• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN KUALITAS TIDUR DAN DISTRESS PADA PASIEN KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN KUALITAS TIDUR DAN DISTRESS PADA PASIEN KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN

KUALITAS TIDUR DAN DISTRESS PADA PASIEN KANKER

YANG MENJALANI KEMOTERAPI

Ririn Sri Handayani*, Giri Udani*

*Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Insiden kanker di Indonesia diperkirakan 180 per 100.000 penduduk. Terapi kanker dapat dilakukan dengan cara bedah, kemoterapi, radioterapi ataupun kombinasinya. Kemoterapi seringkali menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan oleh pasien seperti rambut rontok, kulit kehitaman, mual, muntah, gangguan sel darah, kesemutan, kebas serta gangguan saraf tepi lainnya, Efek samping ini seringkali mengganggu pola istirahat tidur pasien. Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat memperburuk status fungsional pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUDAM Provinsi Lampung Tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasi dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSUDAM Provinsi Lampung pada bulan Juli-Agustus 2015. Populasi yang diambil adalah semua pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUDAM Provinsi Lampung berjumlah 68 pasien. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Pengumpulan dilakukan dengan survey menggunakan instrumen Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI) untuk meneliti kualitas tidur dan Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) untuk meneliti distress. Analisis Bivariat dilakukan menggunakan Uji statistik Chi Square dengan menetapkan nilai Alpha 0,05 dan 95% CI. Hasil penelitian menyimpulkan tidak ada hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada pasien yang menjalani kemoterapi di RSUDAM Provinsi Lampung tahun 2015. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian faktor lain yang berhubungan dengan tanda dan gejala distress pada pasien yang menjalani kemoterapi.

Kata Kunci: Kualitas Tidur, Kemoterapi, Distress LATAR BELAKANG

Sel tumor adalah sel tubuh yang

mengalami transformasi dan tumbuh

secara autonom lepas dari kendali

pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor tergantung pada besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi, autonominya

dalam pertumbuhan, kemampuannya

mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis. Sel tumor bersifat tumbuh terus menerus tanpa batas sehingga makin lama makin membesar dan mendesak jaringan disekitarnya. Tumor ganas, selnya tumbuh sambil menyusup dan merembes ke jaringan sekitar. Neoplasia ganas bersifat infiltrative dan destruktif, dapat menyebar ke bagian lain tubuh dan pada umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasia ganas sering disebut juga dengan kanker. Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah mengalami kehilangan pengendalian dan

mekanisme normalnya sehingga

mengalami pertumbuhan yang tidak

normal, cepat dan tidak terkendali (Le Mone, 2008).

Insiden tumor ganas atau kanker disetiap negara tidak sama, baik insiden keseluruhan maupun insiden spesifik. Insiden di Eropa Utara dan Amerika Utara umumnya tinggi (200 – 350 per 100.000 penduduk), di Eropa Selatan, Asia Barat dan Tengah, serta di Amerika Tengah dan Selatan sedang (150 – 200 per 100.000 penduduk) dan di Asia Selatan, Timur serta Afrika agak rendah (75 – 150 per 100.000 penduduk). Insiden kanker di Indonesia sendiri diperkirakan 180 per 100.000 penduduk. Menurut beberapa sumber, insiden ini berhubungan dengan struktur populasi dimana bila struktur populasi mempunyai jumlah penduduk berusia tua banyak maka insiden kanker akan lebih banyak karena kanker jarang terjadi pada anak-anak.

Frekuensi relatif kanker pada beberapa daerah di Indonesia tidak sama. Insiden kanker yang paling banyak ditemukan adalah kanker serviks, kanker

(2)

payudara, kanker paru dan kanker darah khususnya leukemia. Insiden kanker yang agak sering ditemukan adalah kanker kulit, kanker ovarium, kanker nasofaring dan limfoma malignum. Dilihat dari faktor jenis kelamin, risiko kanker pada wanita dan pria sebenarnya sama, tetapi dengan banyaknya insiden kanker serviks dan kanker payudara pada wanita kelihatannya insiden kanker pada wanita lebih tinggi. Namun jika dilihat dari faktor usia, insiden kanker pada wanita dan pada pria tidak sama. Pada anak-anak usia dibawah 15 tahun insiden kanker pada pria lebih tinggi, pada usia 15 – 55 tahun insiden kanker lebih tinggi pada wanita terutama pada rentang usia 35 – 50 tahun. Setelah usia 60 tahun insiden kanker lebih tinggi pada pria.

