i
HUBUNGAN ANTARA FASILITAS KERJA, PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN (DIKLAT) DAN PENGALAMAN
KERJA DENGAN GAYA MENGAJAR INSTRUKTUR DI
BALAI LATIHAN KERJA (BLK)
Studi Kasus Pada Balai Latihan Kerja (BLK) JogyakartaSKRIPSI
Disusun Oleh:
Astrina Dewi Dwi Wulandari
031334036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
:
Astrina Dewi Dwi Wulandari
Nomor Mahasiswa
:
031334036
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Fasilitas Kerja, Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Dan
Pengalaman Kerja Dengan Gaya Mengajar Instruktur Di Balai Latihan Kerja
(BLK)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me ngalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 31 Januari 2008
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA FASILITAS KERJA, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) DAN PENGALAMAN KERJA DENGAN GAYA
MENGAJAR INSTRUKTUR DI BALAI LATIHAN KERJA (BLK) Studi kasus pada Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara (1) fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (2) pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK), (3) pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK). Penelitian ini dilaksanakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah para instruktur di BLK Jogyakarta yang berjumlah 52 orang instruktur.
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi
Product Moment dengan taraf signifikansi α = 5%. Hasil penelitian menunjukkan
viii ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN WORK FACILITIES, TRAINING AND EDUCATION AND WORK EXPERIENCE WITH INSTRUCTOR’S
TEACHING STYLE AT BALAI LATIHAN KERJA (BLK) A case study at Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Astrina Dewi Dwi Wulandari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
The objective of this research is to know whether there are some correlations between (1) work facilities with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (2) training and education with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK), (3) work experience with instructor’s teaching style at Balai Latihan Kerja (BLK). This research done at Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta. The populations of this research were 52 instructors of Balai Latihan Kerja Jogjakarta.
ix
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah yang telah mengajar dengan perantara pena, mengajar manusia tentang apa yang belum diketahuinya. Alhamdulilahi rahmani rahim hanya saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Hubungan antara Fasilitas Kerja, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan Pengalaman Kerja Dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja” studi kasus pada Balai Latihan Kerja Jogjakarta ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW hingga hari akhir nanti.
Penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak maka sudah sepantasnyalah penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Drs. T. Sarkim., M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku dosen penguji skripsi yang
telah mengevaluasi demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi. 7. Bapak Drs. Haryoto selaku Kepala Balai Latihan Kerja (BLK) Jogjakarta
x
8. Bapak Djamil Ismail, ST dan Bapak Amirul Musthofa, SH terimakasih telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Bapak Ibu instruktur BLK Jogjakarta yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner.
9. Bapak Ibu Instruktur BLK Sleman, terima kasih karena telah mengisi kuesioner untuk uji validitas dan reliabilitas.
10. Kedua ortuku yang telah membesarkan, memberikan dukungan materi dan moral, doa dan kasih sayang yang selalu tercurahkan untuk penulis.
11. Mba Yenni dan adik-adikku tersayang, Dek Titin dan Dek Bambang, terimakasih atas bantuan dan doanya selama penyusunan skripsi ini.
12. Motorku, SUPRA X BN 7641 EA yang telah menjadi temanku dalam perjalanan dan selalu menghiburku.
13. My Best Friend Now and Forever, Atik Maharani, trim’s ya dah mo susah untuk aku. Dewi, Tiara, Anti, Aci makan-makan kelulusannya kapan???. 14. Emilia Wahyu Ratna Ningrum (cepetan nyusul ya). Mas Andi, Adel, Mas
Anto, Yiska, Mas Yuda, (jangan lupa undangan dan tiket nikahnya ya). Santy, Wawan, Anes, Mety, Ari, Dwi, Siska, Septi dan teman-teman PAK B’03, Don’t forget me pren!!!
15. Teman-teman KOPMA, Sasma, Evan, Ari, Mba indah, Sorong, Endah, Katrin, Marsha, Lilis dan anggota lainnya, atas keceriaan yang menghibur. 16. Teman-temanku dan semua pihak yang telah mengisi hari-hariku yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis mohon maaf untuk itu. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yogyakarta, 23 Januari 2008 Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT
... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 7
C.
Tujuan Penelitan... 7
D.
Batasan Penelitian ... 8
E.
Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Buku Teks Sebagai Media Belajar Mengajar... 11
B. Peraturan Menteri Tentang Buku Teks Pelajaran... 13
C. Pengertian dan Arti Penting Buku Paket di Tingkat SMP... 15
D. Pengertian Akses Buku Paket... 19
E. Pengertian Pemanfaatan Buku Paket dalam Pembelajaran... 23
F.Kriteria Buku Paket... 26
BAB II.
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian... 27
B.
Lokasi Penelitian... 27
xii
D.
Populasi dan Sampel... 29
E.
Variabel dan Data Penelitian... 31
F.
Teknik Analisis Data... 34
BAB IV. GAMBARAN UMUM
A. Sejarah SMP Negeri 6 Pangkal pinang... 35
B. Daftar Guru... 36
C. Daftar Kepala Sekolah... 37
D. Buku Inventaris perpustakaan SMP Negeri 6... 37
E. Data Siswa... 39
F. Fasilitas... 39
BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 41
A. Akses Buku Paket... 41
B. Pemanfaatan Buku Paket... 46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan... 50
B. Saran... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Fasilitas Kerja ... 40
Tabel III.2 Kisi-kisi Kuesioner Fasilitas Kerja BLK Jogjakarta ... 41
Tabel III.3 Kisi-kisi Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur BLK Jogjakarta ... 42
Tabel III.4 Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur 43 Tabel III.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Fasilitas Kerja ... 45
Tabel III.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Gaya Mengajar ... 46
Tabel III.7 Indeks Korelasi dan Interprestasi Reliabilitas ... 47
Tabel III.8 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 48
Tabel IV.1 Data Normatif Pegawai Negeri Sipil BLK Jogjakarta ... 56
Tabel IV.2 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Otomotif BLK Jogjakarta ... 64
Tabel IV.3 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Teknologi Mekanik BLK Jogjakarta ... 66
Tabel IV.4 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Elektronika BLK Jogjakarta ... 67
Tabel IV.5 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Listrik BLK Jogjakarta ... 68
Tabel IV.6 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Bangunan BLK Jogjakarta ... 70
Tabel IV.7 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Bahasa Asing BLK Jogjakarta ... 71
Tabel IV.8 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Tata Niaga BLK Jogjakarta ... 71
Tabel IV.9 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Perhotelan BLK Jogjakarta ... 72
Tabel IV.10 Data Fasilitas Kerja Kejuruan Aneka Kerajinan BLK Jogjakarta . 74 Tabel IV.11 Data Masa Kerja Instruktur BLK Jogjakarta ... 75
Tabel IV.12 Data Pendidikan Terakhir Instruktur BLK Jogjakarta ... 78
Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Fasilitas Kerja ... 85
Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) ... 86
Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Pengalaman Kerja ... 87
Tabel V.4 Distribusi Frekuensi Gaya Mengajar ... 88
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Kuesioner ... 109
Lampiran II. Validitas dan Reliabilitas ... 113
Lampiran III. Data Induk Penelitian ... 119
Lampiran IV. Daftar Distribusi Frekuensi ... 121
Lampiran V. Pengujian Normalitas ... 126
Lampiran VI. Perhitungan Korelasi ... 127
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, kenyataan yang terjadi pada saat ini, pendidikan di Indonesia membutuhkan biaya yang cukup mahal. Oleh karena itulah, pendidikan di Indonesia mempunyai suatu dilema yaitu peningkatan mutu pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia sudah dimasuki kepentingan bisnis yang menekankan pada profit oriented. Menurut Ludin Lubis, Feli Kama dan Salman Habeahan (2003:142) terjadinya praktek bisnis dalam dunia pendidikan Indonesia disebabkan oleh kewajiban sekolah yang harus membayar pajak, sama seperti perusahaan atau lembaga bisnis. Sekarang ini, yayasan pendidikan sudah menjadi wajib pajak. Inilah juga yang merupakan faktor yang turut mempersulit kelangsungan hidup lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah swasta untuk tetap mempertahankan idealisme dan otonomi pendidikan. Selain itu, pihak sekolah juga mengharapkan sumbangan yang besar-besar demi pengembangan fasilitas sekolah. Akibatnya yang masuk sekolah bermutu itu didominasi oleh anak-anak dari keluarga kaya atau kelas menengah. Anak-anak dari ekonomi lemah akan sulit sekali masuk sekolah-sekolah bermutu.
