN
1. Penyebab demam adalah :
a. Adanya proses infeksi.
b. Terpajan pada lingkungan yang panas dalam waktu yang
lama (overhating) dan olah raga atau aktivitas yang
berlebihan akan meningkatkan suhu meningkat.
c. Penyakit atau trauma dapat mengganggu fungsi pengaturan
suhu tubuh.
2. Penanganan demam ketika dirumah meliputi :
a. Dengan berikan kompres hangat
b. Dengan memberikan banyak minum dan memberikan
minuman kesukaan seperti sari buah, minuman ion, juz, teh
manis, air susu, air limun, dll.
c. Ganti baju yang basah akibat keringat dengan baju tipis
bertujuan agar kulit terpapar oleh udara.
3. Pencegahan demam meliputi :
a. Jaga kondisi kesehatan lingkungan.
b. penyediaan air minum yang memenuhi syarat serta Makan
makanan yang bersih dan sehat.
I. Pengesahan
Kebumen, 31 Juni 2016
Sasaran Mahasiswa
(Keluarga An. F) (Hendri Priyanto)
Mengetahui,
Pembimbing dan Penguji Dosen Pembimbing
Klinik Akademik
J. Lampiran Materi
1. Pengertian demam
Demam bukanlah suatu penyakit. Demam bisa merupakan suatu
gejala penyakit atau infeksi dimana ketika kondisi otak membatasi suhu
di atas pengaturan normal yaitu di atas 380C. Suhu tubuh yang normal
adalah antara 36ºC sampai 37ºC. Jika anak Anda demam dengan
temperatur yang diukur melalui mulut atau telinga 37,8ºC atau melalui
rektum 38ºC dan 37,2ºC melalui ketiak, kemungkinannya anak Anda
terserang demam. Anak-anak biasanya terserang demam lebih tinggi
dari pada orang dewasa. Akibat tuntutan peningkatan pengaturan
tersebut maka tubuh akan memproduksi panas. (Purwanti, S., &
Ambarwati, W. N. 2008).
2. Penyebab demam
Menurut (Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. 2008). Hipertermi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Adanya proses infeksi. Infeksi tersebut seperti saluran nafas atas,
infeksi saluran kemih, otitis media (infeksi pada telinga), sinusitis
(peradangan di sekitar rongga hidung), pneumonia (radang
paru-paru), dan gastroenteritis. Infeksi tersebut karena adanya
mikroorganisme yang hidup dalam tubuh. Akibatnya akan
mengalami beberapa perubahan. Mikroorganisme tersebut
memperbanyak diri dengan caranya masing-masing dan
menyebabkan cedera jaringan dengan berbagai mekanisme yang
mereka punya, salah satunya adalah mengeluarkan toksin (zat
beracun).
b. Terpajan pada lingkungan yang panas dalam waktu yang lama atau
paparan panas yang berlebihan (overhating) bisa mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.. Karena dengan
kehilangan cairan dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran
c. Menurunnya kemampuan untuk berkeringat karena kehilangan
elektrolit.
d. Olah raga atau aktivitas yang berlebihan akan meningkatkan suhu
meningkat. Dengan kondisi tersebut akan mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
e. Penyakit atau trauma dapat mengganggu fungsi pengaturan suhu
tubuh.
f. Reaksi imun. Reaksi imun atau respon imun merupakan sistem
kekebalan tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
untuk melindungi tubuh juga berkurang, termasuk virus yang
menyebabkan penyakit, akibatnya akan menyebabkan munculnya
infeksi atau penyakit defisiensi imun (aneka penyakit yang
memiliki satu atau lebih dari ketidaknormalan sistem imun).
3. Tanda dan gejala demam
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita hipertermia
menurut Suriadi & Y. Rita. (2012) meliputi taki kardi, sakit kepala dan
pusing, kulit bisa kemerahan, teraba hangat, menggigil dan berkeringat,
peningkatan suhu tubuh, kehilangan nafsu makan dehidrasi, diare dan
muntah-muntah, batuk-batuk, badan lemah dan nyeri otot, jika demam
yang sangat tinggi antara 39,4ºc – 41,1ºc dapat menyebabkan halusinasi,
kebingungan, mudah marah, bahkan kejang-kejang.
