• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DAN PROKRASTINASI

AKADEMIK PADA MAHASISWA SKRIPSI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Kornelius Arillavia Hans Hutaarmandau 139114008

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Moto

Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan adalah dengan

menciptakannya.

-Alan Kay-

Karya ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria,

Keluargaku tersayang yang selalu mendoakan dan mendukungku

Kekeasihku tercinta yang selalu memberi support

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Oktober 2018 Penulis,

(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Kornelius Arillavia Hans Hutaarmandau

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik mahasiswa skripsi. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik. Metode pengambilan data dilakukan melalui skala Likert yang disebar secara online dengan menggunakan

Google Formkepada mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebanyak 110 orang. Skala kecerdasan spiritual disusun oleh peneliti mengacu pada teori milik Zohar & Marshall (2000) dan skala prokrastinasi akademik disusun peneliti mengacu pada teori milik Ferrari, Johnson, & Mc. Cown (1995). Reliabilitas skala penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,901 pada skala kecerdasan spiritual dan 0,948 pada skala prokrastinasi akademik. Teknik analisis dilakukan dengan uji statistik Pearson Product Moment.Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik dengan koefisien korelasi sebesar -0,564 (p=0,000).

(7)

vii

THE RELATION BETWEEN SPIRITUAL QUOTIENT AND ACADEMIC PROCRASTINATION AMONG SENIOR STUDENTS IN FACULTY OF

PSYCHOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

Kornelius Arillavia Hans Hutaarmandau

ABSTRACT

This research aimed to find the relation between spirituaL quotient and academic procrastination among senior students. The hypothesis of this research there are significant negative relation between spiritualquotient and academic procrastination. The data collecting method was done used Likert Scale that has been distributed online using Google Form among 110 senior students in Faculty of Psychology, Sanata Dharma University Yogyakarta. The spiritualquotient scale in this research refers to the theory from Zohar & Marshall (2000) and the academic procrastination scale refers to the theory from Ferrari, Johnson, & Mc. Cown (1995). The reliability scale used in this research is reliability coefficient Alpha Cronbach which is 0.901 for spiritual quotient scale and 0.948 for academic procrastination scale. The analysis techniqueused Pearson Product Moment statistic test. The result of this research shows that there is a significant negtaive relation between spiritual quotient and academic procrastination with correlation coefficient -0.564 (p=0,000)

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan spiritual dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiani, M.Psi., Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.App., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Sylvia Carolina, M. Y. M. S.Psi., M.Psi., dan Bapak Prof. A. Supratiknya, Ph.D.,selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mendapingi penulis menempuh masa studi di Fakultas PSikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan memberi masukan kepada penulis. Terima kasih atas bimbingan dan motivasi yang selalu diberikan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

x

6. Kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan support dan dukungan doa untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Semoga selalu diberikan berkat oleh Tuhan Yesus Kristus dalam setiap langkah hidup.Selalu ada jawaban atas setiap doa yang kita panjatkan pada-Nya.

7. Kepada kedua adikku. Terima kasih atas semangat dan dukungan yang diberikan kepadaku.

8. Kepada Paula Dwiyanti yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi. Terima kasih atas waktu, cerita, candatawa, nasehat, dan saran yang telah diberikan padaku. Sukses untuk karir dan target yang telah kamu rencanakan. God bless you! 9. Bapak/Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

mengajar dan membantu penulis untuk menuntut ilmu dari awal semester hingga sekarang.

10. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Mudji yang senantiasa membantu saya ketika saya memerlukan bantuan. Terima kasih atas pelayanan dan bantuan yang telah diberikan. Tuhan memberkati. 11. Teman-teman bimbingan skripsi Koleta, Peni, Estu, Devina, Igma, dan Pipin.

Terima kasih atas dinamika dan kerja sama dalam proses penulisan skripsi. Terima kasih juga atas saran dan motivasi yang diberikan ketika peneliti mengalami kesulitan dan juga ketika peniliti mengalami motivasi yang menurun.

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACK ... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

(13)

xiii

A. Prokrastinasi ... 11

1. Pengertian Prokrastinasi... 11

2. Jenis Prokrastinasi ... 13

3. Prokrastinasi Akademik ... 13

4. Karakteristik Prokrastinasi Akademik ... 14

5. Area Prokrastinasi Akademik ... 16

6. Aspek Prokrastinasi Akademik ... 17

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik ... 20

B. Kecerdasan Spiritual ... 23

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 23

2. Kecerdasan Spiritual Pada Masa Dewasa Awal ... 25

3. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual ... 26

4. Fungsi Kecerdasan Spiritual ... 28

5. Dampak Kecerdasan Spiritual ... 29

C. Karakteristik Mahasiswa Skripsi ... 32

D. Dinamika Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Skripsi ... 33

E. Hipotesis ... 37

F. Kerangka Berpikir ... 38

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

(14)

xiv

1. Prokrastinasi Akademik ... 40

2. Kecerdasan Spiritual ... 40

D. Subjek Penelitian ... 41

E. Alat Pengumpulan Data ... 42

1. Skala Prokrastinasi Akademik ... 43

2. Skala Kecerdasan Spiritual ... 44

F. Validitas dan Reliabilitas AlatUkur ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Seleksi Item ... 48

a. Skala Prokrastinasi Akademik ... 48

b. Skala Kecerdasan Spiritual ... 51

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 55

G. Teknik Analisis Data ... 56

1. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 56

2. Uji Hipotesis ... 57

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Pelaksanaan Penelitian... 58

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 58

C. Deskripsi Data Penelitian ... 59

1. Prokrastinasi Akademik ... 59

(15)

xv

D. Hasil Penelitian ... 61

1. Uji Asumsi ... 61

a. Uji Normalitas ... 61

b. Uji Linearitas ... 62

2. Uji Hipotesis ... 63

E. Pembahasan ... 65

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Keterbatasan Penelitian ... 73

C. Saran ... 74

1. Bagi Subjek Penelitian ... 74

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sebaran Aitem Skala Prokrastinasi Sebelum Uji Coba ... 43

Tabel 3.2 Sebaran Aitem Skala Kecerdasan Spiritual Sebelum Uji Coba ... 45

Tabel 3.3 Persebaran Skala Prokrastinasi Setelah Uji Coba... 49

Tabel 3.4 Skala Prokrastinasi Yang Digunakan Dalam Penelitian ... 50

Tabel 3.5 Persebaran Skala Kecerdasan Spiritual setelah Uji Coba ... 52

Tabel 3.6 Skala Kecerdasan Spiritual Yang Digunakan Dalam Penelitian ... 54

Tabel 3.7 Tabel Klasifikasi Reliabilitas ... 55

Tabel 4.1 Deskripsi Data Prokrastinasi Akademik ... 59

Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Beda Mean ... 59

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kecerdasan Spiritual ... 60

Tabel 4.4 Tabel Hasil Uji Beda Mean ... 60

Tabel 4.5 Uji Normalitas Data Prokrastinasi Akademik ... 61

Tabel 4.6 Uji Normalitas Data Kecerdasan Spiritual ... 62

Tabel 4.7 Uji Linearitas Kecerdasan Spiritual dan Prokrastinasi Akademik ... 63

Tabel 4.8 Tabel Tingkat Hubungan ... 64

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Validitas Skala ... 81

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Sebelum Seleksi Aitem ... 85