Tidak ada keluhan spesifik untuk kanker dini oleh karena itu kanker seringkali ditemukan dalam kondisi yang sudah lanjut dan mulai bermetastase. Kanker primer biasanya tampil dalam

bentuk pembengkakan atau luka

dipermukaan atau sering juga tidak jika terletak di organ dalam. Metastase atau anak sebar tampil sebagai pembesaran kelenjar limfe regional atau benjolan di tempat lain. Mungkin penderita akan mengeluhkan adanya perdarahan atau gejala obstruksi. Namun demikian kanker stadium dini tidak menampakkan

gejala-gejala tersebut sehingga penderita

seringkali datang ketika kondisi sudah

memasuki stadium lanjut sehingga

membutuhkan terapi yang lebih kompleks. Terapi kanker dapat dilakukan dengan cara bedah, kemoterapi, radioterapi

ataupun kombinasinya. Angka

keberhasilan kira-kira 40 – 50% dan sangat

tergantung pada stadium berapa

dimulainya terapi tersebut pada kanker yang bersangkutan. Angka penyembuhan yang tinggi dengan kemoterapi serta radiasi dapat dicapai oleh anak-anak karena pada umumnya kanker pada anak tumbuh dengan cepat sehingga cepat terdeteksi dan apabila kanker primernya dapat diangkat sebanyak mungkin maka metastase dapat dicegah. Hal ini terjadi sebaliknya pada orang dewasa sehingga di

negara-negara barat pun angka

penyembuhan kanker dengan berbagai terapi pada orang dewasa sejak puluhan tahun lalu tidak pernah mencapai 50%.

Berbeda dengan terapi radiasi yang ditujukan langsung pada sasaran sel kanker, kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker (sitostatika) dan bekerja secara

sistemik. Kemoterapi seringkali

menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan oleh pasien seperti rambut rontok, kulit kehitaman, mual, muntah, gangguan sel darah, kesemutan, kebas serta gangguan saraf tepi lainnya, Efek samping ini seringkali mengganggu pola istirahat

tidur pasien. Frekuensi pemberian

kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat memperburuk status fungsional pasien. Efek kemoterapi yaitu

supresi sumsum tulang, gejala

gastrointestinal seperti mual, muntah, kehilangan berat badan, perubahan rasa, konstipasi, diare, dan gejala lainnya alopesia, fatigue, perubahan emosi, dan perubahan pada sistem saraf (Nagla, 2010 dalam Melia, dkk (2013).

Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa efek kemoterapi dapat

memperburuk status fungsional (mencakup ketidak mampuan dalam menjalankan perannya) setelah pemberian kemoterapi pada periode kedua (Lee, 2005 dalam Ogce & Ozkan, 2008 dalam Melia, dkk (2013)). Penurunan status fungsional ini termasuk juga pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.

Tidur merupakan kebutuhan penting yang harus dipenuhi secara cukup yaitu 7- 9 jam perhari. Apabila pada pasien kanker terjadi gangguan tidur maka

akan mempengaruhi terhadap

penyembuhan kankernya (Purwantari,

2013). Gangguan istirahat tidur diduga dapat menimbulkan gejala distress. Hasil penelitian Purwantari (2013) terhadap 30 sampel pasien kanker yang menjalani kemoterapi menunjukkan hasil uji Mc Nemar pada kualitas tidur sebelum

kemoterapi dan selama kemoterapi

mempunyai nilai p = 0,002 (p<0,05) dengan demikian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kualitas tidur sebelum

(3)

dan selama kemoterapi pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi rawat jalan.

Dengan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada pasien kanker yang menjalani

kemoterapi di RSUDAM Provinsi

Lampung Tahun 2015. Tujuan umum penelitian adalah mengetahui hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada pasien kanker yang menjalani

kemoterapi di RSUDAM Provinsi

Lampung Tahun 2015.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasi dengan desain cross sectional dimana variabel independen dan dependen di survey dalam satu waktu. Penelitian ini dilaksanakan di RSUDAM Provinsi Lampung pada bulan Juli - Agustus 2015. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUDAM Provinsi Lampung berjumlah

68 pasien. Pengambilan sampel

menggunakan metode total populasi

sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 68 orang responden.