Hal ini didukung oleh komenter Eddy Al tentang biaya pendidikan yang ditulis di Bandung pada tanggal 24 Juli 2007, dalam website PintuNet.com. Menurut Eddy, saat ini sekolah sudah menjadi kapitalisme yang licik. Persoalan biaya sekolah yang semakin tinggi membuat harapannya untuk dapat menyekolahkan anak setinggi mungkin semakin mengawang tinggi. Untuk masuk sekolah, kerap si miskin berhadapan dengan birokrasi yang dibuat untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar miskin, hanya untuk mendapatkan dana BOS. Setelah diterima sebagai siswa pun, anak-anak orang miskin tetap merasakan kuatnya cekikan lembaga sekolah. Contoh kecil untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah murid harus mengerjakan di lembar atau buku LKS yang harus dibeli pula. Ada pula sekolah yang kreatif mencari pemasukan dengan kewajiban bagi muridnya membeli kertas ulangan atau buku yang telah diformat dan diberi kop sekolah tersebut. Inilah keanehan lembaga sekolah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Sekolah dan lembaga bisnis tak ada bedanya. Tidak ada uang, rapor ditahan, tak ada uang, ijazah macet, tanpa uang, jangan harap bisa pintar.
pendidikan maka akan menimbulkan banyak anak didik putus sekolah. Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah setelah anak putus sekolah, kebanyakan menjadi pengangguran. Hal ini juga dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan dengan modal pendidikan yang rendah. Banyaknya pengangguran jelas sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis mereka, ketika menganggur sedangkan kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi, seperti makan, minum dan biaya hidup yang lain yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya banyak diantara mereka yang melakukan jalan pintas, seperti: mencuri, merampok, mengemis, dan lain sebagainya. Selain itu, Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini banyak yang beranggapan bahwa kampus-kampus dan universitas-universitas di Indonesia lebih banyak menciptakan calon-calon pengangguran dibandingkan menciptakan pengusaha-pengusaha yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Dari puluhan ribu lulusan mahasiswa yang di wisuda setiap tahunnya, tidak kurang dari 5% lulusan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, lulusan yang bekerja menjadi pegawai, karyawan, Guru atau yang lain jumlahnya pun sangat sedikit, selebihnya menjadi pengangguran.
lulusan SMU/SMK yang tidak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, remaja-remaja yang tidak mempunyai keterampilan serta warga masyarakat lain yang tertarik untuk menambah pengetahuan dan keterampilan selain dari bangku sekolah.
BLK merupakan Unit Pelaksana Teknis Tenaga Kerja dan Transmigrasi dibawah naungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada prinsipnya, BLK diharapkan mampu untuk mencetak lulusan yang siap kerja dan benar-benar diminati pasar kerja. BLK juga berupaya memfasilitasi masyarakat agar mampu mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BLK selalu dituntut untuk memberikan berbagai pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja sehingga tujuan diselenggarakannya Latihan Kerja Institusional tersebut adalah untuk membekali ketrampilan kepada peserta dalam berbagai bidang kejuruan dengan kualifikasi tingkat dasar dan memberikan motivasi untuk berusaha mandiri dengan sasaran agar terciptanya tenaga kerja yang terampil, disiplin dan memiliki etos kerja produktif sehingga mampu mengisi kesempatan kerja yang ada serta mampu menciptakan lapangan kerja melalui usaha yang mandiri
adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dan sekaligus memberikan latihan dan bimbingan. Salah satu faktor yang bisa dilihat secara nyata dalam menentukan kualitas instruktur adalah gaya mengajar instruktur tersebut. Gaya mengajar instruktur adalah perilaku mengajar seorang instruktur dalam kelas praktek pada setiap kali mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar di BLK, instruktur bertindak sebagai pengajar dan pelatih. Instruktur dituntut tidak hanya mampu menyampaikan materi secara lisan melainkan juga mampu mengaplikasikan bahan ajarannya dalam bentuk praktek. Bagi BLK, instruktur merupakan sumber daya yang sangat berharga yang dimiliki. Hal ini dikarenakan instruktur merupakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional dan menampakkan kemampuan dirinya baik dalam bentuk positif maupun negatif. Oleh karena itulah, instruktur ikut menentukan keberhasilan bagi setiap kegiatan di BLK. Dalam proses belajar mengajar, gaya mengajar instruktur mempunyai peranan yang sangat dominan dalam menciptakan antusias siswa untuk mengikuti setiap kegiatan di BLK. Ada banyak faktor yang berhubungan dengan gaya mengajar instruktur di BLK. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada 3 (tiga) faktor yaitu: fasilitas kerja yang disediakan BLK, pendidikan dan pelatihan (diklat) instruktur di BLK dan pengalaman kerja instruktur di BLK.
misalnya mesin logam, mesin frais dan sebagainya. Sedangakan fasilitas praktek kejuruan otomotif misalnya mesin sepeda motor, mobil, diesel dan sebagainya. Dengan demikian fasilitas kerja yang diterima oleh instruktur tidak mempengaruhi gaya mengajarnya dalam suatu kelas praktek.
gagasan, pemikiran, dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi pelajaran.
Pengalaman kerja merupakan salah satu pertimbangan utama dalam memberikan tanggung jawab atas pekerjaannya. Agar dapat meningkatkan keterampilan dalam mengajar diperlukan juga pengalaman kerja instruktur. Pengalaman kerja atau masa kerja instruktur biasanya mempengaruhi dalam menyampaikan materi dan memberikan pelatihan kepada siswa-siswanya. Dengan pengalaman kerja yang dimiliki, seseorang akan dapat bekerja dengan lebih efisien. Menurut salah seorang instruktur BLK Yogyakarta, banyak siswa yang berpraktek di BLK Yogyakarta lebih senang diajar oleh instruktur yang senior. Hal ini dikarenakan instruktur senior dapat menciptakan suasana belajar yang harmonis, tidak kaku atau tidak membosankan dalam menyampaikan materi praktek. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja seorang instruktur dapat mempengaruhi gaya mengajar instruktur tersebut dalam satu kelas praktek.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara Fasilitas Kerja, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan Pengalaman Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)”.
