• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik diare dengan metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta tahun 2016-2017 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik diare dengan metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta tahun 2016-2017 - USD Repository"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

PADA PASIEN PEDIATRIK DIARE DENGAN METODE GYSSENS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA YOGYAKARTA

TAHUN 2016-2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Claresta Sartika NIM : 158114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

PADA PASIEN PEDIATRIK DIARE DENGAN METODE GYSSENS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KOTA YOGYAKARTA

TAHUN 2016-2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Claresta Sartika NIM : 158114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)

iv

(5)

v

Kupersembahkan untuk:

(6)
(7)
(8)

viii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat cinta kasih, penyertaan dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatrik Diare dengan Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2016-2017” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis sungguh menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan apabila tidak ada bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena atas berkat-Nya yang luar biasa sehingga penulis diberikan kelancaran untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

3. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran dan doa selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Dr. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. dan Ibu Aris Widayati, M. Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang dengan telah memberi masukan, waktu, kritik dan saran yang membangun selama penyelesaian skripsi ini. 5. Direktur, Staf Diklat, Staf Rekam Medis dan Apoteker di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kepercayaan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

(9)

ix

7. Kedua orang tuaku Bapak Suhardi dan Ibu Suwanti serta Adikku Bonaventura Verrell Aditya yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan kasih sayang terutama selama proses studi dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

8. Sahabat “Partner Cabs” Alberta Widya Kristyasari dan Paulina Dewi Rosari yang senantiasa menghibur serta memberikan semangat, dukungan, doa dan bantuan selama proses perkuliahan, terutama dalam penyusunan proposal hingga skripsi ini.

9. Sahabat ‘Aak Burjo’ Nadia, Indian, Graciella, Kak Nia dan Tia yang senantiasa memberi bantuan moril, dukungan, semangat, doa selama saat penyusunan proposal hingga skripsi ini. Teruntuk cikgu Tommy yang senantiasa memberi bantuan materi dan sabar mengajari penulis terutama saat UTS dan UAS.

10.Rekan-rekan skripsi ‘Geng Pak Wawan’ Alberta, Indian, Graciella, Misty, Kak Nia dan Marju yang memberikan dukungan dan semangat pantang mundur satu sama lain saat proses penyusunan proposal hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Mbak Ayu, Mbak Atyk, Kak Dita, Ester yang mendengarkan keluh kesahku dan selalu menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

12.Semua pihak yang memberikan dukungan doa dan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan meminta maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan kata terkait dengan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Yogyakarta, 1 Desember 2018

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

Desain dan Subjek Penelitian ... 2

Pengambilan Data ... 2

Analisis Data... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

KESIMPULAN ... 13

SARAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 18

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I Kriteria Gysenss...5 Tabel II Persentase Jenis Antibiotik yang Digunakan pada Pasien

Pediatrik Diare Tahun 2016-2017 di RSUD Kota Yogyakarta .... 6 Tabel III. Distribusi Data Kerasionalan Penggunaan Antibiotik

Berdasarkan Kategori Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2016-2017 ... 6 Tabel IV. Hasil Evaluasi Penggunaan Tiap Antibiotik Berdasarkan Kategori

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Populasi Penelitian Pasien Pediatrik Diare

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearence ... 18

Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RSUD Kota Yogyakarta ... 19

Lampiran 3. Surat Perizinan Penelitian Dinas Penanaman Modal dan Perizinan ... 20

Lampiran 4. Definisi Operasional ... 21

Lampiran 5. Kasus Kategori 0 ... 22

Lampiran 6. Kasus Kategori III A ... 27

Lampiran 7. Kasus Kategori IV C ... 30

(14)

xiv ABSTRAK

Diare merupakan salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dan terjadi paling sedikit tiga kali dalam sehari. Diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di RSUD Kota Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik diare dengan metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta periode tahun 2016-2017.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan jenis penelitian deskriptif evaluatif menggunakan data rekam medis yang bersifat retrospektif. Evaluasi penggunaan antibiotik menggunakan diagram alir Gyssens yang memuat kriteria untuk mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotik. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien diare kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta periode 2016-2017 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil evaluasi disajikan dalam bentuk narasi dan tabel yang berisi jumlah dan persentase penggunaan antibiotik.

Hasil evaluasi penggunaan antibiotik berdasarkan metode Gyssens didapatkan penggunaan antibiotik yang rasional (kategori 0) sebesar 42,3% dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebesar 57,7% dengan rincian terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih murah sebesar 11,5% (kategori IV C) dan terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih efektif (kategori IV A) sebesar 3,8%.