4. Dampak demam
Menurut Saini dkk., (2009). mengemukakan bahwa dampak
negatif demam meliputi hal-hal yang harus diberikan perhatikan yang
tinggi pada orangtua yang , di antaranya:
a. Peningkatan resiko dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Terjadinya
dehidrasi disebabkan oleh peningkatan penguapan cairan tubuh saat
anak demam, sehingga anak bisa mengalami kekurangan cairan dan
merasa lemah.
b. Kemungkinan bisa kekurangan oksigen. Ketika demam, anak dengan
mengalami kekurangan oksigen sehingga penyakit paru-paru atau
kelainan jantungnya infeksi saluran napas akut.
c. Demam di atas 420C bisa menyebabkan kerusakan neurologis
(kerusakan saraf). Akan tetapi hal ini sangat jarang sekali terjadi.
Sampai saat ini belum ada bukti penelitian yang menunjukkan bahwa
demam di bawah 420C bisa menyebabkan kerusakan otak.
d. Kejang demam, disebabkan oleh suhu badan naik, demam tinggi dan
tidak mendapatkan perawatan yang semestinya. Namun Kejang
demam tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf)
dan biasanya hilang dengan sendirinya.
e. Demam seringkali diikuti dengan gejala lain seperti lemas, nyeri otot
sakit kepala, dan menurunnya nafsu makan (anoreksia).
5. Cara penanganan demam dirumah
Ada beberapa penanganan dirumah menurut Fatmawati M.
(2009). yaitu:
a. Pemberian kompres hangat
Pemberian kompres hangat cukup mudah dilakukan, murah dan
aman.
b. Batasi aktifitas penderita yang demam, bertujuan untuk menghemat
energi dan menurunkan kebutuhan oksigen. Karena pada saat demam
metabolisme tubuh meningkat meskipun penderita tidak beraktifitas
pasti akan terasa capai sekali karena energi banyak digunakan.
anjurkan penderita banayk istirahat
c. Cegah dehidrasi (kekurangan Cairan) dengan memberikan banyak
minum dan memberikan minuman kesukaan seperti sari buah,
minuman ion, juz, teh manis, air susu, air limun, dll.
d. Ganti baju yang basah akibat keringat dengan baju tipis bertujuan
agar kulit terpapar oleh udara, karena udara dapat memindahkan
panas dan dapat membantu memberi rasa nayaman saat demam.
Mengatur suhu ruangan lebih dingin dengan tujuan agar panas
berpindah ke ruangan. misalnya membuka jendela.
f. lakukan terapi aktifitas bermain di tempat tidur seperti mewarnai,
menonton TV, bercerita atau tidur ditemani orang tua.
6. Pencegahan demam
Menurut Isnayani. (2012). Dalam upaya pencegahan demam
(hipertermi) pada anak, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jaga kondisi kesehatan lingkungan.
b. penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
c. Pembuangan sampah dan kotoran manusia pada tempatnya.
d. Makan makanan yang bersih dan sehat
e. Jangan biasakan anak jajan sembarangan
f. Pemberantasan lalats seperti dengan kipas angin, lem lalat, lilin,
plastik bening yang diisi air, jeruk lemon, apel dan cengkeh, atau
gunakan obat atau semprotan pembasmi serangga
DAFTAR PUSTAKA
Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. (2008). Pengaruh Kompres Hangat
Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak
Hipertermia di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 4. No 2. ISSN: 2302 -
2949
Isnayani. (2012). External Cooling in the Management of Fever. Clinical
Infectious Disease. Volume 31
Suriadi, Yuliani (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta. Sagung seto hal
63-64
Fatmawati M. (2009). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan
Demam Pada Pasien Thypoid Abdominalis. Staf Dosen Jurusan
55
EFEKTIFITAS KOMPRES DINGIN DAN HANGAT PADA PENATALEKSANAAN DEMAM
Nurlaili Susanti
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maliki Malang email : dr.santie@gmail.com
ABSTRACT
Fever is a symptom that accompanies some infectious and non infectious diseases. Fever cause metabolic consequences such as dehydration, increasing oxygen consumption and metabolic rate. Treatment of fever can reduce patient discomfort and another symptoms such as fatigue, myalgia, diaphoresis and chills.In addition to antipyretic, the use of physical methods to reduce fever has been widely applied. Physical methods of cooling are the treatment of choice for hyperthermia, but their value in the treatment of fever remains uncertain. Fever treated with tepid-water sponging and combined with antipyretic drugs are more effectively than those treated with antipyretic drugs alone. Tepid-water sponging represents a simple, nonsedating method to combat the metabolic impact of shivering and to induce cutaneous vasodilatation that increases heat loss.