B. Batasan Masalah
terhadap penelitian. Peneliti memfokuskan penelitian pada hubungan antara fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja.
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Apakah ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
2. Apakah ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
3. Apakah ada hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK)?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Ada-tidaknya hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK);
2. Ada-tidaknya hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK);
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini memberikan tambahan referensi bahan bacaan dan bahan acuan yang dapat digunakan oleh setiap mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan.
2. Bagi Balai Latihan Kerja
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas gaya mengajar instruktur agar kualitas pelatihan di BLK pun ikut meningkat.
3. Bagi penulis
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Fasilitas Kerja
Lingkungan kerja dalam arti fisik dapat berupa fasilitas kerja yang disediakan dalam suatu Balai Latihan Kerja (BLK). Fasilitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan sesuatu usaha (Arikunto, 1990:81). Oleh karena itulah, fasilitas yang disediakan oleh BLK merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam menarik dan mempertahankan instruktur di BLK tersebut. Ahyari (1986:207) menyatakan bahwa jika lingkungan kerja yang baik dalam suatu instansi dapat terealisasi maka akan menjadikan produktivitas kerja karyawan instansi tersebut akan meningkat. Untuk menyediakan fasilitas yang memadai bagi karyawannya, perusahaan perlu mengadakan perencanaan fisik. Perencanaan fisik hendaknya mempertimbangkan beberapa hal-hal (Mudhoffir, 1986:103-104) sebagai berikut.
1. Ruang-ruang yang ada hendaknya disesuaikan dengan rancangan pengembangan instruksional yang sangat efektif untuk belajar atau mengajar.
2. Tersedia peralatan praktek yang cukup untuk instruktur yang akan melakukan kegiatan latihan, workshop, demontrasi maupun rapat atau diskusi.
3. Fasilitas yang ada dapat digunakan pada jam-jam di luar jam praktek. 4. Mebel/perabotan hendaknya fungsional dan menarik serta dilengkapi
dengan perlengkapan yang memadai.
5. Mudah mendapatkan aliran listrik pada tiap ruangan, lampu cukup terang, disediakan telepon dan intercom serta air conditioning.
6. Kelembaban udara dijaga agar tidak mempercepat kerusakan peralatan. 7. Kebutuhan ruangan didasarkan atas kegiatan dan kecenderungan
perkembangan untuk masa yang akan datang dengan memperhitungkan juga perabotan dan peralatan yang digunakan.
8. Kebutuhan perabotan (furniture) hendaknya didasarkan atas kegunaan, keluwesan, kenyamanan dan aman.
Fasilitas kerja biasanya berhubungan langsung dengan pekerjaan instruktur di BLK. Fasilitas kerja yang tersedia di tempat kerja juga harus dirawat dengan baik. Bertens (2002:193) menyatakan bahwa tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari resiko terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja. Fasilitas yang disediakan oleh suatu perusahaan (Ahyari, 1986:216) antara lain.
1. Suhu dan pertukaran udara
udara yang terlalu panas akan menurunkan gairah kerja dari para instruktur. Oleh karena itulah, ventilasi harus cukup lebar terutama pada daerah-daerah yang panas sehingga menimbulkan pertukaran udara yang baik yang dapat menyehatkan badan. Selain ventilasi, konstruksi gedung dan luas ruangan dapat berpengaruh pula pada pertukaran udara. Pertukaran udara yang baik akan menyehatkan badan dan menimbulkan rasa kesegaran sehingga semangat dan gairah kerja dapat pula ditingkatkan.
2. Penerangan
Penerangan sangat berkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar. Penerangan yang baik adalah penerangan yang penyebarannya merata di seluruh tempat kerja. Beberapa keuntungan dari adanya penerangan yang baik adalah mempertinggi gairah kerja instruktur, memperbaiki kualitas kerja instruktur, mengurangi tingkat kecelakaan yang terjadi, memudahkan pengamatan dan pengawasan serta mengurangi terjadinya kerusakan dari barang-barang yang dikerjakan.
3. Penggunaan warna
akan sangat dipengaruhi oleh warna yang digunakan dalam ruang kerja para instruktur tersebut.
4. Tata ruang gerak
Tata ruang gerak adalah pengorganisasian atas penataan ruang kerja yang layak dan didukung dengan desain yang fungsional. Untuk dapat bekerja dengan baik, ruang gerak instruktur sangat perlu diperhatikan. Ruang gerak yang terlalu sempit bagi instruktur mengakibatkan instruktur tidak dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi, ruang gerak yang terlalu besar akan mengakibatkan pemborosan bagi BLK.
5. Kebersihan
Kebersihan adalah tempat kerja yang bersih yang dapat menimbulkan rasa senang sehingga bisa mempengaruhi semangat para instruktur.
6. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana adalah alat-alat yang berada di tempat kerja yang dapat digunakan untuk menambah kinerja yang optimal bagi instruktur.
7. Keamanan kerja
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada perencanaan fisik yang dikemukakan oleh Mudhoffir (1986:103-104). Hal ini dikarenakan perencanaan fisik yang dikemukakan oleh Mudhoffir tersebut lebih menunjuk pada fasilitas kerja yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini.
B. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
kurikuler yang telah disusun dan dipersiapakan sebelumnya, standar pengetahuan tertentu ingin dialihkan kepada yang diajar oleh yang mengajar. Artinya sesuatu program pendidikan diarahkan kepada pemenuhan standar pengetahuan dan akademik tertentu. Menurut Heidjrachman (1984:77), pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Pelatihan secara sederhana dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang diarncang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman dan perubahan sikap pada seorang individu. Menurut Heidjrachman (1984:80), pelatihan adalah keinginan untuk memperbaiki kerja seseorang dan memahami pengetahuan praktis guna meningkatkan keterampilan, kecakapan, sikap yang diberikan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan. Menurut siagian (1988:180), pelatihan adalah proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan metoda tertentu yang dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang.
pelatihan, kedua-duanya berhubungan dengan pemberian bantuan kepada pegawai agar pegawai tersebut dapat berkembang ke tingkat kecerdasan, pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pendidikan sifatnya lebih teoritis (pengetahuan) sedangkan pelatihan lebih bersifat penerapan segara (praktis). Dalam penelitian ini, pendidikan dan pelatihan akan dipergunakan secara bergandengan karena yang ditonjolkan bukan perbedaan-perbedaan yang terdapat antara kedua istilah tersebut melainkan pentingnya kedua jenis kegiatan itu sebagai perwujudan kemauan pimpinan organisasi untuk melakukan investasi di bidang sumber daya manusia.
2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan PNS yang dikutip dalam website www.sdm.depkeu.go.id tujuan pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik.