Lampiran 3. Reliabilitas Skala Setelah Seleksi Aitem ... 87

Lampiran 4. Skala Tryout(Uji Coba) ... 89

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan jaman menuntut individu dihadapkan dengan banyak pilihan. Mahasiswa tidak pernah lepas dari perkembangan dalam masyarakat. Mereka dituntut untuk bisa mengatur dirinya sendiri pada saat kuliah sampai lulus. Mahasiswa dituntut untuk dapat memenuhi tugas-tugasnya tersebut. Dalam kenyataannya, ketika menghadapi tugas-tugas-tugasnya tersebut muncul rasa enggan atau malas untuk mengerjakannya.Mahasiswa cenderung suka menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu yang bersifat menunda dan mengulur waktu dalam menyelesaikan tugasnya.Mengulur waktu dan melakukan penundaan terhadap tugas dan kewajiban adalah salah satu ketidaksiapan yang masih terjadi (Husetiyo, 2008).

(19)

memulai dan mengerjakan sesuatu, akibatnya waktu yang seharusnya dapat bermanfaat terbuang dengan percuma.

Fenomena menunda maupun mengulur waktu disebut sebagai prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari kata “procrastinare” dalam bahasa Latin yang mengandung arti menunda sampai hari berikutnya (Ferrari, Johnson, & Mc. Cown, 1995). Indikasi dari perilaku menunda atau prokrastinasi dalam melakukan tugas yaitu adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai ketika menghadapi suatu tugas maupun belajar (Jannah & Muis, 2014).

(20)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, diketahui bahwa perilaku prokrastinasi juga sering dilakukan pada beberapa mata kuliah dan pada masa pengerjaan skripsi. Hasil wawancara yang dilakukan pada Rabu, 26 Juli 2017terhadap mahasiswa angkatan 2012, ES mengatakan bahwa dalam proses belajar ES sangat sering menunda mengerjakan tugas-tugas di perkuliahan dan memilih untuk bersantai-santai. ES menggunakan sistem kebut semalam untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya dan mengakibatkan hasil yang didapatkan kurang maksimal. ES mengalami kemunduran masa kuliah karena banyak mata kuliah yang harus diulang untuk memenuhi standar kelulusan. Dampaknya berakibat pula pada masa pengerjaan skripsi yang menjadi mundur pada semester berikutnya. Di sisi lain, pada awal semester ES memiliki keinginan untuk cepat lulus dan segera bekerja pada suatu instansi yang diharapkan. Menurut DT, menunda mengerjakan tugas perkuliahan termasuk skripsi yang sedang diambilnya karena dia lebih fokus pada pekerjaan freelance yang sedang dijalani. Walaupun sudah menyisihkan waktu untuk mengerjakan skrpsi, akan tetapi DT tidak memiliki semangat yang tinggi untuk segera menyelesaikan skripsi tersebut.

(21)

waktu luang, RD merasa dirinya tidak berdaya untuk memulai mengerjakan skripsinya. Pendapat lain menurut AK mengatakan bahwa dirinya mulai berhenti untuk progress dalam mengerjakan skripsi karena dirinya merasa tidak mampu untuk mengikuti arahan dari dosen pembimbing skripsi. AK mengatakan bahwa dirinya terlalu larut untuk memikirkan hal tersebut sehingga harus memperpanjang masa skripsinya.

Pada hari Senin 31 Juli 2017 dilakukan wawancara terhadap mahasiswa angkatan 2014. Dari hasil wawancara, SDmengatakan bahwa sering menunda tugas-tugas kuliahnya. SD lebih cenderung menunda tugas karena lebih tertarik untuk bersantai-santai terlebih dahulu dan mulai mengerjakan tugas tersebut dengan sistem kebut semalam. Sedangkan AN mengatakan bahwa dia sering menunda tugas karena sibukmengikuti kegiatan dan organisasi baik dikampus maupun di lingkungan tempat tinggalnya. AN lebih sering mengutamakan tanggung jawab dalam organisasi dan cenderung mengerjakan tugas kuliah sebelum deadline.

(22)

Prokrastinasi seringkali diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan untuk mengatur diri (regulasi diri). Seseorang melakukan prokrastinasi seringkali dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan untuk menetapkan aturan bagi dirinya sendiri dan menjalankannya (Vahedi, Mostafi, & Mortazanajad, 2009). Seseorang yang melakukan prokrastinasi cenderung berencana untuk melakukannya, namun pada akhirnya tidak mampu untuk memenuhi rencana tersebut. Dengan kata lain, orang yang melakukan perilaku prokrastinasi belum mampu untuk memenuhi tuntutannya sendiri dan belum mampu bertanggung jawab dengan dirinya sendiri. Kemampuan seseorang untuk mengatur diri sendiri atau bertanggung jawab terhadap diri sendiri, berkaitan dengan kemampuan seseorang menilai dan memaknai setiap tindakannya (Alwisol, 2006). Kemampuan untuk menilai makna tindakan dan makna hidup, menurut Zohar & Marshall (2000) berkaitan erat dengan kecerdasan spiritual.

Kegiatan akademis berkaitan erat dengan kemampuan berpikir, disisi lain berpikir bukanlah proses otak semata-mata dan bukan urusan IQ saja, namun berkaitan dengan emosi dan tubuh, serta dengan semangat, visi, harapan, kesadaran akan makna dan nilai (Zohar & Marshall, 2000).

(23)

tinggi IQ seseorang maka semakin tinggi pula kecerdasannya. Sedangkan kecerdasan emosional (EQ) menurut Daniel Goleman (dalam Zohar dan Marshall, 2000) yaitu kecerdasan yang memberikan kesadaran mengenai perasaan milik sendiri dan juga perasaan orang lain. Kecerdasan emosional memberi kita rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Kecerdasan emosi (EQ) merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) secara efektif. Menurut Zohar dan Marshall (2000), kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Kecerdasan spiritual berkaitan dengan kemampuan orang dalam mengelola, menghadapi dan memecahkan masalah. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia, idealnya ketiga kecerdasan dasar manusia bekerja sama dan saling mendukung.

(24)

cara apapun, serta hanya mementingkan egoisme semata (Safaria, 2007). Ketiadaan kecerdasan spiritual akan mengakibatkan hilangnya ketenangan batin dan pada akhirnya mengakibatkan hilangnya kebahagiaan pada diri seseorang tersebut. Kecerdasan spiritual akan menolong seseorang untuk dapat memutuskan mana yang baik dan yang tidak baik, serta dapat memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, dan punya cita-cita untuk terus memperbaiki dirinya (Zohar & Marshall, 2000).