PENDAHULUAN
Demam diartikan sebagai respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam merupakan gejala yang menyertai beberapa penyakit infeksi maupun penyakit radang non infeksi. Pada penyakit infeksi, demam dapat diakibatkan oleh infeksi virus yang bersifat self limited maupun infeksi bakteri, parasit, dan jamur. Demam dapat juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating),
dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun karena gangguan sistem imun.
Gejala demam dapat dipastikan dari pemeriksaan suhu tubuh yang lebih tinggi dari rentang normal. Dikatakan demam, apabila pada pengukuran suhu rektal >38oC (100,4oF) atau suhu oral >37,8oC atau suhu aksila >37,2oC (99oF). Sedangkan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan, dikatakan demam apabila suhu rektal > 38oC dan pada bayi usia lebih dari 3 bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,3oC.
56
Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 terapi simptomatis dan kausatif dengan
menggunakan obat-obatan, demam dapat diturunkan dengan kompres kulit. Telah dikenal dua macam cara kompres kulit, yaitu kompres dingin dan kompres hangat. Kompres dingin telah dikenal secara luas penggunaannya di masyarakat dibandingkan kompres hangat. Tulisan ini akan mencoba mengulas efektifitas pemakaian kompres dingin dan hangat. Penjelasan yang mengacu pada proses fisiologis yang terjadi pada pemakaian kompres diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai efektifitas pemakaian kompres dingin dan hangat pada penatalaksanaan demam.
Temperatur Normal Tubuh
Temperatur tubuh bervariasi setiap saat pada suatu rentang normal yang dikontrol oleh pusat termoregulasi yang berlokasi di hipotalamus. Tubuh secara normal mampu mempertahankan temperatur karena pusat termoregulasi hipotalamus menyeimbangkan produksi panas berlebih yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme di otot dan hepar dengan kehilangan panas dari kulit dan paru.
Individu normal, rata-rata temperatur oral untuk usia 18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,4 oC (98,2 ± 0,7 oF) dengan level terendah pada pukul 6 pagi dan level tertinggi pada pukul 4 (37,7 sebagai demam. Temperatur rektal secara umum lebih tinggi dari pada oral yaitu sekitar 0,6 oC (1,0 oF). Hal ini disebabkan karena adanya pernafasan dari mulut. Temperatur membran timpani lebih mendekati temperatur inti tubuh, tetapi pemeriksaannya lebih sulit. Tubuh senantiasa berupaya untuk mempertahankan set poin suhu pada kisaran 37oC, dengan variasi sirkadian < 1oC (36,3-37,2oC) pada pengukuran suhu aksila.
Termoregulasi
57 Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 reseptor di kulit (khususnya di tubuh)
yang memonitor temperatur eksternal. Kedua set informasi ini dibutuhkan agar tubuh dapat membuat penyesuaian yang tepat. Pusat termoregulasi mengirim impuls ke beberapa efektor yang berbeda untuk menyesuaikan temperatur tubuh. Termoregulasi masih belum berkembang dengan baik pada bayi baru lahir dan khususnya pada bayi prematur.
Pada suhu lingkungan yang selalu bervariasi, suhu tubuh secara normal
dipertahankan pada rentang yang sempit yaitu berfluktuasi 0,5° C dibawah normal pada pagi hari dan 0,5 ° C diatas normal pada malam hari. Produksi panas dipengaruhi oleh aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point ± 37° C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set poin.