Sedangkan sasaran diklat menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan PNS yang dikutip dalam website www.sdm.depkeu.go.id adalah untuk mewujudkan PNS yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. 3. Macam-macam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Menurut PP nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan PNS yang dikutip dalam website www.sdm.depkeu.go.id macam-macam pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sebagai berikut.
a. Diklat Prajabatan
Pelaksanaan Diklat Prajabatan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah pengangkatannya sebagai CPNS. Adapun tujuan dari diklat prajabatan adalah untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan negara, bidang tugas, dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat
b. Diklat Dalam Jabatan
dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya, terdiri dari:
1). Diklat Kepemimpinan
Adapun tujuan dari diklat kepemimpinan adalah untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat kepemimpinan terdiri dari: diklatpim Tk. IV adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon IV; diklatpim Tk. III adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon III; diklatpim Tk. II adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon II; diklatpim Tk. I adalah diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon I.
2). Diklat Fungsional
Adapun tujuan dari diklat fungsional adalah untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang Jabatan Fungsional masing-masing.
3). Diklat Teknis
Adapun tujuan dari diklat teknis adalah untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS.
4. Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
a. Individual differences
Dalam merencanakan dan melaksanakan suatu diklat harus tetap diingat adanya pebedaan-perbedaan perseorangan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Oleh karena itu, waktu, sifat dan cara diklat harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga diklat tersebut memberikan hasil yang memuaskan bagi peserta diklat.
b. Relation to job analysis
Bahan-bahan yang diajarkan dalam diklat harus berhubungan erat dengan job specification jabatan para peserta diklat. Hal ini dimaksudkan agar setelah diklat, para peserta diklat dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil.
c. Motivation
Orang akan besungguh-sungguh dalam melaksanakan sesuatu tugas tertentu bila ada daya perangsangnya (motivasi). Kenaikan jabatan, upah ataupun mendapat promosi merupakan beberapa upaya untuk memotivasi peserta diklat agar belajar dengan sungguh-sungguh selama mengikuti diklat.
d. Active participation
e. Selection of trainees
Diantara peserta diklat terdapat perbedaan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Untuk menjaga agar perbedaan itu tidak terlalu besar maka calon pengikut latihan harus diseleksi. Diklat sebaiknya diberikan kepada mereka yang berminat dan berkemauan mengikuti diklat dengan berhasil.
f. Selection of trainer
Dalam diklat, tersedianya tenaga pelatih yang terdidik, berminat dan mempunyai kesanggupan untuk mengajar merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itulah, tenaga pengajar haruslah orang yang diseleksi pula. Efektivitasnya suatu diklat tergantung pada ada-tidaknya perhatian dan kesanggupan mengajar dari para pelatih. Adapun kriteria seleksi tenaga pengajar yang sering digunakan (Siagian, 1988:187) adalah sebagai berikut.
1) Pengetahuan yang memadai tentang organisasi dimana para peserta diklat bekerja, terutama yang menyangkut filsafat organisasi, tujuan, tugas pokok, fungsi, dan aktifitasnya
2) Mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuannya
3) Penguasaan materi yang menjadi tanggungjawabnya untuk diajarkan
6) Sedapat mungkin telah pernah mengikuti latihan bagi pengajar (instructors training course)
g. Trainer training
Para pelatih dalam suatu diklat harus sudah mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang yang pandai dalam sesuatu bidang tertentu dapat mengajarkan kepandaiannya kepada orang lain.
h. Training methods
Antusiasme peserta untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, dedikasi para penyelenggara melaksanakan tugasnya serta kebolehan para pengajar mengemban misinya masih harus diimbangi oleh metode yang tepat. Ketepatan dari metode diklat biasanya didiskusikan terlebih dahulu antara pimpinan organisasi, penyelenggara dan para pengajar. Salah satu keuntungan utama dari adanya diskusi tersebut adalah makin jelasnya tugas dan kewibawaan para pengajar serta pengetahuan yang dini dari para penyelenggara tentang implikasi-implikasi operasional dari metode yang disepakati bersama.
i. Principles of learning
5. Teknik-teknik Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Teknik-teknik pendidikan dan pelatihan (diklat) akan diperlihatkan dalam skema (Maryoto, 1987:61) sebagai berikut.
Gambar II.1
Teknik-teknik Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
On the job training Off the job training
Simulasi
Metode kuliah Metode
studi kasus
Role playing
Busi ness ganes
Presentasi informasi
Program
pengem-bangan eksekutif Latihan
labora-torium
Progra med instructi
on
Self study
Analisa transak-sional
Metode kompen sasi Persentasi
video
Rotasi Metode kuliah
Sistem penilai-an
Penuga san sementa
ra Magang
Instruk-si pekerja
an
Vestibu le training
6. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Gambar II.2 Langkah-langkah evaluasi
C. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan lamanya waktu instruktur bekerja. Pengalaman kerja instruktur harus diperhatikan oleh pihak BLK agar tujuan pelatihan di BLK dapat tercapai. Pengalaman kerja banyak mempengaruhi keahlian dan keterampilan kerja instruktur yang bersangkutan. Pengalaman kerja yang banyak memberikan kecenderungan bahwa yang bersangkutan memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang relatif tinggi. Sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja yang dimiliki maka semakin rendah tingkat keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang bersangkutan. Oleh karena itulah, suatu perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang sudah berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman karena mereka yang
Kriteria evaluasi
Transfer atau promosi
Para karyawan dilatih atau dikembangkan Test pendahuluan
(pre test)
Test purna (post test)
berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nantinya akan dikerjakan (Maryoto, 1987:48).
Instruktur yang berpengalaman sering dianggap sebagai instruktur senior. Senioritas berarti orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan atau instansi (Bertens, 2000:212). Oleh karena itu, instruktur yang senior memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak daripada instruktur yang baru saja bekerja di BLK. Hal itu pun sering membuat instruktur tersebut menjadi tenaga kerja yang lebih berharga.
penghasilan seseorang sekaligus menambah kepuasan batin yang semakin besar; (3). memungkinkan promosi yang besar.
Namun, tidak selalu instruktur yang mempunyai pengalaman kerja yang lama (instruktur senior) kinerjanya akan lebih optimal daripada instruktur yang mempunyai pengalaman kerja yang sedikit (instruktur junior). Hal ini dikarenakan keterampilan dan pengetahuan yang didapat dari pengalamannya sebagai instruktur senior sudah menjadi suatu rutinitas yang dikerjakan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Keterampilan yang dikerjakan berulang-ulang akan menjadi gerakan yang otomatis dan menjadi suatu kebiasaan sehingga keterampilan yang dimiliki akan menurun sampai tingkat yang paling minimal (Simanjuntak, 1985:34). Instruktur tersebut pun akan mengalami kebosanan dan mencapai titik kejenuhan dalam mengajar sehingga instruktur tersebut tidak bisa lagi kreatif dalam mengembangkan gaya mengajarnya.
D. Gaya Mengajar
Mengajar adalah suatu upaya pendidikan dalam memberikan perangsang, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Gaya mengajar adalah sikap yang harus dilakukan untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung bagi proses belajar mengajar. Menurut Winkel (2004:229) gaya mengajar yaitu keseluruhan tingkah laku instruktur yang khas bagi dirinya dan agak bersifat menetap pada setiap kali mengajar/melatih. Di satu pihak, seorang instruktur dituntut agar bisa menyesuaikan corak mengajar/melatih dengan kebutuhan kelas. Akan tetapi, di pihak lain, seorang instruktur tersebut mempunyai ciri khas tersendiri dari gaya mengajar/melatihnya. Oleh karena itulah, dalam mengajar/melatih seorang instruktur tidak akan terlalu menyimpang dari gaya mengajar/melatih khas yang telah dikembangkannya sendiri.