Prokrastinasi merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat membawa pada akibat-akibat negatif yang merugikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi prokrastinasi yaitu kesulitan mengambil keputusan, kurang asertif, sikap pasif, ketakutan akan kegagalan, menginginkan hasil yang sempurna, dan rasa malas (Solomon & Rothblum, 1984).

(25)

maka akan tinggi pula tingkat pengambilan keputusan. Maka seorang mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu memikirkan akibat dari tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga ia akan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dapat mengurangi munculnya perilaku prokrastinasi dengan cara mengerjakan tugas tepat waktu.

(26)

Dengan adanya fenomena-fenomena yang sudah banyak terjadi seperti halnya kasus diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi. Peneliti merasa masih ada celah dari penelitian-penelitian terkait prokrastinasi sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan teori yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan teori prokrastinasi menurut Tuckman. Dalam penelitian ini menggunakan teori prokrastinasi menurutFerrari, Johnson, & Mc. Cown, (1995) karena lebih sesuai dengan aspek dari teori kecerdasan spiritual menurut Zohar & Marshall (2000). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan prokrastinasi pada mahasiswa tingkat akhir di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan spiritual dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

(27)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kajian mengenai wacana dalam perkembangan ilmu psikologi terkait kecerdasan spiritualdan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

(28)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prokrastinasi

1. Pengertian Prokrastinasi

Kata prokrastinasi sebenarnya sudah ada sejak lama sebelum revolusi industri yang ditulis Walker (1682, dalam Steel, 2007) dalam khotbahnya. Dikatakan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu dosa serta kejahatan manusia, dengan menunda-nunda pekerjaan manusia akan kehilangan kesempatan dan menyia-nyiakan karunia Tuhan. Analisis sejarah pertama prokrastinasi ditulis oleh Milgram (dalam Ferrari, dkk, 1995). Dia berpendapat bahwa masyarakat maju secara teknis memerlukan banyak komitmen dan tenggat waktu yang menimbulkan penundaan. Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) berpendapat bahwa penundaan telah ada sepanjang sejarah, namun hanya diperoleh konotasi yang negatif dengan munculnya revolusi industri sekitar tahun 1750.

Menurut Burka & Yuen (2008) prokrastinasiberasal dari bahasa Latin yaitu procrastinare, dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, dan akhiran “crastintus” yang berarti keputusan hari

esok. Jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya.

(29)

menimbulkan perasaan tidak nyaman, serta secara subjektif dirasakan oleh seorang prokrastinator (Solomon & Rothblum,1984)

Ferrari, dkk (1995) menjelaskan bahwa terdapat dua arti dari prokrastinasi yaitu: Pertama, prokrastinasi diartikan sebagai kebiasaan yang berguna untuk menghindari pekerjaan yang tidak terlalu penting dan usaha yang impulsif. Kedua, prokrastinasi dianggap sebagai kebiasaan berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas yang penting dalam hidup.

Noran (Akinsola, Tella, & Tella, 2007) mendefiniskan prokrastinasi sebagai perilaku menghindar dalam pengerjaan tugas dan tanggungjawab yang seharusnya diselesaikan oleh individu.

Mc Cown dan Johnson (1991, dalam Fatimah dkk., 2011) menganggap prokrastinasi sebagai penyakit kronis atau disfungsional ketika perilaku tersebut mengganggu fungsi sehari-hari. Hal itu menimbulkan ketidaknyamanan diri baik psikis maupun fisik bagi individu.

(30)

2. Jenis Prokrastinasi

Ferrari (Rizvi, Prawitasari, & Soetjipto, 1997) membagi prokrastinasi berdasarkan tujuan dan manfaat penundaannya, yaitu:

a) Functional Procrastination, adalah penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan lengkap. Bentuk penundaan ini memandang suatu tugas harus dikerjakan secara sempurna walaupun mereka melewati waktu optimal yang seharusnya dimulai, sehingga mendapatkan penyelesaian yang baik.

b) Dysfunctional Procrastination, adalah penundaan mengerjakan tugas yang tidak bertujuan, berakibat buruk dan menimbulkan masalah. Bentuk penundaan ini tanpa disertai suatu alasan yang berguna bagi procrastinator maupun orang lain. Penundaan ini dapat menimbulkan masalah bila prokrastinator tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan penundaan tersebut.

3. Prokrastinasi Akademik

(31)

Prokrastinasi non-akademik, adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non formal atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh penundaan tugas sosial, penundaan menyapu dan mencuci.

Secara khusus prokrastinasi akademik merupakan aktivitas penundaan yang terjadi pada area akademik yang biasanya dilakukan pelajar ataupun mahasiswa (Fibrianti dalam Ursia, dkk, 2013).

Solomon & Rothblum (1984) menyebutkan enam area akademik dimana sering terjadi prokrastinasi. Enam area akademik tersebut yaitu: menulis, belajar untuk menghadapi ujian, membaca, administratif, menghadiri pertemuan, kinerja akademik.

Pada penelitian ini, jenis prokrastinasi yang digunakan adalah prokrastinasi akademik. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan individu yang menjalani proses akademik, dan penyusunan skripsi merupakan salah satu tugas akademik.

4. Karakteristik Prokrastinasi Akademik

Dalam prokrastinasi aktif maupun prokrastinasi pasif mempunyai empat karakteristik (Chu & Choi, 2005) yaitu,

a. Keputusan sengaja untuk menunda (Intentional decision to procrastinate)

(32)

mendukung penyelesaian tugas. Pelaku prokrastinasi aktif mampu membuat keputusan dan bertindak pada waktu yang tepat.

Pelaku prokrastinasi pasif tidak berniat menunda dan mereka melakukan penundaan karena ketidakmampuan membuat keputusan dan bertindak cepat.

b. Preferensi Tekanan (Preference for pressure)

Pelaku prokrastinasi aktif merasa mampu dan senang bekerja di bawah tekanan. Pelaku prokrastinasi aktif memiliki motivasi dan semangat tinggi dalam penyelesaian tugas di menit-menit terakhir. Penyelesaian tugas di menit terakhir dianggap sebagai sebuah tantangan untuk segera diselesaikan.

Pelaku prokrastinasi pasif merasa tertekan dan menjadi pesimis saat pengumpulan tugas mendekati deadline. Keraguan dan ketidakmampuan diri pelaku prokrastinasi pasif mengarahkan pada kegagalan suatu tugas yang menyebabkan perasaan bersalah dan depresi.

(33)

Pelaku prokrastinasi pasif tidak mampu mengatur waktu dalam menyelesaikan tugas penting. Pelaku prokrastinasi pasif sering merasa stres dengan tekanan waktu.

d. Kepuasan Hasil (Outcome satisfication)

Pelaku prokrastinasi aktif memiliki hasil memuaskan dalam penyelesaian tugas. Pelaku prokrastinasi aktif sengaja melakukan penundaan di bawah tekanan karena tahu bahwa mereka lebih terdorong dan termotivasi untuk menyelesaikan tugas. Perencaan waktu dan tindakan tepat mendukung hasil memuaskan dari penyelesaian tugas.

