• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROBIOTIK TERHADAP KEMAMPUAN CERNA MIKROBA RUMEN SAPI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PROBIOTIK TERHADAP KEMAMPUAN CERNA MIKROBA RUMEN SAPI BALI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROBIOTIK TERHADAP KEMAMPUAN

CERNA MIKROBA RUMEN SAPI BALI

(

The Effects of Probiotics on The Performances of Bali Cattle Rumen

Microbial

)

DEBORA KANA HAU1, MARIANA NENOBAIS2, JACOB NULIK1danNATHAN G.F. KATIPANA2 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur

2Universitas Nusa Cendana, Kupang.

ABSTRACT

The quality of native grasses, the main feedstuff for ruminants in East Nusa Tenggara (NTT), are generally low, especially during the dry season. They have a low digestibility owing to NDF and low in protein content and therefore low in nutrient supplies for rumen microbial activities and growth. These conditions lead to low productivity of ruminants in the region. Optimizing fiber digestibility by rumen microbial manipulation is one of the way to improve low quality feedstuffs. A study was conducted to evaluate the activities of rumen microbial at the experimental station of BPTP NTT at Lili, from August to November 2003, using 12 male Bali cattle of 1.5 years of age (average) with 158 kg initial body weight, arranged in completely ranomized block design. The animals were fed native grass + S. glandiflora leaves +

Corypha gebanga stem stalk as the basal feeds and supplied with one of the commercial probiotic product either Starbio or Bioplus madeof selected buffaloes rumen content. The variables evaluated in the study were intake and digestibility of nutrients, pH; concentrations of both N-NH3 and VFA; rumen microbial population

and production of microbial protein. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) procedure. Statistical analysis indicated that effect of the treatments was not significant (P>0.05) on nutrients intake either at the beginning or in the end of the study period, but had a significant effect (P<0.05) on nutrients digestibility. Bioplus significantly increased protein, energy intake and dry matter and NDF digestibilities at the beginning and in the end of the study; 2). Effect of treatment was generally significant on the activity of rumen microbial at the beginning of the period. Bioplus, however, had significant effects on pH, on both concentrations of N-NH3 and VFA in the rumen and had a highly significant effect on protozoa populations

and microbial protein production; but not significant on bacterial production in the end of study period. It can be concluded that supplying probiotic into cattle basal diet improved rumen microbial activities, and that supplying Bioplus was better than that of Starbio.

Key Words: Probiotics, Bali Cattle, Rumen Microbial ABSTRAK

Rumput alam yang merupakan pakan utama ternak ruminansia, antara lain ternak sapi Bali, di Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya berkualitas rendah, terutama pada musim kemarau, sehingga sangat mempengaruhi produktifitas ternak. Rendahnya kecernaan zat-zat makanan rumput alam akibat tingginya serat neutral detergent fiber (NDF) dengan kandungan protein kasar yang rendah membatasi aktifitas dan pertumbuhan mikroorganisme rumen karena kurangnya zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen tersebut. Optimasi kinerja mikroba pencerna serat dalam rumen merupakan salah satu tindakan yang tepat dan sewajarnya dilakukan untuk meningkatkan kecernaan hijauan berkulitas rendah. Untuk mempelajari sejauhmana pengaruh probiotik terhadap kinerja mikroba rumen maka telah dilakukan penelitian di Kebun Percobaan BPTP NTT di Lili, dari bulan Agustus hingga November 2003 menggunakan 12 ekor ternak Sapi Bali berumur 1,5 tahun dengan rata-rata berat badan awal 158 kg, diatur dalam rancangan acak kelompok. Bahan pakan yang diberikan adalah rumput alam kering, daun turi dan putak, sebagai perlakuan adalah probiotik komersial Starbio dan probiotik Bioplus isi rumen kerbau pilihan. Parameter yang diamati adalah konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan, pH, konsentrasi amonia (N-NH3) dan asam lemak

terbang (VFA), populasi mikroba rumen, serta produksi protein mikroba rumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis sidik ragam. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa: 1) perlakuan tidak nyata (P>0,05) berpengaruh terhadap konsumsi zat-zat makanan baik pada awal maupun pada akhir penelitian, tapi nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap kecernaan zat-zat makanan. Bioplus nyata (P<0,05) meningkatkan

(2)

kecernaan protein, energi dan kecernaan bahan kering serta serat NDF sejak awal hingga akhir penelitian. 2) perlakuan nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap kinerja mikroba rumen sesuai parameter yang diamati pada awal penelitian. Pada akhir penelitian probiotik Bioplus memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pH, konsentrasi amonia (N-NH3) dan asam lemak terbang (VFA) rumen serta sangat nyata (P<0,01)

berpengaruh terhadap populasi protozoa dan produksi protein mikroba rumen, sedangkan terhadap populasi bakteri tidak nyata berpengaruh (P>0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan probiotik dalam ransum ternak sapi Bali telah memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja mikroba rumen dan Probiotik Bioplus menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding probiotik Starbio.