Adapun aspek yang membentuk gaya mengajar (teaching style) adalah sebagai berikut.
1. Gaya memimpin kelas
Gaya memimpin kelas menunjuk pada cara instruktur memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar. Menurut Kurt Lewin (Winkel, 2004:228) gaya memimpim kelas dibagi menjadi tiga.
a. Gaya otoriter
b. Gaya laissez faire
Dalam gaya laissez faire, instruktur membiarkan siswa untuk belajar sendiri, menurut seleranya sendiri. Instruktur tidak akan memberikan pengarahan kecuali bila diminta.
c. Gaya demokratis
Dalam gaya demokratis, instruktur bertindak sebagai anggota kelompok kelas. Instruktur bersama siswa menentukan bagaimanakah sebaiknya proses belajar diatur.
2. Orientasi instruktur
Orientasi instruktur dapat lebih terarah pada materi pelajaran/praktek atau lebih pada siswa. Bila instruktur berorientasi pada materi pelajaran/praktek maka gaya mengajar instruktur tersebut akan membosankan. Hal ini dikarenakan instruktur menerapkan strategi mengajar yang monoton. Sebaliknya bila instruktur berorientasi pada siswa maka instruktur tersebut akan memperhatikan perkembangan belajar/keterampilan siswa sehingga nantinya siswa tersebut akan menjadi tenaga siap pakai yang handal.
3. Anggapan/pandangan pedagogis-didaktis
J. Roggema (Winkel, 2004:230) membedakan gaya mengajar menjadi dua.
1. Gaya mengajar formal
Gaya mengajar formal mempunyai ciri-ciri antara lain: guru sangat terikat dengan kurikulum pengajaran yang telah ditetapkan, menuntut banyak prestasi hapalan, berpegang pada buku pelajaran, bergaya memimpin lebih otoriter, kurang bersedia menerima sumbangan pikiran dari siswa dan menekankan perlunya siswa belajar untuk lulus ujian. 2. Gaya mengajar informal
Gaya mengajar informal mempunyai ciri-ciri antara lain: penentuan luas materi pelajaran tergantung dari kebutuhan siswa, mendorong siswa untuk berdiskusi mengenai materi pelajaran, memberikan pandangan sendiri terhadap pelajaran, bergaya memimpin lebih demokratis, menaggapi dengan baik pikiran kritis siswa dan menekankan agar siswa belajar demi perkembangan diri sendiri
Baik-tidaknya gaya mengajar, selalu dikaitkan dengan keseluruhan pengelolaan pendidikan di BLK tertentu, yang pada kenyataannya tidak serba ideal. Disamping itu juga tekanannya terletak pada pihak instruktur yang cenderung bergaya mengajar tertentu meskipun berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi siswa dalam kelas.
laissez-faire dan demokratis. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Kepemimpinan otoriter adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama dengan segala kegiatan yang dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata. Adapun ciri-ciri gaya penampilan dan kepemimpinan instruktur secara otoriter antara lain sebagai berikut.
1. Wewenang mutlak pada instruktur 2. Keputusan selalu dibuat oleh instruktur
3. Komunikasi berlangsung satu arah dari instruktur kepada siswanya
4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para siswanya dilakukan secara ketat
5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan secara instruktif 6. Lebih banyak kritik daripada pujian
7. Kasar dan kaku dalam bertindak
8. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
9. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat
10. Instruktur menuntut prestasi sempurna dari siswanya
Kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan ditentukan bersama antara instruktur dan siswanya. Adapun ciri-ciri gaya penampilan dan kepemimpinan instruktur secara demokratis antara lain sebagai berikut.
1. Wewenang instruktur tidak mutlak
2. Keputusan dibuat bersama antara instruktur dan siswanya
3. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara instruktur kepada siswanya maupun antara sesama siswa
4. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para siswanya dilakukan secara wajar
5. Tugas-tugas bagi siswa diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
6. Pujian dan kritik seimbang
7. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak, terdapat suasana saling hormat-menghormati, saling percaya dan saling menghargai
8. Tidak ada paksaan, ancaman dan hukuman
9. Banyak kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat
Adapun keuntungan dari penerapan gaya kepemimpinan yang demokratis berupa keputusan dan tindakan yang lebih objektif dan tumbuhnya rasa ikut memiliki. Kerugiannya, yaitu keputusan serta tindakan-tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang dan keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada gaya mengajar yang dikemukakan oleh Syah (1995:254). Hal ini dikarenakan penulis lebih mudah menjelaskan dan membuat indikator-indikator untuk kuesioner gaya mengajar.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang masih satu tema dengan penelitian ini, memperoleh hasil penelitian yang sama meskipun masing-masing peneliti mengadakan penelitian pada studi kasus yang berbeda-beda. Pada umumnya, penelitian yang menggunakan cara pemecahan masalah (metodologi penelitian) yang sama akan menunjukkan hasil penelitian yang sama pula.
Suswantiningsih menunjukkan ada hubungan antara pengalaman kerja guru dengan sikap guru dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini. Ada hubungan antara pengalaman kerja instruktur dengan gaya mengajar instruktur tersebut. Adapun hal yang ingin ditekankan penulis, guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah instruktur. Selain itu, gaya mengajar merupakan bagian dari keterampilan mengajar dan sikap guru dalam proses belajar mengajar.
Selain itu, berdasarkan abstraksi studi optimalisasi kinerja Balai Latihan Kerja dalm website www.nakertrans.go.id menyatakan bahwa kinerja Balai Latihan Kerja belim optimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah faktor peralatan yang dimiliki. Peralatan yang dimiliki BLK banyak yang rusak selain sudah ketinggalan jaman (out of date). Gaya mengajar instruktur merupakan bagian dari kinerja BLK.
F. Kerangka Berfikir
1. Hubungan antara Fasilitas Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
oleh fasilitas kerja yang dibutuhkannya. Hal ini diduga ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur.
2. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan. Gaya mengajar yaitu keseluruhan tingkah laku instruktur dalam mengajar/melatih. Dengan lamanya diklat yang diikuti instruktur maka pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dapat ditingkatkan yang nantinya akan membawa instruktur tersebut pada gaya mengajar yang lebih baik. Hal ini diduga ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur.
3. Hubungan antara Pengalaman kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja
G. Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Sudjana, 2002:219). Dalam penelitian ini hipotesis dirumuskan sebagai berikut.
1. Ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
2. Ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian studi kasus (case study). Penelitian studi kasus yaitu penelitian yang terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu (Sevilla, 1993:73).
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Balai Latihan Kerja (BLK) Jogyakarta di Jln. Kyai Mojo no. 5 Jogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2007.
C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang terlibat dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah para instruktur di BLK Jogyakarta.
2. Obyek Penelitian
Objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah fasilitas kerja instruktur, tingkat pendidikan instruktur, pengalaman kerja instruktur dan gaya mengajar instruktur.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 1999:72). Sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu hubungan antara fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja instruktur dengan gaya mengajar instruktur maka populasinya adalah para instruktur di BLK Jogyakarta yang berjumlah 52 orang instruktur.