Gb. Pertukaran Panas antara tubuh dan lingkungan Heat balance
Heat Loss Heat Production
Metabolic Heat Production
Exercise
Shivering
Thyroxin
Sympathetic Stimulation
Q10 Effect
Radiation
Conduction
Convection
58
Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 Hipotalamus posterior berperan
meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh maka hipotalamus posterior merespon dengan meningkatkan produksi panas melalui peningkatan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil (shivering). Pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit dan mengurangi produksi keringat oleh kelenjar keringat. Sedangkan hipotalamus anterior berperan menurunkan suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh maka hipotalamus anterior merespon dengan meningkatkan pengeluaran panas melalui vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.
Patofisiologi Demam
Peningkatan suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point. Infeksi bakteri menyebabkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk menghasilkan pirogen endogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau TNF (tumor necrosis factor). Pirogen adalah substansi yang menyebabkan demam. Pirogen terdiri dari endogen
59 Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 pada percobaan hewan yang diinjeksi
secara intravena dalam rentang submikrogram/kg.
Sitokin Pirogenik adalah pirogen endogen yang spesifik yang dilepaskan sebagai respon terhadap pirogen eksogen. Sitokin adalah protein kecil (BM 10-20.000 D) yang meregulasi proses imun, inflamasi dan hematopoietik. Sebagai contoh, stimulasi dari proliferasi limfosit selama respon imun vaksinasi adalah hasil dari sitokin yang bervariasi mencakup IL-2, IL-4, dan IL-6. sitokin yang disebut Granulocyte Colony Stimulating Factor
(G-CSF) menstimulasi
granulositopoiesis di sumsum tulang. Beberapa sitokin menyebabkan demam dan disebut sitokin pirogenik.
Ada beberapa sitokin pirogenik, yaitu IL-1, IL-6 TNF dan CNTF (neurotrophic factor). Interferon-alpha dapat juga dipertimbangkan sebagai sitokin pirogenik sejak memproduksi panas. pada faktanya, IL-1, IL-6, dan TNF masing-masing diinjeksikan ke manusia dan menghasilkan demam. IL-1 dan TNF adalah pirogen yang utama, menghasilkan panas pada dosis rendah 10 ng/kg (IV atau SC). IL-6 juga merupakan pirogen tetapi membutuhkan
dosis mikrogram/kg lebih dari nanogram/kg dosis IL-6 dibutuhkan untuk memproduksi demam pada manusia. Meskipun demikian, sejumlah besar dari IL-6 bersirkulasi pada semua penyakit demam dan IL-6 yang diinduksi oleh IL-1 atau kombinasi IL-1 dan TNF dilaporkan secara klinis lebih sering terukur. Tikus tanpa gen yang mengkode IL-6 tidak menimbulkan demam selama infeksi bakteri. Jadi, pada kebanyakan penyakit infeksi dan inflamasi, konsentrasi rendah dari IL-1 dan TNF menginduksi sejumlah besar dari IL-6 dan inilah sebagai pencetus pusat di hipotalamus untuk mengontrol suhu tubuh.
60
Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 Pirogen endogen bekerja di
hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase 2 (COX-2) membentuk prostaglandin E2. Hal ini menyebabkan peningkatan level prostaglandin E2 dari jaringan hipotalamus anterior dan ventrikel III dimana konsentrasi tertinggi berada di sekitar organ vasculosum lamina terminalis yang jaringan kapilernya meluas ke sekeliling pusat termoregulasi hipotalamus. Interaksi pirogen dengan endothelium pembuluh darah circumventricular hipotalamus adalah langkah awal untuk meningkatkan set point ke level demam. Sitokin pirogenik seperti IL-1, IL-6 dan TNF dilepaskan dari sel dan memasuki sirkulasi sistemik dan menginduksi sintesis PGE2 untuk mencetuskan demam. Sitokin pirogenik juga menginduksi pembentukan PGE2 di jaringan perifer. PGE2 di perifer dapat berkomunikasi dengan otak secara tidak langsung untuk meningkatkan set poin hipotalamus melalui beberapa cara, diantaranya dengan menstimulasi serabut saraf otonom dan melalui rute vagal yang merupakan cara terbaik. Peningkatan PGE2 di perifer juga menyebabkan myalgia non spesifik dan artralgia yang sering menyebabkan demam.