(15)

xv ABSTRACT

Diarrhea is a manifestation of gastrointestinal disorders occurs at least three times a day. Diarrhea and gastroenteritis by certain infectious causes are included in the top 10 inpatient diseases at RSUD Kota Yogyakarta in 2014. This study was conducted to determine the rationality of antibiotics usage in pediatric patient with diarrhea by the Gyssens method at Inpatient Installation of RSUD Kota Yogyakarta in 2016-2017.

This study is a non-experimental research with descriptive evaluative method design and using retrospective data collection. Antibiotic evaluation uses a Gyssens flow chart that contains criteria for evaluating the accuracy of prescribing antibiotics. Respondents used in this study were pediatric group diarrhea patients at Inpatient Installation of RSUD Kota Yogyakarta in 2016-2017 fill the inclusion criteria. Evaluation results are presented in the form of narratives and tables that contain the number and percentage of antibiotic usage.

The results of this evaluation based on the Gyssens category were 42,3% was a rational (category 0) and 57,7% for irrational use of antibiotics with details of 42,3% including too long antibiotics use (category III A); 11,5% including there were other alternatives which were cheaper (category IV C) and 3,8 % including there were other effective alternatives (category IV A).

(16)

1 PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dimana terjadi peningkatan frekuensi, konsistensi feses yang lebih cair dari biasanya, bisa disertai dengan darah atau lendir dan terjadi paling sedikit tiga kali dalam sehari. Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi (bakteri, virus, parasit), malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), alergi, keracunan, imunodefisiensi dan faktor psikologis (Depkes RI, 2011; Muttaqin & Sari, 2013). Pada setiap tahunnya, terdapat 1,9 juta anak yang berusia < 5 tahun meninggal karena diare (WGO, 2012). Pada tahun 2014, diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 105 kasus (Kemenkes, 2015).

Terdapat banyak penelitian yang mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare dengan metode Gyssens seperti penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2016) menyatakan bahwa terdapat ketidakrasionalan penggunaan antibiotik dari 54 peresepan yang digunakan terdapat 21 peresepan antibiotik tanpa indikasi dan 23 peresepan adanya antibiotik lain yang lebih efektif. Hasil penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Naibaho (2018) menyatakan bahwa dari 65 peresepan yang digunakan terdapat 4 peresepan yang rasional dan 61 peresepan yang tidak rasional. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Satari, Firmansyah, dan Teresia (2011) menunjukkan penggunaan antibiotik yang rasional sebanyak 39,6% dan 48,3% yang tidak rasional. Hasil dari tiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih ada penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada pasien diare.

(17)

2 METODE PENELITIAN

Desain dan Subjek Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif evaluatif dengan data retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan melihat data rekam medis pasien pediatrik diare yang memenuhi kriteria inklusi di RSUD Kota Yogyakarta. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien diare kelompok pediatrik (0-11 tahun) baik laki-laki dan perempuan yang menjalani rawat inap dengan periode perawatan bulan Januari-Desember tahun 2016-2017, pasien yang terdiagnosis diare dan mendapatkan terapi antibiotik selama menjalani rawat inap dan pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta infeksi lain. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien dengan data rekam medis yang hilang, tidak lengkap dan tidak bisa dikonfirmasi, pasien melanjutkan pengobatan di tempat lain.

Gambar 1. Bagan Populasi Penelitian Pasien Pediatrik Diare di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2016-2017

Pengambilan Data

Pengambilan data rekam medis dilakukan dengan mengambil seluruh populasi pasien pediatrik diare yang menjalani rawat inap di RSUD Kota Yogyakarta periode tahun 2016-2017 yang sudah memenuhi kriteria inklusi. Data yang diambil terdiri dari nomor rekam medis, jenis kelamin, usia, tanggal masuk dan pulang, status pulang, diagnosa utama, tanda vital, pemeriksaan hematologi, urinalisa, pemeriksaan feses dan antibiotik yang diberikan selama rawat inap. Penelitian ini telah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Yogyakarta dengan

(18)

3

nomor surat 070/2036-5071/34 dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor surat 840/C.16/FK/2018 serta pihak RSUD Kota Yogyakarta dengan nomor surat 070/4937.

Analisis Data

(19)

4

(20)

5

Tabel I. Kriteria Gysenss (Gyssens, 2005). Kategori 0 penggunaan antibiotik tepat/bijak

Kategori I penggunaan antibiotik tidak tepat waktu Kategori IIA penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

Kategori II B penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian Kategori IIC penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian Kategori IIIA penggunaan antibiotik terlalu lama

Kategori IIIB penggunaan antibiotik terlalu singkat Kategori IVA terdapat antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IVB terdapat antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman Kategori IVC terdapat antibiotik lain yang lebih murah

Kategori IVD ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit Kategori V tidak ada indikasi penggunaan antibiotik

Kategori VI data rekam medik tidak lengkap untuk dievaluasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat 22 kasus dengan 26 peresepan antibiotik pada pasien pediatrik diare tahun 2016-2017 di RSUD Kota Yogyakarta. Antibiotik yang diresepkan merupakan penggunaan antibiotik secara empiris karena tidak dilakukan kultur bakteri untuk semua kasus sehingga tidak dapat diketahui secara pasti bakteri penyebabnya.