Kata Kunci: Probiotik, Sapi Bali, Mikroba Rumen

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi ternak tidak terlepas dari pengadaan pakan, karena pakan merupakan kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi. Pakan utama bagi ternak ruminansia adalah hijauan khususnya rumput sehingga ketersediaan pakan hijauan baik kuantitas maupun kualitas dan berkesinambungan sepanjang tahun merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan produksi ternak. Kenyataannya di NTT ketersediaan dan mutu bahan pakan hijauan khususnya rumput alam sangat berfluktuasi mengikuti musim. Pada musim hujan yang lamanya 3–4 bulan per tahun ketersediaan hijauan pakan rumput alam berada dalam jumlah cukup bahkan berlebihan. Sebaliknya pada musim kemarau yang lamanya 8–9 bulan ketersediaan rumput alam masih cukup tetapi telah menurun kualitasnya karena tingginya kandungan dinding sel NDF (neutral detergent fiber). Penelitian JELANTIK (2001)

menunjukkan bahwa rumput alam di NTT, pada bulan Desember memiliki dinding sel NDF sebesar 58% dan meningkat menjadi ± 80% pada awal November dengan kandungan protein kasar sebesar 2–3% dan tingkat kecernaan mendekati 42%. Sebagaimana dinyatakan oleh VAN SOEST (1982) bahwa rumput dengan kandungan dinding sel NDF demikian, mempunyai kecernaan yang sangat rendah karena umumnya rumput daerah tropis mengandung kadar lignin yang cukup tinggi sehingga sulit terdegradasi oleh mikroba rumen. Rumput dengan kecernaan yang rendah, menurut BANERJEE (1982) tidak dapat

mendukung pertumbuhan dan aktifitas mikroba rumen ternak ruminansia karena ketersediaan protein khususnya nitrogen bagi mikroba rumen menjadi terbatas dan ketersediaan zat-zat gizi yang lain juga akan berkurang.

Akibatnya kebutuhan ternak akan zat-zat gizi tidak tercukupi sehingga RUBINO (yang disitasi oleh GINTING dan BELLI 1994) menemukan

adanya penyusutan bobot hidup pada ternak sapi Bali sebesar 20–50 kg/ekor/musim kemarau.

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas maka dilakukanlah berbagai upaya, antara lain dengan mengembangkan hijauan pakan jenis unggul dan jenis lokal tahan kekeringan baik rumput maupun leguminosa, mengawetkan hijauan pakan yang berlebihan di musim hujan dalam bentuk silase dan hay atau standing hay rumput alam dan jerami padi dalam bentuk haylage, memberikan suplemen sumber protein dan energi (LENG, 1991) serta meningkatkan kemampuan ternak dalam mencerna pakan dengan kualitas nutrisi yang jelek

(WINUGROHO, 1995). Cara yang terakhir ini

dapat dilakukan dengan jalan memanipulasi ekosistim rumen untuk efisiensi fermentasi rumen dengan memaksimumkan kecernaan pakan berserat tinggi dan sintesis protein mikroba di dalam rumen (LENG, 1991; VAN

NEVEL, 1991). Untuk mencapai maksud ini

maka FULLER (1997) menganjurkan

penggunaan probiotik, suatu produk yang mengandung satu atau campuran berbagai macam mikroorganisme yang berfungsi sebagai pencerna serat dalam pakan dan dapat berinteraksi positif dengan mikroba rumen ternak target (NGADIYONOet al., 2001).

Saat ini, banyak produk probiotik yang telah dijual secara komersil seperti Starbio namun karena pemberiannya dilakukan setiap hari maka dirasa kurang praktis dan tidak ekonomis. Oleh karena itu, WINUGROHOet al. (1993) membuat produk probiotik lain yang dinamakan Bioplus yang diambil dari isi rumen utuh ternak kerbau pilihan yang dapat mencerna pakan berserat tinggi seperti jerami padi dan standing hay rumput alam serta

(3)

pemanfaatannya hanya sekali sehingga tidak memberatkan peternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan probiotik Bioplus dalam ransum ternak terhadap kinerja mikroba rumen pada ternak sapi Bali ditinjau dari konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan, nilai pH, produksi amonia (N-NH3), produksi asam lemak terbang (VFA = volatile fatty acid) rumen, populasi protozoa, bakteri dan produksi protein mikroba rumen bila dibandingkan dengan probiotik Starbio.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan BPTP NTT di Lili, Jl. Timor Raya Km 39 Lili, Kupang, sejak bulan Agustus sampai dengan bulan November 2003. Dalam pelaksanaannya penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu peride penyesuaian kandang dan pakan, periode pendahuluan dan periode pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan ternak sapi Bali jantan sebanyak 12 ekor berumur 1,5 tahun dilihat dari kondisi gigi dengan bobot hidup pada awal penelitian rata-rata sebesar 158 ± 16 kg (SD).

