• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A.

Motivasi

1. Pengertian

Menurut Abraham Maslow, ditinjau dari etimologinya, motivasi berasal dari dari kata Latin motives atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Atau dengan kata lain motivasi merupakan dorongan sadar dari suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia.

Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke suatu tujuan tertentu, motivasi tersebut akan menjadi suatu dorongan (driving force) agar mau melaksanakan sesuatu (Kartono, 2009). Jadi motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang dapat mendorong individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan tertentu.

Menurut Hilgrad dan Atkinson, motivasi yang ada pada setiap individu tidaklah sama atau berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satunya permasalahan yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda. Namun, motivasi yang berbeda dapat diwujudkan dalam berbagai perilaku yang tidak sama dan dapat diekspresikan melalui perilaku yang sama. Suatu ekspresi perilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.

(2)

2. Macam-Macam Motif

Pengertian utama motif adalah penggerak, alasan atau dorongan dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut melakukan sesuatu. Motif-motif yang ada pada individu tersebut akan memberikan tujuan dan arah pada suatu perilaku atau tindakan individu, juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap hari, pada dasarnya memiliki motif tertentu. Ditinjau dari sudut asalnya, motif digolongkan menjadi 3, yaitu : (Purwanto, 1999)

a. Motif Bioge netis Pengertian motif biogenetis adalah motif yang berkembang pada diri individu dan berasal dari organismenya sebagai makhluk hidup demi kelanjutan hidupnya. Contohnya antara lain lapar, haus, kesehatan, bernafas, dan sebagainya. (Uno, 2008)

b. Motif Sosiog enetis Sedangkan motif sosiogenetis adalah motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat individu tersebut berada. Jadi motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Contohnya adalah mendengarkan musik, tidak makan daging sapi, dan sebagainya. (Uno, 2008)

c. Motif Teolog is Motif teogenetis berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan,

(3)

seperti yang terlihat nyata pada ibadah dalam kehidupan sehari-hari dimana seseorang berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu. Contoh motif teologis yaitu keinginan bertakwa pada Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta keinginan mengikuti norma-norma agama menurut kitab suci.

Penggolongan lain yang didasarkan atas terbentuknya motif, terdapat 2 golongan, yaitu : (Uno, 2008)

a) Motif Bawaan

Motif bawaan ini sudah ada sejak lahir dan tidak perlu dipelajari. Contohnya adalah motif-motif yang bersifat bilogis dan fisiologis.

b) Motif yang Dipelajari

Merupakan motif yang timbul karena kedudukan atau jabatan.

3. Unsur-Unsur Motivasi

Motivasi merupakan tenaga penggerak dan dengan motivasi tersebut seseorang akan lebih cepat dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan. Suatu motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Unsur-unsur yang terdapat pada motivasi, yaitu : (Purwanto, 1999)

a. Moti vasi meru pakan suatu tenag

(4)

a dina mis manu sia dan munc ulnya mem erluk an rangs angan baik dari dala m maup un dari luar. b. Moti vasi serin gkali ditan dai denga

(5)

n perila ku yang penu h emosi . c. Moti vasi meru pakan reaksi piliha n dari beber apa altern atif penca paian tujua n. d. Moti vasi berhu bung an

(6)

erat denga n kebut uhan dala m diri manu sia.

4. Motivasi Kebutuhan (Needs)

Motivasi yang ada pada individu sebenarnya didasari oleh suatu kebutuhan. Secara umum kebutuhan individu untuk melakukan sesuatu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kebutuhan primer (primary needs) dan kebutuhan sekunder (secondary needs). (Irwandi, 2002).

Kebutuhan primer atau primary needs adalah kebutuhan-kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup atau survival needs. Kebutuhan primer tersebut mengacu pada 5 kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow, yaitu : (Uno, 2008)

1) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme

(7)

manusia. Antara lain terdiri dari kesehatan, makanan, pakainan, dan tempat tinggal. Kebutuhan tersebut menjadi motif seseorang untuk mau bekerja, berusaha dan berjuang secara efektif.

2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety needs)

Kebutuhan ini mengarah pada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam berbagai hal.

3) Kebutuhan Rasa Cinta, Kasih sayang, dan Memiliki

Kebutuhan akan kasih saying dan bersahabat (kerjasama) diperlukan untuk meningkatkan relasi dan menumbuhkan rasa kebersamaan antar individu.