Demam memiliki tiga fase klinis yaitu menggigil (chill), febris (fever) dan kemerahan (flush). Pada fase menggigil, temperatur inti tubuh naik menjangkau set poin suhu baru dengan vasokonstriksi perifer untuk mengurangi pengeluaran panas dan peningkatan aktivitas otot (shivering) untuk meningkatkan produksi panas. Pada fase febris terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas pada set poin yang meningkat. Kulit teraba hangat, kemerahan, dan kering. Ketika set poin kembali normal, tubuh mempersepsikan dirinya menjadi terlalu panas, sehingga mekanisme mengurangi panas dimulai melalui vasodilatasi perifer dan berkeringat (diaphoresis). Penatalaksanaan Demam
61 Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 kebutuhan nutrisi yang mungkin
bermasalah jika pasien mengalami penurunan nutrisi. Demam berkepanjangan juga menyebabkan kelemahan.
Demam pada umumnya dihubungkan dengan infeksi virus yang bersifat self limited. Penggunaan obat penurun demam (antipiretik) dalam hal ini dapat mengurangi gejala sakit kepala, mialgia, dan arthralgia. Meskipun demam kemungkinan bermanfaat dalam meningkatkan pertahanan tubuh, tetapi perlu dipertimbangkan aspek kenyamanan pasien. Penurunan demam membantu mengurangi rasa tidak nyaman dan gejala penyerta seperti kelemahan, myalgia, diaphoresis dan menggigil. Terapi simptomatis demam tidak berbahaya dan tidak memperlambat penyembuhan infeksi bakteri maupun virus. Akan tetapi, ada situasi klinis dimana observasi terhadap demam memberi keuntungan diagnostik. Lama demam dan karakteristik naik turunnya dapat mengarahkan kecurigaan infeksi beberapa penyakit, seperti demam berdarah, demam thipoid, dll.
Secara umum demam terjadi akibat peningkatan produksi panas yang
62
Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 yang mengalami demam harus
mengkonsumsi cairan yang cukup. Penurunan produksi panas diantaranya dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup agar laju metabolisme tubuh menurun. Pemberian terapi simptomatik demam dengan antipiretik seperti asetaminofen, aspirin atau abat anti inflamasi non steroid (NSAID) bekerja dengan menurunkan peningkatan set poin suhu di otak dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX). Sintesis PGE2 bergantung pada enzim siklooksigenase. Penghambat COX, seperti NSAID, adalah antipiretik yang poten karena mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Asetaminofen, penghambat COX yang lemah di jaringan perifer, dioksidasi di otak oleh sitokrom P-450 dan menghambat aktivitas COX. PGE2 tidak berperan pada termoregulasi normal, berdasarkan pengamatan bahwa penggunaan aspirin atau NSAID secara kronis tidak menurunkan temperatur inti tubuh normal. Kortikosteroid juga merupakan antipiretik yang efektif yang menurunkan sintesis PGE2 dengan menghambat aktivitas fosfolipase A2, yang dibutuhkan untuk melepaskan asam arakhidonat dari membran.
Kortikosteroid juga bekerja dengan menghambat transkripsi mRNA untuk sitokin pirogenik.
Intervensi spesifik dalam penanganan demam adalah mengidentifikasi etilogi yang mendasari terjadinya demam pada seorang pasien. Misalnya demam akibat infeksi bakteri, maka terapi kausatif adalah dengan memberikan antibiotik. Sebelum didapatkan hasil kultur, pemberian terapi awal dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan. Karena sekitar 70% penyebab demam tidak dapat diidentifikasi, maka pemakaian antibiotik awal berdasarkan pengetahuan mengenai spektrum anti mikroba dan resistensi antibiotik yang dimiliki instansi pelayanan kesehatan. Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat Pada Penatalaksanaan Demam
63 Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 dingin adalah terapi pilihan untuk
hipertermia yang ditandai oleh temperatur inti tubuh melampaui set poin termoregulasi. Berbeda dengan demam, shivering, vasokonstriksi kulit dan respon yang berhubungan dengan perilaku meningkatkan temperatur inti untuk menjangkau peningkatan set poin suhu yang diakibatkan oleh kerja pirogen di pusat termoregulasi. Selama hipertermia, penurunan produksi panas, vasodilatasi, berkeringat dan respon perilaku bekerja untuk menurunkan temperatur tubuh. Jadi, pemakaian kompres dingin pada terapi hipertermia tidak bertentangan dengan proses yang ditimbulkan oleh pemakaian terapi yang lain.