Variabel yang digunakan pada

penelitian ini ada dua yaitu variabel dependen atau variable terikat adalah tanda dan gejala distress penderita kanker dan variabel independen atau variabel bebas yaitu kualitas tidur penderita kanker.

Variabel bebas diukur dengan

menggunakan alat ukur Pitsburg Sleep Quality Index (PSQI) dan variable terikat

diukur dengan menggunakan Hospital

Anxiety and Depression Scale (HADS). Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji statistik univariat untuk distribusi frekuensi masing-masing variable dan analisis bivariat dengan menggunakan uji

Chi Square menggunakan batas

kemaknaan 95% CI dan Alpha 0,05% .

HASIL

Karakteristik Responden

Tabel 1: Karakteristik Usia Responden

Variabel Mean

Med Mod SD Min Max

Umur 45,71

44,50 42 12,84 12 - 82 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa usia rata-rata responden penelitian ini adalah 45,71 tahun dengan jumlah usia terbanyak adalah 42 tahun, SD 12,84. Usia responden berada pada rentang 12 tahun sampai dengan 82 tahun.

Tabel 2: Karakteristik Jenis Kelamin

Responden

Jenis Kelamin f %

Laki – laki 10 14,7

Perempuan 58 85,3

Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa jenis kelamin responden penelitian ini adalah paling banyak adalah perempuan yaitu 58 orang dari total 68 orang responden atau 85,3% dari keseluruhan responden.

Tabel 3: Karakteristik Pendidikan

Responden Pendidikan f % Sekolah Dasar 40 58,8 SMP 10 14,7 SMA 15 22,1 Perguruan Tinggi 3 4,4 Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pendidikan responden penelitian ini paling banyak adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu 40 orang dari total 68 orang responden atau 58,8% dari keseluruhan responden.

(4)

Tabel 4: Karakteristik Sumber Pembiayaan Perawatan Responden Sumber Biaya f % ASKES/BPJS 58 85,3 JKM 10 14,7 Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa sumber pembiayaan perawatan responden penelitian ini paling banyak adalah ASKES/BPJS yaitu 58 orang dari total 68 orang responden atau 85,3 % dari keseluruhan responden.

Tabel 5: Karakteristik Pekerjaan

Responden

Pekerjaan f %

Bekerja 23 33,8

Tidak Bekerja 45 66,2

TOTAL 68 100

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini tidak bekerja yaitu 45 orang dari total 68 orang responden atau 66,2 % dari keseluruhan responden.

Tabel 6: Karakteristik Diagnosis Medis Responden Diagnosis Medis f % Ca. Mamae 54 79,4 Ca. Prostat 5 7,4 Ca. Lidah 4 5,9 Ca. Usus 1 1,5 Ca. Tyroid 1 1,5 Ca. mata 1 1,5 Tumor 2 2,9 Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa

mayoritas responden penelitian ini

terdiagnosa medis Ca. Mamae yaitu 54 orang dari total 68 orang responden atau 79,4 % dari keseluruhan responden.

Analisis Univariat

Tabel 7: Distribusi Kualitas Tidur

Responden Kualitas Tidur f % Baik 1 1,5 Buruk 67 98,5 Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa

mayoritas responden penelitian ini

memiliki kualitas tidur yang buruk

berdasarkan penilaian menggunakan PSQI yaitu 67 orang dari total 68 orang responden atau 98,5 % dari keseluruhan responden.