4) Kebutuhan Penghargaan dan Penghormatan

Dalam kaitan kehidupan sehari-hari, seseorang memiliki keinginan untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan atas apa yang telah dilakukannya.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self actualization)

Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemapuan dan seringkali tampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri pada individu. Antara lain seperti kebutuhan mempertinggi potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, dan ekspresi diri.

Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan-kebutuhan yang dipelajari. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, pada dasarnya kehidupan

(8)

individu tidak terancam. Contoh dari kebutuhan sekunder ini adalah kekuasaan, uang dan status. (Irwandi, 2002)

5. Teori-Teori Motivasi

Motivasi memang bidang yang lebih sering dipelajari oleh para psikolog. Namun, seorang perawat juga sangat-sangat perlu mempelajari motivasi. Sebab motivasi ini akan mewujudkan motif-motif tertentu yang akan menimbulkan suatu perilaku atau tindakan tertentu. Dan determinan perilaku atau tindakan ini akan banyak membantu meramalkan dan mengendalikan dampak-dampak dari suatu keadaan. Determinan perilaku ataupun tindakan tersebut dapat berasal dari dalam diri individu baik yang bersifat biologis maupun psikologis, ataupun dari lingkungan.

Maka teori-teori motivasi yang ada berupaya membuat perbedaan paling penting, teori-teori tersebut yaitu : (Irwandi, 2002)

a) Teori Instink

Instink merupakan suatu kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu apabila dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu. Menurut James (1910 dalam Irwandi, 2002) mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh instink.

(9)

Teori Drive ini didasarkan atas determinan-determinan yang bersifat biologis. Menurut Hull (1925 dalam Irwandi, 2002) apabila tubuh individu kekurangan zat tertentu, maka akan timbul suatu kebutuhan yang menciptakan ketegangan dalam tubuh. Keadaan ini akan mendorong individu untuk melakukan tidakan atau berperilaku menghilangkan ketegangan atau mengembalikan keseimbangan dalam tubuh.

c) Teori Atribusi

Teori atribusi ini tidak melandaskan pada pemikiran pada determinan-determinan biologis melainkan psikologis dan lingkungan. Menurut teori ini , cara seseorang menafsirkan sesuatu yang melatarbelakangi peristiwa di sekitarnya akan menentukan perilakunya ataupun tindakannya.

d) Teori Harapan

Menurut Vroom, motivasi merupakan produk kombinasi antara besarnya keinginan individu untuk mendapatkan hadiah (reward) tertentu. Besarnya kemungkinan untuk menyelesaikan suatu permasalahan (harapan) dan keyakinan bahwa pencapaiannya akan menghasilkan hadiah yang diinginkan.

e) Teori Motif Berprestasi

Menurut Murray (1938, dalam Irwandi, 2002), kebutuhan-kebutuhan manusia terbagi dalam beberapa kategori dan di antaranya adalah

(10)

kebutuhan untuk berprestasi (need achievement). f) Motivasi Takut Berprestasi

Terdapat 2 tipe manusia, yang pertama adalah orang-orang yang termotivasi untuk berprestasi guna menghindari kegagalan. Dan kelompok kedua adalah orang-orang yang termotivasi oleh ketakutan akan gagal. Kedua kelompok ini memiliki perilaku atau tindakan berbeda pada masalah yang dihadapi dengan tingkat kesulitan bervariasi.

g) Teori Kebutuhan

Menurut teori ini bahwa tindakan yng dilakukan oleh manusia pada hakikatnyaadalah untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Setiap manusia memiliki kebutuhan berbeda-beda dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan tingkat kebutuhan tersebut antara lain latar belakang pendidikan, pengalaman, pandangan, cita-cita dan harapan masa depan, dari setiap individu.

h) Teori Hedonisme

Hedonisme merupakan suatu aliran yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada individu adalah mencari kesenangan (hedone)

yang bersifat duniawi. Menurut teori ini, setiap menghadapi persoalan yang memerlukan pemecahan, individu cenderung memilih alternatif pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan daripada yang mengakibatkan kesulitan dan penderitaan. (Purwanto, 2007)

i) Teori Reaksi yang Dipelajari

(11)

ini tindakan atau perilaku individu tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat individu tersebut hidup. Atau dengan kata lain individu belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat individu tersebut hidup dan dibesarkan.

j) Teori Naluri

Menurut Purwanto (2007), pada dasarnya individu memiliki 3 dorongan nafsu pokok atau naluri, yaitu naluri mempertahankan diri, naluri mengembangkan diri, serta naluri mengembangkan atau mempertahankan jenis. Dari ketiga naluri pokok tersebut, maka kebiasaan-kebiasaan ataupun tindakan dan tingkah laku individu yang diperbuat sehari-hari mendapat dorongan ataupun digerakkan oleh ketiga naluri tersebut.

