commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kentang berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Pendugaaan umur dengan menggunakan C14 terhadap butiran pati yang
ditemukan dalam penggalian arkeologi menunjukkan bahwa kentang telah dimanfaatkan sejak 8000 tahun yang lalu. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya (in situ) dengan baik karena umbinya memiliki kadar air, pati, dan cadangan hara lain yang tinggi yang memungkinkan untuk regenerasi. Selama awal perkembangan dalam lingkungan primitif, kemampuan manusia dalam menyimpan dan mengawetkan umbi yang dikumpulkan telah meningkatkan manfaat kentang sebagai tanaman pangan (Rubatzky et al, 1998).
Berdasarkan taksonominya, kentang diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum
Species : Solanum tuberosum L.
Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun, bentuk
sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50-120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerahan atau keunguan. Bunga berwarna kuning keputihan atau ungu, buahnya berbentuk buni (buah yang kulit/dindingnya berdaging). Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil berwarna keputih-putihan (Setiadi dan Fitri, 2006).
Kentang merupakan tanaman daerah yang memiliki iklim sedang
(subtropis) dan dataran tinggi (1000-3000 m), termasuk dalam divisi
commit to user
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas dicotyledone, ordo tubiflorae, famili solanceae, genus solanum, dan spesis solanum tuberosum L. Tanaman yang berasal dari dari suku Solanaceae ini memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula (Williams et al. 1993)
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Daunnya terletak berselang-seling pada batang tanaman. Batang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung varietasnya, tidak berkayu, dan bertekstur agak keras. Batang kentang umumnya lemah sehingga mudah roboh bila terkena angin kencang. Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Bunga kentang tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah tandan bunga juga bervariasi. Bunga kentang berjenis kelamin dua. Bunga yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji. Buah berbentuk buni dan di dalamnya terdapat banyak biji (Samadi, 2007).
Kentang juga mempunyai umbi yang berasal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat sehingga membengkak dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang baru. Semua bagian tanamannya mengandung racun solanin. Namun, bagi umbi ini, bila telah berusia tua atau siap panen, racun ini akan berkurang bahkan bisa hilang, sehingga aman untuk dimakan (Setiadi dan Fitri, 2006).
Tanaman kentang yang dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan tanaman yang tumbuh dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak. Batang di atas tanah berdiri tegak, awalnya halus dan akhirnya menjadi persegi serta bercabang jika pertumbuhannya sudah lanjut. Bentuk pertumbuhan tanaman berkisar dari kompak hingga menyebar. Daun menyirip majemuk, dengan lembar daun bertangkai memiliki ukuran, bentuk, dan tekstur yang beragam. Batang di bawah permukaan tanah (rizoma), umumnya disebut stolon, menimbun dan menyimpan produk fotosintesis dalam umbi yang membengkak dekat bagian ujung. Karbohidrat ditranslokasikan sebagai
commit to user
sukrosa ke dalam stolon, yang pembelahan dan pembesaran selnya menyebabkan pertumbuhan umbi, sukrosa yang ditransportasikan dikonversi dan disimpan dalam bentuk butiran pati. Permukaan umbi dapat halus atau kasar akibat jala-jala dengan warna epidermis coklat hingga coklat cerah, merah atau ungu tua. Warna daging umbi biasanya kuning muda atau putih, ada kultivar yang berwarna kuning cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi beragam: memanjang, kotak, bulat atau pipih (Rubatzky , 1998).
Tanaman kentang (Solanum tuberosumL) menghasilkan umbi sebagai
komoditas sayuran yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan di dalam negeri dan diekspor. Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan elemen-elemen mikro, di samping juga merupakan sumber vitamin C (asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan mineral P, Mg, dan K. (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981).
Perbandingan protein terhadap karbohidrat umbi kentang lebih tinggi daripada biji serealia dan umbi lainnya. Kandungan asam aminonya juga seimbang sehingga sangat baik bagi kesehatan manusia (Niederhauser, 1993). Umbi kentang sedikit mengandung lemak dan kolestrol, namun mengandung karbohidrat, sodium, serat diet, protein, vitamin C, kalsium, dan zat besi, di samping juga vitamin B6 yang cukup tinggi dibandingkan dengan beras (Kolasa, 1993).
Klon adalah suatu kelompok tanaman dalam suatu jenis spesies tertentu yang diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan organ tanaman tertentu dan kelompok tersebut memiliki sifat penciri tertentu yang berbeda dengan sifat yang dimiliki oleh kelompok tanaman lain yang juga diperbanyak secara vegetatif pada jenis yang sama. Karena diperbanyak secara vegetatif maka tingkat keseragaman genetik suatu klon tinggi dan sama dengan induknya. Kalau terjadi ketidak stabilan sifat suatu klon bukan
commit to user
karena faktor genetik, akan tetapi karena adanya perbedaan antar lokasi penanaman (Mawardi, 2004).
Kentang memiliki sekitar 500 varietas yang berbeda baik dari segi ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa, penampakan luar (warna, bentuk). Sulit mendata varietas kentang yang pernah beredar di Indonesia.