Kompres dingin menurunkan temperatur kulit lebih cepat dari pada temperatur inti tubuh, sehingga merangsang vasokonstriksi dan shivering. Shivering mengakibatkan gangguan metabolisme karena meningkatkan konsumsi oksigen dan volume respirasi, meningkatkan persentase karbon dioksida dalam udara ekspirasi dan meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatis. Oleh karena itu, kompres dingin kurang efektif dalam tatalaksana demam karena selain kurang nyaman juga merangsang produksi
panas dan menghalangi pengeluaran panas tubuh.
Selain kompres dingin, dikenal pemakaian kompres hangat dalam tatalaksana demam. Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat dengan temperatur maksimal 43oC. Lokasi kulit tempat mengompres biasanya di wajah, leher, dan tangan. Kompres hangat pada kulit dapat menghambat shivering dan dampak metabolik yang ditimbulkannya. Selain itu, kompres hangat juga menginduksi vasodilatasi perifer, sehingga meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi demam kombinasi antara antipiretik dan kompres hangat lebih efektif dibandingkan antipiretik saja, selain itu juga mengurangi rasa tidak nyaman akibat gejala demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik dan kompres hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam menurunkan temperatur tubuh. Oleh karena itu, pemakaian kombinasi keduanya dianjurkan pada tatalaksana demam. KESIMPULAN
64
Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat …
SAINSTIS. VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL – SEPTEMBER 2012 ISSN: 2089-0699 kompres dingin efektif untuk mengatasi
hipertermia, karena dapat menurunkan temperature kulit dengan cepat. Akan tetapi tidak efektif untuk mengatasi demam karena memicu terjadinya vasokonstriksi dan shivering. Sedangkan pemakaian kompres hangat efektif untuk mengatasi demam memicu vasodilatasi yang dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Pemakaian kompres hangat dianjurkan sebagai terapi kombinasi dengan antipiretik untuk membantu menurunkan temperature tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Axelrod, Peter. 2000. External Cooling in the Management of Fever. Clinical Infectious Disease. Volume 31 (Suppl 5)
Bajhatia, Neeraj, et all. 2009. Metabolic Benefits of Surface Counter Warming during Therapeutic Temperature Modulation. Critical Care Medicine. Volume 37, Number 6 : 1893-1897. Barone, James E. 2009. Fever : Fact and
Fiction. The Journal of Trauma. Volume 67, Number 2 : 406-409.
Boulant, Jack A. 2000. Role of the Preoptic-Anterior Hypothalamus in Thermoregulation and Fever. Clinical Infectious Disease. volume 31(suppl 5), page 157-161.
Dalal, Shalini & Zhukovsky, Donna S. 2006. Pathophysiology and Management of Fever. The Journal of Supportive Oncology. Volume 4, Number 1: 9-16. Edwards, Helen E, et all. 2005. Fever
Management Practice : What Paediatric Nurses Say. Nursing and Health Sciences. volume 3, Number 3 : 119-130.
Kayman H. 2003. Management of Fever: Making Evidence-based Decisions. Clinical Pediatrics. Volume 42, Number 383.
Kelly, Greg. 2006. Body Temperature Variability (Part 1): A Review of the History of Body Temperature and its Variability Due to Site Selection, Biological Rhythms, Fitness, and Aging. Alternative Medicine Review. Volume 11, Number 4. Page 278-293.
Porat, Reuven & Dinarello, Charles A. 2004. Pathophysiology and Treatment of Fever in Adults, (Online),
http://www.utdol.com/applicatio n/topic/print.asp?
1 PENATALAKSANAAN DEMAM PADA ANAK
Oleh:
dr. Nia Kania, SpA., MKes 1 PENDAHULUAN
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau.1,2 Sebagian besar anak-anak mengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang bersifat self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi bakteri yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi sebagian kecil demam tersebut merupakan tanda infeksi yang serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, artritis septik dan sepsis. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk mengidentifikasi penyebab demam tersebut.2,3
Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas sistem imun di kelompok usia tertentu.3 Penilaian awal pada saat anak dibawa ke rumah sakit akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya.4
Berkaitan dengan hal tersebut diatas dalam sari kepustakaan ini akan di bahas penatalaksanaan demam yang meliputi definisi dan patofisiologi demam, cara pengukuran, penilaian awal, penatalaksaan demam dan kondisi khusus akibat demam.