(21)

6

Tabel II. Persentase Jenis Antibiotik yang digunakan pada Pasien Pediatrik Diare Tahun 2016-2017 di RSUD Kota Yogyakarta Antibiotik Jumlah Persentase

Cefixime 16 61,5%

Gabryl® (paramomycin) 3 11,5%

Ceftriaxone 2 7,8%

Cefotaxime 2 7,8%

Gentamycin 1 3,8%

Cefadroxil 1 3,8%

Flagyl® (metronidazol) 1 3,8%

Total 26 100%

(22)

7

Tabel IV. Hasil Evaluasi Penggunaan Tiap Antibiotik

Berdasarkan Kategori Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2016-2017

No Antibiotik Kategori Gyssens Total

0 IIIA IVA IVC III A : Penggunaan antibiotik terlalu lama IV A : Terdapat antibiotik lain yang lebih efektif IV C : Terdapat antibiotik lain yang lebih murah

Berikut ini disajikan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik diare di Instalasi rawat inap RSUD Kota Yogyakarta tahun 2016-2017 secara lebih terperinci:

1. Penggunaan antibiotik tepat/bijak (kategori 0)

Penggunaan antibiotik tergolong tepat/bijak (rasional) jika lolos kategori I-VI berdasarkan alur Gyssens. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan sebanyak 11 peresepan yang masuk kedalam kategori 0 yaitu 9 peresepan menggunakan cefixime dan 2 peresepan menggunakan ceftriaxone. Salah satu contoh penggunaan antibiotik yang rasional yaitu kasus 19 (cefixime) (Lampiran 5).

(23)

8

(24)

9

yaitu 400 mg/hari sehingga lolos kategori II A (pemberian antibiotik tepat dosis). Penggunaan antibiotik cefixime yang dianjurkan adalah setiap 12 jam (Lacy et al., 2011). Interval pemberian antibiotik yang digunakan pasien sudah tepat setiap 12 jam sehingga lolos kategori II B (interval pemberian antibiotik tepat). Rute pemberian antibiotik sudah tepat melalui per-oral (Lacy et al., 2011) sehingga lolos kategori II C (penggunaan antibiotik tepat rute pemberian). Waktu pemberian antibiotik setiap harinya tepat dan selalu konsisten yaitu setiap pukul 06.00 dan 18.00 sehingga lolos kategori I (penggunaan antibiotik tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan cefixime termasuk kategori 0 yang artinya rasional.

2. Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu (kategori I)

Hasil evaluasi dengan metode Gyssens tidak ditemukan adanya antibiotik yang termasuk dalam kategori I.

3. Penggunaan antibiotik tidak tepat rute pemberian (kategori II C)

Berdasarkan evaluasi dengan metode Gyssens, tidak ditemukan adanya antibiotik yang masuk dalam kategori II C.

4. Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian (kategori IIB)

Berdasarkan hasil evaluasi tidak ditemukan adanya antibiotik yang masuk dalam kategori III B.

5. Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori II A)

Ketidaktepatan dosis apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi sehingga sangat berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu rendah tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Kemenkes, 2011). Berdasarkan hasil evaluasi dengan metode Gyssens, tidak ditemukan adanya antibiotik yang masuk dalam kategori II A.

6. Penggunaan antibiotik terlalu singkat (kategori III B)

(25)

10

7. Penggunaan antibiotik terlalu lama (kategori III A)

Durasi pemberian antibiotik tergantung pada tingkat keparahan suatu penyakit. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah 2-3 hari selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan kondisi klinis pasien, pemeriksaan mikrobiologi dan data penunjang lainnya (Kemenkes, 2011). Apabila tidak terdapat peningkatan kondisi pasien maka antibiotik dapat diganti dengan antibiotik lainnya yang sudah direkomendasikan dari pihak Rumah Sakit. Antibiotik empiris yang sudah digunakan lebih dari 3 hari namun belum memberikan outcome yang baik juga dapat dikategorikan durasi pemberian terlalu lama. Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 11 peresepan yang masuk dalam kategori ini yaitu 7 peresepan menggunakan cefixime, 2 peresepan menggunakan cefotaxime, 1 peresepan menggunakan gentamycin dan 1 peresepan menggunakan flagyl®. Salah satu contoh penggunaan antibiotik yang terlalu lama yaitu kasus 18 (cefixime). (Lampiran 6).