Tabel 8: Distribusi tanda dan gejala distress responden

Tanda & Gejala Distress f %

Normal 23 33,8

Borderline 42 61,8

Distress 3 4,4

Jumlah 68 100

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini kondisi distressnya berada pada tingkat borderline diukur dengan menggunakan AHDS yaitu 42 orang dari total 61,8 orang responden atau 61,8 % dari keseluruhan responden. Analisis Bivariat

Tabel 9. Hubungan kualitas tidur

dengan tanda dan gejala distress Responden

Kualitas Tidur

Tanda dan Gejala Distress Total Normal Borderline Distress

f % f % f % f % Baik Buruk 1 1,5 22 32,4 0 0 42 61,8 0 0 3 4,4 1 1,5 67 98,5 Jumlah 23 33,9 42 61,8 3 4,4 68 100 pValue 0,37 95% CI 0.39 sd 0,63

(5)

Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada tabel diatas diperoleh data bahwa ada sebanyak 42 orang responden (61,8%) dengan kualitas tidur buruk berada pada kondisi borderline distress, sebanyak 22 (32,4%) orang responden dengan kualitas tidur buruk tidak mengalami tanda dan gejala distress atau dalam kondisi normal serta 3 orang (4,4%) responden dengan kualitas tidur buruk mengalami distress. Hasil uji statistik membuktikan tidak ada hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada responden ( p value 0,31 > α

0,05).

PEMBAHASAN

Hasil analisis data pada penelitian ini diperoleh data bahwa mayoritas responden memiliki kualitas tidur buruk (98,5% dari 68 orang responden) dan hanya 1,5% responden yang memiliki kualitas tidur baik. Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur,

seperti lamanya tidur, waktu yang

diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Persepsi

mengenai kualitas tidur itu sangat

bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur.

Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna & Jachens, 2004). Pada orang normal, gangguan tidur yang

berkepanjangan akan mengakibatkan

perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Potter & Perry, 2001).

Beberapa penelitian melaporkan

bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Menurut peneliti kualitas tidur yang mayoritas buruk pada responden penelitian ini dipengaruhi oleh berbagai hal sesuai dengan pernyataan Johanna & Jachens (2004) yaitu gangguan fisik berupa respon

dari penyakit pasien, respon dari

kemoterapi serta gangguan mental dan

spiritual berupa perasaan ketidak

berdayaan, putus asa dan penolakan terhadap kenyataan sakit yang dihadapi. Dilihat dari usia rata-rata responden dimana usia rata-rata 45,71 tahun masuk dalam kategori usia dewasa pertengahan sedangkan menurut Dament et al, (1985); Hayashi & Endo, (1982) dikutip dari Carpenito, (1998) efesiensi tidur mencapai 80 – 90 % pada usia dewasa muda. Hasil penelitian Purwantari dan Amini (2013) yang dianalisis dengan uji Mc Nemar menunjukkan bahwa ada perbedaan antara

kualitas tidur sebelum dan selama

kemoterapi pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi rawat jalan.

Hasil analisis univariat terhadap variabel tanda dan gejala distress diperoleh data bahwa mayoritas responden berada dalam kondisi borderline 61,8%, normal 33,8% dan distress 4,4%. Distress adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak

dapat dihindari. Perubahan yang

memerlukan penyesuaian sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan distress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag

(6)

dicintai, putus cinta. Pengalaman stress dapat bersumber dari : lingkungan, diri dan tubuh dan pikiran.

Ada 2 macam tipe penyebab stress atau stressor yaitu Stressor Eksternal yaitu penyebab stress yang berasal dari luar individu dan stressor internal yaitu penyebab stress yang berasal dari dalam diri individu sendiri seperti sikap pesimis, sering mengkritik diri sendiri, analisa yang berlebihan, pengaruh minuman berkafein, kurang tidur, perfeksionis, workaholic, berfikir kaku, terlalu banyak berfikir dan tidak berfikir sama sekali.

Menurut peneliti, meskipun

mayoritas responden berada dalam kondisi borderline dimana kondisi ini belum dapat

dikatakan distress namun kondisi

borderline sudah mengarah pada tanda dan gejala awal distress. Penyebab kondisi ini dapat berasal dari stressor internal dan eksternal responden. Stressior internal dapat berasal dari dalam diri responden sendiri berupa kondisi penyakit, efek samping kemoterapi dan kualitas tidur yang buruk yang mengakibatkan kelelahan dan penurunan kemampuan fisik.

Analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada responden ( p value 0,31 > α 0,05). Hasil

ini tidak sesuai dengan penelitian Gale M

(2008) dimana hasil penelitiannya

menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kecemasan dan depresi yang bermakna antara orang yang tidur dengan baik, orang yang tidur dengan kurang baik tanpa mengkonsumsi benzodiazepin, dan orang yang tidur dengan kurang baik yang mengkonsumsi benzodiazepine. Juga tidak sesuai dengan hasil penelitian Augner

C. (2011) yang membuktikan ada

keterkaitan antara kualitas tidur subyektif dengan depresi, gejala fisik, dan kecemasan. Namun mendukung hasil penelitian Atalay yang membuktikan tidak ada hubungan yang bermakna antara skor kualitas tidur dengan trait anxiety (p = 0,152), tetapi ada hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan state anxiety (p = 0,002).

Menurut peneliti yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress karena distress yang berupa depressi dan kecemasan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas tidur. Banyak faktor lain yang mempengaruhi distress selain kualitas tidur. Berbagai macam faktor stressor

internal dan eksternal yang dapat

mempengaruhi respon ini. KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa

mayoritas responden penelitian ini

memiliki kualitas tidur yang buruk

berdasarkan penilaian menggunakan PSQI yaitu 67 orang dari total 68 orang responden atau 98,5 % dari keseluruhan

responden dan mayoritas responden

penelitian ini kondisi distressnya berada pada tingkat borderline diukur dengan menggunakan AHDS yaitu 42 orang dari total 61,8 orang responden atau 61,8 % dari keseluruhan responden.

Berdasarkan uji statistik lebih lanjut disimpulkan bahwa tidak ada hubungan kualitas tidur dengan tanda dan gejala distress pada responden (p value: 0,31).

Berdasarkan kesimpulan penulis

menyarankan agar perawat ruang

kemoterapi sebagai tenaga kesehatan yang paling banyak berinteraksi dengan pasien agar memperhatikan risiko gangguan psikologis pada pasien yang menjalani kemoterapi karena kondisi distress akan berdampak pada proses penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Augner C. (2011) Associations of

subjective sleep quality with depression score, anxiety, physical symptoms and sleep onset latency in students.

LeMone, P. et al. 2008. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care. Vol. 2

Melia, E.KD.A., Putrayasa, I.D.P.Gd., Azis, A. 2013. Hubungan Antara

(7)

Frekuensi Kemoterapi Dengan Status Fungsional Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP

Sanglah Denpasar. Prodi

Keperawatan Univ. Udayana, Bali

Purwantari. Amini. 2013. Perbedaan

Kualitas Tidur Sebelum dan Selama Kemoterapi Pada Pasien Kanker di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Of Nursing. Philadelphia. WB Saunders Co

Rohmaningsih, Novitasari. (2013) Hubungan antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kecemasan. Studi pada Mahasiswa/i

Angkatan 2011 Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Gambar

Tabel 6: Karakteristik  Diagnosis  Medis  Responden    Diagnosis Medis  f  %  Ca. Mamae  54  79,4  Ca

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa data uji HA cepat terhadap cairan alantois dari inokulasi langsung pada perlakuan klorinasi telur bersih dan telur kotor bervirus dengan menggunakan

Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengoreksi kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh atmosfer pada saat perekaman citra.. • Kondisi atmosfer yang mempengaruhi perkaman citra :

Beberapa alasan yang dapat mendukung pelaksanaan akuntansi lingkungan antara lain (Fasua, 2011): 1) Biaya lingkungan secara signifikan dapat dikurangi atau

podjela na simetriˇ cne kriptosustave ili kriptosustave s tajnim kljuˇ cem (kljuˇ c za deˇsifriranje moˇ ze se izraˇ cunati ako je poznat kljuˇ c za ˇsifriranje i obratno) i

Hasil penelitiannya menemukan bahwa (1) risiko saham yang diukur dengan menggunakan beta saham berpengaruh pada tingkat return (2) baik pada portfolio saham aktif atau non

Dalam kehidupan sosial budaya Pengrajin Noken Suku Amungme di Desa Limau Asri memiliki banyak potensi alam yang dapat memper- kaya kehidupan para Pengrajin Noken,

5 - Mampu menyesuaikan strategi / taktik pada kondisi / unit kerja yang berbeda dengan cara merubah tingkah laku diri atau melakukan pendekatan sesuai dengan situasi / orang

Pendidikan bencana menjadi salah satu cara paling mudah dalam mentransfer pengetahuan kepada masyarakat yang bertujuan untuk memberikan wawasan kebencanaan sekaligus