k) Teori Daya Pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang dipelajari. Daya pendorong adalah naluri, tetapi hanya dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.

l) Teori Aktualisasi Diri

Menurut teori yang dikemukakan C.G. Jung (1941 dalam Irwanto 2002) motif tertinggi manusia adalah mengembangkan kapasitas atau potensi-potensinya setinggi mungkin. Istilah aktualisasi diri ini yang kemudian dikembangkan dalam penelitian milik Rogers dan Maslow. Rogers beranggapan bahwa perilaku manusia dikuasai oleh the actualizing tendency, yaitu suatu kecenderungan dalam diri manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna memelihara dan mengembangkan diri. Sedangkan Abraham H. Maslow mengembangkan teori ini dalam hirarki kebutuhan dasar Maslow.

(12)

B.

Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian

Gagal ginjal (kidney failure) adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut maupun kronik. Pada gagal ginjal akut, ginjal masih dapat berfungsi normal apabila penyebabnya dapat diatasi. Sedangkan dikatakan gagal ginjal kronik apabila gejalanya muncul secara bertahap dan biasanya tidak menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal sering tidak dirasakan, namun tiba-tiba telah pada tahap parah yang sulit diobati. (Alam & Hadibroto, 2007)

Gagal ginjal kronik (chronic renal failure) sering didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang hampir tidak dapat disembuhkan dan dapat disebabkan berbagai hal (Sidabutar, 2005). Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir (ESDR) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel, dimana gagalnya kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002). Gagal ginjal kronik (chronic renal failure)

adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia atau urea dan limbah nitrogen lain yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau tranplantasi ginjal (Nursalam, 2006).

2. Patofisiologi dan Etiologi

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal bertugas untuk menyaring zat-zat

(13)

buangan yang dibawa oleh darah, dan membuang sampah metabolik agar sel-sel tubuh tidak mengalami keracunan. Organ ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit serta asam basa dengan cara menyaring darah, reabsorbsi air, elektrolit dan elektrolit. Dari fungsinya tersebut ginjal merupakan salah satu sistem detoksifikasi utama setelah hati, dengan membuang racun tubuh yang telah dilarutkan dalam air oleh hati agar dapat dibawa oleh darah, kemudian dibuang bersama kelebihan cairan tubuh melalui urine. (Alam & Hadibroto, 2007)

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal sudah tidak dapat melakukan fungsi regulernya. Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital tersebut akan menimbulkan keadaan uremia atau penyakit ginjal stadium akhir. (Brunner & Suddarth, 2002)

Sedangkan gagal ginjal kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal yang progresif dan lambat, dan biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak nefron ginjal. Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun. Biasanya penyakit di luar ginjal, misalnya nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis, hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Sedangkan gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15% hingga 20%. (Sukandar, 2006)

Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya memang tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai suatu upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, dan diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi

(14)

ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas rennin, angiotensin-aldosteron ikut memberikan kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas. Beberapa hal yang juga dianggap berperan pada terjadinya progresifitas penyakit gagal ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia,. Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau justru meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan urea. (Suwitra, 2007)

3. Gambaran Klinis Gagal Ginjal Kronik

Menurut Wilson (1995), gambaran klinis perjalanan penyakit gagal ginjal kronik dapat dilihat melalui hubungan antara bersihan kreatinin dan laju filtrasi glomerulus (LFG) terhadap kreatinin serum dan kadar urea darah dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik. Perjalanan klinis penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu : (Suwitra, 2007)

a) Stadium I

(15)

perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tetapi telah terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum.

b) Stadium II

Stadium II juga disebut dengan insufisiensi ginjal. Dimana LFG sebesar 30%, dan pasien mulai merasakan keluhan, seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien akan memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, dan muntah. Pasien juga akan mudah terkena infeksi, terjadi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

c) Stadium III

Pada derajat ini pasien akan mengalami kerusakan ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan sedang. Dengan LFG 30% hingga 59%.

d) Stadium IV

Stadium IV atau pasien mengalami kerusakan ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) mengalami penurunan berat. Pada stadium ini LFG sebesar 15% - 29%.

e) Stadium V

Pada stadium akhir LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pada tahap ini pasien sangat memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis ataupun tranplantasi ginjal.

(16)

C.