Sementara granola masih menjadi favorit, muncul lagi kentang yang baru. Nama kentang ini adalah french fries yang sebenarnya adalah kentang granola yang mutunya super unggul, dari jenis kentang olahan ini dikenal nama-nama kentang diamant, cardinal, dan primiere. Di bawah ini diuraikan beberapa varietas yang sempat diamati para peneliti (Setiadi dan Fitri, 2006).
Dalam Undang-undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman disebutkan bahwa benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Benih bina yang telah lulussertifikasinya wajib diberi label apabila akan diedarkan.
Sertifikasi adalah suatu sistem dalam perbanyakan benih yang
dilaksanakandengan proses pemeriksaan di lapangan maupun pengujian laboratorium untuk mencapai tingkat kualitas benih sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Penyelenggara/pelaksana sertifikasi adalah Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Target mutu pada benih kentang adalah kesehatan benih (seed
health) dan kebenaran varietasnya. Oleh karena itu persoalan pokok pada
benih kentang adalah bagaimana agar benih kentang yang diproduksi itu sehat, bebas dari infeksi dan infestasi penyakit (Abdurachman, 2000).
Sertifikasi benih kentang harus dilaksanakan berdasarkan pedoman yang telah ditentukan dan mengacu pada UU No. 12 1992 mengenai sistem budidaya tanaman, PP No. 44 1995, Kepres No. 72 1971, Kepmen Pertanian No. 460/Kpts/org/II/1971 jo, No. 67/Kpts/ org/II/1977, No. 415/um/71/1977, mengenai pelaksanaan mutu dan sertifikasi benih dan instruksi direktur Bina Pembenihan tanggal 25 Mei 1999 mengenai standar sertifikasi benih kentang (Akbar dan Darminsah, 2000). Ada undang-undang baru no 13 tahun 2013 tentang sertifikasi benih belum realisas.
commit to user
Umur tanaman 130 – 135 hari setelah tanam, warna batang hijau, bentuk penampang batang segi lima, warna batang hijau, bentuk daun oval, ujung daun runcing, tepi daun bergerigi, permukaan daun berkerut, warna daun hijau, bentuk umbi bulat lonjong, ukuran umbi tinggi 6,64 cm, diameter 4,12 cm, warna kulit umbi kuning keputihan, warna daging umbi kuning, kandungan karbohidrat 15,580 %, kandungan gula reduksi 0,069º brik, hasil 38 – 50 ton/ha (Keputusan Mentri Pertanian, 2005).
Kendala umum yang menyebabkan produksi kentang di Indonesia masih rendah adalah karena petani masih menggunakan teknik budidaya konvensional (sederhana) dan masih kurang pengetahuan kultur teknis; seperti masih menggunakan benih/bibit yang bermutu rendah, menanam kentang secara terus menerus pada lahan yang sama, menentukan umur panen yang tidak tepat, dan kurang baik dalam penanganan pasca panen terutama pada penyimpanan dan sebagainya Pengadaan bibit bermutu hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang banyak dihadapi oleh petani kentang di Indonesia. Umumnya ada empat cara petani memperoleh bibit siap tanam yaitu (a) dari sebagian umbi hasil panennya yang berukuran kecil-kecil tanpa seleksi bibit, (b) dari petani lain berupa bibit lokal yang tidak diketahui asal usulnya (tanpa sertifikat/non label), (c) bibit yang berasal dari kentang impor, dan (d) bibit yang berasal dari penangkar G4 bersertifikat (Gunarto, 2004).
Istilah benih dan bibit sering rancu dalam penggunaannya. Istilah yang digunakan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) biasanya adalah benih. Secara agronomis benih disamakan dengan bibit karena fungsinya sama, yaitu biji tanaman yang dijadikan sebagai sarana dalam memperbanyaktanaman. Meskipun demikian, secara biologis istilah ini berbeda karena istilah bibit biasanya digunakan untuk menyebut benih yang telah berkecambah. Oleh karena itu istilah benih kentang oleh BPSB sebenarnya adalah bibit kentang, karena benih kentang siap tanam/jual merupakan umbi kentang yang telah mengalami pecah dormansi yan ditandai dengan keluarnya tunas dari mata-mata tunas yang ada di permukaan kulit umbinya. Salah satu faktor utama
commit to user
keberhasilan budidaya tanaman kentang adalah penggunaan bibit bermutu. Penggunaan bibit bermutu akan bisa meningkatkan produksi kentang. Bibit kentang bermutu dijamin melalui bibit kentang yang bersertifikat. Sistem sertifikasi bibit kentang di Indonesia masih mencontoh sistem sertifikasi di Belanda karena sampai saat ini Belanda memiliki sistem sertifikasi bibit kentang terbaik di dunia (Wattimena, 2000).
Benih kentang bermutu tidak akan didapat dengan sistem sertifikasi yang dilakukan oleh BPSBTPH. Beberapa kelemahan dari sistem ini adalah sebagai berikut :
1. Sistem sertifikasi benih tersebut sulit untuk dilakukan secara baik di lapang.Penyakit-penyakit sistemik seperti virus dan bakteri tidak mudah terdeteksi padatanaman di lapang maupun pada umbi tanpa pengujian laboratorium.