Pada kasus 18, pengobatan antibiotik cefixime merupakan pengobatan secara empiris. Selama pasien di Rumah Sakit menerima cefixime selama 6 hari sehingga masuk dalam kategori III A yaitu pemberian antibiotik terlalu lama. Durasi penggunaan antibiotik yang lama akan meningkatkan konsentrasi obat dalam darah sehingga beresiko menyebabkan toksisitas (Ishaque & Aighewi, 2014). Selain itu penggunaan antibiotik yang terlalu lama akan mengganggu perkembangan flora normal dalam tubuh sehingga sulit untuk mengendalikan infeksi bakteri (Francino, 2016). Rawat inap yang cukup lama juga akan menyebabkan biaya perawatan yang semakin tinggi (Utami, 2012). 8. Terdapat pilihan antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit (kategori IV D)

(26)

11

Ikatan Dokter Indonesia dan acuan tersebut juga digunakan oleh RSUD Kota Yogyakarta sebagai standar terapi sehingga tidak ada kasus yang masuk dalam kategori ini.

9. Terdapat alternatif antibiotik yang lebih murah (kategori IV C)

Adanya antibiotik lain yang lebih murah dilihat berdasarkan daftar harga obat di RSUD Kota Yogyakarta. Pada kategori ini membandingkan setiap antibiotik yang digunakan di RSUD Kota Yogyakarta dengan brand name dari setiap antibiotik berdasarkan acuan MIMS. Status bayar pasien juga

diperhatikan dalam kategori ini untuk melihat apakah antibiotik yang digunakan masuk ke dalam Formularium Nasional. Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 3 peresepan yang masuk dalam kategori ini yaitu pasien yang menggunakan gabryl®. Salah satu contoh adanya alternatif antibiotik yang lebih murah yaitu kasus 2 (gabryl®). (Lampiran 7).

Pada kasus 2, pasien mendapatkan antibiotik gabryl® sirup berisi paramomycin yang merupakan antibiotik amoebisidal golongan aminoglikosida (MIMS, 2014). Antibiotik ini merupakan salah satu pilihan untuk mengobati diare (Gunawan, 2016). Harga gabryl® sirup (paromomycin) adalah Rp 68.850 dan gabryl® tidak masuk ke dalam Formularium Nasional sedangkan status bayar pasien merupakan BPJS. Terdapat pilihan antibiotik lain yang lebih murah yaitu cefixime sirup dengan harga Rp. 11.880 sehingga masuk dalam kategori IV C yaitu ada pilihan antibiotik yang lebih murah. Dari hasil pemeriksaan feses mikroskopik tidak ditemukan adanya amoeba sehingga tidak diketahui alasan dokter memberikan antibiotik gabryl® pada kasus ini. Setelah melakukan wawancara dengan Apoteker, dipilih cefixime sirup karena pertimbangan kondisi pasien anak-anak lebih memungkinkan bentuk sediaan sirup. Menurut Panduan Praktik Klinik (2015) dan Amin (2015) apabila terdapat amoeba maka antibiotik yang dapat digunakan adalah metronidazol.

(27)

12

antibiotik terhadap pasien, atau munculnya efek samping yang tidak diharapkan. Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya antibiotik yang masuk dalam kategori ini.

11.Terdapat alternatif antibiotik yang lebih efektif (kategori IV A)

Adanya antibiotik lain yang lebih efektif apabila terdapat antibiotik lain yang lebih di rekomendasikan karena dinilai akan memberikan terapi yang optimal. Berdasarkan hasil evaluasi dengan alur Gyssens, didapatkan 1 peresepan yang termasuk dalam kategori ini yaitu kasus 22 (cefadroxil). (Lampiran 8).

Pada kasus 22, pasien menerima antibiotik cefadroxil pada hari pertama saja kemudian dilanjutkan dengan cefixime selama rawat inap karena setelah menggunakan cefadroxil tidak ada perubahan klinis yang dialami oleh pasien. Namun yang diambil contoh kategori IV A (terdapat alternatif antibiotik yang lebih efektif) adalah cefadroxil. Pasien terdiagnosis gastroenteritis akut sehingga perlu diberikan terapi dengan antibiotik. Tidak didapatkan literatur yang menyatakan bahwa cefadroxil merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut sehingga adanya antibiotik yang lebih efektif yaitu cefixime karena merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut (Ikatan Dokter Indonesia, 2015). Pemilihan cefixime juga mengandalkan penilaian klinis pihak rumah sakit melalui wawancara dengan Apoteker karena tingkat keberhasilan terapi lebih tercapai dan merupakan salah satu pilihan antibiotik di RSUD Kota Yogyakarta untuk pasien dengan gastroenteritis akut. Berdasarkan evaluasi diatas, terdapat antibiotik lain yang lebih efektif yaitu cefixime sehingga cefadroxil masuk dalam kategori ini. 12.Penggunaan antibiotik tidak diindikasikan (kategori V)

(28)

13

yang digunakan diindikasikan sehingga tidak ada yang masuk dalam kategori ini.