HEMODIALISA

1. Definisi

Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara, antara lain dengan memperhatikan fungsi ginjal untuk membuang zat sisa metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh telah menurun atau lebih dari 90%. Sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, dan obat-obatan tidak dapat memberikan pertolongan lagi bagi kelangsungan hidup pasien gagal ginjal, maka harus dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Terdapat 2 jenis dialisis, yaitu hemodialisa dan dialisis peritonial.

Cara yang umum dan biasa dilakukan untuk menangani gagal ginjal kronik di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal buatan dan prosesnya disebut hemodialisa (Alam & Hadibroto, 2007).

Hemodialisa sendiri merupakan proses pembersihan darah dari akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek ataupun pada pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent (Nursalam, 2006).

2. Metode Hemodialisa

Hemodialisa dilakukan dengan memompa darah keluar dari tubuh dan mengalirkannya ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser), untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat atau cairan

(17)

khusus untuk dialisis. Dialisat tersebut dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kea rah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen atau disebut proses difusi. Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan dialisat atau disebut juga ultrafiltrasi. (Rahardjo, Susalit & Suhardjono, 2007)

Agar prosedur hemodialisa dapat berlangsung, perlu untuk dibuat suatu metode akses untuk keluar masuknya darah dari tubuh, yaitu : (Alam & Hadibroto, 2007)

a. Akses bersifat sementara (Temporer)

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Meskipun metode akses vaskuler ini memiliki beberapa resiko, antara lain dapat menyebabkan cedera vaskuler, trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuat, namun metode ini dapat digunakan selama beberapa minggu.

Kateter femoralis juga dapat digunakan untuk pemakainan segera dan sementara. Kateter ini akan dikeluarkan jika sudah tidak

(18)

diperlukan kkondisi pasien telah membaik ataupun terdapat cara akses yang lain. (Brunner & Suddarth, 2002)

b. Akses bersifat menetap (Permanen)

Akses permanent biasanya dibuat dengan fistula, yaitu dengan menghubungkan salah satu pembuluh darah balik (vena) dengan pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah. Fistula tersebut memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu sebelum siap digunakan.

3. Manfaat Hemodialisa

Proses cuci darah atau hemodialisa yang dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit, dan memerlukan waktu sekitar 2 hingga 5 jam. Hemodialisa bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang bersifat toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan, untuk mencegah kerusakan permanen pada ginjal dan menyebabkan kematian.

Pada pasien gagal ginjal kronik, hemodialisa dapat mencegah kematian. Namun, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan ataupun memulihkan penyakit ginjal kronik serta tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilakukan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi-terapinya terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal. Pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi dialisis

(19)

sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal.

D.

Faktor yang Memotivasi Pasien Gagal Ginjal Kronik Melakukan

Tindakan Hemodialisa

Berdasarkan sumber motivasi, terdapat 2 jenis faktor yang memotivasi yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang memotivasi yang berasal dalam diri individu, faktor internal ini menyangkut motif yang bekerja dalam diri individu pada saat sakit. sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar. (Uno, 2008)

Faktor-faktor yang memotivasi pasien gagal ginjal kronik melakukan tindakan hemodialisa, antara lain :

a) Ingin Hidup

Hemodialisa yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik (GGK) sebenarnya tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita oleh pasien. Namun, terapi hemodialisa ini dapat meningkatkan harapan hidup bagi pasien gagal ginjal kronik. (Brunner&Suddarth, 2002)

b) Menghilangkan Rasa Sakit : tidak nyaman

Pada tahap awal penyakit gagal ginjal, pasien memang sering tanpa keluhan. Namun, saat telah mencapai tahap kronik, pasien akan mulai merasakan keluhan-keluhan sakit, seperti badan lemah dan lain sebagainya. Rasa sakit pada pasien gagal ginjal kronik diakibatkan karena

(20)

akumulasi toksik azotemia. c) Dukungan

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Menurut Friedman (1999), bahwa keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya. Sedangkan dukungan sosial merupakan informasi verbal maupun non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang dekat dengan subjek di dalam lingkungansosialnya, atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimanya (Kunjoro, 2002).

Terdapat empat dimensi dari dukungan, yaitu:

a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian pada individu yang mengalami masalah kesehatan.

b. Dukungan informasi, apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah.