Pelaku prokrastinasi pasif memiliki hasil buruk pada tugas. Pelaku prokrastinasi pasif senang melakukan aktifitas lain yang lebih menyenangkan. Keraguan diri dan kegagalan dalam mengatur waktu menyebabkan hasil buruk pada pelaku prokrastinasi pasif.

5. Area Prokrastinasi Akademik

Terdapat enam area prokrastinasiakademik yang dijadikan sebagai bahan prokrastinasi oleh pelajar (Solomon dan Rothblum, 1984), yaitu : a. Menulis, meliputi menunda kewajiban atau tugas-tugas menulis

seperti menulis makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya. b. Belajar untuk menghadapi ujian, meliputi menunda untuk menghadapi

(34)

c. Membaca, mencangkup penundaan untuk membaca referensi yangberkaitan dengan matakuliah yang diwajibkan.

d. Kinerja administratif, meliputi menyalin catatan, mendaftarkan diri dalam praktikum, mendaftarkan diri dlaam presensi kehadiran, dan sebagainya.

e. Menghadiri pertemuan, mencangkup menunda untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan akademik, terlambat menghadiri pelajaran, praktikum, dan sebagainya.

f. Kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan.

6. Aspek Prokrastinasi Akademik

Terdapat ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur dan mengamati prokrastinasi akademik (Ferrari, Johnson, & Mc. Cown, 1995) yaitu:

a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas-tugas yang dihadapi.

(35)

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Mereka menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai.

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seseorang yang melakukan prokrastinasi mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Mereka sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi batas waktu yang telah ditentukan oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah ditentukannya sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukannya sendiri. Akan tetapi, pada saatnya tiba dirinya tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Hal tersebut mneyebabkan terjadinya keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

(36)

Orang yang melakukan prokrastinasi, dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Akan tetapi, menggunakan waktu yang dimilikinya untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan sehingga menyita waktu yang dimilikinya untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

Berdasarkan karakteristik diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Menurut Tuckman (1990),membahas perilaku prokrastinasi dari tiga aspek yaitu

a. Gambaran diri secara umum mengenai kecenderungan untuk menunda suatu tugas tertentu, aspek ini merujuk pada gambaran seseorang mengenai kebiasaan dan kecenderungannya untuk menunda melakukan ataupun menyelesaikan pengerjaan suatu tugas.

(37)

c. Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain akan keadaan sulit yang dialami, dimana aspek ini berfokus pada kecenderungan untuk menghindarkan tanggung jawab dari diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Kecenderungan ini dapat dilihat dari berbagai hal, seperti kepercayaan bahwa orang lain tidak berhak memberikan batas waktu kepada individu dalam mengerjakan sesuatu.

7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Menurut Solomon & Rothblum (1984) faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik antara lain:

a. Sulit mengambil keputusan

Individu terkadang mengalami kesulitan untuk memutuskan tugas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu atau bagaimana cara penyelesaian suatu tugas. Kesulitan tersebut mendorong individu untuk mengganti penyelesaian tugas dengan aktivitas yang menyenangkan, namun kurang bermanfaat (impulsif). Prokrastinator memiliki sikap yang pasif sehingga ia kurang mampu mengambil keputusan secara tepat.

(38)

memiliki kesadaran diri yang tinggi pula. Hal tersebut membuat individu mampu memberi makna positif dari setiap pengambilan keputusan yang dilakukan. Sehingga individu mengambil keputusan bukan karena paksaan melainkan karena kesadaran diri sendiri. individu dengan kecerdasan spiritual yang tinggi mampu menyadari bahwa pengambilan keputusan akan membawa pengaruh yang positif bagi kehidupan di masa sekarang dan yang akan datang (Ikthiarini & Indrawati, 2017).

b. Membelot

Individu melakukan prokrastinasi sebagai keengganannya untuk menyelesaikan tugas. Hal ini dilakukan secara sadar dan individu tahu akibatnya.

c. Kurang asertif

Kurang asertif sangat berhubungan dengan sikap pasif seorang prokrastinator. Ketika individu menemui kesulitan ia tidak mau mencari bantuan (seeking for help) kepada orang lain untuk membantu menyelesaikan tugasnya, sehingga tugas-tugasnya terbengkalai atau diselesaikan mendekati deadline. Akibatnya tugas tersebut diselesaikan dengan tidak optimal.

(39)

individu yang memiliki perilaku asertif cenderung dapat bekerja sama, dapat berkembang untuk mencapai tujuan yang lebih serta dapat meningkatkan keyakinan diri dan harga diri. Perilaku asertif yang dimiliki oleh individu dapat membantu individu tersebut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegagalan individu dalam menyesuaikan diri akan memunculkan perilaku seperti tidak bertanggung jawab dan mengabaikan pelajaran, sikap agresif, perasaan tidak aman, merasa tidak nyaman dengan lingkungan baru dan ingin menyerah (Hurlock, 2006). Individu yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu bersikap fleksibel, yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif dalam bergaul. Hal tersebut mendorong individu untuk aktif dalam bergaul dan meningkatkan perilaku asertif.

d. Takut gagal

Takut gagal merupakan kepercayaan yang irrasional. Individu yang takut gagal akan melakukan prokrastinasi sebagai pelarian diri dari kecemasan neurotismenya itu.

e. Menginginkan sesuatu dalam keadaan “perfect

Prokrastinator melakukan penundaan dengan harapan dapat memperoleh banyak waktu untuk melengkapi dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

f. Ketakutan atau kebencian terhadap tugas dan malas.

(40)

B. Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Pada awal abad kedua puluh, kecerdasan intelektual (IQ) menjadi isu besar, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis (Zohar & Marshall, 2000). Semakin tinggi tingkat kecerdasan intelektual maka semakin tinggi kemampuan intelegensinya. Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman (dalam Zohar & Marshall, 2000) memopulerkan kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan emosional memberikan kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain. Kecerdasan emosional memberi rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Pada akhir abad kedua puluh. Serangkaian data ilmiah menunjukkan kecerdasan jenis ketiga, yaitu kecerdasan spiritual.

Kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar & Marshall, 2000).

(41)

luas dan kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan dan jalan hidup seseorang menjadi lebih bermakna.

Painton (dalam Yaumi & Ibrahim, 2013) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan makna, dan nilai. Artinya, suatu kecerdasan yang menempatkan tindakan dan kehidupan manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni kemampuan untuk mengakses suatu jalan kehidupan yang bermakna.

Menurut Zohar& Marshall(2000), kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terpisah atau bersama-sama, tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga kekayaan jiwa serta imajinasinya. Komputer dengan IQ yang tinggi akan mengetahui aturan dan mengikuti tanpa salah. Hewan mempunyai EQ tinggi akan mengenali situasi yang ditempati dan mengetahui cara menanggapi situasi tersebut dengan tepat. Akan tetapi baik komputer maupun hewan tidak pernah bertanya mengapa kita memiliki aturan atau situasi, atau apakah aturan dan situasi itu bisa diubah atau diperbaiki. Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan untuk membedakan dan memberi kita rasa moral.