13.Data tidak lengkap (kategori VI)

Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, terdapat halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi (Permenkes, 2011). Pada penelitian ini tidak terdapat peresepan yang masuk dalam kategori ini.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu jumlah data yang didapatkan oleh peneliti sedikit dan wawancara hanya dilakukan dengan Apoteker sehingga alasan dokter penulis resep memberikan terapi untuk pasien tidak diketahui.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien diare pediatrik dengan metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2016-2017 dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam penggunaan antibiotik tepat/rasional (kategori 0) sebesar 42,3% dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebesar 57,7% dengan rincian penggunaan antibiotik terlalu lama (kategori III A) sebesar 42,3%, terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih murah sebesar 11,5% (kategori IV C) dan terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih efektif (kategori IV A) sebesar 3,8%.

(29)

14 SARAN

(30)

15

DAFTAR PUSTAKA

Amin, L, Z., 2015. Tatalaksana Diare Akut. Cermin Dunia Kedokteran Edisi 234, 42 (7), 504-508.

Departemen Kesehatan RI, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fitriyani, D, A., 2016. Evaluasi Peresepan Antibiotika pada Pasien Diare Dengan Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode April 2015. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Francino, M, P., 2016. Antibiotics and the Human Gut Microbiome: Dysbioses and Accumulation of Resistances. Frontiers in Microbiology, (6), 1-11. Guarino, A., Bruzzese, E., and Giannattasio, A., 2018. Antibiotic Treatment of

Acute Gastroenteritis in Children. Faculty Research. 1-10.

Gunawan, A., 2016. Peranan Parmomomycin untuk Ameabiasis. Cermin Dunia Kedokteran Edisi 239, 43 (4), 307-309.

Gyssens, I, C., 2005. Audits for Monitoring the Quality of Antimicrobial Prescriptions. In: Gould, I. M., Van der Meer, J. W. M., eds. Antibiotic Policies. Boston, Springer, 197-219.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ikatan Dokter Indonesia, 2015. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Ishaque, A. B., and Aighewi, I, T., 2014. Dose Response. Reference Module in Earth Systems and Environmental Sciences. 1-11.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

(31)

16

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Profil Kesehatan Tahun 2015 Kota Yogyakarta (Data Tahun 2014). Yogyakarta: Dinas Kesehatan

Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Formularium Nasional. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/659/2017.

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., and Goldman, M. P., 2011. Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource fir All Clinicians and Healthcare

Professionals. New York: American Pharmacists Association.

Medscape, 2018. Drugs and Diseases Cefixime Interactions. (Online). https://reference.medscape.com/drug/suprax-cefixime-342503/ accessed 28 November 2018.

Medscape, 2018. Drugs and Diseases Cefotaxime Interactions. (Online). https://reference.medscape.com/drug/claforan-cefotaxime-342506/

accessed 1 December 2018.

Medscape, 2018. Drugs and Diseases Paromomycin Interactions. (Online). https://reference.medscape.com/drug/humatin-paromomycin-342665#3/ accessed 3 December 2018.

MIMS, 2014. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Muttaqin, A. dan Sari, K., 2013. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Naibaho, F, F., 2018. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Diare Dengan Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSSV Singkawang. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Permenkes, 2015. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015. Santos, D.R., Silva, L, R., and Silva, N., 2006. Antibiotics for the Empirical

(32)

17

Satari, H. I., Firmansyah, A., and Teresia, 2011. Qualitative Evaluation of Antibiotic Usage in Pediatric Patients. Paediatrica Indonesiana, 51 (6), 303-310.

Utami, E., 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Sainstis, 1(1), 124-138.

World Gastroenterology Organisation, 2012. Acute diarrhea in adults and children: A Global perspective.

(33)

18 Lampiran 1. Ethical Clearance

(34)

19

(35)

20

(36)

21 Lampiran 4. Definisi Operasional

1. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien diare kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta periode 2016-2017 dengan kode ICD 10: A09 yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Kelompok pediatrik menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah prematur (sebelum berusia 37 minggu), neonatus (1 hari – 1 bulan), bayi (1 bulan – 1 tahun) dan anak (1 - 11 tahun). 3. Data penelitian menggunakan data rekam medis yang didapatkan dari

bagian rekam medis RSUD Kota Yogyakarta yang berkaitan dengan data pasien pediatrik diare dengan mencantumkan data pengobatan dan perawatan pasien seperti usia, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar rumah sakit, keluhan utama, diagnosa, pemeriksaan fisik (suhu tubuh, tanda vital, pemeriksaan laboratorium hematologi, urinalisa dan feses.