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas rumput alam sebagai pakan dasar, turi (Sesbania grandiflora) sebagai sumber nitrogen dan putak (Corypha gebanga) sebagai sumber energi. Nilai gizi dari masing-masing bahan pakan hasil analisis Laboratorium Almira, Kupang disajikan pada Tabel 1.

Probiotik yang digunakan adalah probiotik Starbio dan probiotik Bioplus yang dibuat di BPTP NTT menggunakan metoda Balitnak Ciawi, Bogor. Dosis pemberian Bioplus adalah sebanyak 500 g/ekor (diberikan sekali saja selama penelitian) dan Starbio sebanyak 20 g/ekor/hari. Pemberian Bioplus dilakukan dengan cara mencampurkannya ke dalam dedak padi sebanyak 500 g dan dilakukan sekali pada awal penelitian, sedangkan pemberian Starbio dilakukan setiap hari selama penelitian dengan mencampurkannya dalam air minum pada siang hari saat mana ternak membutuhkan air minum. Air minum disiapkan secara ad libitum.

Semua ternak dikelompokkan berdasarkan rata-rata bobot hidup awal penelitian yaitu sebesar 158 ± 16 kg (SD).

Tabel 1. Komposisi kiimia bahan pakan yang digunakan dalam penelitian

Jenis bahan pakan Jenis zat makanan Rumput

kering Turi Putak Bahan kering, % 88,54 38,47 88,65 % Bahan kering Protein 7,26 28,82 1,84 Lemak 2,45 3,33 0,76 Serat Kasar 35,47 17,21 18,21 BETN 45,75 40,23 70,93 Abu 9,07 10,41 8,26 Ca 0,31 1,41 0,76 P 0,67 0,57 0,32 NDF 86,64 45,11 36,83 ADF 52,36 26,58 15,42 Energi Bruto, Mkal/kg 4.181 4.410 4.344 NEm, Mkal/kg 1.223 1.508 1/175 NEg, Mkal/kg 0,657 0,908 0,612 Hasil analisa Lab. Almira, Kupang

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: (i) kecernaan zat-zat makanan (BANERJEE, 1982; SOEJONO 1991), (ii) derajat keasaman atau pH rumen, (iii) produksi asam lemak terbang (VFA) dalam rumen (SUTARDI,

1979), (iv) produksi amonia dalam rumen, menggunakan metoda mikro difusi Conway (SUTARDI, 1979), (v) produksi protein mikroba

(SHULTZ dan SHULTZ, 1979), (vi) populasi

protozoa rumen (SURYAHADI, 1990), (vii) populasi bakteri rumen, ditentukan menggunakan metoda pencacahan koloni berdasarkan jumlah yang hidup sesuai dengan petunjuk SURYAHADI (1990).

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 perlakuan dan 6 kelompok sebagai ulangan. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis varians (ANOVA) sesuai petunjuk sesuai petunjuk SASTROSUPADI

(2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian probiotik baik Bioplus maupun Starbio tidak nyata mempengaruhi konsumsi

(4)

zat-zat makanan (Tabel 2). Hal ini diduga karena komposisi zat-zat makanan dan jenis ransum yang diberikan pada ternak-ternak penelitian adalah sama, dengan palatabilitas yang relatif tidak berbeda sehingga tidak mempengaruhi selera makan dari ternak-ternak tersebut.

Sebaliknya nilai kecernaan zat-zat makanan akibat pemberian Bioplus nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pemberian Starbio baik pada awal maupun pada akhir penelitian. Ini menunjukkan bahwa baik Bioplus maupun Starbio, keduanya termasuk jenis probiotik tetapi dapat memberikan respon yang berbeda.

FULLER (1992) melaporkan bahwa tiap

probiotik memiliki komposisi, jaminan kualitas, cara pengolahan dan metoda pembuatan yang berbeda pula.

WALLACE dan NEWBOLD (1992)

menemukan bahwa pemberian probiotik akan meningkatkan populasi bakteri rumen sehingga kecernaan serat akan meningkat. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan Bioplus ada peningkatan populasi bakteri selulolitik (fibrolitik). Sejalan dengan hal ini, FABEY dan BERGER (dalam APRIYADI, 1999) menyatakan

bahwa tinggi rendahnya kecernaan zat-zat makanan pada ternak ruminansia tidak bergantung pada kualitas protein ransum melainkan pada kandungan serat kasar dan aktifitas mikroorganisme rumen terutama bakteri selulolitik. Di antara species selulolitik ada yang berfungsi ganda didalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna selulosa juga hemiselulosa dan pati.