(42)

sifat-sifat pada orang lain serta dalam dirinya sendiri. Idealnya, ketiga kecerdasan dasar kita tersebut bekerja sama dan saling mendukung. Meskipun demikian, masing-masing kecerdasan memiliki wilayah kekuatan sendiri dan bisa berfungsi secara terpisah. Oleh karena itu, ketiga tingkat kecerdasan kita belum tentu sama-sama tinggi atau rendah (Zohar& Marshall, 2000)

Dari beberapa pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk berpikir dan memahami nilai dari setiap tindakan, kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna hidup.

2. Kecerdasan Spiritual Pada Masa Dewasa Awal

Safaria (2007) mengatakan ada empat ciri tingkat kecerdasan spiritual pada masa dewasa awal, yaitu:

a. Pribadi sudah mulai menyadari bahwa dia tidak bisa lagi tergantung dari pendapat orang-orang di sekitarnya. Namun tanggung jawab atas pilihan tersebut terletak di tangannya sendiri.

b. Pribadi sudah dapat untuk melakukan refleksi kritis dan meninjau kembali segala sesuatunya sehingga menjadi lebih relevan dan eksplisit bagi keseluruhan dirinya.

(43)

d. Pada tahap ini individu ingin menunjukkan keakuannya dan identitas dirinya yang merupakan pilihan terbaik.

3. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik terlihat dari beberapa indikator(Zohar & Marshall, 2000) yaitu sebagai berikut:

a. Kemampuan bersikap fleksibel.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mampu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif dalam bergaul.

b. Kesadaran diri yang tinggi.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki kesadaran akan adanya Tuhan dan kesadaran akan keadaan dirinya sendiri.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

(44)

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki ketabahan ketika menghadapi dan melampui rasa sakit tersebut.

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki kerangka berpikir bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan memiliki tujuan hidup.

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki sikap yang mengorbankan hal-hal yang tidak perlu.

g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal yang beragam (berpandangan holistik).

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mampu melihat adanya keterkaitan antara dirinya dengan orang lain dan keterkaitan antara berbagai hal, serta tentang nasib manusia.

h. Kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.

(45)

i. Kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri. Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mampu melakukan perbuatan tanpa tergantung orang lain.

4. Fungsi Kecerdasan Spiritual

Fungsi kecerdasan spiritual menurut Zohar & Marshall (2000), yaitu a. Menjadikan kita menjadi manusia apa adanya sekarang dan memberi

potensi lagi untuk terus berkembang

b. Menjadi lebih kreatif. Kita menghadirkannya ketika kita inginkan agar kita menjadi luwes, berwawasan luas dan spontan dengan cara yang kreatif

c. Menghadapi masalah ekstensial yaitu pada waktu kita secara pribadi terpuruk terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran, dan masa lalu kita akibat kesedihan. Karena dengan kecerdasan spiritual akan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah ekstensial dan membuat kita mengatasinya atau paling tidak kita bisa berdamai dengan masalah tersebut.

d. Kecerdasan spiritual dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Dengan kecerdasan spiritual suara hati kita akan menuntun kejalan yang lebih benar

(46)

f. Kecerdasan spiritual memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang bersifat personal dan interpersonal, antara diri dan orang lain karenanya kita akan sadar akan integritas orang lain dan integritas kita.

g. Kecerdasan spiritual juga kita gunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih utuh karena kita memang mempunyai potensi untuk itu. Juga karena kecerdasan spiritual akan membuat kita sadar mengenai makna dan prinsip sehingga ego akan di nomor duakan, dan kita hidup berdasarkan prinsip yang abadi

h. Kita akan menggunakan kecerdasan spiritual dalam menghadapi pilihan dan realitas yang pasti akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik atau buruk jahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa kita duga.

5. Dampak Kecerdasan Spiritual

Peneliti menemukan sekurangnya enam manfaat kecerdasan spiritual bagi kehidupan manusia (Zohar & Marshall, 2000) yaitu:

a. Kecerdasan spiritual membantu orang untuk menjadi kreatif.

(47)

b. Kecerdasan spiritual membantu orang untuk menghadapi masalah eksistensial.

Ketika orang merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, larut dalam masa lalu dan kesedihan. Dengan menggunakan kecerdasan spiritual orang disadarkan akan keadaan tersebut dan memampukannya mengatasi masalah-masalah eksistensialnya dan dapat berdamai dengan masalah tersebut.

c. Kecerdasan spiritual menjadi pedoman disaat orang berada "di ujung" "Ujung" adalah perbatasan antara keteraturan dan kekacauan, antara mengetahui diri kita atau sama sekali kehilangan jati diri. Kecerdasan spiritual membantu orang disaat berada di antara kekacauan dan melampaui sesuatu yang dapat dihadapi. Pada saat seperti inilah pemahaman orang akan makna yang mendalam dan intuitif serta hati nurani kita menjadi pedoman saat berada di ujung.

d. Kecerdasan spiritual membantu orang untuk menjadi cerdas secara spiritual dalam beragama.

(48)

e. Kecerdasan spiritual membantu orang memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain.

Emosi-emosi intrapersonal atau di dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal yaitu yang sama-sama dimiliki kita maupun orang lain atau yang kita gunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, kecerdasan emosi semata-mata tidak dapat membantu kita untuk menjembatani kesenjangan itu. Kecerdasan spiritual-lah yang membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunia kita kepada orang lain dan makna-makna mereka.

f. Kecerdasan spiritual membantu orang untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh karena kita memiliki potensi untuk itu.

(49)

g. Kecerdasan spiritual membantu kita untuk berhadapan dengan masalah baik dan jahat, hidup dan mati, dan asal-usul sejati dari penderitaan dan keputusasaan.

Orang terkadang sering berusaha merasionalkan begitu saja masalah semacam ini, atau terhanyut secara emosional dan hancur karenanya, Agar kita memiliki kecerdasan spiritual secara utuh, terkadang kita harus membayangkan dan mengingat adanya neraka, mengetahui akibat dari putus asa, menderita, sakit, dan kehilangan sehingga tetap tabah menghadapinya.

C. Karakteristik Mahasiswa Skripsi

(50)

Salah satu tugas akademik sebagai mahasiswa adalah tugas akhir/skripsi. Menurut Darmono & Hasan (2002) menyatakan bahwa skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program sarjana pada akhir masa studinya berdasarkan hasil penelitian, atau kajian kepustakaan atau pengembangan terhadap suatu masalah yang dilakukan secara seksama.Menurut Vanda Zamindari (1999) ada beberapa kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam mengerjakan skripsi, antara lain kesulitan membagi waktu, dan mencurahkan perhatian yang cukup terhadap skripsi karena adanya pekerjaan lain atau keluarga; masalah kesehatan; terbatasnya dana untuk operasional skripsi; adanya hambatan kognitif dan emosi yang cenderung menimbulkan sikap negatif mahasiswa terhadap segala proses pengerjaan skripsi masalah berkaitan dengan materi skripsi itu sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa mahasiswa adalah individu yang berumur 18-30 tahun dan telah memasuki tahap dewasa awal dimana dirinya telah siap untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri, mampu mengambil keputusan sendiri, bekerja atau berkarier, dan melakukan hal-hal yang dilakukan orang dewasa lainnya.