(37)

22 Lampiran 5. Kasus 19 (Kasus Kategori 0)

Tanggal Masuk : 5/12/17 Tanggal Pulang : 8/12/17 Pasien An. Na / Perempuan / 2 Tahun 0 Bulan 14 Hari

Status Pulang Sembuh

Diagnosa Utama Gastroenteritis Akut

Tanda Vital BB

11 kg

Suhu 36,60C Terapi Antibiotik Cefixime 35 mg / 12 jam

Assesment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori) No Nama

Antibiotik

Kategori Gyssens

Hasil Assesment (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)

1 Cefixime VI Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap). Assesment : Data rekam medis pasien lengkap.

V Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik). Assesment : Pasien terdiagnosa gastroenteritis akut. sehingga perlu diberikan terapi dengan antibiotik. IV A Lolos kategori IV A (tidak ada antibiotik yang lebih

efektif).

Assesment : Cefixime merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut (IDI, 2015). Cefixime dijadikan sebagai pilihan utama di RSUD Kota Yogyakarta karena tidak dilakukan kultur bakteri sehingga pengobatan antibiotik dilakukan secara empiris. Pemilihan Cefixime juga mengandalkan penilaian klinis dari pihak rumah sakit karena tingkat keberhasilan terapi lebih tercapai.

IV B Lolos kategori IV B (tidak ada antibiotik lain yang kurang toksik).

Assesment : Cefixime merupakan antibiotik yang cukup aman untuk pediatri (Ikatan Dokter Indonesia, 2015) dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang dikonsumsi oleh pasien (Medscape, 2018).

IV C Lolos kategori IV C (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih murah).

(38)

23

name dari cefixime yaitu cefspan® yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta dan cefixime masuk dalam Formularium Nasional.

IV D Lolos kategori IV D (tidak ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit).

Assesment : Cefixime merupakan antibiotik yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Indonesia (2015) untuk pelaksanaan diare.

III A Lolos kategori III A (pemberian antibiotik tidak terlalu lama).

Assesment : Pemakaian untuk terapi empiris adalah 2-3 hari, selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan kondisi klinis pasien, pemeriksaan biologis dan data penunjang lainnya (Kemenkes, 2011). Selama pasien di Rumah Sakit menerima cefixime selama 3 hari sehingga pemberian antibiotik tidak terlalu lama. III B Lolos kategori III B (pemberian antibiotik tidak terlalu

singkat).

Assesment : Pemakaian untuk terapi empiris adalah 2-3 hari, selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan kondisi klinis pasien, pemeriksaan biologis dan data penunjang lainnya (Kemenkes, 2011). Selama pasien di Rumah Sakit menerima cefixime selama 3 hari sehingga pemberian antibiotik tidak terlalu singkat. II A Lolos kategori II A (pemberian antibiotik tepat dosis).

Assesment : Dosis cefixime yang dianjurkan adalah 8 mg/kg dalam dosis terbagi selama 12-24 jam dengan dosis maksimum 400 mg/hari (Lacy, et al., 2011). Dosis yang diberikan pada pasien adalah 35 mg/12 jam. Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yang digunakan oleh pihak rumah sakit karena tidak melebihi dosis maksimum perhari.

Perhitungan : 11 kg x 4 mg/kg = 44 mg/12 jam. Untuk sehari : 88 mg/24 jam (dosis maksimum 400mg/hari).

II B Lolos kategori II B (interval pemberian antibiotik tepat).

(39)

24

tepat setiap 12 jam.

II C Lolos kategori II C (penggunaan antibiotik tepat rute pemberian).

Assesment : Rute pemberian antibiotik sudah tepat melalui per-oral (Lacy, et al., 2011).

I Lolos kategori I (penggunaan antibiotik tepat waktu pemberian).

Assesment : Waktu pemberian antibiotik setiap

harinya tepat yaitu setiap pukul 06.00 dan 18.00. 0 Lolos kategori 0

Assesment : Lolos semua kategori diatas, termasuk pemberian antibiotik yang tepat.

Kesimpulan Penggunaan antibiotik tepat (kategori 0).