Tabel 2. Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan pada awal dan akhir penelitian akibat penambahan probiotik

Perlakuan Uji statistik

Waktu

penelitian Parameter Bioplus Starbio P<0,05 P<0,01 NS Awal Konsumsi zat-zat makanan/kg0,75

penelitian Bahan kering, g 106,20 113,75 - - √

Protein, g 11,21 11,76 - - √

NDF, g 63,37 68,52 - - √

Energi, kkal 467,44 487,86 - - √

Kecernaan zat-zat makanan, %

Bahan kering 72,52a 69,48b √ - - Protein 74,78a 71,16b √ - - NDF 69,30a 65,73b √ - - Energi 75,85a 71,12b - -

Akhir Konsumsi zat-zat makanan/kg0,75

penelitian Bahan kering, g 122,86 123,53 - - √

Protein, g 13,42 14,63 - - √

NDF, g 77,51 76,87 - - √

Energi, kkal 523,50 523,32 - - √

Kecernaan zat-zat makanan, % Bahan kering 78,93a 72,41b √ - - Protein 77,68a 72,04b √ - - NDF 71,15a 64,14b √ - - Energi 78,87a 72,22b - -

(5)

Dari Tabel 3 terlihat bahwa ada perubahan rataan pH cairan rumen sapi-sapi percobaan sebelum dan sesudah mendapat tambahan probiotik Bioplus dan Starbio. Pada waktu sebelum penambahan probiotik, pH cairan rumen berada di bawah pH cairan rumen normal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua kelompok perlakuan tersebut terhadap pH cairan rumen. Hal ini kemungkinan karena jenis ransum yang digunakan adalah sama untuk kedua kelompok tersebut. Sebagaimana dinyatakan oleh HARYANTO et al. (1998)

bahwa pada kondisi in vivo, derajat keasaman cairan rumen ditentukan oleh kualitas pakan dan proses fermentasi mikrobial melalui

pembentukan asam laktat, suksinat maupun asam lemak terbang.

Pada saat penambahan probiotik Bioplus dan Starbio, terjadi peningkatan pH cairan rumen yang dilihat pada awal penelitian dan terus meningkat hingga akhir penelitian dengan kisaran yang cukup ideal untuk aktifitas mikroba rumen yaitu 6,70–6,88. Sebagaimana dinyatakan oleh ERDMAN (1988) pH 6,8 adalah

pH yang terbaik atau optimum untuk aktifitas dan pertumbuhan mikroba rumen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pH yang dicapai dalam penelitian ini selaras dengan tujuan pemberian probiotik yaitu untuk menstabilkan derajad keasaman rumen pada kisaran yang optimum bagi aktifitas mikroba rumen.

Tabel 3. Kinerja mikroba rumen akibat penambahan probiotik

Perlakuan Uji statistik Waktu penelitian Parameter Bioplus Starbio P<0,01 P<0,05 NS Pra pH 5,60 5,57 - - √ penelitian N-NH3, mM 5,12 5,28 - - VFA, mM 77,33 78,16 - - √ Populasi bakteri, x 1010/ml 3,83 4,17 - - Populasi protozoa, x 105/ml 5,19 5,11 - -

Produksi protein mikroba, mg/g sampel/4 jam 0,04288 0,03923 - - √ Awal PH 6,87a 6,70b - - penelitian N-NH3, mM 6,80a 5,93b - - VFA, mM 144,00a 130,33b - √ - Populasi bakteri, x 1010/ml 6,00a 5,20b - √ - Populasi protozoa, x 105/ml 7,19a 6,11b - -

Produksi protein mikroba, mg/g

sampel/4 jam 0,10468 a 0,09127b - - Akhir PH 6,88a 6,70b - √ - Penelitian N-NH3, mM 8,13a 7,23b - √ - VFA, mM 158,67a 143,17b - - Populasi Bakteri, x 1010/ml 8,17 7,95 - - Populasi Protozoa, x 105/ml 9,69a 8,36b √ - -

Produksi Protein Mikroba, mg/g sampel/4 jam

0,13405a 0,11540b

√ - -

(6)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH cairan rumen. Hal ini berarti bahwa kedua probiotik tersebut menunjukkan efek yang positif terhadap pH cairan rumen. Tetapi jika dilihat dari angka keasaman yang dicapai oleh kedua perlakuan tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua probiotik tersebut mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap stabilitas pH rumen. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan laju fermentasi serat kasar oleh mikroba rumen, dimana karena populasi mikroba fibrolitik asal Bioplus lebih banyak maka kecernaan serat pakan dan produksi N-NH3 cairan rumen pun meningkat dibanding perlakuan Starbio yang diikuti dengan meningkatnya pH cairan rumen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Arora (1989) bahwa apabila ransum ternak ruminansia lebih banyak mengandung serat hijauan maka kecernaan serat akan meningkatkan pH cairan rumen hingga pada pH 7,0.