D. Dinamika Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dan Prokrastinasi

Akademik Mahasiswa Skripsi

(51)

lulus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi tidak semua mahasiswa dapat mempergunakan waktunya secara efektif dan efisien. Mahasiswa yang tidak disiplin dalam mengatur waktunya akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan studinya. Akibatnya, bukan saja mereka tidak dapat lulus tepat pada waktunya melainkan biaya kuliah yang dikeluarkan akan semakin bertambah. Perilaku mahasiswa yang tidak disiplin waktu ini terutama dapat dilihat pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

Dalam menyelesaikan studinya, mahasiswa harus melakukan kegiatan akademik yang terbagi dalam enam area akademik (Solomon & Rothblum, 1984), yaitu mahasiswa dalam proses penyelesaian skripsi harus menuangkan pikiran-pikirannya berdasarkan teori dalam bentuk kalimat (tugas menulis), menemui dosen pembimbing untuk memperoleh feedback atau pengarahan yang berkaitan dengan skripsi (menghadiri pertemuan), membaca buku-buku referensi yang akan membantu mahasiswa memahami materi mengenai penelitiannya (membaca), kemudian setelah selesai menyusun materi penelitiannya, mahasiswa harus belajar untuk menghadapi ujian. Proses akademik tersebut dapat dilalui mahasiswa bila telah menyelesaikan proses administrasinya seperti membayar uang kuliah, mengembalikan buku di perpustakaan (tugas administrasi), dan yang terakhir mahasiswa menyelesaikan kuliah dan dapat mencapai gelar sarjana (Solomon & Rothblum, 1984).

(52)

memiliki kesadaran diri yang rendah, kurang mampu menghadapi penderitaan, kurang mampu melampaui rasa sakit, kurang memiliki kualitas hidup (visi & misi), kurang mampu menghindari kerugian, kurang mampu melihat keterkaitan, kurang mampu mencari jawaban, dan kurang mampu bersikap mandiri (Zohar & Marshall, 2000). Maka hal tersebut akan berdampak pada aktivitas akademik mahasiswa seperti mengalami kesulitan mengambil keputusan, cenderung membelot, perilaku yang kurang asertif, takut akankegagalan, kurang merasa percaya diri, cenderung menginginkan sesuatu dalam keadaan “perfect”, ketakutan atau kebencian akan tugas dan

rasa malas.

(53)

spiritual yang rendah akan cenderung kesulitan untuk mengambil keputusan. Dengan hal tersebut, maka mahasiswa berpotensi memiliki tingkat prokrastinasi akademik yang tinggi.

Istilah prokrastinasi pertama kali digunakan oleh Brown dan Holtzman (1967 dalam Ferrari, 1995) untuk menunjuk pada sebuah kecenderungan menunda nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Ciri utama seorang prokrastinator adalah lambannya kinerja sehingga menimbulkan perasaan cemas dan bersalah, meskipun ia bermaksud untuk tidak mengulang perbuatan tersebut namun tetap saja dilakukan. Tindakan tersebut diulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan (Ferrari, 1995).Prokrastinasi yang terjadi dalam bidang pendidikan disebut prokrastinasi akademik (Ferrari, 1995). Prokrastinasi akademik didefinisikan sebagai penundaan yang dilakukan pada tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik (Ferrari, 1995).

(54)

realitas, dan mampu berdamai dengan masalah. Sehingga mahasiswa akan mampu mengerjakan skripsi dengan lancar dan mampu menghadapi serta menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Mahasiswa akan enggan melakukan penundaan dan cenderung memiliki tingkat prokrastinasi akademik yang rendah.

E. Hipotesis

(55)

F. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Hubungan AntaraKecerdasan

spiritualdan Prokratsinasi Akademik

Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi

Kecerdasan Spiritual

Mampu bersikap fleksibel, kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan, mampu melampaui rasa sakit, memiliki kualitas hidup (visi & misi), mampu menghindari kerugian, mampu melihat keterkaitan, mampu mencari jawaban, mampu bersikap mandiri

Mampu mengambil keputusan, tidak membelot dan mampu menyelesaikan masalah, mampu bersikap asertif, tidak mengalami ketakutan untuk gagal, percaya diri, mampu menghadapi realitas, berdamai dengan masalah

Prokrastinasi Akademik Tinggi Prokrastinasi Akademik Rendah

Rendah Tinggi

Memiliki kewajiban menyelesaikan tugas skripsi

Menulis, membaca, menghadiri pertemuan, kinerja administratif, belajar menghadapi ujian,

tugas akademik secara keseluruhan

Kurang mampu bersikap fleksibel, kesadaran diri yang rendah, kurang mampu menghadapi penderitaan, kurang mampu melampaui rasa sakit, kurang memiliki kualitas hidup (visi & misi), kurang mampu menghindari kerugian, kurang mampu melihat keterkaitan, kurang mampu mencari jawaban, kurang mampu bersikap mandiri

Mengalami kesulitan mengambil keputusan, membelot, kurang asertif, takut gagal, kurang percaya diri, menginginkan sesuatu dalam keadaan

“perfect”, ketakutan atau kebencian

(56)

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang mengumpulkan data berupa angka dan menarik kesimpulan dengan prosedur statistik (Creswell, 2009). Penelitian kuantitatif yang digunakan yaitu kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara dua variabel (Azwar, 2005). Jenis penelitian ini melibatkan pengukuran serta penentuan korelasi atau hubungan antara dua variabel (Smith & Davis, 2010), yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel kecerdasan spiritual dan variabel prokrastinasi akademik.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2009), variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Terdapat 2 variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

(57)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi yaitu merupakan suatu kecenderungan yang berbahaya akibat kemalasan penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan yang penting dan usaha impulsif (Ferrari, Johnson, & Mc Cown, 1995). Variabel ini akan diukur dengan menggunakan Skala Prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti berdasarkan indikator prokrastinasi menurut Ferrari, Jhonson, dan McCown (1995), yaitu penundaan tugas akademik, keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, serta melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan

Tingkat prokrastinasi dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert dan diberikan kepada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang menjalani masa pengerjaan skripsi. Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat prokrastinasinya.

2. Kecerdasan Spiritual

(58)

dari setiap tindakan atau jalan hidupnya, menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar & Marshall, 2000). Dalam penelitian ini, variabel kecerdasan spiritual diukur menggunakan alat ukur yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek yang dinyatakan oleh Zohar & Marshall (2000) antara lain kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit, kualitas hidup yang terilhami oleh visi dan nilai, tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kemampuan untuk melihat keterkaitan, kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar, kemampuan bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri. Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasan spiritualnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat kecerdasan spiritualnya.