(40)

25

Monosit # 0,84 0,12-1,2 10^3/uL

Eosinofil # 0,05 0,02-0,50 10^3/uL

Basofil # 0,02 0-1 10^3/uL

Pemeriksaan Feses Makroskopik Tanggal : 5/12/17

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Warna Kuning Kuning kecokelatan

Konsistensi Cair Lembek

Darah - -

Lendir + -

Pemeriksaan Feses Mikroskopik Tanggal : 5/12/17

Parameter Hasil Nilai Rujukan

(41)

-26

Nama obat pulang Dosis Pemberian

Cefixime 35 mg 2xl

L bio 1 Sacchet 1x

(42)

27 Lampiran 6. Kasus 18 (Kasus Kategori III A)

Tanggal Masuk : 11/10/17 Tanggal Pulang : 16/10/17 Pasien An. Ha / Perempuan / 0 Tahun 10 Bulan 4 Hari

Status Pulang Sembuh

Diagnosa Utama Gastroenteritis Akut

Tanda Vital BB

7 kg

Suhu 37,90C

Terapi Antibiotik Cefixime 2 x 20mg

Assesment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori) No Nama

Antibiotik

Kategori Gyssens

Hasil Assesment (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)

1 Cefixime VI Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap). Assesment : Data rekam medis pasien lengkap.

V Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik). Assesment : Pasien terdiagnosa gastroenteritis akut sehingga perlu diberikan terapi dengan antibiotik. IV A Lolos kategori IV A (tidak ada antibiotik yang lebih

efektif).

Assesment : Cefixime merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut (IDI, 2015). Cefixime dijadikan sebagai pilihan utama di RSUD Kota Yogyakarta karena tidak dilakukan kultur bakteri sehingga pengobatan antibiotik dilakukan secara empiris. Pemilihan Cefixime juga mengandalkan penilaian klinis dari pihak rumah sakit karena tingkat keberhasilan terapi lebih tercapai.

IV B Lolos kategori IV B (tidak ada antibiotik lain yang kurang toksik).

Assesment : Cefixime merupakan antibiotik yang cukup aman untuk pediatri (Ikatan Dokter Indonesia, 2015) dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang dikonsumsi oleh pasien (Medscape, 2018).

IV C Lolos kategori IV C (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih murah).

Assesment : Cefixime merupakan antibiotik generik dan harganya lebih murah dibandingkan dengan brand name dari cefixime yaitu cefspan yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta dan cefixime masuk dalam Formularium Nasional.

(43)

28

Assesment : Cefixime merupakan antibiotik yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Indonesia (2015) untuk pelaksanaan diare.

III A Tidak lolos kategori III A (pemberian antibiotik terlalu lama).

Assesment : Pemakaian untuk terapi empiris adalah 2-3 hari, selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan kondisi klinis pasien, pemeriksaan biologis dan data penunjang lainnya (Kemenkes, 2011). Selama pasien di Rumah Sakit menerima cefixime selama 6 hari sehingga pemberian antibiotik terlalu lama.

(44)

29

Pemeriksaan Feses Makroskopik Tanggal : 14/10/17

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Warna Kuning Kuning kecokelatan

Konsistensi Cair Lembek

Darah - -

Lendir + -

Pemeriksaan Feses Mikroskopik Tanggal : 14/10/17

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Lekosit + (4-6)/LP

-Nama obat pulang Dosis Pemberian

Cefixime 2 x 20mg 2x/hr

Lacto B 2 x 1sacc 2x/hr

(45)

30 Lampiran 7. Kasus 2 (Kasus Kategori IV C)

Assesment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)

No Nama

Antibiotik

Kategori Gyssens

Hasil Assesment (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)

1 Gabryl® (Paromomy

cin)

VI Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap). Assesment : Data rekam medis pasien lengkap.

V Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik). Assesment : Pasien terdiagnosa gastroenteritis akut sehingga membutuhkan antibiotik.

IV A Lolos kategori IV A (Tidak ada antibiotik yang lebih efektif).

Assesment : Gabryl® sirup berisi paramomycin yang merupakan antibiotik amoebisidal golongan aminoglikosida (MIMS, 2014). Antibiotik ini merupakan salah satu pilihan untuk mengobati diare (Gunawan,2016).

IV B Lolos kategori IV B (tidak ada antibiotik lain yang kurang toksik).

Assesment : Gabryl® (paromomycin) merupakan

antibiotik yang cukup aman untuk pediatri dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang dikonsumsi oleh pasien (Medscape, 2018).

IV C Tidak lolos kategori IV C (Ada pilihan antibiotik yang lebih murah).

Assesment : Harga Gabryl® sirup (paromomycin)

adalah Rp 68.850 sedangkan status bayar pasien merupakan BPJS. Terdapat pilihan antibiotik lain yang lebih murah yaitu cefixime sirup dengan harga Rp. 11. 880

Tanggal Masuk : 5/2/2017 Tanggal Pulang : 8/2/2017 Pasien An. Mu / Laki-laki / 3 Tahun 10 Bulan 25 Hari

Status Pulang Sembuh

Diagnosa Utama Gastroenteritis Akut

Tanda Vital BB

11 kg

Suhu 360C

(46)

31

Kesimpulan Tidak lolos kategori IV C karena terdapat pilihan antibiotik yang lebih murah.