2. Sampel Penelitian
Oleh karena itulah, sampel dari penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu para instruktur BLK yang berjumlah 52 orang instruktur. 3. Teknik Pengambilan Sampel
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian populasi maka teknik pengambilan sampelnya yaitu sampling jenuh atau dengan istilah lain adalah sampel sensus. Sampling jenuh/sampel sensus merupakan teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 1999:78).
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Penelititan
Variabel penelitian adalah obyek penelitian yang bervariasi atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96). Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
a. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel bebas adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja.
b. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
menyesuaikan diri dengan kondisi lain. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah gaya mengajar instruktur.
2. Pengukuran Variabel Penelitian
a. Variabel Independent (Variabel Bebas) 1). Variabel Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan suatu pekerjaan. Untuk data mengenai fasilitas kerja diperoleh melalui jawaban dari kuesioner yang berupa daftar pernyataan. Jawaban yang diperoleh dari kuesioner tersebut diberi skor dengan menggunakan skala likert
dimana terdapat pernyataan positif (mendukung) dan pernyataan negatif (tidak mendukung). Alternatif jawaban dari variabel fasilitas kerja memiliki skor dengan kategori:
Tabel III.1
Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Fasilitas Kerja Skor Nilai Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Sangat setuju
Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju
4 3 2 1
1 2 3 4
mendapatkan aliran listrik dan kelembaban udara. Berikut ini disajikan operasionalisasi variabel fasilitas kerja.
Tabel III.2
Kisi-kisi Kuesioner Fasilitas Kerja BLK Jogjakarta
No Indikator Pernyataan
Positif No.
Pernyataan Negatif No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Tata ruang gerak
Tersedianya peralatan praktek Fasilitas di luar jam praktek Perabotan/perlengkapan penunjang Kemudahan mendapatkan aliran listrik Kelembaban udara
1 5 6 8 11 12
2,3 4 7 9 10 13
2). Variabel Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan. Pengukuran variabel pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah lamanya instruktur tersebut mengikuti diklat dalam satuan bulanan.
3). Variabel Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah suatu kecenderungan bahwa seorang instruktur memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang relatif tinggi berdasarkan tahun tertentu yang dapat dilihat dari berapa lama pengalaman kerja itu ditekuni. Pengukuran variabel pengalaman kerja adalah lamanya bekerja dalam satuan tahunan.
b. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Untuk mengukur gaya mengajar, cara yang digunakan adalah dengan mengukur hasil isian kuesioner yang telah diisi oleh instruktur. Kuesioner disusun berdasarkan landasan teoritik yang telah diuraikan pada BAB II, seperti yang dikemukakan oleh Syah (1995:254). Variabel gaya mengajar dikembangkan menjadi instrumen penelitian meliputi:
Tabel III.3
Kisi-kisi Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur BLK Jogjakarta
No Indikator Pernyataan
Positif No.
Pernyataan Negatif No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Wewenang instruktur dalam kelas Pengambilan keputusan di kelas
Komunikasi antara instruktur dan siswa Pengawasan oleh instruktur
Pemberian tugas
Kesempatan siswa untuk berpendapat Penciptaan suasana dalam kelas Motivasi
Penghargaan
─ ─
16
─ ─
20 21 22 23
14 15 17 18,19
─ ─ ─ ─ ─
Tabel III.4
Skor Nilai Item Pernyataan Kuesioner Gaya Mengajar Instruktur Skor Nilai Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Sangat setuju
Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju
4 3 2 1
1 2 3 4
F. Data yang Dicari
1. Gambaran umum BLK 2. Sejarah BLK
3. Jumlah instruktur 4. Fasilitas kerja di BLK
5. Jangka waktu instruktur BLK mengikuti Pendidikan dan pelatihan 6. Pengalaman kerja instruktur di BLK
7. Gaya mengajar instruktur BLK
G. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner
2. Dokumentasi
Dokumentasi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data yang tersedia di BLK. Selain itu, dokumentasi juga digunakan untuk memperoleh data pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengalaman kerja. 3. Wawancara
Wawancara yang akan dilakukan berupa tanya jawab langsung kepada pihak BLK Jogyakarta. Teknik wawancara juga dipakai untuk melengkapi data-data yang tidak terjangkau oleh kuesioner.
H. Teknik Analisis Data
1. Menguji Instrumen Penelitian a. Uji Validitas
Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus mempunyai tingkat validitas yang tinggi agar hasil penelitian lebih dapat dipertanggung jawaban. Instrumen dalam penelitian ini akan diuji menggunakan korelasi product moment dari Karl Pearson. Rumus korelasi product moment (Arikunto, 2003:177) sebagai berikut.
( )( )
( )
{
∑ ∑
∑
∑
}
{
∑ ∑
∑
( )
}
=2 2 2
2
y y n x x n
y x xy n rxy
Keterangan: rXy = koef. korelasi yang dicari n = banyaknya subyek pemilik nilai x = nilai variabel 1
Untuk mengetahui validitas instrumen maka koefisien korelasi (rxy) yang diperoleh dari hasil penhitungan dibandingkan dengan harga r korelasi product moment pada tabel.
- Jika r hitung > r tabel maka instrumen valid
Pengujian validitas instrumen dikerjakan dengan bantuan program komputer SPSS pada taraf signifikansi 5%. Koefisien validitas diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor butir atau item dengan skor total. Adapun sampel yang digunakan berukuran n = 30 dengan dk = n – 2 (dk = 30 – 2 = 28) sehingga r tabel = 0,374 (lihat lampiran VII halaman 128).
Dalam penelitian ini, hasil pengukuran validitas setiap item dalam kuesioner fasilitas kerja memperlihatkan bahwa ada satu instrumen yang tidak valid (r hitung < r tabel). Butir Instrumen yang tidak valid untuk variabel fasilitas kerja adalah nomor 3. Nilai r hitung untuk item nomor 3 tersebut adalah 0.198. Instrumen yang tidak valid ini dibuang dan dilakukan uji validitas ulang. Berikut ini disajikan hasil pengukuran uji validitas ulang (perhitungan lihat lampiran II hal 116).
Tabel III.5
Hasil Pengujian Validitas Variabel Fasilitas Kerja No. Item Nilai r hitung Nilai r tabel Keterangan
1. 0,377 0,374 Valid
2. 0,585 0,374 Valid
6. 0,611 0,374 Valid 7. 0,679 0,374 Valid 8. 0,618 0,374 Valid 9. 0,538 0,374 Valid
10. 0.667 0,374 Valid
11. 0.785 0,374 Valid
12. 0.614 0,374 Valid
Sedangkan untuk variabel gaya mengajar, hasil pengukuran validitas setiap item memperlihatkan bahwa tidak ada satu pun instrument yang tidak valid. Berikut disajikan hasil pengukuran uji validitas (perhitungan lihat lampiran II halaman 118).