Pada saat sebelum pemberian perlakuan, produksi N-NH3 rumen baik untuk kelompok Bioplus maupun Starbio adalah rendah (5,12 vs 5,28 mM). Namun konsentrasi tersebut masih berada dalam batas kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen yang menurut SUTARDI (1979) adalah 4–12 mM. Jika dibandingkan dengan konsentrasi N-NH3 rumen setelah pemberian perlakuan Bioplus dan Starbio (6,80 vs 5,93mM) maka dapat diduga bahwa pada saat sebelum pemberian probiotik zat-zat makanan yang masuk ke dalam rumen khususnya protein pakan belum tercerna secara baik oleh mikroba rumen (Tabel 2). Konsentrasi N-NH3 ini terus meningkat hingga akhir penelitian (8,13 vs 7,27mM). Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pada saat sebelum perlakuan tidak ada perbedaan yang nyata pada kedua kelompok ternak. Hal ini karena selain jenis ransum yang dikonsumsi adalah sama, juga berarti bahwa populasi dan aktifitas mikroba rumen ternak-ternak tersebut relatif sama sehingga produksi dan pemanfaatan N-NH3 tidak jauh berbeda. Pada awal dan akhir penelitian, perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap produksi amonia rumen. Kemungkinan bahwa dengan penambahan probiotik Bioplus maka dinding sel bahan pakan yang sulit dicerna karena adanya ikatan ligno-selulosa telah terdegradasi oleh bakteri

selulotik dan fungi, sehingga zat-zat makanan khususnya sumber N yang ada dalam ikatan serat bahan paka akan terlepas dan dapat dicerna secara maksimal yang ditandai dengan meningkatnya N-NH3 rumen.

Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa ransum penelitian tanpa penambahan probiotik menghasilkan VFA yang rendah (77,33 vs 78,17 mM) di bawah standard normal. Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan aktifitas mikroba rumen yaitu 80 mM/liter–160 mM/liter cairan rumen (SUTARDI et al., 1983). Dengan penambahan probiotik terjadi perubahan konsentrasi VFA yang bervariasi antara 130,33–158,67 mM.

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa kedua probiotik tersebut berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi VFA rumen. Dengan adanya perubahan konsentrasi VFA rumen menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pola fermentasi zat-zat makanan yang mungkin disebabkan oleh perubahan komposisi dan populasi mikroba dalam rumen. Dengan kata lain, pada saat sebelum penambahan probiotik, karbohidrat sruktural dalam bahan pakan khususnya bahan konsentrat (putak) yang terkonsumsi belum dapat dicerna dan difermentasi secara baik oleh mikroba rumen. Penambahan probiotik serat NDF yang ada dalam konsentrat maupun dalam serat kasar hijauan dapat didegradasi secara efektif oleh mikroba rumen yang pada giliran meningkatkan proses fermentasi rumen secara keseluruhan. Dugaan ini ditandai dengan makin meningkatnya produk - produk fermentasi akibat penambahan ke dua perlakuan tersebut.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa telah terjadi peningkatan populasi protozoa akibat penambahan probiotik. Populasi terendah didapat pada saat sebelum penambahan probiotik (5.11 x 105 sel/ml) dan populasi tertinggi didapat pada perlakuan penambahan Bioplus (9,69 x 105sel/ml) pada saat akhir penelitian. Jumlah populasi ini masih dalam batas kisaran normal yang berkisar antara 105 sel/ml sampai dengan 4 x 106 sel/ml cairan rumen.

Jumlah populasi protozoa akibat pemberian probiotik Bioplus dan Starbio yang didapat dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi dari yang dikemukakan PRESTON dan LENG (1987)

(7)

tinggi dari penemuan DEHORTY dan ORPIN

(dalam HOBSON, 1988) yaitu 5,9–12 x 104/ml cairan rumen pada sapi Zebu. Demikian juga lebih tinggi dari penemuan IMAIet al. (1982)

yaitu sebesar 13,5 x 104/ml cairan rumen sapi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bioplus dan Starbio berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap populasi protozoa pada awal penelitian dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada saat akhir penelitian. Terlihat ada perubahan yang berarti dengan adanya penambahan probiotik khususnya untuk Bioplus pada awal penelitian yang terus meningkat hingga pada akhir penelitian. Diduga bahwa peningkatan populasi ini disebabkan oleh dua sebab yaitu pertama, dengan penambahan probiotik Bioplus dan Starbio maka zat-zat pati yang ada dalam putak dapat dicerna secara baik oleh mikroba rumen khususnya protozoa sehingga populasinya meningkat. Hal ini dapat dipahami bahwa walaupun putak mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi (Tabel 1) (bahan ekstrat tanpa nitrogen, BETN ± 70,93) tapi tidak dapat dicerna secara efektif oleh mikroba rumen karena putak mempunyai kecernaan serat yang sangat rendah.