D. Subjek Penelitian

(59)

prokrastinasi akademik. Teknik pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknikpurposive sampling yaitu peneliti mengambil subjek berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Siregar, 2013), yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang mengerjakan skripsi lebih dari 1 semester.

E. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan instrumen penelitian berupa skala. Skala digunakan untuk mendapatkan data mengenai kecerdasan spiritual dan prokrastinasi.Pengambilan datadilakukan dengan memberikan skala pada subjek dalam bentuk online. Peneliti mempertimbangkan penggunaan skala dalam bentuk online agar lebih mudah mendapatkan subjek.

1. Skala Prokrastinasi Akademik

Dalam penelitian ini, pegumpulan data prokrastinasi akademik menggunakan skala Likert.Skala tersebut terdiri dari dua macam item yaitu item favorable (item dengan isi sesuai dengan variabel yang diukur) dan item unfavorable (item yang isinya bertentangan dengan variabel yang diukur).

(60)

kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik subjek. Jika jumlah item tidak seimbang akan menyebabkan terjadinya dominasi indikator (Supratiknya, 2014). Skor untuk item favorable berurutan dari pilihan STS-TS-S-SS, yaitu 1, 2, 3, 4. Sedangkan skor untuk item unfavorable berurutan dari pilihan STS-TS-S-SS, yaitu 4, 3, 2, dan 1.

Persebaran skala prokrastinasi akademik sebelum uji coba dapat dilihat dari tabel 1 berikut:

Tabel 3.1 Sebaran Aitem Skala Prokrastinasi Akademik Sebelum

(61)

2. Skala Kecerdasan Spiritual

Skala ini menggunakan metode likert dengan 4 kategori. Kategori yang digunakan adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Item dalam skala ini berjumlah 48 item yang terdiri dari 24 item favorable dan 24 item unfavorable. Perbandingan jumlah item dalam skala ini dibuat seimbang karena variabel kecerdasan spiritual bersifat unidimensi, maka setiap indikatordapat menunjukkan kecenderungan perilaku subjek. Jika jumlah item tidak seimbang akan menyebabkan terjadinya dominasi indikator (Supratiknya, 2014).

(62)

Tabel 3.2 Sebaran Aitem Skala Kecerdasan Spiritual Sebelum Uji

1 Kemampuan bersikap

fleksibel 1, 17, 33 9, 25, 41 6 12.5 %

penderitaan dan rasa sakit konvensi atau menjadi mandiri

8, 24, 40 16, 32, 48 6 12.5 %

(63)

F. Validitas, Reliabilitas dan Seleksi Item

1. Uji Validitas

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjelaskan fungsi ukurnya, artinya sejauh mana skala yang telah dibuat mampu menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan ukurnya (Azwar, 2005). Skala dikatakan valid bila dibuat sesuai dengan batas-batas berdasarkan hal yang ingin diukur (Azwar, 2009).

Skala prokrastinasi akademik dibuat berdasarkan aspek-aspek prokrastinasi yang dikemukakan oleh Ferrari, Johnson, & Mc. Cown (1995) yaitu penundaan tugas akademik, keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik, kesenjangan waktu antara rencana dan aktual, melakukan aktifitas lain. Kemudian skala kecerdasan spiritual dibuat berdasarkan aspek-aspek kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh Zohar & Marshall (2000) yaitu kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit, kualitas hidup yang terilhami oleh visi dan nilai, tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kemampuan untuk melihat keterkaitan, kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar, kemampuan bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri.

(64)

(Supratiknya, 2016). Penelitian ini menggunakan indeks validitas isi (IVI) untuk mengukurnya (Supratiknya, 2016). Untuk mendapatkan skor IVI, peneliti perlu melakukan penilaian ahli atau professional judgement terlebih dahulu dengan skor ordinal dari 1 – 4 (Supratinya, 2016). Proses validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan berkonsultasi pada dosen pembimbing skripsi. Skor IVI memiliki kisaran dari 0 – 1 (Supratiknya, 2016)

Skor IVI taraf aitem dihitung dengan rumus di bawah ini:

Sementara untuk IVI taraf skala total:

Penilaian kedua skala dilakukan dengan dosen pembimbing dan 10 orang lainnya pada tanggal 20 Juni 2018 hingga 30 Juni 2018. IVI-I pada skala prokrastinasi akademik memiliki skor antara 0,82 – 1 dan IVI-S sebesar 0,97.

(65)

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan untuk mendapatkan aitem yang valid sehingg layak digunakan untuk penelitian. Seleksi aitem dilakukan dengan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Seleksi aitem ini dilakukan berdasarkan daya diskriminasi aitemnya. Parameter daya beda aitem berupa koefisien korelasi aitem-total dan pemilihan aitem-aitemnya didasarkan pada besarnya koefisien korelasi tersebut.

Menurut Azwar (2009), kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Aitem yang memiliki koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang baik. Jika aitem yang memiliki angka koefisien korelasi kurang atau dibawah 0,30, bisa dikatakan aitem tersebut memiliki daya diskriminasi yang rendah dan akan digugurkan. Namun jika aitem yang memiliki koefisien korelasi kurang mencukupi sesuai dengan yang diinginkan, maka peneliti bisa menurunkan sedikit batas kriteria menjadi 0,25 (Azwar, 2009).

a) Skala Prokrastinasi Akademik

(66)

Uji coba skala dilakukan pada tanggal 20 Juli hingga 27 Juli 2018 secara online melalui google form, terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang dalam masa mengerjakan skripsi, yaitu mahasiswa angkatan 2011 hingga 2014. Terdapat 55 mahasiswa yang mengisi skala prokrastinasi akademik.

Tabel 3.3 Persebaran Skala Prokrastinasi Akademik Setelah

Uji Coba () :Aitem yang digugurkan

(67)

mempertahankan proporsi pada setiap aspek dan mengurangi jumlah aitem yang terlalu banyak, peneliti menggugurkan 18 butir aitem yang memiliki angka koefisien korelasi terendah dalam setiap aspek yaitu aitem nomor 1, 2, 5, 10, 12, 17, 22, 23, 25, 26, 30, 32, 33, 37, 38, 44, 46, dan 48.

Berdasarkan blueprint didapatkan 24 butir aitem yang digunakan dalam pengumpulan data. Skala prokrastinasi akademik ini terdiri dari 6 butir aitem pada keempat aspeknya dengan kisaran koefisien korelasi aitem-total 0,462 – 0,802. Berikut distribusi setelah melakukan seleksi aitem dan melakukan penomoran ulang.

Tabel 3.4 Skala Prokrastinasi Akademik yang Digunakan

(68)

.

b) Skala Kecerdasan Spiritual

Skala ini mulanya terdiri dari 48 item dengan 6 aitem aspek kemampuan bersikap fleksibel, 6 aitem aspek kesadaran diri, 6 aitem aspek kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit, 6 aitem aspek kualitas hidup yang terilhami oleh visi dan nilai, 6 aitem aspek tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, 6 aitem aspek kemampuan untuk melihat keterkaitan, 6 aitem aspek kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar, dan 6 aitem aspek kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri.