Tabel. III.6
Hasil Pengujian Validitas Variabel Gaya Mengajar No. Item Nilai r hitung Nilai r tabel Keterangan
13. 0,406 0,374 Valid
14. 0,556 0,374 Valid
15. 0,375 0,374 Valid
16. 0,403 0,374 Valid
17. 0,431 0,374 Valid
18. 0,388 0,374 Valid
19. 0,459 0,374 Valid
20. 0,579 0,374 Valid
21. 0,426 0,374 Valid
22. 0,482 0,374 Valid
b. Uji Reliabilitas
⎥ ⎦ ⎤ ⎢
⎣ ⎡ −Σ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢
⎣ ⎡
−
= 22
11 1
) 1
( t
b
k k r
σ σ
Keterangan: r11 = reabilitas instrument yang dicari k = banyaknya butir pertanyaan
2
b
σ
Σ = jumlah variasi butir
2
t
σ = varias total
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas, maka angka reliabilitas hasil perhitungan dibandingkan dengan indeks korelasi (Hadi, 2004:303) dalam tabel berikut.
Tabel III.7
Indeks Korelasi dan Interpretasi Reliabilitas
Indeks Korelasi Interprestasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah Antara 0,000 sampai dengan 0, 200 Sangat Rendah
0,60. Dalam penelitian ini, semua variabel mempunyai r hitung yang lebih besar dari 0,60 sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen dalam kuesioner ini dapat diandalkan atau reliabel.
Tabel. III.8
Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel r hitung Indeks Korelasi Keterangan Fasilitas kerja
Gaya mengajar
0,882 0,778
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Tinggi Cukup
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa instrumen dalam kuesioner ini sudah dianggap memenuhi kedua prasyarat instrumen yang baik yaitu valid dan reliabel. Jadi instrumen fasilitas kerja dan gaya mengajar, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh data.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang terjaring berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan rumus tes satu sampel dari Kolmogorov-Smirnov (Arikunto, 2003:407) dengan rumus sebagai berikut
( )
( )
[
F x S x]
Maksimum
D= o − n
Keterangan: D = Deviasi atau penyimpangan
( )
xFo = Distribusi frekuensi kumulatif teoritis
( )
xBila probabilitas (p) yang diperoleh melalui perhitungan lebih kecil dari taraf signifikansi 5% berarti sebaran data variabel tidak normal pada taraf signifikansi 5%. Sebaliknya bila probabilitas (p) yang diperoleh melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 5% berarti sebaran data variabel adalah normal pada taraf signifikansi 5%.
3. Menguji Hipotesis
Untuk menguji ketiga hipotesis dalam penelitian ini digunakan teknik korelasi Product Moment. Adapun perumusan hipotesis pertama adalah sebagai berikut.
H0 : tidak ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
Ha : ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
Perumusan hipotesis kedua adalah sebagai berikut.
H0 : tidak ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
Ha : ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
Perumusan hipotesis ketiga adalah sebagai berikut.
Ha : ada hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di Balai Latihan Kerja
Oleh karena itulah, kesimpulan yang diambil berdasarkan penolakan terhadap H0. Adapun perumusan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan rumus (Arikunto, 2003:177) sebagai berikut.
( )( )
( )
{
∑ ∑
∑
∑
}
{
∑ ∑
∑
( )
}
=2 2 2
2
y y n x x n
y x xy n rxy
Keterangan: rxy = koefisien korelasi pearson n = banyaknya subyek pemilik nilai x = nilai variabel 1
y = nilai variabel 2
Kriteria pengujian: H0 ditolak jika rxy hitung > r tabel pada taraf signifikansi 5%.
Untuk mengetahui tinggi/rendahnya hubungan antar variabel dalam masing-masing hipotesis digunakan tabel interpretasi korelasi (Hadi, 2004:303)
Tabel III.9
Indeks dan Interpretasi Korelasi
r Interprestasi Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Tinggi
BAB IV
HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Gambaran Umum Balai Latihan Kerja Jogjakarta 1. Data Identitas BLK
a. Nama Instansi : UPTD BALAI LATIHAN KERJA JOGJAKARTA
b. Alamat : Jln. Kyai Mojo No. 5 Jogjakarta 55231
c. Status Instansi : Lembaga Pemerintah, dibawah Depnakertrans DIY d. No. Telepon : (0274) 512619
e. No. Faximil : (0274) 512619
f. Webside : http://www.nakertrans.pemda-diy.go.id 2. Sejarah Berdirinya BLK Jogjakarta
Balai Latihan Kerja Jogjakarta didirikan pada tahun 1948 sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk melatih para pencari kerja, mantan pejuang (veteran) dan pegawai dari instansi lain agar memiliki keterampilan yang memadai. Program pelatihan yang dilaksanakan BLK sampai dengan dekade 1960an dititikberatkan pada bidang industri terutama untuk jenis ketrampilan bangunan, radio, dan listrik. Oleh karena jumlah kelompok sasaran yang akan dilatih masih relatif sedikit, memungkinkan program pelatihan dilaksanakan secara intensif yaitu selama 960 jam latihan.
Perkembangan BLK Jogjakarta pada periode 1970an ditandai dengan penambahan jenis keterampilan seperti Otomotif, Teknologi Mekanik, Tata Niaga, dan Aneka Kerajinan Tangan. Program pelatihan yang dilaksanakan BLK pada periode 1970an relatif kurang intensif (480 jam latihan). Hal tersebut disebabkan oleh jumlah kelompok sasaran yang mengikuti pelatihan lebih banyak, sehingga untuk memenuhi azas pemerataan, maka aspek kuantitas lebih diutamakan dari aspek kualitasnya. Pada periode 1970an pula dikembangkan unit pelatihan keliling atau Mobile Training Unit (MTU) untuk menjangkau kelompok sasaran yang jauh dan terpencil di daerah pedesaan.
Pada awal tahun 1990an BLK Jogjakarta memasuki era baru yang ditandai dengan perubahan orientasi dari pola pelatihan yang didasarkan pada orientasi “supply driven” menjadi “demand driven”. Disamping itu BLK Jogjakarta didirikan untuk menyelenggarakan pelatihan dengan jenis kejuruan tertentu saja dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi kompetensinya, sebagaimana halnya pelatihan kejuruan pariwisata dan perhotelan yang pada saat itu dijadikan primadona/unggulan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi hotel-hotel yang ada pada saat itu banyak berdiri di Jogjakarta.
Jogjakarta yang bertugas melaksanakan pelatihan institusional pemagangan sesuai dengan SK Gubernur No. 53 / 2004.
B. Misi, Fungsi, dan Tujuan Balai Latihan Kerja Jogjakarta 1. Misi BLK Jogjakarta
a. Memfasilitasi penyiapan tenaga kerja terampil yang kompetitif untuk memasuki pasar kerja lokal, nasional, dan internasional.
b. Melakukan pengabdian kepada mayarakat dengan mengadakan pelatihan dengan membangun kerjasama dengan lembaga Pendidikan dan Dunia Industri.
c. Mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.
d. Mengembangkan sistem manajemen berdasarkan asas keterbukaan. e. Meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja lembaga.
2. Fungsi BLK Jogjakarta
Berdasarkan Kepmenaker No. Kep. 88/MEN/1997, tanggal 20 Mei 1997 dan Kepmenaker No. Kep. 4546/M/SJ/1997, tanggal 16 Oktober 1997 fungsi dan sasaran yang ingin dicapai dengan adanya BLK adalah sebagai berikut.
a. Menyusun rencana dan program, pendayagunaan fasilitas dan kerja sama pelatihan.
b. Pelaksana pelatihan, penyelenggaraan uji keterampilan dan sertifikasi. c. Pemasaran program, fasilitas, produksi, jasa dan hasil pelatihan sera
d. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
e. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam berbagai kejuruan melalui pelatihan institusional. Pemagangan dan pelatihan produksi baik dengan dukungan dana APBN maupun swadana.