Pada perlakuan penambahan Bioplus menghasilkan populasi protozoa yang lebih tinggi dari Starbio baik pada awal maupun pada akhir penelitian. Hal ini karena Bioplus mempunyai efek terhadap kecernaan zat-zat makanan yang lebih baik sehingga ketersedian zat nutrisi bagi protozoa pun lebih tinggi. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangbiakan protozoa baik yang berasal dari luar maupun yang sudah ada di dalam rumen menjadi meningkat. Bioplus selain mengandung bakteri fibrolitik juga beberapa jenis fungi yang dapat memanfaatkan 02 (oksigen) yang ada dalam rumen sehingga kondisi rumen lebih anaerob, dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan protozoa meningkat. Hal ini selaras dengan pernyataan

WALLACE (1994), kultur ragi akan

memanfaatkan oksigen yang ada dalam rumen dan membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri aerob yang umumnya pathogen. ARORA

(1989) menyatakan bahwa protozoa umumnya bersifat anaerob, apabila kadar oksigen meningkat maka protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang jelek sehingga dengan

cepat akan mati. Kemungkinan kedua bahwa adanya peningkatan jumlah populasi protozoa karena populasi protozoa sebelum penelitian juga cukup tinggi, seperti terlihat pada Tabel 3. Penelitian ini juga mendukung penelitian

OLERMANN et al. (1990) bahwa pemberian

probiotik dapat meningkatkan populasi protozoa.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa penambahan probiotik telah meningkatkan populasi bakteri rumen yang bervariasi antara 5,20 sampai 8,17 x 1010 sel/ml cairan rumen dimana populasi bakteri sebelum penambahan probiotik adalah 3,83 x 1010 sel/ml untuk Bioplus dan 4,17 x 1010 sel/ml untuk Starbio. Jumlah populasi bakteri akibat pemberian probiotik Bioplus maupun Starbio penelitian ini adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penemuan peneliti-peneliti di atas yang mungkin menurut DEHORNITY dan ORPIN (1988) dalam HOBSON

(1988) karena perbedaan ransum, waktu pengambilan cairan rumen, jenis pakan serta level dan frekuensi pemberian pakan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bioplus dan Starbio berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap populasi bakteri rumen pada awal penelitian. Ini berarti bahwa kedua probiotik tersebut memberikan interaksi yang nyata terhadap total populasi bakteri rumen sesuai dengan tujuan pemberian probiotik yaitu untuk meningkatkan populasi dan aktifitas bakteri selulolitik dalam rumen.

Hasil analisis ragam pada saat akhir penelitian, menunjukkan bahwa probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap populasi bakteri rumen. Ini berarti bahwa kedua probiotik telah memberikan pengaruh yang relatif sama terhadap populasi bakteri rumen. Diduga bahwa dengan penambahan probiotik menyebabkan kondisi rumen menjadi lebih stabil dan anaerob, keadaan ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bakteri meningkat. Dengan demikian kecernaan zat-zat makanan khususnya kecernaan serat makanan meningkat. Hal ini selaras dengan pendapat

BANERJEE (1982), bahwa dari semua jenis

mikroba, bakteri adalah pencerna ekstensif di dalam rumen.

Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa produksi protein mikroba berbading lurus dengan aktifitas dan produk-produk fermentasi khususnya N-NH3 dan VFA rumen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian

(8)

probiotik Bioplus nyata (P<0,05) lebih tinggi pada awal penelitian dan menjadi sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dari pemberian Starbio pada akhir penelitian.

Dapat dijelaskan bahwa nampaknya ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara populasi mikroba rumen dalam hal ini produksi protein mikroba dengan kecernaan zat-zat makanan dalam rumen. Semakin meningkat jumlah populasi mikroba rumen dengan aktifitasnya yang tinggi menyebabkan semakin banyak zat-zat makanan tercerna. Sebaliknya hasil pencernaan atau produk fermentasi rumen berupa N-NH3 dan VFA merupakan input bagi pembentukan sel-sel tubuh mikroba yang sel-selanjutnya menjamin pertumbuhan dan aktifitas dari mikroba itu sendiri.