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Warna Cokelat Kuning kecokelatan

Konsistensi Lembek Lembek

Darah + -

(47)

32

Pemeriksaan Feses Mikroskopik Tanggal : 6/2/2017

Parameter Hasil Nilai Rujukan

(48)

-33 Lampiran 8. Kasus 22 (Kasus Kategori IV A)

Tanggal Masuk : 15/02/16 Tanggal Pulang : 18/2/16 Pasien An. Na / Perempuan / 5 Tahun

Status Pulang Sembuh

Diagnosa Utama Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi

Tanda Vital BB

18 kg

Suhu 38,80C Terapi antibiotik Cefradroxil 1 ½ cth per 12 jam

Cefixime 60mg per 12 jam

Assesment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori) No Nama

Antibiotik

Kategori Gyssens

Hasil Assesment (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)

1 Cefradroxil VI Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap). Assesment : Data rekam medis pasien lengkap.

V Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik). Assesment : Pasien terdiagnosa gastroenteritis akut sehingga perlu diberikan terapi dengan antibiotik. IV A Tidak lolos kategori IV A (ada antibiotik yang lebih

efektif).

Assesment : Tidak didapatkan literatur yang

menyatakan bahwa cefradroxil merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut sehingga adanya antibiotik yang lebih efektif yaitu cefixime karena merupakan salah satu pilihan obat untuk gastroenteritis akut (Ikatan Dokter Indonesia, 2015). Pemilihan Cefixime juga mengandalkan penilaian klinis dari pihak rumah sakit karena tingkat keberhasilan terapi lebih tercapai dan merupakan salah satu pilihan antibiotik di RSUD Kota Yogyakarta untuk pasien dengan gastroenteritis akut.

(49)

34

Parameter Hasil Nilai Rujukan

(50)

35

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Warna Cokelat Kuning kecokelatan

Konsistensi Cair Lembek

Darah + -

Lendir + -

Pemeriksaan Feses Mikroskopik Tanggal : 15/2/16

Parameter Hasil Nilai Rujukan

(51)

-36

Nama obat pulang Dosis

Pemberian

Cefixime 60 mg 2x1

Paracetamol 200 mg 1x1

Zink 1 tab 1x1

(52)

37

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Claresta Sartika lahir di Tanjungpinang, 18 Juni 1997. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Suhardi dan Ibu Suwanti. Penulis telah menempuh pendidikan di TK St. Bernadeth Tanjungpinang (2002-2003), SD Katolik Tanjungpinang (2003-2009), SMP Katolik Tanjungpinang (2009-2012), SMA Negeri 1 Tanjungpandan (2012-2015) dan pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah menjadi asisten dosen praktikum komunikasi farmasi serta mengikuti kegiatan kepanitiaan yaitu Anggota Pharmacy Performance 2015 & 2016 dan Koordinator Humas Pharmacy Performance 2017, Anggota Cosmetics Student Club, Desa Mitra 2 (2016-2017) dan Pengajar aktif Kali Code

Gambar

Tabel I Kriteria Gysenss.............................................................................5
Gambar 2. Diagram Alir Peresepan Antibiotik Kriteria Gyssens....................4
Gambar 1.  Bagan Populasi Penelitian Pasien Pediatrik Diare
Gambar 2. Diagram Alir Peresepan Antibiotik Kriteria Gyssens (Gyssens, 2005)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dianalisis dengan metode deskriptif untuk mengetahui evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia pediatrik di Instalasi rawat inap RSUP “X” tahun

komuniti pediatrik di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa yang memenuhi kategori tepat indikasi sebesar 100%, tepat obat sebesar

Hasil analisa penggunaan antibiotik secara kualitatif menggunakan kriteria Gyssens pada 65 pasien sepsis neonatus di unit rawat inap neonatal RSUD Surakarta tahun

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) di instalasi rawat inap RSUD “X” tahun 2011 serta

Persentase Parameter Tepat Indikasi dan Tidak Tepat Indikasi Antibiotik pada Pasien Balita Diare di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X. Jenis terapi Ketepatan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEMAM TIFOID KELOMPOK UMUR PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2010..

2.2.1 Pasien demam tifoid adalah pasien rawat inap yang terdiagnosa menderita demam tifoid oleh tenaga kesehatan medis RSUD dr. 2.2.2 Evaluasi penggunaan antibiotik

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) di instalasi rawat inap RSUD Soe tahun 2018