Sasaran yang akan dicapai BLK adalah sebagai berikut.
a. Para lulusan lebih mudah mendapatkan pekerjaan baik dalam jabatan hubungan kerja maupun madiri, bukan hanya untuk daerah setempat tetapi juga daerah lain dan luar negeri
b. Meningkatkan kegiatan unit swadana.
Di samping sebagai institusi penyelenggara latihan kerja BLK Jogjakarta juga mempunyai fungsi lainnya diantaranya sebagai berikut a. Sebagai percontohan (Centre of Exelent) bagi lembaga latihan lain
(terutama bagi lembaga latihan swasta) baik dari segi program latihan, metode latihan maupun perlatan yang digunakan untuk latihan.
b. Sebagai unit produksi dari beberapa kejuruan yang menghasilkan barang dan jasa kebutuhan lokal meskipun dalam jumlah terbatas. c. Sebagai BLK tipe tingkat provinsi, BLK Jogjakarta bisa melatih
lulusan dari BLK kabupaten kota dan merupakan BLK yang mempunyai paling banyak instruktur daripada BLK Kabupaten kota. d. Sebagai Pembina (koordinasi) dari BLK Kabupaten kota.
3. Tujuan BLK Jogjakarta
Untuk memberikan keterampilan dan keahlian pada peserta pelatihan di berbagai kejuruan supaya dapat mengisi lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun peserta mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri.
C. Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja Jogjakarta
Bagan struktur organisasi BLK Jogjakarta berdasarkan Perda. DIY No. 7/2002 adalah sebagai berikut.
Gambar IV.1
Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja
KEPALA
DRS. HARYOTO NIP. 160034915
KASI LATIHAN KERJA Djamil Ismail, ST
NIP. 160020714
KA. SUBBAG TU Amirul Musthofa, SH.
NIP. 160029893 KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
KASI PEMASARAN Drs. Bambang Effendi
D. Data Pegawai/Karyawan Balai Latihan Kerja Jogjakarta Tabel IV.1
Data Normatif Pegawai Negeri Sipil BLK Jogjakarta
No. Nama Pegawai NIP Jenis Kel. Tempat Tgl Lahir Pangkat (Gol.) Jabatan Nama Dilantik 1. Drs. Haryoto
160034915 L
Jogjakarta 27-03-54 Pembina Tk.I (IV/b) Kepala BLK
Jogjakarta 01-08-06 2. Amirul Musthofa, SH
160029893 L
Klaten 16-01-54
Penata Tk.I (III/d)
Ka.Sub.Bag.
TU 28-07-03 3. Sri Hartati
160019800 P
Jogjakarta 01-03-53 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Keu pd
Sub.Bag.TU 01-12-04
4. Ngatimin
160033393 L
Jogjakarta 10-02-57 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Barang
Sub.Bag.TU 01-12-04
5.
Yustin Dhamayanti, SE
160048959
P Jogjakarta 28-12-72
Penata Muda Tk.I
(III/b)
Pengad.Keu
Sub.Bag.TU 01-12-06
6. Suyamti
160037986 P
Sleman 07-07-58 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Kepeg
Sub.Bag.TU 01-12-04
7. Sulistyo Yudi Utomo 160032502 L
Jogjakarta 31-07-59 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Kepeg
Sub.Bag.TU 01-12-04
8. Wartinem
160032502 P
Sleman 15-08-61 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Umum
Sub.Bag.TU 01-12-06
9. Bargiyah
160040880 P
K.Progo 09-02-65 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Umum
Sub.Bag.TU 01-12-04
10. Marsiti Lestari
160042832 P
Jogjakarta 29-05-63 Penata Muda Tk.I (III/b) Pramu Pustaka
Sub.Bag.TU 01-12-04
11.
Usman Agus Husaini, SE
160041872
L Jogjakarta 11-08-62
Penata Muda Tk.I
(III/b)
Pengad.Keu
Sub.Bag.TU 01-12-04
12. Mrabawani Ati
160045151 P
Jogjakarta 04-12-61 Penata Muda (III/a) Pengad.Kepeg
Sub.Bag.TU 01-12-06
13. Eny Wartyani
160046583 P
Jogjakarta 04-11-66 Penata Muda (III/a) Pengad.Keu
Sub.Bag.TU 01-12-04
14. Petrus Sagiyat
160045034 L
Jogjakarta 12-10-62 Penata Muda (III/a) Pemelihara Peralatan Sub.Bag.TU 01-12-04
15. Mujiman
160032853 L
Sleman 05-12-53 Penata Muda (III/a) Penjaga Kantor Sub.Bag.TU 01-12-04 16. Kristiani Agustriningsih, SE 160048367
P Jogjakarta 23-08-74
Pengatur Tk.I (II/d)
Pengad.Barang
17. Djarot Sutopo
160038690 L
Jogjakarta 19-05-56 Penata Muda Tk.I (II/d) Penj.Kantor
Sub.Bag.TU 01-04-01 18. Sugita
160028586 P
Sleman 15-06-53
Pengatur (II/c)
Penj.Kantor
Sub.Bag.TU 01-12-04
19. Samidi
160028587 L
Sleman 14-01-58
Pengatur (II/c)
Prmu.Sran.Lat
Sub.Bag.TU 01-12-04 20. Totok Irmawanto
160044272 L
Jogjakarta 07-06-55 Pengatur Muda Tk.I (II/b) Penj.Kantor Sub.Bag.TU 01-12-04
21. Sudiyono
160045390 L
Jogjakarta 28-01-64 Pengatur Muda Tk.I (II/b) Pengad.Umum
Sub.Bag.TU 01-12-04
22. Sugijanto
160014541 L
Jogjakarta 15-04-51 Pengatur Muda (II/a) Pengemudi
Sub.Bag.TU 01-12-04
23. Sehato
160028585 L
Sleman 30-06-55 Pengatur Muda (II/a) Penj.Kantor
Sub.Bag.TU 01-12-04 24. Djamil Ismail, ST
160020714 L
Klaten 11-11-52
Penata Tk.I (III/d)
Kasie.
Pelatihan 21-11-02 25.
Woro Eny Agus Wahyuni 160026995
P Jogjakarta 08-08-51 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengevluasi Pelat&klulsan Sek.Latihan 01-12-04
26. Mardiyanto
160034371 L
Jogjakarta 30-09-52 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Pel
Sek.Lat.Kerja 01-12-04
27. Suwarsiyah
160038941 P
Sleman 17-08-56 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengad.Pelat
Sek.Pelat.Krja 01-12-04
28. Suminah
160038777 P
Purworejo 2-07-63 Penata Muda Tk.I (III/b) Pengeval&kell
Sek.Lat.Kerja 01-12-04
29. Suko Pramono
160028312 L
Jogjakarta 18-05-57 Penata Muda (III/a) Peny.Bad.Uji Ket&Uji Sert. Sek.Lat.Kerja 01-12-04
30. Sukismiyati
160048139 P
K.Progo 15-07-