Produksi protein mikroba akibat pemberian probiotik Bioplus sangat nyata lebih tinggi dari Starbio. Hal ini diduga berhubungan dengan aktifitas mikroba khususnya bakteri selulolitik yang mampu disediakan oleh probiotik Bioplus seperti terlihat pada Tabel 3. Dengan meningkatnya populasi bakteri rumen maka tentunya kecernaan zat-zat makanan khususnya protein yang ada dalam bahan pakan akan meningkat pula. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya konsentrasi N-NH3 rumen yang selanjutnya berdampak positif terhadap produksi protein mikroba rumen. Sebagaimana dinyatakan oleh SUTARDI (1979) bahwa oleh

karena mikroba rumen tidak dapat menggunakan asam amino secara langsung maka protein pakan akan didegradasi menjadi N-NH3 dan selanjutnya mikroba rumen akan menggunakan N-NH3 tersebut sebagai sumber nitrogen untuk pembentukakan sel-sel tubuhnya.

Dengan meningkatnya produksi protein mikroba rumen maka berarti pasokan protein untuk induk semang (ternak) pun bertambah yang ditandai dengan adanya peningkatan bobot hidup ternak sebagaimana yang didapat oleh KANA HAU (2004) pada penelitian yang

sama, dimana ternak sapi yang mendapat probiotik Bioplus menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih tinggi dibanding probiotik Starbio (310g/ekor/hari vs 220g/ekor/hari). Kondisi ini membuktikan bahwa penggunaan probiotik Bioplus dan Starbio telah membuka peluang untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia

melalui proses optimalisasi proses fermentasi di dalam rumen.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian probiotik Bioplus dan Starbio dalam ransum ternak sapi Bali yang diberi pakan dasar rumput alam dengan tambahan daun turi dan putak dapat meningkatkan kinerja mikroorganisme rumen.

2. Probiotik Bioplus menunjukkan pengaruh yang lebih baik dari pada Starbio dalam meningkatkan kinerja mikroba rumen walaupun pemberiannya hanya satu kali dibandingkan dengan probiotik Starbio yang pemberiannya setiap hari selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

APRIYADI, L. 1999. Pengaruh Penambahan Probiotik Bioplus Serat (BS) pada Konsumsi dan Kecernaan Ransum Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang Diberikan pada Domba Ekor Tipis (DET). Skripsi. Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan. Universitas Djuanda. Bogor.

BAMUALIM, A. 1992. Industri Peternakan di NTT dan Peluang Pemasaran Ternak Serta Hasil Olahan Ternak. Makalah Dalam Pertemuan: Prospek Pengembangan Agribisnis Sebagai Upaya Meningkatkan Sumber Daya Manusia Dalam Mengolah SDA Untuk Meningkatkan Kesejahteraan dan Pendapatan Keluarga Petani di NTT. 5 Mei 1992.

BANERJEE, G.C. 1982. Animal Nutrition. Oxford and IBH Publishing Co. Calcuta.

ERDMAN, R.A. 1988. Dietary Buffering Requirement of the Healing Dairy Cow. A Reaview. J. Dairy Sci. 71: 3246.

GINTING, P.M. dan H.L.L. BELLI. 1994. Produksi Ternak Potong di Nusa Tenggara Timur. Pros. Animal Sci. Workshop Pengembangan Peternakan Sapi di Kawasan Timur Indonesia. Unram, Lombok.

FULLER, R. 1992. Probiotic 1. The Scientific Basic. 1st Ed Chapman & Hall, London.

FULLER, R. 1997. Probiotic 2. Applications and Praktical Aspects. Chapman & Hall., London.

(9)

HARYANTO, B., I-W. MATHIUS., D. LUBIS dan M. MARTAWIDJAYA. 1997. Manfaat Probiotik dalam Peningkatan Efisiensi Fermentasi Pakan di Dalam Rumen. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

HATTU,G.H.C., K.M. ARSYAD dan J.I. MANAFE. 1988. Penyusutan Bobot Badan Ternak Sapi Potong pada Padang Penggembalaan. Lap. Penelitian. Fapet. Undana. Kupang.

JELANTIK, I.G.N. 2001. Improving Bali Cattle (Bibos banteng Wagner) Production Through Protein Supplementation. PhD. Thesis. Dept. of Animal Sci. and Animal Health. The Royal Vet. And Agric. Univ. Copenhagen.

LENG, R.A. 1991. Recycling of Agricultural and Agro-Indsutri by Products and Waste for Australia Easter. University Project, Denpasar– Indonesia.