DEFINISI
Menurut kamus kedokteran Stedman’s edisi ke-25, demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal (98,6o F/ 370 C). Sedangkan menurut edisi ke-26 dalam kamus yang sama, demam merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center definisi demam untuk semua umur, demam didefinisikan temperatur rektal diatas 380 C, aksilar diatas 37,50 C dan diatas 38,2o C dengan pengukuran membran timpani 5, sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,50 C dan hiperpireksia bila suhu > 41,10 C.3,6
PATOFISIOLOGI DEMAM
Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,50 C dibawah normal pada pagi hari dan 0,5 0 C diatas normal pada malam hari.3 Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 370 C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point. 5,7
Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari
2 suhu tubuh maka pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus anterior mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.5,7
Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point. Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan cryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa.5,7
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis dan evaluasi secara detil yang memfokuskan pada sumber infeksi.3 Pemeriksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasien tergolong toksis atau tidak toksis. Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius.8,9,10 McCarthy membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa: evaluasi cara menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon sosial, warna kulit dan status hidrasi. Masing-masing item diberi nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat).8,9
Tabel 1. The Yale Observation Scale
Pengamatan Normal (1) Gangguan ringan (3) Gangguan berat (5)
Kualitas tangisan Kuat atau senang Merengek atau terisak Lemah atau melengking
Stimulasi orang tua Tangisan segera berhenti/tidak menangis
Tangisan hilang timbul Terus menangis atau tangisan bertambah keras
Variasi keadaan Bila bangun tetap terbangun atau bila tidur dan distimulasi anak segera bangun
Mata segera menutup lalu terbangun atau terbangun dengan stimulasi yang lama
Terus tertidur atau Tidak terstimulasi
Warna kulit Merah muda Ekstremitas pucat Pucat
Hidrasi Kulit, mata normal, membran mukosa basah
Membran mukusa kering
Turgor kulit buruk
Respons terhadap kontak sosial
Senyum atau alert (< 2 bln)
Segera tersenyum atau segera alert (< 2 bln)
Tidak tersenyum, tampak cemas, bodoh, kurang berekspresi
3 Hasil studi prospektif penggunaan skala tersebut diatas, pada anak usia < 2 tahun sebanyak 312 anak yang mengalami demam, anak yang mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang serius.9
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara klinis faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan awal
Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis lekosit 2. Pemeriksaan atas indikasi
Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto.6
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan. Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas kuman menurun, tetapi dapat juga merugikan karena anak menjadi gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan menimbulkan kejang demam.3
Hasil penelitian ternyata 80% orangtua mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi. Kepercayaan tersebut tidak terbukti berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati.1 Demam < 390 C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik > 39 0 C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik.3
Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya.3,5
1. Secara Fisik
a) Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal b) Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c) Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat d) Memberikan kompres.
2. Obat-obatan
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam.3
Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase.7,11,12
4 menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.11-13
Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.11
Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik dan perdarahan saluran cerna. Dosis terapeutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6-8 jam dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau intravena.11
Asam mefenamat suatu obat golongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.11
KEADAAN KHUSUS AKIBAT DEMAM
HIPERPIREKSIA
Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,10 C. Hiperpereksia sangat berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat.3 Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >430 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 430 C sampai 450 C.14
Penatalaksanaan pasien hiperpireksia berupa:14
1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran. 2. Pakaian anak di lepas
3. Berikan oksigen
4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6. Berikan kompres es pada punggung anak
7. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB (I.V).
8. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
9. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.), maksimal 10 mgr/kgBB.