2. Benih kentang yang dipergunakan untuk bibit kentang produksi adalah benih G4.
Benih G4 hampir seluruhnya sudah terkontaminasi virus kentang dan bakteri layu,
bahkan pada benih G1 dan G2 pun tidak bebas kontaminasi
3. Pusat produksi benih bersertifikat terletak di pusat produksi kentang dimana
lingkungannya sudah tercemar dengan berbagai penyakit kentang. Pusat penghasil
benih kentang di Indonesia adalah di Jawa Barat (Lembang, Pangalengan, dan
Garut). Penyakit-penyakit kentang yang berbahaya dari Jawa Barat akan ditularkan ke daerah lain di Indonesia melalui benih kentang tersebut. 4. Vektor virus (Myzus persicae) berada di segala tempat dan sepanjang
musim di Indonesia, hal ini tidak terjadi pada daerah beriklim sedang dan dingin (Wattimena, 2000).
Kelas-kelas benih dalam rangka sertifikasi ialah benih penjenis (BP), Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP), dan Benih Sebar (BR).
commit to user
1. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan pemulia tanaman yang bersangkutan atau instansinya dan harus merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. Label BS berwarna kuning.
2. Benih Dasar (BD), adalah keturunan pertama dari benih penjenis yang diproduksi dibawah bimbingan intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas yang tinggi dapat dipelihara. Benih dasar diproduksi oleh instansi/badan yang ditetapkan oleh sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih. Label BD berwarna putih.
3. Benih Pokok (BP), adalah keturunan dari benih penjenis atau juga benih dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai benih pokok sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih. Label BP berwarna Ungu.
4. Benih Sebar (BR), adalah keturunan dari benih penjenis atau juga benih dasar ataupun benih pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan kemurnian varietas dapat dipelihara, dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar oleh sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih. Label BR berwarna biru. (Anonim 2002)
Pada dasarnya teknik produksi bibit kentang yang dilaksanakan sama dengan teknik produksi bibit kentang di negara produsen kentang maupun yang dilaksanakan oleh petani penangkar bibit kentang di Indonesia. Begitu pula teknik perbanyakan bibit kentang di lahan terbuka hampir sama dengan teknik yang biasa dilaksanakan oleh petani konvensional. Perbedaannya adalah pada teknik perbanyakan/pembudidayaan bibit yang lebih intensif dan modern. Pada teknik penanaman secara konvensional, biasanya umbi kentang yang berukuran besar akan dijual ke pasar dan umbi kentang yang berukuran kecil akan digunakan sebagai bibit. Pada pembibitan, prinsip menghasilkan jumlah umbi (yang ba-nyak) lebih diperhatikan daripada menghasilkan bobot (Japan International Cooperation Agency, 2000). Selain itu, perbedaan dengan
commit to user
budidaya kentang konsumsi adalah pada pembibitan jarak tanam lebih rapat dan pengawasan tanaman terinfeksi lebih ketat. Semua tanaman terinfeksi bakteri, virus dan jamur harus dibuang dan dimusnahkan (Gu-narto dan Sastra, 2002). Teknik budidaya bibit kentang lebih ditujukan pada tujuan akhir penanaman yaitu memproduksi bibit yang berkualitas tinggi dan bebas patogen/penyakit (Soelarso, 1997).
Ditinjau dari lamanya penanganan, kentang bibit memerlukan waktu 8-9 bulan sedangkan kentang konsumsi memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan. Lebih lamanya penanganan pada kentang bibit karena hasil panen berupa umbi calon bibit G4 perlu melalui proses penyimpanan di gudang selama + 3 bulan dengan tujuan untuk memecah dormansi umbi (masa istirahat). Umbi yang telah habis masa dormansinya ditandai dengan keluarnya tunas dari mata-mata tunas yang ada di permukaan kulitnya. Umbi ini adalah bibit G4 yang siap dipasarkan ke petani kentang konsumsi. Prospek pengembangan usahatani kentang cukup baik terhadap pengembangan usaha pembibitan kentang bermutu, khususnya pada usaha penangkaran produk umbi benih/bibit kentang G4 sebagai benih sebar (ES = extension seed) maupun kentang konsumsi mengingat bahwa kebutuhan benih/bibit kentang masih sangat besar sementara benih/bibit impor harganya masih sangat mahal. Potensi pasar bibit kentang bermutu atau bersertifikat masih termasuk besar karena di Jawa Barat saja yang merupakan contributor besar terhadap produksi kentang nasional (30,8 %) setiap tahunnya masih memerlukan bibit kentang + 29.000 ton, di mana kebutuhan tersebut sebagian masih diimpor, sedangkan yang mampu disediakan oleh pembibit lokal dengan mutu setara bibit impor baru mencapai 191,3 ton atau 0,66 % dari total kebutuhan (Hartus, 2001).