(69)

Tabel 3.5 Pesebaran Skala Kecerdasan Spiritual Setelah Uji

1 Kemampuan bersikap

fleksibel (1), 17, 33 9, (25), 41* 6 12.5 %

penderitaan dan rasa sakit konvensi atau menjadi mandiri

8*, 24, 40 16, (32), 48* 6 12.5 %

Total 24 (50%) 24 (50%) 48 100 %

(70)

Setelah melakukan seleksi aitem diketahui bahwa jumlah aitem yang gugur tidak seimbang pada setiap aspek. Untuk mempertahankan proporsi pada setiap aspek, peneliti menggugurkan 11 butir aitem yang memiliki angka koefisien korelasi terendah dalam setiap aspek yaitu aitem nomor 1, 4, 6, 13, 20, 22, 25, 29, 32, 34, 44.

(71)

Tabel 3.6 Skala Kecerdasan Spiritual yang Digunakan dalam

1 Kemampuan bersikap

fleksibel 17, 33 9 3 12.5 %

penderitaan dan rasa sakit konvensi atau menjadi mandiri

24, 40 16 3 12.5 %

(72)

3. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas skala dilakukan untuk mengukur konsistensi alat ukur yang digunakan (Supratiknya, 2014). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut ajeg (stabil) sehingga hasil pengukurannya handal. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dalam program SPSS 22 for windows.

Dalam pengukuran, reliabilitas suatu alat ukur dinyatakan oleh koefisien reliabilitas dengan rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Jika angka koefisien reliabilitas hampir mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi reliabilitasnya. Namun jika angka koefisien reliabilitas mendekati angka 0 maka semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2009).

Tabel 3.7 Tabel Klasifikasi Realibilitas (Periantalo, 2015)

Skor Klasifikasi

≥0,90 Sangat bagus 0,8 – 0,89 Bagus 0,7 – 0,79 Cukup bagus 0,6 – 0,7 Kurang bagus

(73)

Berdasarkan uji reliabilitas aitem pada skala prokrastinasi akademik yang telah melalui tahap seleksi aitem memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,948 yang dapat dikatakan sangat bagus (Periantalo, 2015). Sedangkan pada skala kecerdasan spiritual yang telah melalui tahap seleksi aitem diperoleh koefisien alpha cronbach sebesar 0.901 yang dapat dikatakan sangat bagus (Periantalo, 2015).

G. Teknik Analisi Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah sebaran data pada kedua variabel tersebut berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dalam program SPSS 22for Windows. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05(p>0,05), namun jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05(p< 0,05) maka data dikatakan tidak terdistribusi dengan normal (Respati, Yulianto, & Widiana, 2006).

b. Uji Linearitas

(74)

(linear) atau tidak (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini uji linearitas dilakukan dengan Test for Linearity pada program SPSS 22 for Windows. Dua variabel dikatakan mengikuti garis lurus jika memiliki nilai signifikansi atau probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).

2. Uji Hipotesis

(75)

58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang dalam masa pengerjaan skripsi. Data dari penelitian ini diperoleh dengan membagikan skala penelitian kepada subjek secara online dengan menggunakan google form. Pengambilan data secara online dilakukan dari tanggal 3 Agustus 2018 hingga 14 Agustus 2018. Setelah melakukan pengambilan data lalu peneliti memilah data subjek yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dan mendapatkan 115 skala yang dapat diolah.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang dalam masa pengerjaan skripsi. Deskripsi subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian ini memiliki 41 subjek laki-laki dengan persentase sebesar 37,3% dan 69 subjek perempuan dengan persentase sebesar 62,7%. Dengan demikian jumlah subjek perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.

(76)

usia 24 tahun sebanyak 21 orang. Subjek yang berasal dari angkatan 2011 sampai dengan angkatan 2014.

C. Deskripsi Data Penelitian

1. Prokrastinasi Akademik

Tabel 4.1 Deskripsi Data Prokrastinasi Akademik

Aspek N Teoritik Empirik

Min Max Mean Min Max Mean

Prokrastinasi

Akademik 110 24 96 60 40 89 62,79

Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Beda Mean

One-Sample Test

(77)

meanempiris yang diperoleh subjek adalah sebesar 62,79. Mean empiris lebih besar daripada mean teoritik, berarti subjek memiliki skor prokrastinasi akademik yang cenderung tinggi. Hasil tersebut juga diperkuat dengan uji t (Tabel 4.2) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi (0,000<0,05) tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritik.

2. Kecerdasan Spiritual

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kecerdasan Spiritual

N Teoritis Empirik

Min Max Mean Min Max Mean

Kecerdasan

Spiritual 110 24 96 60 53 77 66,35

Tabel 4.4 Tabel Hasil Uji Beda Mean

One-Sample Test

(78)

tertinggi yang diperoleh subjek adalah sebesar 77. Mean teoritik pada variabel kecerdasan spiritual adalah sebesar 60, sedangkan mean empiris yang diperoleh subjek adalah sebesar 66,35. Mean empiris lebih besar daripada mean teoritik, berarti subjek memiliki skor kecerdasan spiritual yang cenderung tinggi. Hasil tersebut juga diperkuat dengan uji t (Tabel 4.4) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi (0,000<0,05) tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritik.

D. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

a) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 22 for Windows. Hasil dari analisis statistik menunjukkan dua sumber data, yaitu dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk sehingga menghasilkan data sebagai berikut:

Tabel 4.5 Uji Normalitas Data Prokrastinasi Akademik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Prokrastinasi Akademik

.081 110 .075

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 3.1 Sebaran Aitem Skala Prokrastinasi Akademik Sebelum
Tabel 3.2 Sebaran Aitem Skala Kecerdasan Spiritual Sebelum Uji
Tabel 3.3 Persebaran Skala Prokrastinasi Akademik Setelah
+7

Referensi

Dokumen terkait

waktu yang cukup lama. Mereka berpikir harus memiliki orang dalam agar segera mendapat izin melakukan penelitian dilembaga tersebut dan hal ini membuat mahasiswa jadi

Dalam hal ini, ketika mahasiswa skripsi memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, dalam menghadapi hambatan skripsi maka mahasiswa cenderung tidak menunda-nunda

Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya orientasi tujuan dalam proses belajar dan membuat orientasi tujuan yang tepat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara prestasi akademik dan orientasi tujuan belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Pelaku prokrastinasi aktif memiliki ciri-ciri menunda dengan sengaja untuk fokus pada tugas yang lebih penting, mampu membuat keputusan bertindak tepat waktu,

Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan semua mahasiswa Fakultas Psikologi UBAYA melakukan prokrastinasi akademik, namun setiap

Pelaku prokrastinasi pasif memiliki ciri-ciri menunda tugas karena ketidakmampuan membuat keputusan dan betindak cepat, merasa tertekan dan menjadi pesimis saat pengumpulan tugas,

Menurut Anggraini, (2016) prokrastinasi akademik merupakan perilaku menunda memulai mengerjakan dan menunda menyelesaikan tugas, sehingga orang yang melakukan