(21)

c. Dukungan instrumental, dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan untuk meringankan beban bagi individu, yang mencakup dukungan atau bantuan seperti uang, peralatan, waktu, serta modifikasi lingkungan.

d. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat atau positif untuk pasien, misalnya: pujian atau reward terhadap tindakan atau upaya penyampaian pesan ataupun masalah.

d) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Tingkat pengetahuan individu sangat mempengaruhi tindakan yang dilakukan individu. Makin tinggi pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran untuk berperan serta dalam kesehatannya. Perubahan perilaku dimulai dengan adanya pengetahuan dari pengalaman sehingga timbul suatu minat (awareness), kemudian timbul rasa tertarik (interest),

selanjutnya akan menilai (evaluating), dan terbentuklah perilaku ataupun tindakan (trial), kemudian akan menggunakan pengetahuan tersebut dalam tindakannya (adaptation). (Notoatmodjo, 2005)

(22)

Pengalaman yang dialami individu berkaitan dengan penyakitnya sering menimbulkan respon yang berbeda antar tiap individu. Sering didengar pula istilah pengalaman mendekati kematian atau near death experience yang diartikan sebagai psikologis individu yang telah dekat dengan kematian secara klinis. Individu tersebut biasanya menceritakan dan mendiskusikannya dengan orang terdekatnya tentang perasaan dirinya, dan biasanya mereka akan menemukan motivasi, kekuatan serta solusi untuk mengatasi penyakitnya. (Perry & potter, 2005)

Selain itu pengalaman individu yang pernah melakukan terapi serta pengobatan penyakit sebelumnya juga akan mempengaruhi individu melakukan ataupun melanjutkan tindakan pengobatannya.

f) Persepsi

Individu dengan penyakit kronik sering mengalami tanda dan gejala yang mengganggu kemampuan untuk melanjutkan hidupnya. Persepsi atau pandangan individu akan penyakit yang dideritanya akan mempengaruhi kekuatan atau motivasi dari dalam yang diperlukan untuk menghadapi dan serta mengatasi perubahan yang dialaminya. (Perry & Potter, 2005)

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu (Walgito, 2004). Menurut Sunaryo (2004) proses terjadinya persepsi melalui 3 proses yaitu proses fisik, proses fisiologis, dan proses psikologis. Proses fisik berupa objek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

Proses fisiologis berupa stimulus yang diterima oleh indera yang diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Sedangkan proses psikologis

(23)

berupa proses di dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.

Dengan persepsi individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. (Widayatun, 1999)

g) Keyakinan dan Spiritualitas

Keyakinan dan spiritualitas adalah suatu aspek yang terintegrasi dari individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan (Clark et al, 1991, dalam Perry & Potter, 2005). Pilihan yang dibuat dalam diri individu sebenarnya berasal dari komitmen tertinggi, yang merupakan prinsip paling komprehensif dari perintah atau nilai final.

Pengaruh keyakinan dan spiritualitas terutama sangat penting selama individu mengalami periode sakit. Sebab kedua hal ini mempengaruhi motivasi individu untuk sembuh, berpartisipasi dalam penyembuhan dan serta kemampun untuk berubah. (Perry & Potter, 2005).

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Sinaniye silsilesi Hazreti Seyid Yahya Şirvanî Şeyh Pir Muhammed Erzincanî Şeyh İbrahim Taceddin Kayseri Şeyh Kabaklı Alâeddin Uşakî Şeyh Ahmet Şemseddin Marmaravî.

BERFUNGSI SEBAGAI PEMUTUS ATA TAU PENGHUBUNG ALIRAN LISTRIK 20 KV U PENGHUBUNG ALIRAN LISTRIK 20 KV KONTAK KONTAK PENGHUBUNG DILENGKAPI PENGHUBUNG DILENGKAPI PEREDAM

The Example of Possessor and Possessed as Participant Function in Relational Attributive Possessive Process (taken from text 6:1). I Had a trip To the zoo About a

Dalam penelitian ini, instrumen yang akan digunakan untuk mengambil data terlebih dahulu harus diuji validitas dan reliabitas. Uji validitas digunakan untuk

dis dur fre Pla time mean qua comp deg reas purp behf cond def conc com adtv gui prod sour viewp 1 I had a trip to the zoo about a.. few

2.2.1 Spatial Autocorrelation Analysis Moran ’s I is a sta- tistical index which is used to make spatial autocorrelation analy- sis, proposed by Moran in 1948 (Wang and Xu, 2011).

Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ”.. Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan

Ongkos-ongkos pihak Uni Republik-republik Soviet Sosialis yang berhubungan dengan pengiriman para ahli dan pekerja yang berpengalaman dari Uni Republik-republik Soviet Sosialis