KEJANG DEMAM
5 sembarangan, karena penyebab lain demam dan kejang yang serius seperti meningitis harus disingkirkan.4
Banyak klinisi yang mengobati demam dengan pemberian parasetamol untuk mencegah kejang demam. Dari penelitian pada 104 anak, dimana satu kelompok diberikan profilaksis parasetamol dan kelompok lain diberikan parasetamol secara sporadis didapatkan hasil pemberian parasetamol profilaksis tidak efektif bila dibandingkan kelompok lainnya dalam mencegah kejang demam yang rekuren.15 Sedangkan penelitian Uhari dkk. menunjukkan pemberian asetaminofen dan diazepam per oral menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah rekurensi kejang demam.16
KESIMPULAN
6 DAFTAR PUSTAKA
1. Crocetti M, Moghbelli N, Serwint J. Fever phobia revisited: Have parental misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatric 2001(107); 1241-6.
2. Finkelstein JA, Christiansen CL, Platt R. Fever in Pediatric primary care:Occurrence, management and outcome. Pediatrics 2000(105);260-6
3. Plipat N. Hakim S, Ahrens WR. The febrile child. Dalam: Strange GR, Ahrens WR, Lelyveld S, Schafermeger RW, penyunting. Pediatric emergency medicine. Edisi ke-2. New York:McGraw-Hill.2002; 315-24.
4. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M. Dalam: Pediatric education for prehospital professionals. American Acedemy of pediatric. Sudbury Massachusetts. Jones and Bartlett Publihers. 2000;98-113
5. Kayman H. Management of Fever: making evidence-based decisions. Clin Pediatr. Jun 2003 (42); 383
6. Peters MJ, Dobson S, Novelli V, Balfour J, Macnab A. Sepsis and fever. Dalam: Macnab AJ, Macrae DJ, Henning R, penyunting. Care of the critically ill child. Philadelphia:Churchill livingstone. 1999; 112-7.
7. Victor Nizet, Vinci RJ, Lovejoy FH. Fever in children. Pediatr Rev. 1994 (15); 127-34. 8. McCarthy PL. Fever in infants and children. Dalam: Mackowiak, penyunting. Fever: basic
mechanism and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven Publihers. 1997; 351-61.
9. Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious Diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ, penyunting. Rudolph’s fundamental of pediatrics. Edisi ke-2. New York:McGraw-Hill. 2002;312-7.
10. Luszczak M. Evaluation and management of infants and young children with fever. Am Fam Phys. 2001 (64); 1219-26
11. Paul A, Lusel. Analgesic, antipyretic and antiinflammatory agents and drugs employed in the treatment of gout. Goodman and gilman’s the pharmacological basis of theurepeutics. Edisi ke-9. Philadelphia:McGraw-Hill. 1996;617-32.
12. Shearn MA. Obat antiinflamasi non steroid; analgesik nonopiat;obat yang digunakan dalam gout. Dalam: Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta:EGC. 1992; 474-83.
13. Mortensen ME. Acetaminophen recommendation. Pediatric 2002;110:646.
14. Morriss FC. Abnormalities in temperature regulation. Dalam: Levin DL, Morris FC, Moore GC, penyunting. A practical guide to Pediatric intensive care. St.Louis: Mosby company. 1984; 120-3.
15. Offringa M, Moyer VA. Evidence based management of seizures associated with fever. Br Med J 2001;323:1111-3.
7 Lampiran 1. Algoritma Tatalaksana demam pada Anak < 3 tahun
Demam tanpa diketahui sumber infeksi
TidakToksis Toksis
Kondisi sosial untuk di follow-up
Rawat
Baik buruk pertimbangkan pemeriksaan kultur darah,urin dan LCS Antibiotika parenteral Usia
3-36 bulan 1-3 bulan <1 bulan
Suhu > 39 Faktor risiko
Tidak Ya risiko rendah risiko tinggi
Rawat Jalan kultur urin* kultur urin Kembali dievaluasi kultur feses**
Bila klinis memburuk toraks Foto*** Atau panas menetap kultur darah****
>48 jam Observasi ketat
Pertimbangkan pemberian Antibiotika empirik (kultur darah dan LCS
terlebih dahulu) pertimbangkan
pemberian antibiotika empirik (diambil darah untuk dikultur)
Rawat
Periksa kultur: Darah, urin dan LCS Pertimbangkan antibiotika parenteral
* Jika anak laki-laki < 6 bulan, Perempuan < 2 tahun ** Jika diare berdarah atau lekosit > 5/lapang pandang besar *** Jika ada takipne,batuk,ronki
**** Jika lekosit > 15.000/mm3