NGADIYONO,NONO,HARI HARTADI,M. WINUGROHO, D.D. SISWANSYAH dan S.N. AHMAD. 2001. Pengaruh Pemberian Bioplus Terhadap Kinerja Sapi Madura di Kalimantan Tengah. JITV 6(2): 69–75.

PRESTON, T.R. and R.A. LENG. 1987. Matching Ruminant Production Systems With Available Resources In The Tropics and Sub-Tropics. Penambul Books–Armidale.

SASTROSUPADI, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

SHULTZ, T.A. and E. SHULTZ. 1972. Estimation of Rumen Microbial Nitrogen by Three Analitycal Methods. J. of Animal Sci.

SURYAHADI. 1990. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. PAU. Ilmu Hayat. IPB. Bogor. SUTARDI, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan

Makanan Terhadap Degradasi Oleh Mikroba Rumen dan Manfaat Bagi Peningkatan Produktivitas Ternak. Pros. Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan.

SUTARDI, T. 1991. Aspek Nutrisi Sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali., Universitas Hasanudin, Ujung Pandang., 2–3 September 1991.

VAN NEVEL, C.J. 1991. Modification of Rumen Fermentation by the Use of Additives. In:

JOUNANI, J.P. (Ed). 1991. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion., INDRA Editions, Paris.

VAN SOEST, P.J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant. O & B Book. Co. Corvallis, USA. WALLACE, R.J. and C.J. NEWBOLD. 1992. Probiotic

for Ruminants. Dalam: FULLER, R. 1992. Probiotics. Chapman & Hall., London. WINUGROHO, M., M. SABRANI, P. PUNARBOWO, Y.

WIDIAWATI dan A. THALIB. 1993. Non-genetic Identification in Selecting Specific Microorganism Rumen Fluid (Balitnak Method). Ilmu Peternakan 6(2): 5–9.

WINUGROHO, M., Y. WIDIASTUTI dan M. SABRANI. 1995. Pemilihan Isi Rumen yang Mengandung Mikroba Unggul Pencerna Serat. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Pada musim kemarau, jenis rumput apa saja yang tumbuh dan apa pengaruhnya jika ditambahkan probiotik pada sistem ekstensif.

2. Dari hasil yang Bapak peroleh. Kira-kira apa yang adapt dilakukan petani agar hasil Bapak dapat didiseminasikan oleh pengguna?

3. Bagaimana cara pemberian probiotik dan bagaimana kajian ekonominya? Bila ada petani ingin mendapatkan probiotik, bagaimana cara memperolehnya.

Jawaban:

1. Rumput yang digunakan adalah rumput dalam kering dari jenis sorghum nitidum dan bothriocloa pertusa. Probiotik (khusunya bioplus) memberikan kecernaan zat makanan yang lebih baik, dan pertambahan bobot hidup harian yang lebih baik jika diberi probiotik.

(10)

2. Untuk diseminasi, petani dapat dilatih untuk dapat membuat sendiri bioplus.

3. Pemberiannya cukup sekali dan secara ekonomi lebih menguntungkan meski kajian secara rinci belum kami lakukan. Bioplus diproduksi di BPTP NTT, sehingga bila ada petani yang berkeinginan dapa tdiperoleh lewat BPTP atau petani dapat dididik untuk meproduksi sendiri.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi kiimia bahan pakan yang  digunakan dalam penelitian
Tabel 2. Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan pada awal dan akhir penelitian akibat penambahan  probiotik
Tabel 3. Kinerja mikroba rumen akibat penambahan probiotik

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksana pengabdian kepada masyarakat memberikan bantuan Kelompok binaan P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera) untuk melakukan

Pemberdayaan ini menekankan pada permasalahan pemuda pengangguran yang ada di desa Banjar, yaitu hilangnya peran pemuda dalam pembangunan desa Banjar. Permasalahan ini

Di dalam menentukan pilihan untuk menyekolahkan anaknya, setiap masyarakat menginginkan sekolah yang mempunyai asset (modal) pendidikan yang tetap seperti tanah,

1 Djohanputro, Bramantyo “Prinsip – prinsip Ekonomi Makro” p.147, penerbit PPM 2006. Djohanputro,

Buku pop-up dirancang dengan cara yang sederhana dan menarik perhatian yang menampilkan visual dengan menggunakan ilustrasi, warna, layout serta isi konten yang

Untuk kandungan klorofil tanaman jagung dari hasil pengamatan terlihat hasil penelitian tidak sejalan dengan parameter bobot daun khas ataupun nisbah luas daun yang

Kelembagaan Baru Masyarakat sebagai Wadah Edukasi dalam Mengembangkan Potensi Masyarakat Petani Dusun Karang Tengah Agar Terhindar dari Jeratan Rentenir..